Share

Dikuasai ibu mertua

Penulis: Althafunnisa
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-29 05:33:22

"Bapak maunya kita langsung menikah, Mas … supaya keluargaku nggak bolak-balik lamaran dan nikahan," jawab Yana ragu-ragu.

"Ya, bagus dong! Berarti kita secepatnya bisa Halal!" Arif menggenggam tangan Yana dengan senyum terkembang.

"Tapi, aku belum mengenal orang tuamu, Mas. Bagaimana kalau mereka tidak menyukaiku?" Yana kembali menundukkan kepalanya.

"Sayang, aku tidak perduli bagaimana tanggapan orang tuaku, yang penting, kita bisa menikah!" Arif mengangkat dagu Yana dan meyakinkannya.

Hari yang ditunggu pun tiba, Arif membawa Ibunya ke rumah Si Mbah untuk melamar Yana.

Ibunya Arif, Bu Wongso, turun dari mobil, dan memandang rumah Mbah Yana yang sederhana.

"Rif, kamu gak salah, bawa ibu kesini?" Bu Wongso menyikut lengan Arif.

"Nggak salah, Bu. Ini rumah Mbah Marijan, mbahnya Yana. Calon istriku," ucap Arif tersenyum kepada ibunya.

"Kamu itu, ya, ibu pikir kamu bakalan nikah sama anak ningrat atau anak pejabat, eh … taunya sama orang susah, rumahnya aja jelek begini," Bu Wongso cemberut dan mencibir.

"Bu, Ibu sudah janji, akan merestui aku menikah dengan siapapun, asalkan setelah menikah, jatah untuk ibu tidak berkurang. Iya, kan?" Arif menatap wajah ibunya yang masih cemberut.

"Ayolah, Bu. Aku mencintai Yana, dan aku yakin, cuma Yana yang akan mengerti kemauan ibu nanti." Arif terus membujuk ibunya.

Akhirnya setelah dibujuk dengan berbagai rayuan, dan kesepakatan, Bu Wongso merestui pernikahan Arif dan Yana.

Pernikahan mereka tidak digelar dengan pesta, hanya akad nikah saja. Itu dikarenakan Bu Wongso tidak ingin teman-temannya tau kalau dirinya bermenantukan orang miskin dan tidak berwajah cantik seperti impiannya.

Yana langsung dibawa kerumah Bu Wongso setelah akad nikah. Dan itulah awal dari kesedihan dan ketidak adilan yang dirasakan oleh Yana.

Flashback off

"Yana! Yana!" Yana terbangun. Ternyata Yana tertidur ketika kembali menidurkan Dila dalam pelukannya.

"Iya, Bu …" Yana membuka pintu kamar dan menemui mertuanya di depan televisi.

"Ibu nyuruh kamu masak, kenapa sampai sekarang kamu belum ke dapur? Hahh!" Wo Wongso kembali berkacak pinggang dan melotot ke arah Yana.

"Maaf, Bu. Yana ketiduran!" Yana lalu langsung ke dapur dan meracik bumbu. Lalu memasak. Aroma masakan menguar hingga ke teras rumah. Arif yang baru saja pulang dari Pos Ronda langsung menuju dapur. Arif bermaksud untuk melihat siapa yang memasak.

"Heh, Yana! Nanti, kalau Arif tanya, siapa yang masak? Kamu bilang ibu yang masak! Paham!" Hardik Bu Wongso langsung duduk di kursi.

"Baik, Bu." Yana melanjutkan memasak dan menyiapkan makanan. Arif terkejut mendengar perkataan ibunya.

"Assalamualaikum" Arif mengucap salam.

"Waalaikumsalam" jawab Yana dan Bu Wongso bersamaan.

Bu Wongso langsung mengambil peralatan memasak, dan menyuruh Yana kembali ke kamar.

Yana kembali ke kamar, dan memeluk Dila. Yana sudah tau, kalau sebentar lagi, Arif akan marah-marah dan memakinya seperti biasa.

Yana mendengar langkah kaki mendekati kamarnya, dan pintu kamar dibuka.

"Dek …" Arif menyentuh pundak Yana.

Yana hanya terdiam, tidak berani menyahut. Takut akan kemarahan Arif.

"Dek, kamu tidur?" Arif mengusap punggung Yana dengan lembut.

Yana membalikkan badannya dan bangkit dari posisi berbaringnya.

"Ada apa, Mas?" tanya Yana pura-pura masih mengantuk.

"Kamu sudah makan?" Arif menatap Yana dengan tatapan sendu.

Yana hanya terdiam dan menundukkan kepalanya.

"Mas minta maaf, mas tadi berbuat kasar sama kamu. Mas khilaf," ucap Arif sembari memeluk Yana dengan erat.

Yana tidak tau harus berbuat apa. Sikap Arif memang suka berubah-ubah. Tiba-tiba baik, tak luput pula, terkadang tiba-tiba kasar.

Baru beberapa jam yang lalu, Arif membentaknya, bahkan menarik rambutnya dengan kasar. Sekarang, Arif memeluk dan mengelus punggungnya dengan lembut.

Kadang yana berfikir, mungkinkah suatu saat Arif juga akan membunuhnya ketika dia lengah.

"Papa … papa …" Dila terbangun dan mengucek kedua matanya.

"Sayang papa udah bangun?" Arif meraih Dila dan mencium pipi gadis kecil itu dengan gemas.

"Tadi, Dila cali papa …" ujar Dila sambil memeluk leher Arif.

"Cari papa? Sama siapa?" Arif mencium tangan Dila berkali-kali.

"Cama mama …" jawab Dila polos.

"Sama mama? Kemana?" Arif mengernyitkan keningnya.

"Ke alah po yonda," jawab Dila tanpa melepas pelukannya.

Arif menatap Yana lekat. Yana membuang mukanya. Arif merasa ada yang tidak beres. 

"Apa mungkin, Yana mendengar pembicaraanku dan Andi di Pos Ronda tadi?" Gumam Arif di dalam hati.

Arif masih berpikir, Apa mungkin Yana mendengar pembicaraannya dan teman-temannya di Pos Ronda.

"Dek, tadi kamu cari aku ke Pos Ronda? Kok nggak ketemu?" tanya Arif ketika mereka akan tidur.

"Gak jadi, Mas. Dila tertidur, jadi aku bawa pulang saja," jawab Yana.

"Dek, kamu masih marah sama Mas?" Arif bertanya sambil menatap wajah Yana.

"Marah untuk apa, Mas?" Yana menarik selimutnya.

"Marah karena perlakuan kasar mas tadi pagi." Jawab Arif menerka.

Yana hanya diam, lalu memeluk Dila dan memejamkan matanya. Yana merasa benar-benar tidak lagi mengenali Arif. Karena perubahan sikapnya yang selalu berubah-ubah sewaktu-waktu.

"Mas, apa aku boleh ngomong sesuatu?" tanya Yana tanpa memandang ke arah Arif.

"Apa? katakan saja,Dek." Arif memegang tangan Yana yang memeluk Dila.

"Aku pengen pulang kampung, aku kangen sama Bapak dan Ibu," ujar Yana menatap Arif.

"Tapi, balik ke Jambi kan banyak biaya, Dek? Mas nggak ada uang buat biayai ongkos ke Jambi!" Sahut Arif.

"Mas, gaji Mas itu besar lho, mas ngasih ke aku cuma untuk beli keperluan Dila aja, selebihnya ibu yang pegang," Yana berbicara dengan hati-hati.

"Kan kamu tau sendiri, Ibu yang minta begitu. Lagian, emang bagus ibu, kan, yang pegang keuangan. Dengan begitu kita bisa ngirit." jawab Arif lagi.

Yana tidak melanjutkan ucapannya. Yana malas berdebat kembali dengan Arif, ditambah Dila sedang tidur dengan nyenyaknya. 

Flashback on

"Dek, kemarilah." Arif memanggil istrinya yang sedang memasak di dapur.

"Iya, Mas." Yana mendekati suaminya yang sedang berkutat dengan laptop.

"Kamu bisa bantu mas nggak? Mas masih agak bingung ngerjain data ini." Arif memperlihatkan laptopnya kepada Yana.

"Ini laporan perusahaan, Mas?" tanya Yana. Menatap aplikasi Excel di laptop suaminya.

"Iya, Sayang. Mas pusing kalau ngitung apa-apa pakai ini." jawab Arif menggarukkan kepalanya yang tidak gatal.

"Owh, malah gampang pakai ini, lho Mas! yang penting tau rumusnya aja." Yana mengambil alih laptop tersebut dan menyusun angka-angka yang tertera di sana. Yana tampak serius menatap layar laptop.

"Nah … selesai!" Yana menyodorkan laptop tersebut kepada Arif.

"Ini udah aku salin ke flashdisk, nanti kamu tinggal cetak dan kasih laporannya ke bos kamu," ujar Yana tersenyum sembari memberikan flashdisk kepada Arif.

"Beneran, Dek?" Arif mengerutkan keningnya.

"Iya, benar." jawab Yana.

"Makasih ya, Dek."Arif memeluk Yana dengan erat.

Keesokan harinya, Arif memberikan laporan pekerjaannya kepada atasannya di kantor. Arif menunggu si Bos meneliti laporannya dengan jantung berdebar-debar.

"Pak Arif, saya suka dengan laporan bapak ini. Rapi, dan tidak acak-acakan. Ternyata, menikah membuat pak Arif jadi pintar dan cerdas!" ucap atasannya seraya menepuk pundak Arif dengan lembut.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Diajheng Widia
yang pinter bukan arifnya.. tapi istrinya bos.. arip mah ya tetep ogebbb
goodnovel comment avatar
Hafidz Nursalam04
mgzhzmhjcljflufjfljcljciififi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Kelicikan ibu mertua

    "Terima kasih, Pak! " Jawab Arif tersenyum bangga.Di perjalanan pulang kerja, Arif membeli buah tangan untuk Istrinya.Arif bersiul bahagia dikarenakan, di kantor sedang ada kenaikan jabatan bagi karyawan yang disiplin, rajin, dan bisa menyelesaikan laporan dengan baik."Assalamualaikum." Arif mengucap salam."Wassalamu'alaikum, Mas … sudah pulang?" Yana menyambut Arif di depan pintu. Lalu mengambil tas kerja Arif dan mencium punggung tangan suaminya dengan takzim."Aku mau cerita sesuatu," ujar Arif menuntun Yana ke dalam kamar."Ada apa, Mas?" Yana tampak bingung dengan sikap Arif."Kamu tau, Sayang? Laporan yang kamu kerjakan, diterima bos. Dan katanya laporan mas sangat rapi. Besok adalah penetapan karyawan yang akan di naikkan jabatannya di kantor. Mas berharap, mas bisa naik jabatan." ujar Arif tersenyum dan memeluk istrinya."Benarkah, Mas? Aamiin … semoga mas naik jabatan," ujar Yana antusias "Mas belikan ini, buat kamu!" Arif memberikan sebuah paper bag kepada Yana."Apa in

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-29
  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Berdebat dengan ibu mertua

    "Bu, aku istrinya Mas Arif, lalu apa permasalahannya jika Arif berbuat baik padaku? Bukankah memang kewajiban suami berbuat baik pada Istrinya?" tanya Yana menatap mertuanya. "Tapi, aku ini ibunya! Aku yang melahirkan dia, membesarkan dia, dan menyekolahkan dia sampai sukses seperti itu. Kamu hanya orang asing, yang datang dengan seenaknya merebut Arif dariku!" ujar Bu Wongso. "Aku tidak pernah merebut Mas Arif dari Ibu! Kalau memang pemikiran ibu seperti itu, lalu mengapa ibu mengizinkan Mas Arif untuk menikahi ku?" Yana sudah tidak tahan, Yana mengurungkan niatnya untuk masuk kamar dan berdiri menatap mertuanya. "Itu karena Arif memohon padaku. Tapi yang harus kamu tau, aku tidak pernah merestui pernikahan kalian!" Bu Wongso berlalu begitu saja meninggalkan Yana. Yana masuk ke dalam kamar. Dila sepertinya mengantuk karena terlalu lama menangis. "Kamu yang sabar ya, Sayang … semoga nenekmu cepat mendapat hidayah," gumam Yana di dalam hati. Yana membelai wajah mungil Dila. Hanya

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-20
  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Fitnah lagi

    Fitnah lagi Yana kembali menekuni jualan Onlinenya, kali ini dengan cara yang berbeda. Yana meminta kurir untuk tidak lagi mengantar paket Yana Ke rumah mertuanya, karena Yana sendiri yang akan menjemput ke kantor Jasa pengiriman. [Mas, mulai sekarang, jangan antar paket kerumah lagi, ya. Saya akan menjemput paketnya ke kantor sendiri,] [Kenapa, Mbak? pelayanan kami kurang bagus, ya?] [Bagus kok, saya cuma pengen jemput ke kantor aja] [Oke deh, kalau ada paket Mbak Yana, akan saya chat,] Yana bernapas lega. Ibu mertuanya tidak akan bisa lagi mengusik bisnisnya. Disisi lain, Bu Wongso merasa heran karena tidak ada lagi tamu yang datang kerumah untuk mengambil paket. "Sukurin tuh Yana, bangkrut juga akhirnya." gumam Bu Wongso di dalam hati. Sore itu, Bu Wongso menghadiri acara arisan RT tempat tinggalnya. Bu Wongso melihat ibu-ibu tetangganya berwajah glowing. "Wah, ibu-ibu wajahnya udah pada glowing aja, perawatan mahal, ya?" tanya Bu Wongso kepada ibu-ibu yang hadir di sana.

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-20
  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Pulang ke rumah Mbah

    Pulang kerumah Mbah Yana meminta tukang ojek untuk mengantarkannya ke terminal kota, Yana Naik Bis menuju Kota Pati. Sepanjang perjalanan, Yana larut dalam lamunan. Tidak menyangka sama sekali, Arif kembali berbuat kasar, setelah kemaren meminta maaf padanya. Yana sampai di halaman rumah yang sederhana dan asri, Yana tercenung sesaat. Sudah 2 tahun Yana tidak kemari, tidak ada yang berubah. Semuanya masih sama. Yana melangkahkan mendekati rumah tersebut. "Assalamualaikum," ucap Yana memberi salam. "Walaaikumsalam," jawaban dari dalam rumah yang sudah bisa Yana tebak, siapa pemilik suara itu. Terdengar langkah tertatih dari dalam, membuka daun pintu, dan terkejut melihat kehadiran Yana. "Yana, Cucuku ...." Si Mbah menjatuhkan sayuran yang berada ditangannya. "Mbah ...." Yana memeluk Si Mbah dengan deraian air mata. "Ya Allah Gusti, bagaimana kabarmu, Nduk?" Si Mbah mencium pipi Yana berkali-kali. "Alhamdulillah, Baik, Mbah." Yana mengusap air matanya yang jatuh. Dila terbangun

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-20
  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Dijemput

    DijemputPagi itu, Yana membantu Si Mbah menyusun keranjang sayuran. Sejujurnya, Yana merasa sedih, karena tidak bisa membalas Budi kebaikan Si Mbah selama Yana tinggal di sana sebelum menikah."Nduk, biar Mbah aja yang nyusun sayurannya. Kamu temani Dila main aja." Ujar Si Mbah mengelus punggung Yana."Nggak apa-apa, Mbah. Yana rindu dengan pekerjaan ini," ujar Yana sembari tangannya terus menyusun sayuran.Terdengar suara pintu di ketuk."Assalamualaikum,""Waalaikumsalam," jawab Yana dan Si Mbah berbarengan. Yana membuka pintu, dan sangat kaget, karena Arif telah berdiri di depan pintu dengan wajah lelah."Alhamdulillah, kamu ada di sini, Dek!" ujar Arif sembari memeluk Yana dengan erat. Yana hanya tercenung. Tidak merespon pelukan Arif."Papa ... Papa ... " Dila berjalan menyongsong Arif dengan sumringah."Anak papa, Sayang ... Papa kangen," ujar Arif memeluk dan mencium Dila bertubi-tubi."Dek, pulang yuk, maafkan Mas, Mas khilaf. Mas janji, nggak akan mengulanginya lagi," ujar A

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-21
  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Akal bulus

    Akal bulusYana menatap wajah gusar Arif. Arif mendekati Yana dengan tubuh lemas."Dek, Ibu sakit, Sekarang di rawat dirumah sakit." Ujar Arif dengan suara yang bergetar. Kekhawatiran tergambar jelas dari raut wajahnya."Lalu?" Yana mendengkus kesal. Yana yakin, kalau itu hanyalah akal-akalan ibu mertuanya agar Arif segera pulang."Lalu? Kamu kok malah nanya gitu sih, Dek?" Arif membelalakkan matanya."Trus, Yana harus bilang apa, Mas?" Ujar Yana masih menampakkan wajah kesalnya."Kita pulang sekarang, ya … kasian ibu, nggak ada yang menjaganya di rumah sakit." Arif meraih tangan Yana agar turun dari dipan."Nggak, Mas! Kamu aja yang pulang. Aku tetap di sini," Yana menepis kasar tangan Arif."Dek, tidak bisakah kamu mengesampingkan egomu?" Arif menatap Yana dengan tajam."Suasana sedang tidak tepat untuk mendengarkan pembelaan darimu!" Lanjut Arif. Masih dengan tatapan tajam."Pembelaan?" Yana mencebikkan bibirnya, lalu kembali memunggungi Arif.Arif megusap wajahnya dengan kasar. Ba

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-21
  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Bermain sandiwara

    Bermain sandiwara pagi-pagi sekali Yana sudah memasak di dapur. Arif melangkah ke dapur untuk melihat Yana memasak. "Dek, kamu lagi masak apa?" tanya Arif melongok kedalam panci yang terus di aduk-aduk oleh Yana. "Masak bubur, Mas. Kan ibu lagi sakit, jadi harus makan bubur dulu." ujar Yana sembari terus mengaduk-aduk bubur di dalam panci. "Makasih ya, Dek." Arif tersenyum, lalu kembali ke ruang tengah untuk mengecek kondisi Ibunya. "Gimana, Bu? udah enakan?" tanya Arif sembari duduk di samping Ibunya. "Badan ibu rasanya pegal-pegal Rif. Tolong pijitin ya, Nak." Bu Wongso meringis dan menggerakkan kakinya. Arif langsung bergerak memijit ibunya. "Ibu kok bisa sakit kayak gini, sih?" tanya Arif sambil terus memijit kaki ibunya. "Kata dokter kemaren, ibu terlalu capek, Rif." Bu Wongso menekuk wajahnya. "Kok bisa capek sih, Bu? kan ada Yana yang masak." Arif berhenti memijit dan menatap wajah ibunya. "Yana kan sibuk ngider, mana sempat dia masak," ujar Bu Wongso sengaja membuat

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-21
  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Bermain Sandiwara 2

    Yana tidak menggubris. Arif kembali memeluk Yana dan berbisik. "Dek, kayaknya Dila itu makanya sering menangis karena pengen punya Dede bayi, deh." Arif mengelus punggung Yana dengan tangannya. "Yana berbalik, dan memandang Arif dengan tajam. " Mas masih punya hutang. Mau mendengarkan ceritaku," sungut Yana. "Iya, Mas dengerin. Tapi setelah bikin Dede bayi buat Dila, Ya." ujar Arif tersenyum nakal. Yana mengangguk, dan ketika Arif baru saja hendak mencium Yana, ibunya berteriak kencang dari arah ruang tengah. "Rif, Arif ... kamu di mana?" Bu Wongso berteriak dengan kencang. Arif mengusap wajahnya dengan kasar. Arif menemui ibunya ke ruang tengah bersama Yana di belakangnya. "Ibu kenapa?" tanya Arif mendekati ibunya. "Kamu kemana saja, Rif? ibumu lagi sakit, ini." sungut Bu Wongso "Tadi kan, ibu udah tidur, jadi Arif nengok Dila ke kamar. takut kalau-kalau terbangun. Yana kan capek, Bu." jawab Arif sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Nak, ibu ini sakit parah. Dokter

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22

Bab terbaru

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Cinta yang abadi

    Bab 158*****Burhan segera menyalami Fikri dan menceritakan kepada Yana tentang keadaan Bu Wongso yang saat ini tengah sakit dan dirawat oleh warga."Mas mohon kepadamu untuk bersedia menemui Bu Wongso. Kasihan dia," ujar Burhan dengan penuh penekanan.Yana menoleh kearah Fikri untuk meminta persetujuan. Laki-laki Itu tampak berpikir sejenak lalu membuka percakapan."Abang izinkan kamu untuk berangkat ke Pati dengan syarat Abang, ibu, dan Dila ikut menemani kamu ke sana," sahut Fikri.Yana tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada Fikri. Mereka pun segera berkemas karena hari itu kebetulan Fikri sedang libur dinas selama dua hari.Sesampai di Pati Yana terkejut melihat keadaan Bu Wongso yang kurus kering tinggal tulang. Perempuan yang dulu bermata tajam dan selalu menyakiti hatinya saat ini menatapnya dengan sendu dan penuh dengan uraian air mata.Yana meraih tangan Bu Wongso lalu menciumnya dengan takzim. Tidak ada kebencian di hati Yana terhadap mantan mertuanya itu. Yana masih

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Kebahagiaan yang sempurna

    Bab 157*****Bu Lidya pun menyodorkan video yang berada di dalam ponsel Yana ke hadapan Bu Linda. Mata Bu Linda membulat sempurna melihat video perbuatannya berada di dalam ponsel milik Yana."Maaf Bu Linda, saya tidak bisa membiarkan Anda menghancurkan reputasi saya. Jadi saya harus melakukan ini." Yana mengambil ponsel yang berada di hadapan Bu Linda dan segera memasukkannya ke dalam saku blazer nya.Akhirnya dengan penuh malu Bu Linda membereskan semua perangkat pengajarnya dan meninggalkan sekolah elit tersebut.Para majelis Guru yang melihat kejadian itu terheran-heran karena seharusnya Yana yang dipecat bukan Bu Indah.Bu Lidya selaku kepala sekolah segera menjelaskan kepada majelis Guru tentang kebenaran dari peristiwa pencurian tersebut."Wah Bu Yana hebat, ya, punya kamera tersembunyi," puji Bu Maya kepada Yana seluruh.Majelis Guru pun sependapat kalau Yana adalah perempuan yang cerdas.Yana mengulum senyum. Semua berkat bantuan Cinta karena Cinta yang telah meminjamkan kam

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Bahagia sesungguhnya

    Bab 156Kebahagiaan yang sempurna*******Pagi itu sekolah dihebohkan dengan siswa yang kehilangan sebuah jam tangan mahal. Jam tangan pintar seharga lima juta itu lenyap di dalam tas siswa yang bernama Nico. Bocah berumur enam tahun tersebut meletakkan jam tangan pintarnya di dalam tas ketika dia hendak mencuci tangan di wastafel. Wali kelas yang mengajar saat itu adalah Yana dan Bu Linda."Saya yakin banget, Bu, pasti Yana yang telah mengambil jam tangan milik Nico. Secara, kan, Bu Yana baru kali ini melihat jam tangan pintar yang keren seperti milik Nico." Bu Linda menemui kepala Sekolah di ruangannyaBu Lidya selaku kepala sekolah terdiam sesaat. Perempuan berhijab lebar tersebut tidak yakin kalau Yana yang mengambil jam tangan pintar milik Nico. Yana memang berasal dari desa. Namun saat ini Yana berstatus istri seorang dokter terkenal. Tidak mungkin jika dia mengambil jam tangan pintar milik Nico.Linda pun menyarankan kepada kepala sekolah untuk menggeledah tas Yana agar mendapa

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Reka diusir dari rumah Fikri

    Bab 155*****Yana yang melihat Fikri tetap bergeming, memutuskan untuk keluar dari kamar"Loh, Kamu kemana, Yan?" tanya Fikri melihat Yana membawa sebuah bantal keluar kamar."Kalau abang mau Reka juga tidur di sini. Lebih baik Yana keluar dari kamar dan tidur di kamar Dila. Terserah Abang mau ngapain. Mau balikan sama Reka juga nggak apa-apa," sahut Yana dengan wajah sinis."Yan, Tunggu dulu." Fikri menahan pergerakan Yana lalu menoleh kearah Reka yang sedang menenangkan bayinya."Sekarang kamu lihat, kan. Farhan itu tidak merasa nyaman berada di dekatku. Lalu untuk apa kalian tinggal disini? Bukankah lebih baik kalian pergi dari rumah ini karena tidak ada untungnya keberadaan kalian di rumah ini," ujar Fikri menoleh mereka dengan tajam.Reka yang mendengar perkataan Fikri tercekat. Dia tidak menyangka kalau Fikri mengambil kesimpulan seperti itu."Farhan tidak nyaman tidur dengan abang di sini karena kehadiran Yana, Bang. Kalau abang tidurnya sama Aku, Farhan pasti merasa nyaman,"

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Reka diusir

    Bab 154Reka diusir dari rumah Fikri*******Matahari bersinar dengan cerah, sisa-sisa embun masih terasa menyejukkan kulit. Yana membuka tirai jendela lalu menatap jalan raya di bawah sana. Beberapa kendaraan sudah berlalu lalang melintasi perumahan elit tersebut. Ada juga beberapa orang lansia yang sedang berjalan-jalan pagi untuk menjaga kesehatannya.Yana menarik nafas berat, dia belum bisa melupakan perlakuan Bu Wongso kepada dirinya. Perempuan yang dulu sangat dihormatinya itu tidak pernah melupakan Yana sebagai orang yang paling dibencinya. Yana pikir setelah kematian Arif, dan pernikahannya dengan Fikri, Bu Wongso tidak akan lagi mengganggu kehidupannya, tapi ternyata Yana salah. Bu Wongso masih terus meneror bahkan mendatangi kediaman Fikri untuk menuntut harta yang sudah diberikan Arif kepada Dila.Fikri berdiri di belakang Yana, menatap sosok yang sudah beberapa bulan menjadi istrinya. Laki-laki bertubuh tegap itu seakan menyadari kalau istrinya sedang dilema. Fikri membiar

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Menolong Bu Wongso

    Bab 153*******"Bu Wongso disiksa oleh Bik Yem dan Bik Yem mengambil semua barang Bu Wongso?" ujar Burhan ketika warga tersebut menjemputnya."Benar Mas Burhan, kondisi Bu Wongso saat ini sangat memprihatinkan. Dia kami bawa ke rumah sakit. Bu Wongso meminta kami untuk menjemput Mas Burhan. Kami tidak tahu tujuannya apa tapi sepertinya sangat penting." warga tersebut menyahut.Tanpa banyak bicara, Burhan segera bersiap untuk menemui Bu Wongso di rumah sakit.Mendiang Arif adalah sahabat terbaiknya. Burhan tidak ingin Bu Wongso menderita setelah kepergian Arif karena biar bagaimanapun, Bu Wongso pernah begitu baik kepada dirinya semasa Burhan dan Arif bersahabat dengan baik.Sesampai di rumah sakit, Burhan menangis melihat keadaan Bu Wongso.Perempuan yang dahulu berbadan gemuk itu saat ini kurus kering tinggal tulang. Kondisinya sangat memprihatinkan."Maafkan Burhan, Bu. Maaf karena Burhan telah salah dalam mempercayai orang untuk merawat ibu," ujar Burhan mencium tangan Bu Wongso.

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Karma Bu Wongso 2

    Bab 152**********Malam itu tetangga Bu Wongso yang bernama Bu Nani melirik ke arah rumah Bu Wongso. Rumah itu dalam keadaan gelap dari luar bahkan sampai ke dalam. Bu Nani mengernyitkan keningnya karena setahu dia Bu Wongso tidak bisa kemana-mana."Pak, kenapa ya, rumah Bu Wongso gelap gulita?" tanya Bu Nani kepada suaminya.Suami Bu Nani meletakkan koran yang dibacanya, lalu melirik ke arah rumah Bu Wongso yang memang gelap gulita. Sepasang suami itu saling pandang."Ibu udah dua minggu nggak besuk Bu Wongso. Apa malam ini kita lihat ke sana, ya, pak? Mungkin listriknya mati," ujar Bu Nani kepada suaminya."Tapi, kan, Bu Wongso dirawat sama Bik Yem, dan keuangan Bu Wongso juga dipegang oleh Bik Yem? Masa bisa listrik enggak dibayar," sahut suami Bu Nani dengan heran.Akhirnya sepasang suami istri itu memutuskan untuk mendatangi rumah Bu Wongso.Mereka terkejut ketika berada di depan pintu rumah Bu Wongso karena pintu tersebut dikunci dari luar dan kuncinya masih berada di pintu ter

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Karma Bu Wongso

    Bab 151Karma untuk Bu Wongso***Bu Wongso membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa teramat sangat sakit, begitupun dengan seluruh anggota tubuhnya. Bibirnya kelu. Tatapan matanya kosong. Bu Wongso menoleh ke samping, istri Burhan tampak sedang terkantuk-kantuk duduk di samping brangkar Bu Wongso.Dia memanggil istri Burhan, tapi suaranya tidak tembus. Bu Wongso berkali-kali mencoba menggerakkan lidahnya. Namun tetap kelu. Begitupun dengan tangan dan kakinya, begitu kaku sehingga tidak bisa digerakkan.Bu Wongso terus memanggil istri Burhan sehingga menimbulkan suara gagu yang tidak menentu. Istri Burhan membuka matanya dan tersenyum kearah Bu Wongso. Perempuan berwajah sendu itu memegang tangan Bu Wongso dan menanyakan bagaimana keadaan Bu Wongso. Namun, perempuan tua itu hanya menjawab dengan suara gagu, dan tidak jelas apa yang dikatakannya.Burhan masuk ke dalam ruangan dan segera menghampiri Bu Wongso."Ibu sudah sadar?" tanya Burhan bahagia.Bu Wongso menjawab, tapi suaranya

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Hinaan Reka

    Bab 150*****Bu Wongso melanjutkan perjalanannya pulang ke Pati. Sedangkan Reka kembali ke rumah Fikri dengan senyum seringainya. Reka merasa puas karena hari ini melihat Yana terluka.Sesampai di rumah Fikri, Reka melihat sebuah pemandangan yang membuat dadanya terasa panas. Di sofa ruang tamu, terlihat Fikri sedang membelai wajah Yana yang memerah karena tamparan Bu Wongso."Enggak nyangka, ya, ternyata perempuan kampung bisa juga berotak licik," ujar Reka seraya duduk di seberang sofa Yana dan Fikri."Apa maksud kamu?" tanya Fikri dengan wajah merah padam."Aku hanya nggak nyangka aja, ternyata Yana itu munafik. Diam-diam dia menyimpan harta warisan dari mantan suaminya seolah-olah bang Fikri tidak mampu membiayai hidupnya." Reka bersidekap di depan dada.Fikri menoleh ke arah Reka. "Kalau kamu masih ingin tinggal di sini, tutup mulutmu dengan rapat, atau aku akan menendangmu dan memisahkanmu dari Farhan," sahut Fikri geram.Reka terkejut mendengar perkataan Fikri. Perempuan itu t

DMCA.com Protection Status