Bab 116Perasaan yang berbeda*****"Sayang, Papa ganti baju dulu. Setelah itu kita jalan-jalan, ya," ujar Fikri membujuk Dila dengan lembut.Dila mengangguk dan duduk di sofa. Di samping Bu Indah. "Fikri ganti baju dulu ya, Pak! Bu!" ujar Fikri memberi hormat pada Pak Bejo dan istrinya.Pasangan suami istri itu tersenyum. Mereka melanjutkan mengobrol ringan. Bu Indah sangat bahagia dikunjungi oleh Yana dan keluarganya. Karena dalam keseharian, Bu Indah hanya berdua dengan Fikri. Untuk mengusir kebosanan, terkadang Bu Indah ikut bantu-bantu di restoran."Sering-sering ke sini ya, Pak! Bu! Saya suka rumah dalam keadaan ramai," ujar Bu Indah.Fikri telah selesai berganti pakaian. Segera bergabung bersama ibunya dan keluarga Yana.Yana mengingat satu hal, dulu, Fikri suka meminta ibunya untuk membuatkan kopi jika sedang ngobrol seperti saat ini.Yana beranjak ke dapur. Membuat kopi untuk Fikri. Senyum terus terbit dari wajahnya. Yana sering tersenyum jika mengingat senyum yang Fikri l
Bab 117********Yana terbangun ketika jam dinding menunjukkan pukul satu dini hari. Yana merasa tenggorokannya kering.Yana segera beranjak dari tempat tidur dan melangkah menuju dapur. Yana segera mengambil gelas kosong dan berjalan menuju dispenser. Karena Yana terbiasa minum air hangat kuku.CeklekLampu dapur menyala. Yana terkejut begitu melihat Fikri yang mengenakan piyama berada di dapur.Mereka sama-sama terperanjat."Ngapain kamu di dapur?" tanya Fikri menatap Yana yang sedang memegang gelas berisi air putih."Yana haus," ujar Yana menundukkan kepalanya."Abang sendiri. Ngapain ke dapur?" tanya Yana."Abang juga haus. Biasanya Abang bawa air minum sebelum tidur ke dalam kamar. Tapi tadi malam Abang lupa," sahut Fikri.Yana meletakkan gelas ke atas meja."Ya udah, Yana kembali ke kamar dulu!" ujar Yana segera berlalu dari hadapan Fikri.Ketika Yana melewati Fikri, dengan sigap, Fikri memegang tangan Yana. Menarik perempuan itu ke dalam pelukannya. Jantung Yana bertalu-talu
Bab 118Penyesalan****** "Keterlaluan kamu, Mas!" Sinta menatap tajam kakak laki-lakinya itu.Sinta memang kesal pada kelakuan Arif. Namun, Sinta tidak tega jika melihat Arif diperlakukan seperti itu oleh Kakaknya. Menurut Sinta, Seno benar-benar keterlaluan."Dia yang keterlaluan, Sinta!" Seno menunjuk wajah Arif yang lemas tidak berdaya.Gigi Seno bergemelutuk. Seno tidak menyangka jika Arif nekad menemui Yana dan menentang perintahnya. Seno melakukan semua itu karena rasa sayang pada Sinta. Satu-satunya adik perempuan yang dimilikinya.Seno tidak pernah berniat untuk memusuhi Arif, tapi, semenjak Arif melakukan pemerkosaan kepada Yana. Seno menjadi sangat membenci Arif. Seno menganggap kalau Arif telah merusak hidup Sinta.Terlebih, Arif berniat untuk mengambil hak asuh Dila. Seno berpikir kalau itu terjadi, maka bisa saja, anak yang berada dalam kandungan Sinta akan terancam tidak mendapat kasih sayang dari Arif. Selaku ayahnya."Dia datang ke Jambi karena menemui mantan istriny
Bab 119*****Bu Wongso kembali teringat pada Yana. Setelah hidup beberapa bulan bersama Sinta, Bu Wongso baru menyadari kalau Yana adalah menantu terbaik.Yana tidak pernah membantah, rajin melakukan pekerjaan rumah, dan sangat telaten dalam merawat Bu Wongso.Nasi sudah menjadi bubur. Yana tidak mungkin lagi kembali pada Arif. Terbukti, Yana yang telah menggugat cerai Arif. Yana bahkan menyewa pengacara untuk mengurus perceraian tersebut.Mobil parkir di halaman klinik Dokter Mita. Sinta segera turun dan meminta perawat untuk membawa Arif ke dalam klinik. Beberapa perawat keluar dari klinik dan segera membawa Arif masuk. Kebetulan sekali, Dokter Mita sedang berada di tempat, sehingga Arif segera di tangani.Klinik Dokter Mita adalah klinik rawat inap. Sehingga menyediakan beberapa kamar untuk ditempati pasien.Sinta memilih sebuah kamar yang bagus. Agar Arif merasa nyaman di rawat di sana."Mas istirahat di sini saja, ya," ujar Sinta seraya menaikkan selimut Arif hingga ke dada.Ar
Bab 120Buka hatimu, Yana*****"Obat ini sudah digunakan dalam waktu yang cukup lama. Bukan beberapa hari yang lalu," ujar Sakti sambil terus mengamati botol tersebut.Sakti sudah mempelajari banyak hal tentang berbagai obat yang dijual secara rahasia. Termasuk obat perangsang. Yang tidak habis pikir oleh Sakti, Sinta bisa mendapatkan obat tersebut dari mana? Dan menggunakannya untuk apa?Kedua kakak beradik itu saling menatap. Wajah mereka merah padam."Video pemerkosaan itu?" Sakti mencoba mengingat adegan di dalam video."Mas juga baru menyadari kalau video ini sudah di potong terlebih dahulu!" sahut Seno memberikan ponselnya kepada Sakti.Sakti menerima ponsel tersebut. Melihat kembali video berdurasi sembilan puluh menit. Video yang menjijikkan. Karena di dalam Video itu. Arif memperkosa Sinta dengan buas. Sakti sebenarnya tidak tega melihat video itu secara keseluruhan. Namun, demi mendapatkan jawabannya, Sakti terpaksa menonton Video itu dengan gigi bergemelutuk."Apa itu tida
Bab 121*******Yana dan Fikri sedang mengajak Dila jalan-jalan di Taman Kampung Rajo. Karena Fikri sudah berjanji, akan mengajak Dila jalan-jalan kalau Dila nggak rewel.Pak Bejo dan istrinya sudah pulang kembali ke Desa. Karena Sasa akan segera ujian sekolah. Sedangkan Intan memilih ikut orang tuanya. "Papa ... au aik itu ..." Dila menunjuk kereta api yang berjalan mengelilingi taman. Penumpang di dalamnya melambaikan tangan ke arah Dila. Membuat bocah kecil itu ingin ikut serta."Oke, kita ke sana, ya!" Fikri menggendong Dila dengan tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya menggandeng tangan Yana."Nggak perlu, Bang!" Yana melepaskan tangan Fikri dengan sopan.Fikri berhenti sejenak. Menatap Yana yang tertunduk."Abang hanya tidak ingin kamu tertinggal. Karena di antrian kereta api sangat ramai," ujar Fikri tersenyum.Yana akhirnya menurut, ketika Fikri menggandeng tangannya menuju Antrian yang memang panjang.Bukan hanya panjang, tetapi orang-orang juga berdesakan. Fikri menunt
Bab 122Rahasia yang terbongkar******"Pakaian anak perempuan lucu-lucu, ya, Yan. Aku jadi pengen borong semua," ujar Fikri meraih beberapa dress bermerk.Fikri memilih beberapa dress dengan model yang berbeda dan mencocokkannya di badan Dila."Cantik banget, Sayang." Fikri mencium pipi Dila dengan gemas.Fikri memasukkan beberapa dres yang diambilnya ke dalam keranjang belanja.Yana melihat harga yang tertera di semua dress tersebut. Mata Yana terbelalak. Yana tidak pernah melihat harga dress semahal itu. Yana mengembalikan dress tersebut pada tempatnya."Loh, Yan? Kok?" Fikri terheran-heran melihat Yana mengembalikan semua dress itu ke tempatnya semula."Bang, mahal amat. Satu dress harganya tiga ratus ribu?" Yana mengerutkan keningnya.Fikri menahan pergerakan tangan Yana, dan mengambil kembali pakaian yang sudah di pilihnya dan dikembalikan ke dalam keranjang.Harga dress emang segitu, kali, Yan," sahut Fikri santai.Fikri melangkah menuju kasir. Yana mengikuti langkah Fikri, ber
Bab 123*******Arif menunggu Sinta menjemput di klinik Dokter Mita dengan perasaan tidak karuan.Arif benar-benar tidak menyangka. Ibunya hanya berpura-pura mengalami kecelakaan ketika Arif berada di Jambi untuk meminta Arif kembali ke Pati."Mas. Maaf agak telat. Aku lagi nebus obat di apotek rumah sakit," ujar Sinta meletakkan obat disamping Arif."Nggak apa-apa, kok," jawab Arif tersenyum.Mereka segera pulang ke rumah Arif dengan menggunakan mobil Sinta.Sepanjang perjalanan, Arif hanya terdiam. Arif memikirkan langkah apa yang harus di ambilnya. Arif tidak ingin gegabah dan menyebabkan ibunya bertindak di luar batas.Sesampai di rumah, Arif disambut Bu Wongso dengan suka cita."Rif. Ibu mohon sama kamu. Jangan lagi cari perkara dengan Seno dan Sakti. Ibu nggak mau, kamu babak belur seperti ini lagi," ujar Bu Wongso.Arif tidak merespon ucapan ibunya. "Rif, kamu dengar ibu nggak, sih?" Bu Wongso menatap Arif yang masih diam seribu bahasa."Kenapa emangnya kalau Arif sakit, Bu? I
Bab 158*****Burhan segera menyalami Fikri dan menceritakan kepada Yana tentang keadaan Bu Wongso yang saat ini tengah sakit dan dirawat oleh warga."Mas mohon kepadamu untuk bersedia menemui Bu Wongso. Kasihan dia," ujar Burhan dengan penuh penekanan.Yana menoleh kearah Fikri untuk meminta persetujuan. Laki-laki Itu tampak berpikir sejenak lalu membuka percakapan."Abang izinkan kamu untuk berangkat ke Pati dengan syarat Abang, ibu, dan Dila ikut menemani kamu ke sana," sahut Fikri.Yana tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada Fikri. Mereka pun segera berkemas karena hari itu kebetulan Fikri sedang libur dinas selama dua hari.Sesampai di Pati Yana terkejut melihat keadaan Bu Wongso yang kurus kering tinggal tulang. Perempuan yang dulu bermata tajam dan selalu menyakiti hatinya saat ini menatapnya dengan sendu dan penuh dengan uraian air mata.Yana meraih tangan Bu Wongso lalu menciumnya dengan takzim. Tidak ada kebencian di hati Yana terhadap mantan mertuanya itu. Yana masih
Bab 157*****Bu Lidya pun menyodorkan video yang berada di dalam ponsel Yana ke hadapan Bu Linda. Mata Bu Linda membulat sempurna melihat video perbuatannya berada di dalam ponsel milik Yana."Maaf Bu Linda, saya tidak bisa membiarkan Anda menghancurkan reputasi saya. Jadi saya harus melakukan ini." Yana mengambil ponsel yang berada di hadapan Bu Linda dan segera memasukkannya ke dalam saku blazer nya.Akhirnya dengan penuh malu Bu Linda membereskan semua perangkat pengajarnya dan meninggalkan sekolah elit tersebut.Para majelis Guru yang melihat kejadian itu terheran-heran karena seharusnya Yana yang dipecat bukan Bu Indah.Bu Lidya selaku kepala sekolah segera menjelaskan kepada majelis Guru tentang kebenaran dari peristiwa pencurian tersebut."Wah Bu Yana hebat, ya, punya kamera tersembunyi," puji Bu Maya kepada Yana seluruh.Majelis Guru pun sependapat kalau Yana adalah perempuan yang cerdas.Yana mengulum senyum. Semua berkat bantuan Cinta karena Cinta yang telah meminjamkan kam
Bab 156Kebahagiaan yang sempurna*******Pagi itu sekolah dihebohkan dengan siswa yang kehilangan sebuah jam tangan mahal. Jam tangan pintar seharga lima juta itu lenyap di dalam tas siswa yang bernama Nico. Bocah berumur enam tahun tersebut meletakkan jam tangan pintarnya di dalam tas ketika dia hendak mencuci tangan di wastafel. Wali kelas yang mengajar saat itu adalah Yana dan Bu Linda."Saya yakin banget, Bu, pasti Yana yang telah mengambil jam tangan milik Nico. Secara, kan, Bu Yana baru kali ini melihat jam tangan pintar yang keren seperti milik Nico." Bu Linda menemui kepala Sekolah di ruangannyaBu Lidya selaku kepala sekolah terdiam sesaat. Perempuan berhijab lebar tersebut tidak yakin kalau Yana yang mengambil jam tangan pintar milik Nico. Yana memang berasal dari desa. Namun saat ini Yana berstatus istri seorang dokter terkenal. Tidak mungkin jika dia mengambil jam tangan pintar milik Nico.Linda pun menyarankan kepada kepala sekolah untuk menggeledah tas Yana agar mendapa
Bab 155*****Yana yang melihat Fikri tetap bergeming, memutuskan untuk keluar dari kamar"Loh, Kamu kemana, Yan?" tanya Fikri melihat Yana membawa sebuah bantal keluar kamar."Kalau abang mau Reka juga tidur di sini. Lebih baik Yana keluar dari kamar dan tidur di kamar Dila. Terserah Abang mau ngapain. Mau balikan sama Reka juga nggak apa-apa," sahut Yana dengan wajah sinis."Yan, Tunggu dulu." Fikri menahan pergerakan Yana lalu menoleh kearah Reka yang sedang menenangkan bayinya."Sekarang kamu lihat, kan. Farhan itu tidak merasa nyaman berada di dekatku. Lalu untuk apa kalian tinggal disini? Bukankah lebih baik kalian pergi dari rumah ini karena tidak ada untungnya keberadaan kalian di rumah ini," ujar Fikri menoleh mereka dengan tajam.Reka yang mendengar perkataan Fikri tercekat. Dia tidak menyangka kalau Fikri mengambil kesimpulan seperti itu."Farhan tidak nyaman tidur dengan abang di sini karena kehadiran Yana, Bang. Kalau abang tidurnya sama Aku, Farhan pasti merasa nyaman,"
Bab 154Reka diusir dari rumah Fikri*******Matahari bersinar dengan cerah, sisa-sisa embun masih terasa menyejukkan kulit. Yana membuka tirai jendela lalu menatap jalan raya di bawah sana. Beberapa kendaraan sudah berlalu lalang melintasi perumahan elit tersebut. Ada juga beberapa orang lansia yang sedang berjalan-jalan pagi untuk menjaga kesehatannya.Yana menarik nafas berat, dia belum bisa melupakan perlakuan Bu Wongso kepada dirinya. Perempuan yang dulu sangat dihormatinya itu tidak pernah melupakan Yana sebagai orang yang paling dibencinya. Yana pikir setelah kematian Arif, dan pernikahannya dengan Fikri, Bu Wongso tidak akan lagi mengganggu kehidupannya, tapi ternyata Yana salah. Bu Wongso masih terus meneror bahkan mendatangi kediaman Fikri untuk menuntut harta yang sudah diberikan Arif kepada Dila.Fikri berdiri di belakang Yana, menatap sosok yang sudah beberapa bulan menjadi istrinya. Laki-laki bertubuh tegap itu seakan menyadari kalau istrinya sedang dilema. Fikri membiar
Bab 153*******"Bu Wongso disiksa oleh Bik Yem dan Bik Yem mengambil semua barang Bu Wongso?" ujar Burhan ketika warga tersebut menjemputnya."Benar Mas Burhan, kondisi Bu Wongso saat ini sangat memprihatinkan. Dia kami bawa ke rumah sakit. Bu Wongso meminta kami untuk menjemput Mas Burhan. Kami tidak tahu tujuannya apa tapi sepertinya sangat penting." warga tersebut menyahut.Tanpa banyak bicara, Burhan segera bersiap untuk menemui Bu Wongso di rumah sakit.Mendiang Arif adalah sahabat terbaiknya. Burhan tidak ingin Bu Wongso menderita setelah kepergian Arif karena biar bagaimanapun, Bu Wongso pernah begitu baik kepada dirinya semasa Burhan dan Arif bersahabat dengan baik.Sesampai di rumah sakit, Burhan menangis melihat keadaan Bu Wongso.Perempuan yang dahulu berbadan gemuk itu saat ini kurus kering tinggal tulang. Kondisinya sangat memprihatinkan."Maafkan Burhan, Bu. Maaf karena Burhan telah salah dalam mempercayai orang untuk merawat ibu," ujar Burhan mencium tangan Bu Wongso.
Bab 152**********Malam itu tetangga Bu Wongso yang bernama Bu Nani melirik ke arah rumah Bu Wongso. Rumah itu dalam keadaan gelap dari luar bahkan sampai ke dalam. Bu Nani mengernyitkan keningnya karena setahu dia Bu Wongso tidak bisa kemana-mana."Pak, kenapa ya, rumah Bu Wongso gelap gulita?" tanya Bu Nani kepada suaminya.Suami Bu Nani meletakkan koran yang dibacanya, lalu melirik ke arah rumah Bu Wongso yang memang gelap gulita. Sepasang suami itu saling pandang."Ibu udah dua minggu nggak besuk Bu Wongso. Apa malam ini kita lihat ke sana, ya, pak? Mungkin listriknya mati," ujar Bu Nani kepada suaminya."Tapi, kan, Bu Wongso dirawat sama Bik Yem, dan keuangan Bu Wongso juga dipegang oleh Bik Yem? Masa bisa listrik enggak dibayar," sahut suami Bu Nani dengan heran.Akhirnya sepasang suami istri itu memutuskan untuk mendatangi rumah Bu Wongso.Mereka terkejut ketika berada di depan pintu rumah Bu Wongso karena pintu tersebut dikunci dari luar dan kuncinya masih berada di pintu ter
Bab 151Karma untuk Bu Wongso***Bu Wongso membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa teramat sangat sakit, begitupun dengan seluruh anggota tubuhnya. Bibirnya kelu. Tatapan matanya kosong. Bu Wongso menoleh ke samping, istri Burhan tampak sedang terkantuk-kantuk duduk di samping brangkar Bu Wongso.Dia memanggil istri Burhan, tapi suaranya tidak tembus. Bu Wongso berkali-kali mencoba menggerakkan lidahnya. Namun tetap kelu. Begitupun dengan tangan dan kakinya, begitu kaku sehingga tidak bisa digerakkan.Bu Wongso terus memanggil istri Burhan sehingga menimbulkan suara gagu yang tidak menentu. Istri Burhan membuka matanya dan tersenyum kearah Bu Wongso. Perempuan berwajah sendu itu memegang tangan Bu Wongso dan menanyakan bagaimana keadaan Bu Wongso. Namun, perempuan tua itu hanya menjawab dengan suara gagu, dan tidak jelas apa yang dikatakannya.Burhan masuk ke dalam ruangan dan segera menghampiri Bu Wongso."Ibu sudah sadar?" tanya Burhan bahagia.Bu Wongso menjawab, tapi suaranya
Bab 150*****Bu Wongso melanjutkan perjalanannya pulang ke Pati. Sedangkan Reka kembali ke rumah Fikri dengan senyum seringainya. Reka merasa puas karena hari ini melihat Yana terluka.Sesampai di rumah Fikri, Reka melihat sebuah pemandangan yang membuat dadanya terasa panas. Di sofa ruang tamu, terlihat Fikri sedang membelai wajah Yana yang memerah karena tamparan Bu Wongso."Enggak nyangka, ya, ternyata perempuan kampung bisa juga berotak licik," ujar Reka seraya duduk di seberang sofa Yana dan Fikri."Apa maksud kamu?" tanya Fikri dengan wajah merah padam."Aku hanya nggak nyangka aja, ternyata Yana itu munafik. Diam-diam dia menyimpan harta warisan dari mantan suaminya seolah-olah bang Fikri tidak mampu membiayai hidupnya." Reka bersidekap di depan dada.Fikri menoleh ke arah Reka. "Kalau kamu masih ingin tinggal di sini, tutup mulutmu dengan rapat, atau aku akan menendangmu dan memisahkanmu dari Farhan," sahut Fikri geram.Reka terkejut mendengar perkataan Fikri. Perempuan itu t