2. Gadis Gambas Bermata Amber
Jantungnya terus berdegup kencang saat melihat langkah gadis itu lurus menuju mejanya. Kendrik mengangkat pandangan dan menatap gadis yang tersenyum kecil itu.Apakah gadis itu tahu dia sedang diintai? Tak membalas senyumannya, wajah Kendrik malah menegang. Keringat bercucuran, kira-kira seember jika ditampung.
Aku bakal digampar? (Kendrik).
"Permisi Kak, kecap di meja saya habis. Boleh pinjam punya Kakak?" kata gadis itu sembari menunjuk botol kecap di meja Kendrik.
"Gampar! Eh maksudnya bo-boleh, silahkan."
Gadis itu mengambil botol kecap di meja Kendrik dan beranjak ke mejanya sendiri.
Kecap aja? Hatiku nggak? (Kendrik).
Tiba-tiba gadis itu berbalik dan kembali ke meja Kendrik.
Dia dengar kata hatiku? Shitt, dia pasti bisa baca pikiran. (Kendrik).
"Maaf, Kak, saosnya juga ya."
"I-iya, ambil aja."
"Makasih, Kak."
Jangankan kecap dan saos, seluruh hidupku juga boleh kamu ambil. Pasrah, mletre, mleyot. (Kendrik).
Gadis itu kembali ke mejanya dan duduk. Beberapa detik berselang, gadis dan lelaki berseragam SMA itu menengok ke arah Kendrik dan tersenyum kecil.
Tak siap dengan serangan pandangan mata tandem itu, Kendrik hanya bisa membalas senyuman mereka dengan tatapan canggung.~
Gangga berbisik, "Kakak itu agak aneh, tadi aku minta kecap malah dia bilang 'gampar'."
Bisma dan Gangga kemudian menoleh ke arah Kendrik dan tersenyum. Lelaki yang tengah mereka bicarakan itu membalas dengan senyuman dan ekspresi yang aneh.
"Iya bener, Mbas, aneh ya," bisik Bisma.
"Mungkin dia menderita semacam anxiety disorder?"
"Atau mungkin dia lagi nahan kebelet. Kamu ingat kan waktu ulangan matematika, aku dikira nyontek karena gerak-gerak nggak karuan. Padahal aku lagi nahan kebelet."
"Buahahah." Tawa Gangga meledak.
Kendrik masih memasang telinga dan perhatiannya kepada dua orang itu. Tidak ada sentuhan di antara keduanya. Tidak ada genggaman tangan atau belaian sayang seperti pasangan-pasangan muda pada umumnya.
Bolehkah aku berharap kalau mereka itu nggak pacaran? Berarti aku masih punya kesempatan kan? (Kendrik).
(Rebel mind voice: Ingat umur Ken!)
Heit, suara siapa berani nyenggol masalah umur? Aku 23 tahun, gadis gambas bermata amber itu kira-kira 18 atau 19 tahun. Masih masuk akal! (Kendrik).
(Rebel mind voice: Serah lu dah!)
Tapi kalau aku mau masuk ke circle mereka, aku harus ganti namaku jadi nama buah atau sayuran. Ken- siapa ya? (Kendrik).
(Rebel mind voice: Kedondong, kelapa, kelengkeng?)
Hah, diem lu! (Kendrik).

~
Gangga dan Bisma telah menyelesaikan makan siang mereka. Mereka pun berdiri dan bersiap keluar dari taman kuliner di kompleks rektorat Universitas Vanguard itu.
Kendrik juga ikut beranjak pergi. Lebih tepatnya mengintil mereka dari belakang. (Kalau kecil itu mengintil, kalau besar apa hayo? Nggak usah dijawab! Jangan!)
"Mbas, Mbas, itu si kakak aneh kok kayaknya ngintilin kita ya," bisik Bisma.
Gangga tidak berani menoleh. Dia hanya melirik dengan sudut matanya. "Apa dia itu orang jahat ya?"
"Mungkin juga. Dari tadi dia ngelihatin kita terus. Lebih banyak ngelihatin kamu sih."
"Apa dia, predator?"
"Bisa juga. Gimana kalau kita melakukan jurus pamungkas keadaan kepepet?"
"Apaan?" Gangga membayangkan perkelahian.
"L-A-R-I."
Gangga mengangguk. Mereka berdua pun berlari sekencang-kencangnya dari sana, meninggalkan Kendrik.
Kendrik ternganga sendiri melihat kedua orang itu berlari tunggang langgang. Pasalnya, meski pun dia tertarik kepada si gadis gambas bermata amber itu, dia sebenarnya sedang berjalan menuju area parkir.
Dia pun berbelok ke kiri untuk mengambil motornya. Dia memacu kendaraan roda duanya perlahan meninggalkan kampus.
Melewati shelter bus, dia melihat si gadis gambas bermata amber sedang menunggu bus sembari bercanda dengan si kubis. Senyum kecil tersungging di bibirnya.
Dia semakin yakin bahwa pemuda dan pemudi SMA itu tidak terikat hubungan percintaan.
~
Sampai di rumah ...
Kendrik masuk ke dalam rumah dengan terburu-buru. Instingnya menuntun untuk menggali informasi tentang si gadis yang menawan hatinya itu.
Dia langsung mencari akun media sosial si gadis. Dengan minimnya informasi yang dia punyai tentang gadis itu, dia kesusahan memasukkan keyword di kolom pencarian.
Satu-satunya nama yang dia tahu hanyalah 'Gambas'. Dia pun memulai dengan Outstagram, aplikasi media sosial berbasis foto.
Hasilnya nihil, gadis itu tidak menggunakan kata gambas sebagai usernamenya. Malah, hasil pencarian menampilkan beberapa akun diet dan akun kuliner. Akh, memang gambas adalah nama sayuran.
Dia melanjutkan pencarian. Kali ini, dia mencari tahu tentang sahabat lelaki yang bersama Gambas, yaitu Kubis. Jika dia dapat menemukan Kubis, pasti akun Gambas akan berada di list followernya, dan mungkin ada dalam tag foto.
Hasilnya, masih nihil.
Apa mereka nggak pake media sosial ya? (Kendrik).
Kendrik memejamkan mata, mengingat-ingat kembali apa yang didengar dan apa yang dilihat. Seragam yang dikenakan dua anak SMA itu nampak asing.
Begoo, dia tadi deketin mejaku dan jarak kami deket, kenapa nggak baca badge sekolahnya. (Kendrik).
Kendrik mengutuki dirinya sendiri yang tidak sigap menangkap informasi. Saat gadis itu mendekatinya, dia malah tenggelam dalam perasaan gugup bercampur terpesona yang menghasilkan ekspresi kurang presisi di wajahnya.
Dia memandang ke arah jendela kamarnya yang mendadak tergambar wajah manis si gadis gambas bermata amber itu ...
Bu Puri, mama Kendrik, masuk ke kamarnya dengan membawa beberapa baju pesta.
"Ken, lihat nih, nanti di wisuda kamu, Mama pake kebaya. Bagus nggak?"
"Bagus, Ma," jawabnya sembari matanya masih ke arah jendela.
"Kalau ini nih, gaun brukat. Bagus nggak?"
"Cantik," balas Kendrik sembari membayangkan wajah gadis asing yang telah menancapkan panah ke dadanya itu.
"Kalau Mama pakai bikini gimana Ken?"
"Bagus, cantik."
Bu Puri geram melihat anaknya yang sama sekali tidak melihat ke arahnya. "KENDRIK, masak iya Mama pakai bikini di acara wisuda kamu?!"
"What?! Apa?! Ya jangan lah, Ma. Mama kan bukan Kim Kadarkasihan atau Sendal Jenner. Hanya mereka yang boleh pakai baju dalam ke pesta."
"Kamu dari tadi diajak ngomong malah ngelamun aja. Mikirin apa? Kerjaan? Nggak usah dipikirin, nanti pasti ada."
"I-iya Ma, mikirin kerjaan. Aku bingung mau kerja apa dan di mana."
"Pelan-pelan aja. Yang penting tunggu kakakmu lahiran dulu. Oh iya, kamu juga nggak perlu khawatir-khawatir amat. Bisa juga buka usaha kayak kakakmu."
"I-iya Ma, nanti aku pikirin mau usaha apa dan kayak gimana."
"Nah, terus Mama ini bagusnya pakai baju yang mana, Ken?"
Kendrik melirik baju yang dibawa ibunya. Dia mengambil satu kebaya. Kebaya yang digantung di hanger itu dia angkat tinggi-tinggi.
Tiba-tiba, kebaya yang sedang dia angkat itu berubah menjadi gadis gambas yang ditemuinya tadi.
"Hai Kakak, boleh minta kecap dan saosnya?"
"Hoah! Gambas!" teriak Kendrik sembari membanting kebaya dari tangannya. Ajaib, gadis polos yang ditemuinya tadi seakan memiliki jalan pintas masuk ke alam bawah sadar Kendrik.
"Kenapa, Ken? Gambas apaan?" tanya Bu Puri, cemas.
"Oh, akh, hahah, nggak apa-apa Ma. Tadi aku lewat warung sayuran, lihat gambas jadi kepikiran sayuran gambas."
"Mau Mama masakkin gambas?"
"Uhm, ya, boleh, Ma."
"Oke lah, nanti Mama cari dan masakkin gambas."
Bu Puri pun keluar dari kamar anak lelakinya itu.~
Gangga dan Bisma, Kota Praga
1,5 jam perjalanan dari Koja ke Praga membuat sepasang sahabat ini lelah. Meski tadi semangkok bakso telah mereka makan, rasa lapar kembali menghampiri.
"Perjalanan cuma lintas kota deket aja bisa bikin perut dangdutan lagi."
"Keroncongan."
"Aku lebih suka dangdutan tuh. Mampir di Indomacet ya, Mbas."
"Siap!"
Mereka singgah di minimarket Indomacet yang ada di daerah tersebut. Mi instan dengan kemasan gelas menjadi andalan pemadam kelaparan.
Sembari menikmati mi itu, mereka berbincang di teras luar minimarket.
"Mbas, kamu nanti harus hati-hati. Jangan mudah percaya sama orang. Terus, kamu sebagai cewek musti kuat dan bisa membela diri."
Gangga menatap Bisma dengan mulut ternganga. "Kubis, kamu kok ngomongnya kayak kakek-kakek begitu?"
"Bukannya gitu, tadi kita habis ketemu orang aneh. Dan orang aneh nggak cuma dia. Banyak lagi orang aneh di luar sana. Apalagi di kota besar kayak Koja."
"Iya iya Mbah Kakung!"
"Kamu mendingan ikut bela diri. Oh, dan kamu harus bisa jaga kehormatan diri. Kalau kamu lagi mau khilaf, pikirin orang tua kamu."
"Hahah, 'orang tua' kamu bilang? Aku justru pengen banget bikin mereka malu."
"Hush, ya udah bukan buat orang tua deh, tapi buat kamu sendiri. Kamu harus bisa jaga diri."
"Iya iya, kamu kok jadi bawel gini sih Bis?! Nggak asyik akh," jawab Gangga sembari mendengus kesal menyaksikan sahabatnya itu tiba-tiba bijaksana dan bijaksini.
Bisma menatap Gangga lekat sembari tersenyum. Itu adalah senyum termanis yang pernah diberikan Bisma kepadanya. Biasanya, mereka menghabiskan waktu untuk saling meledek satu sama lain. Kali ini, Bisma bersikap sangat manis.
"Sekarang, aku pesen sama kamu juga, nggak cuma kamu aja yang kasih wejangan ke aku. Kamu nanti kalau udah dibeliin motor, aku harus jadi orang pertama yang bonceng. Oke?!"
"Haish, kirain mau kasih pesan moral."
"Di sini nggak bisa pesan moral, bisanya pesan mi," kata Gangga sembari menunjuk mi-nya.
bersambung...
Jogja, 20 September 2021***
3. Obituary29 Mei 20xx (2 bulan kemudian)SMA Pura Mahardika, Kota PragaGangga, Bisma dan seluruh siswa di SMA Pura Mahardika telah lulus. Dua sejoli itu juga sudah menjalani ujian masuk Universitas Vanguard. Mereka berdua pun telah diterima sebagai mahasiswa baru di universitas impian mereka.Bisma juga telah menyanding motor baru yang dibelikan ayahnya ketika dia diumumkan lulus dari ujian.Hari ini adalah jadwal cap 3 jari pada ijazah. Semua mantan siswa sudah berkumpul di sekolah.Gin, salah seorang teman yang akrab dengan mereka, memberikan sebuah gantungan kunci kepada Gangga."Mbas, ini buat kamu," katanya."Wow, makasih banget ya, Gin."Gin juga memberikan sebuah gantungan kunci kepada Bisma."Lhoh, Kubis juga dapet? Kirain aku doang yang dapet, udah GR," sungut Gangga."Semua dapet, aku bikin banyak," timpal Gin sembari memamerkan gantungan kunci di tasnya. Dia pun berla
4. Gloomy Sunday29 Mei 20XX, malam hariGangga sudah sedikit tenang berada di kamarnya yang berukuran 3x3 meter, dengan cat dinding yang sudah terkelupas di sana sini. Dia hanya duduk di tempat tidur, diam.Dunia seolah berputar begitu lambat. Metabolisme tubuhnya juga seolah berhenti. Dia tidak mampu bergerak cepat, lututnya terasa lemas.Kamu jahat Kubis! Tega banget ninggalin aku. (Gangga).Dia membuka tas sekolah yang tadi digunakannya. Dirogohnya 2 benda pemberian Bisma, bunga melati putih dan sebatang coklat.Diletakkannya dua benda itu di dadanya. Buliran bening di matanya menetes lagi meski tak sederas tadi.Bisma bodohh. Kenapa ngasih aku barang yang dua-duanya berumur pendek kayak gini. Melati ini dalam beberapa jam sudah layu. Coklat ini dalam beberapa bulan sudah tak layak dikonsumsi. Kenapa kamu nggak ngasih sesuatu yang bisa aku simpan lama? (Gangga).Dia bingung, akan diapakan kedua benda itu. Akan
5. Life Must Go On30 Mei 20XXSore hari setelah pemakamanGroup chat di aplikasi Chatsapp ramai berbincang masalah camping perpisahan yang akan diadakan Minggu depan di sebuah pantai di Gunung Timur. Beberapa tidak setuju acara itu tetap dilanjutkan. Beberapa yang lain mengatakan bahwa itu adalah moment mengenang Bisma.Gangga hanya menyimak pesan chat di group itu. Baginya, meski acara itu tetap diadakan, dia tidak akan datang. Hatinya tak akan kuat.~Pukul 15.00"Ngga, kamu ke kos hari ini kan? Udah jam 3!"Gangga terkejut. "Astaga! Jam 3?!"Besok dia harus mengikuti serangkaian kegiatan orientasi di kampus dan sudah sore dia belum juga beranjak.Bu Rasti mengangsurkan amplop coklat kepadanya. "Ini untuk biaya bulanan."Gangga mengangguk. "Makasih, Bu. Aku berangkat dulu, takut kehabisan bus.""Ya, hati-hati."Pamit yang cukup singkat
6. Badut Fakultas1 Juni 20XXSeleksi penerimaan pegawai, hari kedua"Hei, kenapa psikologis kita musti dites tes segala?" seloroh Linggom."Ya iyalah, itu buat nyingkirin kandidat kurang waras macam kamu.""Biarin nggak waras, biar begini, ada yang mau sama aku. Buat apa keren-keren tapi jomblo hahaha. Tos dulu Bro."Kendrik tidak menanggapi tangan Linggom yang terangkat dan mengajak ber-high five itu. Dia malah menatap lawan bicaranya dengan mata sedikit melotot."Kenapa Bro, ayo tos dong akh kita udah laku." Linggom sedikit menyadari ekspresi Kendrik. "Ups, apa kamu kaum jones? Jomblo ngenes?"Sekali lagi Kendrik memelototi lawan bicaranya."Sorry Mas Bro, kirain udah punya gandengan. Udah jangan melotot, bikin merinding aja."Rasanya tertampar begitu keras mendapati rekannya yang terkesan ugal-ugalan malah sudah memiliki pasangan. Jiwa jomblonya terusik dan meronta-meronta.Aku masih m
7. A New Rival Malam hari Hari ini cukup melelahkan untuk fisik sekaligus pikiran Gangga. Dia harus malu di depan mahasiswa-mahasiswa lain. Dan parahnya, semua menikmati kekonyolan keadaannya. Gangga mengetik chat kepada Bisma. 📱Gangga: Bis, kemarin aku lupa nggak bawa slayer jadi harus beli mahal. Sekarang aku salah beli mi cup. Tapi nggak apa-apa sih. Mi cup isi double yang dikumpulin sebagai tugas ospek itu ternyata disumbangin ke panti asuhan oleh panitia ospek. Ikhlas. 📱Gangga: Oh iya, aku jadi badut fakultas, tahu! Aku tadi nyanyi dan semua ngetawain keindahan suaraku. Padahal suaraku kan indah ya kan? Setuju? Dasar, mereka aja yang nggak ngerti seni. Wajah Gangga memanas. Tak kuat menahan kerinduan akan sahabatnya, ia pun menangis. Entah karena hari ini begitu menguras emosi dan tenaganya atau karena apa, tangis Gangga tidak terkontrol. Dia terus terisak hingga mengeluarkan suara sedikit keras. ~ Rumah saki
8. Duka Dalam Yang TersembunyiDisplay UKM, rektorat Universitas Vanguard"Eh Kak Adam.""Kamu baru datang?"Gangga mengangguk sembari mengatur napas.Adam melihat jam di tangannya yang sudah menunjukkan pukul 20.25."Sini lihat buku UKM kamu."Gangga menyerahkan buku UKMnya yang masih bersih suci tanpa noda. Mahasiswa baru ditugaskan untuk mengisi buku UKM itu dengan profil singkat setiap UKM disertai cap sebagai bukti mereka menghadiri acara display.Tapi Gangga terlambat datang sehingga mustahil menulis profil dan cap dalam waktu 35 menit."Kosong?""Iya, gimana dong Kak. Katanya kurang 1 aja bakal kena hukuman.""Ya udah, gini aja. Kamu tunggu di sini. Kalau kamu sendiri yang muter, nggak bakal selesai. Biar aku aja."Adam bergegas menuju ke stand-stand UKM dan meminta cap. Dalam waktu 15 menit, semua cap sudah didapatkan."Ini bukumu.""Makasih banget ya Kak. Teru
9. Ternyata Itu CintaTak lama mata Gangga menitikkan air mata."Lhoh, kenapa? Aku nyinggung ya?""Nggak kok, Kak. Bisma, temenku itu udah meninggal 1 bulan yang lalu.""Ya ampun, maaf banget Ngga. Aku bener-bener nggak tahu."Gangga mengusap air matanya dan kembali berlatih presentasi.Stella datang menghampiri mereka berdua dengan membawa makanan dan minuman."Hey, Kak Ken, kamu apain temenku kok nangis begitu?" protes Stella yang melihat sisa-sisa air mata di sudut mata Gangga."Enggak kok, Stel. Aku aja yang cengeng," bela Gangga.Mereka bertiga agak lama terdiam karena Gangga juga mengalihkan perhatian pada latihan presentasinya besok."Ehm, mata kuliah apa sih yang buat presentasi besok?" Kendrik mencoba mencairkan suasana."Sprechen für Anfänger," jawab
10. Pohon BismaSenin, 6 Juli 20xxGedung D03Gangga telah menyadari perasaan yang selama ini dipunyai untuk Bisma adalah cinta. Entah apakah Bisma juga memiliki perasaan yang sama terhadapnya atau tidak. Semua pertanyaan tentang itu hanya sebatas rasa penasaran yang sudah tak dapat lagi dipastikan. Dia tidak lagi bisa bertanya kepada yang bersangkutan.Tangannya memegangi handout materi presentasinya dengan Stella. Sembari berlatih, pikirannya bercabang ke mana-mana."Siap, Ngga? Masih 30 menit lagi.""Belum Stel. Aduh gimana ya, aku nervous banget dan nggak konsen.""Mikirin apa?"Gangga tidak menjawab, dia hanya tersenyum. Meski pun dia dan Stella terbilang dekat, dia tidak pernah bercerita mengenai Bisma."Ya udah, coba merem, fokus. Tenang. Bu Omih Sutia, dosen Sprechen für Anfänger itu baik. Kita udah 3 kali pertemuan dan dia nggak killer kok. Kayaknya dink, siapa tahu kalau presentasi berubah jadi
Gunung TimurRandu meremas sebuah kertas bergambar mobil yang diprint oleh Lio. Gambar tersebut juga dimiliki oleh Kendrik. Tangan kirinya memegangi ponsel. Telinganya sedang mendengarkan Kendrik berbicara di seberang sana.Dengan mantap ia menjawab pertanyaan untuk meneruskan apa yang sedang diselidiki oleh staf laboratorium itu. Kasus itu tidak begitu berat tapi menimbulkan berbagai tanda tanya walau pelakunya sudah berada di penjara.Pelaku mengaku dengan sempurna dan menjadi satu-satunya orang yang mungkin menabrak Bisma. Semua itu tidak dapat dibuktikan dengan bukti rekaman video CCTV karena di lokasi tidak terdapat kamera apa pun. Namun, sejak kemunculan Kendrik yang penasaran dengan kasus kecelakaan ini, makin banyak kejanggalan yang muncul ke permukaan."Aku juga nemuin sesuatu tentang itu," kata Randu melalui sambungan telepon sembari melihat ke arah layar laptop di hadapannya.Lio yang berdiri di samping tempat duduk Randu turut memelototi laptop milik Randu. Jemari Randu yan
Kos GanggaStella dan Gangga mengikuti perkuliahan dengan sebuah aplikasi video meeting. Stella dengan laptopnya, Gangga dengan ponselnya. Namun, sambungan internet yang digunakan adalah dengan paket data internet milik Gangga yang di-tether atau di-share sambungannya sehingga Stella dapat turut menikmati.Dengan gemas-gemas kesal Gangga melirik ke arah Stella. Ponselnya menjadi cepat panas karena harus membagikan kuota yang disayang-sayangnya. Berawal dari pertanyaan Stella tentang gaji bulanan yang baru saja diterima Gangga, Stella memanfaatkan kesempatan.Gangga tidak bisa menolak karena Stella sudah berada di depan pintu kamar kos Gangga tadi pagi. Ingin mengusir, Stella langsung masuk ke kamar kos Gangga. Ya sudah, itung-itung menolong calon saudara iparnya.Usai perkuliahan daring dilaksanakan, Gangga berniat untuk mengungkapkan segala kejengkelannya menyaksikan tingkah Stella pagi ini. Sebelum dia mengomel, Stella lebih dulu memberondongnya."Maaf ya, Ngga, aku ke sini terus num
Kendrik: Apa itu, Kak?Daniel: Intinya mengacak huruf untuk menghasilkan kata yang baru.Antara senang dan sedih Kendrik menerima sebuah opsi untuk memecahkan kode itu. Mengacak huruf untuk membentuk sebuah kata akan memakan waktu yang sangat lama. Berhubungan dengan matematika di sub bab peluang, perkiraan kemungkinan kata yang muncul akan sangat banyak.Dia pernah melihat Barry Allen dalam The Flash melakukan pengacakan terhadap kode. Jadi, pada dasarnya si meta human tersebut bukan meng-hack kode tapi melakukan pengacakan dengan cepat sehingga menemukan salah satu rangkaian kode yang benar.Hanya, aneh sekali di serial barat itu. Biasanya setiap kode memiliki maximum attempt yang kemudian akan memblokir sistem jika beberapa kali salah memasukkan kode. Sementara itu The Flash dengan santainya memasukkan ratusan kali.Entah itu cacat logika atau memang sistem di sana tidak memberlakukan maksimal salah memasukkan kode (agak nggak mungkin sih ya).Kendrik mengambil sebuah kertas beruku
Seorang pria setinggi 181 cm dengan menggendong seorang bayi di pelukannya membukakan pintu dan menyapa Kendrik.“Hai, Darren ini Om Kendrik,” sapa Kendrik kepada anak lelaki kecil dalam gendongan Daniel.“Siapa, Niel?” teriak Karen, kakak Kendrik, dari dalam. Wanita berambut merah itu pun terkejut melihat sang adik yang sudah beberapa waktu tidak pernah memberi kabar. “Kendrik! Astaga!”Karen memeluk erat adiknya hingga kesusahan bernapas bukan karena eratnya pelukan Karen melainkan bau kecut wanita itu. Dia memang baru saja pulang dari kantor dan belum membersihkan diri.“Ikh lengket! Mandi sana!” kata Kendrik.Karen mencubit hidung Kendrik kemudian memperhatikan sesuatu yang berbeda dari sang adik. “Kamu kok kurusan? Lagi banyak pikiran ya?”“Ish, kamu mandi dulu sana. Nanti aja ceritanya.”~Ruang buku milik DanielDaniel memiliki ruang buku dengan koleksi komik yang bejibun menyaingi taman bacaan komik. Dahulu saat mengerjakan skripsi, Kendrik hampir setiap hari mendatangi tempat
Randu, Kendrik dan Linggom terbelalak dengan kembalinya file-file yang hilang. Banyak sekali file ber-ekstensi 3gp di sana. Seringai singkat tiga lelaki itu terukir sejenak.“Ya Tuhan, imajinasi Lio pasti tinggi banget nih. Untung aku enggak,” komentar Kendrik.“Ane juga enggak, Brot,” kata Linggom.“Aku juga enggak,” timpal Randu.Mereka bertiga saling pandang dengan canggung seolah berkata ‘akh masak?!’ Paling tidak jika tidak hobi, pasti pernah mengintip video-video seperti itu meski tidak sengaja.“Cepet cari yang tanggal 29 Mei!”Linggom menuruti perkataan Randu. Di antara foto-foto yang diambil pada tanggal 29 Mei, sebuah foto mobil ada di sana. Tidak ada yang aneh dengan foto mobil itu. Mereka bertiga hanya sedikit berdecak dengan jenis mobil yang lumayan mahal itu.“Wuih mobilnya Pakjerot. Mayan mahal nih,” komentar Kendrik.Randu langsung mencetak gambar mobil itu rangkap dua untuk dirinya dan untuk Kendrik. Kendrik menerima itu dengan lemas. Pasalnya dia sedang fokus dengan
“Ehm, apaan tuh, Bang?” tanya Kendrik, pura-pura tidak mengerti.“Itu tadi yang ente masukkin ke botol sample,” serobot Linggom.Kendrik memelototi Linggom karena membongkar sesuatu yang sudah payah ia tutupi. Randu bersidekap di hadapan Kendrik. Kendrik pun menendang kaki Linggom.“Apaan sih nendang-nendang?! Kan ente sendiri yang bilang kalau Bang Randu itu bakal tahu juga. Ini aja dia udah tahu jenisnya. Dari pada kelamaan mending ngaku,” kata Linggom.“Akh, eheheh, iya, Bang. Tenang, aku cuma pake buat dihirup aromanya doang, nggak ditaruh ke minuman yang aku kasihin ke mereka.”“Ya iyalah, kan emang makenya begitu! Mereka siapa? Dan kenapa? Inget! Jangan ngelama-lamain, percuma!” kata Randu dengan penuh intimidasi.Kendrik pun menjelaskan seluruh rangkaian acaranya dengan Linggom hari ini, termasuk acara spesialnya menerobos masuk ke rumah pribadi Pak Zakarria. Lelaki itu menjelaskan dengan pasrah. Kemungkinan Randu akan memarahinya, atau mungkin melaporkannya kepada kepolisian K
“Haih, ente jangan gitu! Ini penting dan butuh kemampuan hacking ente. Kalau ane doang yang ke sana, gimana mau nge-hack. Download video dari Kowetube aja ane kagak bisa.”“Emang mau ngapain? Dan pentingnya buat ane apaan?” tanya Linggom.“Nggak tahu juga, cuman penting aja. Lagian kita cuti hari ini, kan sayang kalau nggak dimaksimalin. Ane yang nyetir. Nanti ane traktir mi lethek khas Gunung Timur. 2 porsi juga boleh. Atau mau angkringan di pinggiran alun-alun?”Linggom merebut kardus berisi botol di tangan Kendrik kemudian mendekat ke jok belakang di bagian penumpang. “Dua-duanya juga boleh. Ayok lah, tancap!”***Gunung TimurKendrik dan Linggom telah sampai. Randu berada di luar ketika mereka telah sampai. Reserse itu sudah memperkirakan dengan tepat tibanya mereka dia sana. Padahal jarak Koja-Gunung Timur adalah kurang lebih 1 jam perjalanan.Randu mengernyit sembari memiringkan kepala melihat yang datang sedikit lain dengan pencitraan yang dia harapkan.Bang Randu pasti nggak n
Gunung TimurSetelah membantu Kendrik menangani kasus penangkapan Duo Wong sekaligus pengungkapan kebersihan kampus dalam kasus penusukan mahasiswa yang sedang berdemo, Randu kembali ke aktivitasnya sebagai reserse kriminal di Gunung Timur. Dia dan Lio kembali berpartner karena selain mengandalkan berita dari Randu, Lio juga banyak membantu Randu dalam menjalankan berbagai misi.Dia kini menangani sebuah kasus sindikat pencurian yang hampir final. Tinggal sedikit bukti lagi, rantai pencurian itu akan terputus. Kasus ini termasuk bukan kasus yang besar seperti korupsi negeri di atas langit yang bahkan pernah terjadi 32 tahun lamanya.Tidak ada yang berani mengutak-atik keluarga ‘raja’ pada waktu itu. Sedikit saja berkoar maka akan dibredel. Sungguh pembungkaman kebebasan berpendapat yang mengerikan sementara sang raja beracting senyum-senyum bijak seperti tak berdosa.Randu kemudian tergelitik dengan salah satu kasus yang sebenarnya tidak besar tapi hingga sekarang belum terungkap, kec
Kendrik dan Linggom telah berada di depan perumahaan elit Pondok Elok. Tak salah diberi predikat elit, bangunan rumah di kompleks ini besar dengan halaman luas. Tidak ada pemilik yang keluar rumah untuk bergosip.Yang keluar rumah untuk menebar berita-berita sosial adalah asisten rumah tangga. Jika ada seorang wanita berdaster lalu keluar rumah untuk mengobrol, para ART lain pasti akan menanyainya dengan pertanyaan seperti “Baru kerja ya?”, atau “Udah berapa lama ikut rumah ini, kok baru keluar?”Pemilik rumahnya bergaul dengan teman-teman high class dan sosialita saja. Mereka juga keluar-masuk mengendarai mobil, hampir tidak pernah keluar rumah untuk bepergian jarak dekat. Yang tinggal di sana adalah bos-bos besar perusahaan, artis, selebriti dan aktor-aktor film.Linggom menyenggol Kendrik. “Ente yakin ini bakal berhasil, Brot?”“Brot? Panggilan macam apa itu?!” protes Kendrik.“Itu singkatan dari brother.”“Oh. Ane perkiraan bakal berhasil dari pada kita musti sok kenal dan harus n