Bab 121*******Yana dan Fikri sedang mengajak Dila jalan-jalan di Taman Kampung Rajo. Karena Fikri sudah berjanji, akan mengajak Dila jalan-jalan kalau Dila nggak rewel.Pak Bejo dan istrinya sudah pulang kembali ke Desa. Karena Sasa akan segera ujian sekolah. Sedangkan Intan memilih ikut orang tuanya. "Papa ... au aik itu ..." Dila menunjuk kereta api yang berjalan mengelilingi taman. Penumpang di dalamnya melambaikan tangan ke arah Dila. Membuat bocah kecil itu ingin ikut serta."Oke, kita ke sana, ya!" Fikri menggendong Dila dengan tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya menggandeng tangan Yana."Nggak perlu, Bang!" Yana melepaskan tangan Fikri dengan sopan.Fikri berhenti sejenak. Menatap Yana yang tertunduk."Abang hanya tidak ingin kamu tertinggal. Karena di antrian kereta api sangat ramai," ujar Fikri tersenyum.Yana akhirnya menurut, ketika Fikri menggandeng tangannya menuju Antrian yang memang panjang.Bukan hanya panjang, tetapi orang-orang juga berdesakan. Fikri menunt
Bab 122Rahasia yang terbongkar******"Pakaian anak perempuan lucu-lucu, ya, Yan. Aku jadi pengen borong semua," ujar Fikri meraih beberapa dress bermerk.Fikri memilih beberapa dress dengan model yang berbeda dan mencocokkannya di badan Dila."Cantik banget, Sayang." Fikri mencium pipi Dila dengan gemas.Fikri memasukkan beberapa dres yang diambilnya ke dalam keranjang belanja.Yana melihat harga yang tertera di semua dress tersebut. Mata Yana terbelalak. Yana tidak pernah melihat harga dress semahal itu. Yana mengembalikan dress tersebut pada tempatnya."Loh, Yan? Kok?" Fikri terheran-heran melihat Yana mengembalikan semua dress itu ke tempatnya semula."Bang, mahal amat. Satu dress harganya tiga ratus ribu?" Yana mengerutkan keningnya.Fikri menahan pergerakan tangan Yana, dan mengambil kembali pakaian yang sudah di pilihnya dan dikembalikan ke dalam keranjang.Harga dress emang segitu, kali, Yan," sahut Fikri santai.Fikri melangkah menuju kasir. Yana mengikuti langkah Fikri, ber
Bab 123*******Arif menunggu Sinta menjemput di klinik Dokter Mita dengan perasaan tidak karuan.Arif benar-benar tidak menyangka. Ibunya hanya berpura-pura mengalami kecelakaan ketika Arif berada di Jambi untuk meminta Arif kembali ke Pati."Mas. Maaf agak telat. Aku lagi nebus obat di apotek rumah sakit," ujar Sinta meletakkan obat disamping Arif."Nggak apa-apa, kok," jawab Arif tersenyum.Mereka segera pulang ke rumah Arif dengan menggunakan mobil Sinta.Sepanjang perjalanan, Arif hanya terdiam. Arif memikirkan langkah apa yang harus di ambilnya. Arif tidak ingin gegabah dan menyebabkan ibunya bertindak di luar batas.Sesampai di rumah, Arif disambut Bu Wongso dengan suka cita."Rif. Ibu mohon sama kamu. Jangan lagi cari perkara dengan Seno dan Sakti. Ibu nggak mau, kamu babak belur seperti ini lagi," ujar Bu Wongso.Arif tidak merespon ucapan ibunya. "Rif, kamu dengar ibu nggak, sih?" Bu Wongso menatap Arif yang masih diam seribu bahasa."Kenapa emangnya kalau Arif sakit, Bu? I
Bab 124Membatalkan pernikahan*******"Mas ... Ampun ...!" Sinta beralih memeluk kaki Arif.Dengan keras, Arif menendang Sinta hingga terjungkal."Aku akan melaporkan kepada Pengadilan Agama dan membatalkan pernikahan ini. Kamu tidak sah menjadi istriku. Karena pernikahan ini bukan atas kehendakku. Tapi karena jebakanmu!" Arif melangkah keluar rumah. Arif benar-benar tidak menyangka akan sehancur itu hidupnya. Semua karena kelakuan ibunya dan Sinta yang sudah mengatur rencana sehingga Arif tidak bisa kembali pada Yana.Bu Wongso yang melihat Arif kacau segera mengejar dengan setengah berlari."Arif! Mau kemana kamu, Nak?" Bu Wongso menahan pergerakan Arif."Puas, Bu? Ibu puas? Arif hancur, Bu. Hancur!" Arif menangis dan membawa sepeda motornya meninggalkan Bu Wongso yang masih terpaku sendiri.Bu Wongso berusaha mengejar, tapi Arif lebih cepat sehingga Bu Wongso akhirnya menyerah.Bu Wongso masuk kembali ke dalam rumah dan segera menemui Sinta. Bu Wongso melihat Sinta masih bersimpu
Bab 125*****"Mau kemana kamu, Rif?" Bu Wongso menahan tangan Arif yang meraih handle pintu."Arif mau menemui Yana. Arif mau kembali padanya. Arif yakin Yana masih mau menerima Arif kembali," ujar Arif menepis tangan ibunya."Ibu tidak akan pernah mengizinkan kamu untuk kembali pada Yana. Jika kamu melakukan itu. Maka kembalikan air susu yang sudah ibu berikan padamu!" Bu Wongso menatap Arif yang hendak pergi meninggalkan rumah.Arif menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. "Ibu meminta air susu yang telah ibu berikan?" Arif menyunggingkan senyum."Iya. Ibu tidak rela kamu meneguk air susu ibu dan menjadi anak durhaka," sahut Bu Wongso dengan wajah merah padam."Arif juga tidak pernah meminta dilahirkan kedunia ini, Bu. Kalau Arif boleh meminta, lebih baik Arif tidak pernah dilahirkan ke dunia ini. Buat apa dilahirkan jika pada akhirnya Arif harus menderita?" Arif tetap melangkah meninggalkan ibunya yang terus berteriak memanggil namanya.******Yana dan Fikri berjalan bersi
Bab 126Menerima lamaran Fikri*******Penjual es tebu itu menoleh Yana sesaat. "Aamiin. Semoga perempuan itu jodoh Abang," ujarnya seraya membungkuk di hadapan Yana. Fikri kembali menghampiri Yana. "Kamu cemburu, kan?" Fikri menaikturunkan alisnya."Yana bilang enggak, ya enggak. Ge er banget, sih," sungut Yana meninggalkan Fikri.Fikri setengah berlari mengejar Yana lalu meraih dan menggandeng tangannya. "Abang suka melihat ekspresi kamu seperti ini," ujarnya di telinga Yana.Yana tersipu malu dan mengikuti langkah Fikri menuju mobil. Ketika Fikri membuka pintu mobil untuknya, Yana merasa debar jantungnya kian tak beraturan.Mereka meneruskan perjalanan pulang ke rumah dalam diam. Yana merasa gengsi untuk memulai pembicaraan, sedangkan Fikri membiarkan Yana berfikir tentang kedekatan mereka.Sesampai di rumah Fikri, Dila sudah menyambut di depan pintu. "Papa ... Papa ...!" Bocah berumur tiga tahun itu mengulurkan tangannya untuk memeluk Fikri.Fikri menyambut uluran tangan Dila de
Bab 127******Arif menaiki bis menuju Jambi. Tekad Arif sudah bulat untuk mempertahankan rumah tangganya yang hancur berantakan. Arif berjanji untuk membahagiakan Yana dan Dila tanpa melulu mendahulukan keinginan ibunya."Kita akan bersatu kembali, Dek. Mas janji, Mas akan membahagiakan kamu dan Dila!" gumam Arif di dalam hati.Setelah menempuh perjalanan selama tiga hari, Arif sampai ke Jambi dengan hati berbahagia. Arif segera menyewa sepeda motor yang biasa disewanya untuk mengunjungi rumah Yana.Arif melajukan sepeda motornya dengan kecepatan tinggi dengan harapan Yana menyambutnya dengan pelukan hangat. Terakhir Arif datang saat akan meminta hak asuh Dila. Karena saat itu Arif merasa tidak bisa bersatu lagi dengan Yana karena sudah menikah dengan Sinta. Namun, saat ini Arif datang karena ingin mengajak Yana rujuk kembali. Arif ingin menjelaskan semuanya pada Yana tentang jebakan Siinta yang telah dilakukan kepadanya.Arif mengetuk pintu berkali-kali. Berharap Yana segera membu
Bab 128Menikah******"Abang mau, lusa kita menikah!" ujar Fikri membuat Pak Bejo terkejut.Melangsungkan pernikahan bukanlah hal yang mudah. Butuh persiapan matang. Sedangkan Pak Bejo dan keluarganya tidak memiliki persiapan apa pun."Loh, nggak bisa begitu, dong, Fikri. Menikah itu butuh persiapan. Terutama dana, kami belum siap apa-apa," pungkas Pak Bejo.Fikri tersenyum mendengar perkataan calon mertuanya. "Bapak tenang saja, semuanya biar Fikri yang urus. Masalah dana nggak usah bapak pikirkan. Fikri yang tanggung semuanya," ujar Fikri menatap kekhawatiran Pak Bejo."Itu artinya kalian akan menikah di Kota?" Pak Bejo menundukkan kepalanya. Ada raut sedih di wajahnya. Sedih karena Yana tidak menikah di rumahnya sendiri.Dulu, ketika Yana menikah dengan Arif, Pak Bejo menyarankan untuk menikah di Jambi saja. Namun, Yana menolak dengan alasan terlalu ribet.Pernikahan dengan Fikri juga akan dilangsungkan di rumah Fikri, tentu saja membuat Pak Bejo semakin sedih."Tentu saja di si
Bab 158*****Burhan segera menyalami Fikri dan menceritakan kepada Yana tentang keadaan Bu Wongso yang saat ini tengah sakit dan dirawat oleh warga."Mas mohon kepadamu untuk bersedia menemui Bu Wongso. Kasihan dia," ujar Burhan dengan penuh penekanan.Yana menoleh kearah Fikri untuk meminta persetujuan. Laki-laki Itu tampak berpikir sejenak lalu membuka percakapan."Abang izinkan kamu untuk berangkat ke Pati dengan syarat Abang, ibu, dan Dila ikut menemani kamu ke sana," sahut Fikri.Yana tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada Fikri. Mereka pun segera berkemas karena hari itu kebetulan Fikri sedang libur dinas selama dua hari.Sesampai di Pati Yana terkejut melihat keadaan Bu Wongso yang kurus kering tinggal tulang. Perempuan yang dulu bermata tajam dan selalu menyakiti hatinya saat ini menatapnya dengan sendu dan penuh dengan uraian air mata.Yana meraih tangan Bu Wongso lalu menciumnya dengan takzim. Tidak ada kebencian di hati Yana terhadap mantan mertuanya itu. Yana masih
Bab 157*****Bu Lidya pun menyodorkan video yang berada di dalam ponsel Yana ke hadapan Bu Linda. Mata Bu Linda membulat sempurna melihat video perbuatannya berada di dalam ponsel milik Yana."Maaf Bu Linda, saya tidak bisa membiarkan Anda menghancurkan reputasi saya. Jadi saya harus melakukan ini." Yana mengambil ponsel yang berada di hadapan Bu Linda dan segera memasukkannya ke dalam saku blazer nya.Akhirnya dengan penuh malu Bu Linda membereskan semua perangkat pengajarnya dan meninggalkan sekolah elit tersebut.Para majelis Guru yang melihat kejadian itu terheran-heran karena seharusnya Yana yang dipecat bukan Bu Indah.Bu Lidya selaku kepala sekolah segera menjelaskan kepada majelis Guru tentang kebenaran dari peristiwa pencurian tersebut."Wah Bu Yana hebat, ya, punya kamera tersembunyi," puji Bu Maya kepada Yana seluruh.Majelis Guru pun sependapat kalau Yana adalah perempuan yang cerdas.Yana mengulum senyum. Semua berkat bantuan Cinta karena Cinta yang telah meminjamkan kam
Bab 156Kebahagiaan yang sempurna*******Pagi itu sekolah dihebohkan dengan siswa yang kehilangan sebuah jam tangan mahal. Jam tangan pintar seharga lima juta itu lenyap di dalam tas siswa yang bernama Nico. Bocah berumur enam tahun tersebut meletakkan jam tangan pintarnya di dalam tas ketika dia hendak mencuci tangan di wastafel. Wali kelas yang mengajar saat itu adalah Yana dan Bu Linda."Saya yakin banget, Bu, pasti Yana yang telah mengambil jam tangan milik Nico. Secara, kan, Bu Yana baru kali ini melihat jam tangan pintar yang keren seperti milik Nico." Bu Linda menemui kepala Sekolah di ruangannyaBu Lidya selaku kepala sekolah terdiam sesaat. Perempuan berhijab lebar tersebut tidak yakin kalau Yana yang mengambil jam tangan pintar milik Nico. Yana memang berasal dari desa. Namun saat ini Yana berstatus istri seorang dokter terkenal. Tidak mungkin jika dia mengambil jam tangan pintar milik Nico.Linda pun menyarankan kepada kepala sekolah untuk menggeledah tas Yana agar mendapa
Bab 155*****Yana yang melihat Fikri tetap bergeming, memutuskan untuk keluar dari kamar"Loh, Kamu kemana, Yan?" tanya Fikri melihat Yana membawa sebuah bantal keluar kamar."Kalau abang mau Reka juga tidur di sini. Lebih baik Yana keluar dari kamar dan tidur di kamar Dila. Terserah Abang mau ngapain. Mau balikan sama Reka juga nggak apa-apa," sahut Yana dengan wajah sinis."Yan, Tunggu dulu." Fikri menahan pergerakan Yana lalu menoleh kearah Reka yang sedang menenangkan bayinya."Sekarang kamu lihat, kan. Farhan itu tidak merasa nyaman berada di dekatku. Lalu untuk apa kalian tinggal disini? Bukankah lebih baik kalian pergi dari rumah ini karena tidak ada untungnya keberadaan kalian di rumah ini," ujar Fikri menoleh mereka dengan tajam.Reka yang mendengar perkataan Fikri tercekat. Dia tidak menyangka kalau Fikri mengambil kesimpulan seperti itu."Farhan tidak nyaman tidur dengan abang di sini karena kehadiran Yana, Bang. Kalau abang tidurnya sama Aku, Farhan pasti merasa nyaman,"
Bab 154Reka diusir dari rumah Fikri*******Matahari bersinar dengan cerah, sisa-sisa embun masih terasa menyejukkan kulit. Yana membuka tirai jendela lalu menatap jalan raya di bawah sana. Beberapa kendaraan sudah berlalu lalang melintasi perumahan elit tersebut. Ada juga beberapa orang lansia yang sedang berjalan-jalan pagi untuk menjaga kesehatannya.Yana menarik nafas berat, dia belum bisa melupakan perlakuan Bu Wongso kepada dirinya. Perempuan yang dulu sangat dihormatinya itu tidak pernah melupakan Yana sebagai orang yang paling dibencinya. Yana pikir setelah kematian Arif, dan pernikahannya dengan Fikri, Bu Wongso tidak akan lagi mengganggu kehidupannya, tapi ternyata Yana salah. Bu Wongso masih terus meneror bahkan mendatangi kediaman Fikri untuk menuntut harta yang sudah diberikan Arif kepada Dila.Fikri berdiri di belakang Yana, menatap sosok yang sudah beberapa bulan menjadi istrinya. Laki-laki bertubuh tegap itu seakan menyadari kalau istrinya sedang dilema. Fikri membiar
Bab 153*******"Bu Wongso disiksa oleh Bik Yem dan Bik Yem mengambil semua barang Bu Wongso?" ujar Burhan ketika warga tersebut menjemputnya."Benar Mas Burhan, kondisi Bu Wongso saat ini sangat memprihatinkan. Dia kami bawa ke rumah sakit. Bu Wongso meminta kami untuk menjemput Mas Burhan. Kami tidak tahu tujuannya apa tapi sepertinya sangat penting." warga tersebut menyahut.Tanpa banyak bicara, Burhan segera bersiap untuk menemui Bu Wongso di rumah sakit.Mendiang Arif adalah sahabat terbaiknya. Burhan tidak ingin Bu Wongso menderita setelah kepergian Arif karena biar bagaimanapun, Bu Wongso pernah begitu baik kepada dirinya semasa Burhan dan Arif bersahabat dengan baik.Sesampai di rumah sakit, Burhan menangis melihat keadaan Bu Wongso.Perempuan yang dahulu berbadan gemuk itu saat ini kurus kering tinggal tulang. Kondisinya sangat memprihatinkan."Maafkan Burhan, Bu. Maaf karena Burhan telah salah dalam mempercayai orang untuk merawat ibu," ujar Burhan mencium tangan Bu Wongso.
Bab 152**********Malam itu tetangga Bu Wongso yang bernama Bu Nani melirik ke arah rumah Bu Wongso. Rumah itu dalam keadaan gelap dari luar bahkan sampai ke dalam. Bu Nani mengernyitkan keningnya karena setahu dia Bu Wongso tidak bisa kemana-mana."Pak, kenapa ya, rumah Bu Wongso gelap gulita?" tanya Bu Nani kepada suaminya.Suami Bu Nani meletakkan koran yang dibacanya, lalu melirik ke arah rumah Bu Wongso yang memang gelap gulita. Sepasang suami itu saling pandang."Ibu udah dua minggu nggak besuk Bu Wongso. Apa malam ini kita lihat ke sana, ya, pak? Mungkin listriknya mati," ujar Bu Nani kepada suaminya."Tapi, kan, Bu Wongso dirawat sama Bik Yem, dan keuangan Bu Wongso juga dipegang oleh Bik Yem? Masa bisa listrik enggak dibayar," sahut suami Bu Nani dengan heran.Akhirnya sepasang suami istri itu memutuskan untuk mendatangi rumah Bu Wongso.Mereka terkejut ketika berada di depan pintu rumah Bu Wongso karena pintu tersebut dikunci dari luar dan kuncinya masih berada di pintu ter
Bab 151Karma untuk Bu Wongso***Bu Wongso membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa teramat sangat sakit, begitupun dengan seluruh anggota tubuhnya. Bibirnya kelu. Tatapan matanya kosong. Bu Wongso menoleh ke samping, istri Burhan tampak sedang terkantuk-kantuk duduk di samping brangkar Bu Wongso.Dia memanggil istri Burhan, tapi suaranya tidak tembus. Bu Wongso berkali-kali mencoba menggerakkan lidahnya. Namun tetap kelu. Begitupun dengan tangan dan kakinya, begitu kaku sehingga tidak bisa digerakkan.Bu Wongso terus memanggil istri Burhan sehingga menimbulkan suara gagu yang tidak menentu. Istri Burhan membuka matanya dan tersenyum kearah Bu Wongso. Perempuan berwajah sendu itu memegang tangan Bu Wongso dan menanyakan bagaimana keadaan Bu Wongso. Namun, perempuan tua itu hanya menjawab dengan suara gagu, dan tidak jelas apa yang dikatakannya.Burhan masuk ke dalam ruangan dan segera menghampiri Bu Wongso."Ibu sudah sadar?" tanya Burhan bahagia.Bu Wongso menjawab, tapi suaranya
Bab 150*****Bu Wongso melanjutkan perjalanannya pulang ke Pati. Sedangkan Reka kembali ke rumah Fikri dengan senyum seringainya. Reka merasa puas karena hari ini melihat Yana terluka.Sesampai di rumah Fikri, Reka melihat sebuah pemandangan yang membuat dadanya terasa panas. Di sofa ruang tamu, terlihat Fikri sedang membelai wajah Yana yang memerah karena tamparan Bu Wongso."Enggak nyangka, ya, ternyata perempuan kampung bisa juga berotak licik," ujar Reka seraya duduk di seberang sofa Yana dan Fikri."Apa maksud kamu?" tanya Fikri dengan wajah merah padam."Aku hanya nggak nyangka aja, ternyata Yana itu munafik. Diam-diam dia menyimpan harta warisan dari mantan suaminya seolah-olah bang Fikri tidak mampu membiayai hidupnya." Reka bersidekap di depan dada.Fikri menoleh ke arah Reka. "Kalau kamu masih ingin tinggal di sini, tutup mulutmu dengan rapat, atau aku akan menendangmu dan memisahkanmu dari Farhan," sahut Fikri geram.Reka terkejut mendengar perkataan Fikri. Perempuan itu t