Bab 126Menerima lamaran Fikri*******Penjual es tebu itu menoleh Yana sesaat. "Aamiin. Semoga perempuan itu jodoh Abang," ujarnya seraya membungkuk di hadapan Yana. Fikri kembali menghampiri Yana. "Kamu cemburu, kan?" Fikri menaikturunkan alisnya."Yana bilang enggak, ya enggak. Ge er banget, sih," sungut Yana meninggalkan Fikri.Fikri setengah berlari mengejar Yana lalu meraih dan menggandeng tangannya. "Abang suka melihat ekspresi kamu seperti ini," ujarnya di telinga Yana.Yana tersipu malu dan mengikuti langkah Fikri menuju mobil. Ketika Fikri membuka pintu mobil untuknya, Yana merasa debar jantungnya kian tak beraturan.Mereka meneruskan perjalanan pulang ke rumah dalam diam. Yana merasa gengsi untuk memulai pembicaraan, sedangkan Fikri membiarkan Yana berfikir tentang kedekatan mereka.Sesampai di rumah Fikri, Dila sudah menyambut di depan pintu. "Papa ... Papa ...!" Bocah berumur tiga tahun itu mengulurkan tangannya untuk memeluk Fikri.Fikri menyambut uluran tangan Dila de
Bab 127******Arif menaiki bis menuju Jambi. Tekad Arif sudah bulat untuk mempertahankan rumah tangganya yang hancur berantakan. Arif berjanji untuk membahagiakan Yana dan Dila tanpa melulu mendahulukan keinginan ibunya."Kita akan bersatu kembali, Dek. Mas janji, Mas akan membahagiakan kamu dan Dila!" gumam Arif di dalam hati.Setelah menempuh perjalanan selama tiga hari, Arif sampai ke Jambi dengan hati berbahagia. Arif segera menyewa sepeda motor yang biasa disewanya untuk mengunjungi rumah Yana.Arif melajukan sepeda motornya dengan kecepatan tinggi dengan harapan Yana menyambutnya dengan pelukan hangat. Terakhir Arif datang saat akan meminta hak asuh Dila. Karena saat itu Arif merasa tidak bisa bersatu lagi dengan Yana karena sudah menikah dengan Sinta. Namun, saat ini Arif datang karena ingin mengajak Yana rujuk kembali. Arif ingin menjelaskan semuanya pada Yana tentang jebakan Siinta yang telah dilakukan kepadanya.Arif mengetuk pintu berkali-kali. Berharap Yana segera membu
Bab 128Menikah******"Abang mau, lusa kita menikah!" ujar Fikri membuat Pak Bejo terkejut.Melangsungkan pernikahan bukanlah hal yang mudah. Butuh persiapan matang. Sedangkan Pak Bejo dan keluarganya tidak memiliki persiapan apa pun."Loh, nggak bisa begitu, dong, Fikri. Menikah itu butuh persiapan. Terutama dana, kami belum siap apa-apa," pungkas Pak Bejo.Fikri tersenyum mendengar perkataan calon mertuanya. "Bapak tenang saja, semuanya biar Fikri yang urus. Masalah dana nggak usah bapak pikirkan. Fikri yang tanggung semuanya," ujar Fikri menatap kekhawatiran Pak Bejo."Itu artinya kalian akan menikah di Kota?" Pak Bejo menundukkan kepalanya. Ada raut sedih di wajahnya. Sedih karena Yana tidak menikah di rumahnya sendiri.Dulu, ketika Yana menikah dengan Arif, Pak Bejo menyarankan untuk menikah di Jambi saja. Namun, Yana menolak dengan alasan terlalu ribet.Pernikahan dengan Fikri juga akan dilangsungkan di rumah Fikri, tentu saja membuat Pak Bejo semakin sedih."Tentu saja di si
Bab 129*******Yana terdiam sejenak. Menimbang perkataan Asri."Oke, deh, Mbak. Nanti Yana bicarakan sama Bang Fikri," sahut Yana. Yana segera menemui Fikri yang sedang duduk melihat para bapak-bapak yang ikut rewang memasang tenda untuk tamu. "Bang!" Yana mendekati Fikri."Iya," Fikri menoleh ke arah Yana."Tadi Yana udah nelpon Mbak Asri, katanya sih, Yana bisa pindah mengajar di sekolah yang dekat dengan rumah Abang. Asalkan sekolah tersebut menerima lowongan guru baru. Untuk kuliah, Yana bisa ikut perkuliahan setiap hari Minggu," papar Yana kepada Fikri.Fikri mendengar penjelasan Yana dengan seksama. "Jadi, kamu kuliahnya hari Minggu aja?" tanya Fikri."Iya, Bang. Bisa nggak, Abang ngantar Yana kuliah setiap hari Minggu?" Yana bertanya pada Fikri.Fikri tersenyum dan membelai kepala Yana dengan lembut."Tentu saja mau, Sayang ...! Buat istriku tercinta, tidak ada yang tidak mungkin!" sahutnya lagi.Wajah Yana merona menahan malu. Perkataan Fikri membuat Yana merasa berdebar-d
Bab 130Canggung********Jodoh tidak ada yang bisa menebak kemana akan bermuara. Tidak pernah terbersit dalam benak Yana kalau akan berjodoh dengan Fikri, laki-laki yang dulu ditolaknya mentah-mentah dan Yana memilih pergi agar bisa menghindari perhatian dan cinta Fikri.Yana mengira kalau Arif adalah jodohnya karena Yana jatuh cinta pada pandangan pertama, tapi ternyata mereka hanya berjodoh selama tiga tahun. Itu pun karena Yana yang terus bertahan dengan menjalani beratnya cobaan dan hinaan yang didapatkannya dari ibu mertua.Cinta datang cinta pergi, suka duka dan sakit hati, fase yang dilalui Yana membawanya kembali pada kehidupan Fikri yang masih mendamba. Dan Yana berharap, Fikri adalah yang terakhir untuknya.Fikri menatap Yana yang tengah meringkuk di atas dadanya. Senyum terukir saat Fikri mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Mereka sama-sama sudah pernah menikah dan melakukan hubungan suami istri, tapi keduanya bahkan masih canggung dan merasa tidak berpengalaman.Fi
Bab 131******Yana dan Fikri lalu mengantarkan Bu Indah sampai ke pintu gerbang.Sepeninggal Bu Indah, Yana membereskan mainan Dila yang berserakan di lantai dan mengembalikannya ke tempat semula.Karena sudah pukul sebelas siang dan mereka belum makan, Yana segera ke dapur dan memasak. Fikri yang melihat Yana memasak di dapur segera mendekat. Sebelumnya, Fikri tidak pernah mencumbu Reka ketika di dapur, tapi, sebelum menikah dengan Yana, Fikri membaca sebuah artikel yang mengatakan tempat paling pas untuk memulai percintaan itu adalah dapur.Fikri segera memeluk Yana dari belakang. Mencium pipinya dengan mesra dan tangannya mulai bergerilya meraba dada Yana yang mulai mengencang."Bang ...!" Yana mulai menggigit bibir bawahnya menahan gejolak di dalam dadanya."Abang menginginkanmu sekarang," bisik Fikri di telinga Yana.Fikri ingin mempraktekkan artikel yang dibacanya tentang bagaimana mencumbu istri di dapur bahkan bercinta di dapur dengan menyenangkan. Namun, Fikri kembali meras
Bab 132Kematian Arif*********Semua terjadi begitu saja. Sinta semakin lemas karena Arif hanya memberi waktu tiga puluh menit untuk beristirahat. Setelahnya, Sinta kembali harus melayani tubuhnya yang memanas karena pengaruh obat tersebut.Saat pertama Sinta memberi obat perangsang kepada Arif dengan dosis tinggi hanya memakai takaran setengah botol saja, Sinta sudah kewalahan menahan serangan dari Arif yang di luar kendali. Saat itu memang Sinta yang menginginkan pemerkosaan itu terjadi, walaupun peristiwa itu berbuntut Sinta di rawat di rumah sakit dalam waktu yang cukup lama.Namun, saat ini, Arif bahkan meminum obat tersebut sebanyak dua botol sekaligus. Tentu saja Sinta semakin menderita dan tidak kuat menahan serangan Arif yang bertubi-tubi ditambah Sinta tengah berbadan dua.Perut Sinta mulai mengencang ke sana dan kemari. Sepertinya janin di dalam kandungan tersebut juga tidak mampu menahan serangan-serangan dari Arif.Sinta berteriak kencang seiring dengan darah yang mengal
Bab 133*******Burhan setengah berlari ke luar rumah. Lalu membuka sebuah kotak yang Arif berikan padanya hampir sebulan yang lalu. "Burhan, aku titip ini padamu. Berikan pada Yana jika waktunya tiba," ujar Arif memberikan sebuah kotak pada Burhan Kening Burhan berkerut."Apa ini, Rif?" tanya Burhan."Hadiah untuk Dila. Berikan kalau waktunya sudah tepat!" ujar Arif kepada Burhan."Apa maksudmu?" Burhan menatap Arif dengan tajam."Aku akan membalas semua yang telah dilakukan Sinta padaku. Aku akan membuat hidupnya hancur seperti hidupku," ujar Arif mengepalkan tangannya."Jangan, Rif. Dendam tidak akan menyelesaikan masalah. Justru dendam akan menjerumuskan kamu pada kenistaan," sahut Burhan menggeleng.Arif tersenyum sinis dan meletakkan kotak tersebut di pangkuan Burhan."Berikan ini pada Yana. Untuk Dila. Aku sangat mencintai mereka!" Arif lalu melangkah pergi. Sejak saat itu, Burhan tidak mendapat kabar dimana keberadaan Arif. Karena ponselnya tidak bisa dihubungi. Ketika Burh
Bab 158*****Burhan segera menyalami Fikri dan menceritakan kepada Yana tentang keadaan Bu Wongso yang saat ini tengah sakit dan dirawat oleh warga."Mas mohon kepadamu untuk bersedia menemui Bu Wongso. Kasihan dia," ujar Burhan dengan penuh penekanan.Yana menoleh kearah Fikri untuk meminta persetujuan. Laki-laki Itu tampak berpikir sejenak lalu membuka percakapan."Abang izinkan kamu untuk berangkat ke Pati dengan syarat Abang, ibu, dan Dila ikut menemani kamu ke sana," sahut Fikri.Yana tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada Fikri. Mereka pun segera berkemas karena hari itu kebetulan Fikri sedang libur dinas selama dua hari.Sesampai di Pati Yana terkejut melihat keadaan Bu Wongso yang kurus kering tinggal tulang. Perempuan yang dulu bermata tajam dan selalu menyakiti hatinya saat ini menatapnya dengan sendu dan penuh dengan uraian air mata.Yana meraih tangan Bu Wongso lalu menciumnya dengan takzim. Tidak ada kebencian di hati Yana terhadap mantan mertuanya itu. Yana masih
Bab 157*****Bu Lidya pun menyodorkan video yang berada di dalam ponsel Yana ke hadapan Bu Linda. Mata Bu Linda membulat sempurna melihat video perbuatannya berada di dalam ponsel milik Yana."Maaf Bu Linda, saya tidak bisa membiarkan Anda menghancurkan reputasi saya. Jadi saya harus melakukan ini." Yana mengambil ponsel yang berada di hadapan Bu Linda dan segera memasukkannya ke dalam saku blazer nya.Akhirnya dengan penuh malu Bu Linda membereskan semua perangkat pengajarnya dan meninggalkan sekolah elit tersebut.Para majelis Guru yang melihat kejadian itu terheran-heran karena seharusnya Yana yang dipecat bukan Bu Indah.Bu Lidya selaku kepala sekolah segera menjelaskan kepada majelis Guru tentang kebenaran dari peristiwa pencurian tersebut."Wah Bu Yana hebat, ya, punya kamera tersembunyi," puji Bu Maya kepada Yana seluruh.Majelis Guru pun sependapat kalau Yana adalah perempuan yang cerdas.Yana mengulum senyum. Semua berkat bantuan Cinta karena Cinta yang telah meminjamkan kam
Bab 156Kebahagiaan yang sempurna*******Pagi itu sekolah dihebohkan dengan siswa yang kehilangan sebuah jam tangan mahal. Jam tangan pintar seharga lima juta itu lenyap di dalam tas siswa yang bernama Nico. Bocah berumur enam tahun tersebut meletakkan jam tangan pintarnya di dalam tas ketika dia hendak mencuci tangan di wastafel. Wali kelas yang mengajar saat itu adalah Yana dan Bu Linda."Saya yakin banget, Bu, pasti Yana yang telah mengambil jam tangan milik Nico. Secara, kan, Bu Yana baru kali ini melihat jam tangan pintar yang keren seperti milik Nico." Bu Linda menemui kepala Sekolah di ruangannyaBu Lidya selaku kepala sekolah terdiam sesaat. Perempuan berhijab lebar tersebut tidak yakin kalau Yana yang mengambil jam tangan pintar milik Nico. Yana memang berasal dari desa. Namun saat ini Yana berstatus istri seorang dokter terkenal. Tidak mungkin jika dia mengambil jam tangan pintar milik Nico.Linda pun menyarankan kepada kepala sekolah untuk menggeledah tas Yana agar mendapa
Bab 155*****Yana yang melihat Fikri tetap bergeming, memutuskan untuk keluar dari kamar"Loh, Kamu kemana, Yan?" tanya Fikri melihat Yana membawa sebuah bantal keluar kamar."Kalau abang mau Reka juga tidur di sini. Lebih baik Yana keluar dari kamar dan tidur di kamar Dila. Terserah Abang mau ngapain. Mau balikan sama Reka juga nggak apa-apa," sahut Yana dengan wajah sinis."Yan, Tunggu dulu." Fikri menahan pergerakan Yana lalu menoleh kearah Reka yang sedang menenangkan bayinya."Sekarang kamu lihat, kan. Farhan itu tidak merasa nyaman berada di dekatku. Lalu untuk apa kalian tinggal disini? Bukankah lebih baik kalian pergi dari rumah ini karena tidak ada untungnya keberadaan kalian di rumah ini," ujar Fikri menoleh mereka dengan tajam.Reka yang mendengar perkataan Fikri tercekat. Dia tidak menyangka kalau Fikri mengambil kesimpulan seperti itu."Farhan tidak nyaman tidur dengan abang di sini karena kehadiran Yana, Bang. Kalau abang tidurnya sama Aku, Farhan pasti merasa nyaman,"
Bab 154Reka diusir dari rumah Fikri*******Matahari bersinar dengan cerah, sisa-sisa embun masih terasa menyejukkan kulit. Yana membuka tirai jendela lalu menatap jalan raya di bawah sana. Beberapa kendaraan sudah berlalu lalang melintasi perumahan elit tersebut. Ada juga beberapa orang lansia yang sedang berjalan-jalan pagi untuk menjaga kesehatannya.Yana menarik nafas berat, dia belum bisa melupakan perlakuan Bu Wongso kepada dirinya. Perempuan yang dulu sangat dihormatinya itu tidak pernah melupakan Yana sebagai orang yang paling dibencinya. Yana pikir setelah kematian Arif, dan pernikahannya dengan Fikri, Bu Wongso tidak akan lagi mengganggu kehidupannya, tapi ternyata Yana salah. Bu Wongso masih terus meneror bahkan mendatangi kediaman Fikri untuk menuntut harta yang sudah diberikan Arif kepada Dila.Fikri berdiri di belakang Yana, menatap sosok yang sudah beberapa bulan menjadi istrinya. Laki-laki bertubuh tegap itu seakan menyadari kalau istrinya sedang dilema. Fikri membiar
Bab 153*******"Bu Wongso disiksa oleh Bik Yem dan Bik Yem mengambil semua barang Bu Wongso?" ujar Burhan ketika warga tersebut menjemputnya."Benar Mas Burhan, kondisi Bu Wongso saat ini sangat memprihatinkan. Dia kami bawa ke rumah sakit. Bu Wongso meminta kami untuk menjemput Mas Burhan. Kami tidak tahu tujuannya apa tapi sepertinya sangat penting." warga tersebut menyahut.Tanpa banyak bicara, Burhan segera bersiap untuk menemui Bu Wongso di rumah sakit.Mendiang Arif adalah sahabat terbaiknya. Burhan tidak ingin Bu Wongso menderita setelah kepergian Arif karena biar bagaimanapun, Bu Wongso pernah begitu baik kepada dirinya semasa Burhan dan Arif bersahabat dengan baik.Sesampai di rumah sakit, Burhan menangis melihat keadaan Bu Wongso.Perempuan yang dahulu berbadan gemuk itu saat ini kurus kering tinggal tulang. Kondisinya sangat memprihatinkan."Maafkan Burhan, Bu. Maaf karena Burhan telah salah dalam mempercayai orang untuk merawat ibu," ujar Burhan mencium tangan Bu Wongso.
Bab 152**********Malam itu tetangga Bu Wongso yang bernama Bu Nani melirik ke arah rumah Bu Wongso. Rumah itu dalam keadaan gelap dari luar bahkan sampai ke dalam. Bu Nani mengernyitkan keningnya karena setahu dia Bu Wongso tidak bisa kemana-mana."Pak, kenapa ya, rumah Bu Wongso gelap gulita?" tanya Bu Nani kepada suaminya.Suami Bu Nani meletakkan koran yang dibacanya, lalu melirik ke arah rumah Bu Wongso yang memang gelap gulita. Sepasang suami itu saling pandang."Ibu udah dua minggu nggak besuk Bu Wongso. Apa malam ini kita lihat ke sana, ya, pak? Mungkin listriknya mati," ujar Bu Nani kepada suaminya."Tapi, kan, Bu Wongso dirawat sama Bik Yem, dan keuangan Bu Wongso juga dipegang oleh Bik Yem? Masa bisa listrik enggak dibayar," sahut suami Bu Nani dengan heran.Akhirnya sepasang suami istri itu memutuskan untuk mendatangi rumah Bu Wongso.Mereka terkejut ketika berada di depan pintu rumah Bu Wongso karena pintu tersebut dikunci dari luar dan kuncinya masih berada di pintu ter
Bab 151Karma untuk Bu Wongso***Bu Wongso membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa teramat sangat sakit, begitupun dengan seluruh anggota tubuhnya. Bibirnya kelu. Tatapan matanya kosong. Bu Wongso menoleh ke samping, istri Burhan tampak sedang terkantuk-kantuk duduk di samping brangkar Bu Wongso.Dia memanggil istri Burhan, tapi suaranya tidak tembus. Bu Wongso berkali-kali mencoba menggerakkan lidahnya. Namun tetap kelu. Begitupun dengan tangan dan kakinya, begitu kaku sehingga tidak bisa digerakkan.Bu Wongso terus memanggil istri Burhan sehingga menimbulkan suara gagu yang tidak menentu. Istri Burhan membuka matanya dan tersenyum kearah Bu Wongso. Perempuan berwajah sendu itu memegang tangan Bu Wongso dan menanyakan bagaimana keadaan Bu Wongso. Namun, perempuan tua itu hanya menjawab dengan suara gagu, dan tidak jelas apa yang dikatakannya.Burhan masuk ke dalam ruangan dan segera menghampiri Bu Wongso."Ibu sudah sadar?" tanya Burhan bahagia.Bu Wongso menjawab, tapi suaranya
Bab 150*****Bu Wongso melanjutkan perjalanannya pulang ke Pati. Sedangkan Reka kembali ke rumah Fikri dengan senyum seringainya. Reka merasa puas karena hari ini melihat Yana terluka.Sesampai di rumah Fikri, Reka melihat sebuah pemandangan yang membuat dadanya terasa panas. Di sofa ruang tamu, terlihat Fikri sedang membelai wajah Yana yang memerah karena tamparan Bu Wongso."Enggak nyangka, ya, ternyata perempuan kampung bisa juga berotak licik," ujar Reka seraya duduk di seberang sofa Yana dan Fikri."Apa maksud kamu?" tanya Fikri dengan wajah merah padam."Aku hanya nggak nyangka aja, ternyata Yana itu munafik. Diam-diam dia menyimpan harta warisan dari mantan suaminya seolah-olah bang Fikri tidak mampu membiayai hidupnya." Reka bersidekap di depan dada.Fikri menoleh ke arah Reka. "Kalau kamu masih ingin tinggal di sini, tutup mulutmu dengan rapat, atau aku akan menendangmu dan memisahkanmu dari Farhan," sahut Fikri geram.Reka terkejut mendengar perkataan Fikri. Perempuan itu t