Share

Fitnah lagi

Author: Althafunnisa
last update Last Updated: 2022-07-20 18:46:29

Fitnah lagi

Yana kembali menekuni jualan Onlinenya, kali ini dengan cara yang berbeda. Yana meminta kurir untuk tidak lagi mengantar paket Yana Ke rumah mertuanya, karena Yana sendiri yang akan menjemput ke kantor Jasa pengiriman.

[Mas, mulai sekarang, jangan antar paket kerumah lagi, ya. Saya akan menjemput paketnya ke kantor sendiri,]

[Kenapa, Mbak? pelayanan kami kurang bagus, ya?]

[Bagus kok, saya cuma pengen jemput ke kantor aja]

[Oke deh, kalau ada paket Mbak Yana, akan saya chat,]

Yana bernapas lega. Ibu mertuanya tidak akan bisa lagi mengusik bisnisnya.

Disisi lain, Bu Wongso merasa heran karena tidak ada lagi tamu yang datang kerumah untuk mengambil paket.

"Sukurin tuh Yana, bangkrut juga akhirnya." gumam Bu Wongso di dalam hati.

Sore itu, Bu Wongso menghadiri acara arisan RT tempat tinggalnya. Bu Wongso melihat ibu-ibu tetangganya berwajah glowing.

"Wah, ibu-ibu wajahnya udah pada glowing aja, perawatan mahal, ya?" tanya Bu Wongso kepada ibu-ibu yang hadir di sana.

"Lah, iya. Kan ada Yana ... jual produk kecantikan yang bikin wajah kami glowing. Gak masalah sih, mahal. Yang penting hasilnya menjanjikan." ujar Bu Wita disertai anggukan ibu-ibu yang lain.

Bu Wongso hanya terdiam, tidak meyangka, jika selama ini Yana masih menjual produk kecantikan tersebut.

"Koq, ibu-ibu nggak pernah ambil paket kerumah saya?" tanya Bu Wongso kepada Bu Wita.

"Owh, udah 2 Minggu ini, Yana sendiri yang ngantar paketnya kerumah saya," ujar Bu Wita.

"Iya, saya juga, Yana sendiri yang ngantar kerumah. katanya supaya pelanggan puas." jawab Bu Dian tersenyum bahagia.

Bu Wongso mengepalkan tangannya. "Awas, ya. Aku akan bikin perhitungan sama kamu," ujar Bu Wongso didalam hati.

Sepanjang perjalanan, Bu Wongso menggerutu di dalam hati. "Pantesan saja, akhir-akhir ini, Yana sering banget pergi bawa motor, ternyata ... ngider jualannya, toh?" Bu Wongso menyunggingkan bibirnya.

Sesampai di rumah, Bu Wongso melihat ke kamar Yana. Sepi, tidak ada siapapun. "hmm, pasti lagi ngider ..." ujar Bu Wongso sembari mencebikkan bibirnya.

"Assalamualaikum ...."

Bu Wongso tersenyum, dia tau betul itu suara siapa.

"Waalaikumsalam, Arif ... kamu pulang, Nak?" ujar Bu Wongso menyambut Arif ke depan pintu.

"Iya, Bu ... " jawab Arif mencium tangan ibunya.

"Bukankah seharusnya kamu pulang beberapa hari lagi?" Bu Wongso mengambil tas dari tangan Arif dan meletakkannya di meja depan televisi.

"Iya sih, Bu ... tapi 3 hari kedepan kan, tanggal merah, Bu ... dari pada bengong di Mes, mending Arif pulang." jawab Arif.

Arif memandang sekeliling, lalu berjalan menuju kamar.

"Yana, Yana ... Mas pulang, nih!" Arif memanggil Yana dan membuka pintu kamar. namun sepi. tidak ada siapapun.

"Yana mana, Bu?" tanya Arif kepada ibunya.

Bu Wongso menundukkan kepalanya, dan meneteskan air mata.

"Bu ... ibu kenapa?" Arif mendekati ibunya. mengusap punggung ibunya yang terisak.

"Ibu itu rasanya serba salah, Rif. kalau cerita ke kamu, ibu di bilang tukang adu. kalau nggak di ceritain, kok rasanya nyesak banget," ujar Bu Wongso menghapus airmatanya.

"Cerita, Bu ... ada apa?" Arif memegang tangan ibunya.

"Tapi, kamu janji, ya ... jangan marahin Yana karena masalah ini," ujar Bu Wongso menatap Arif.

Arif menggangukkan kepalanya. "Ibu cerita aja, Ya!" ujar Arif sembari duduk di samping Ibunya.

"Yana itu setiap hari pergi ngider," Bu Wongso menatap Arif dengan air mata yang berlinang.

"Ngider? ngider apa, Bu?" tanya Arif bingung.

"Ngider produk kecantikan yang dijualnya itu," jawab Bu Wongso.

"Lho, bukannya Yana Nerima paket dan yang beli jemput kesini, Bu?" Arif mengernyitkan keningnya.

"Iya, itu dulu ... tapi semenjak ibu nerima paket Yana dan lupa naruh dimana, Yana marah besar sama ibu. Trus Yana menjemput paketnya ke kantor jasa pengiriman, lalu mengantarnya ke rumah pelanggannya." terang Bu Wongso kepada Arif.

"Astaghfirullah, kenapa ibu nggak jelasin kepada Yana, Bu? kalau ibu lupa naruh?" Arif nampak mulai terpancing emosinya 

"Udah, Rif. Tapi Yana marah-marah sma ibu, dan nuduh kalau ibu sengaja ngumpetin, supaya bisnis Yana bangkrut. Padahal, demi Allah, Rif. Ibu nggak punya niat begitu," Bu Wongso menundukkan kepalanya dan menangis terisak.

"Keterlaluan banget, Yana! berani dia nuduh ibu seperti itu?" Arif mengepalkan tangannya dengan geram.

"Ibu kasian lihat Dila, Rif. Dibawa Yana keliling ngider panas-panas kayak gini, kadang kehujanan juga. Ibu nawarin mau menjaga Dila, Yana juga nggak ngizinin. katanya Ibu nggak becus merawat Dila." Bu Wongso menutup kedua matanya, menangis tersedu-sedu.

"Assalamualaiku,"ujar Yana dari teras rumah.

"Waalaikumsalam," jawab Bu Wongso dan Arif bersamaan.

"Mas, kamu pulang?" Yana menyongsong Arif dan mencium tangannya.

Arif hanya diam, menatap Dila yang tertidur dalam gendongan Yana. Yana langsung masuk ke dalam kamar, dan membaringkan Dila di atas ranjang.

Yana kembali ke ruang tengah, karena Arif tak kunjung menyusul ke dalam kamar.

"Mas, mau Yana buatin kopi?" tanya Yana menghampiri Arif.

"Nggak perlu," jawab Arif ketus.

Yana merasa ada yang tidak beres. Terlebih, Yana melihat ekspresi Bu Wongso yang terlihat habis menangis.

Yana kembali masuk ke dalam kamar, Yana yakin, ibu mertuanya itu pasti bercerita yang tidak-tidak kepada Arif. Yana mendengar langkah kaki mendekati kamar, benar saja, Arif masuk ke dalam kamar.

"Mana kunci motor?" tanya Arif sembari menadahkan tangannya.

"Ada, Mas, sebentar," ujar Yana merogoh saku jaketnya.

"Cepat!" hardik Arif. Membuat Yana terkejut.

"Mulai sekarang, kunci motor akan mas bawa ke Mes," ujar Arif sembari memperlihatkan kunci tersebut.

"Lho, kenapa mas? kalau aku butuh apa-apa, gimana?" protes Yana, menatap Arid dengan wajah bingung.

"Butuh apa-apa? emang apa sih, yang kamu butuhkan?" tanya Arif seraya bersidekap tangan di dadanya.

"Untuk kepasar, untuk ngantar Dila ke Posyandu." jawab Yana dengan tegas.

"Juga untuk kamu ngider jualan kamu? bawa Dila kepanasan, kehujanan? Gitu?" Arif menatap Yana dengan tatapan tajam.

"Mas, itu ... Ak_" Yana belum menyelesaikan ucapannya.

"Cukup, Dek! kamu tega, ya ... menuduh ibu merusak bisnismu, sampe rela bawak anak ngider jualanmu itu," Arif menunjuk wajah Yana dengan wajah merah padam.

"Mas, apa maksudmu?" Yana berdiri menatap Arif yang terlihat tengah emosi.

"Aku udah tau semuanya. Kalau kamu marah sama ibu, kamu nggak perlu sampai bilang ibu nggak becus ngurus Dila, dong!" Arif mendekati Yana. Lalu mencengkram dagu Yana dengan kasar.

"Mulai sekarang, aku melarang kamu berbisnis, aku melarang kamu bawa motor. Kalau butuh apa-apa, kamu tunggu aku pulang." Arif melepas cengkraman tangannya di dagu Yana.

"Mas, aku nggak pernah melakukan apa yang ibu tuduhkan, itu fitnah ..."

plakkkk

Arif melayangkan tangannya di wajah Yana. 

"Mas, kamu memukul aku, Lagi?" Yana menangis, ini adalah untuk kesekilan kalinya Arif berbuat kasar padanya.

"Itu karena kamu, menuduh ibuku yang bukan-bukan. Berkali-kali Aku katakan, jangan pernah memfitnah ibuku. ibu bukan pembohong!" Arif menatap Yana dengan sorot mata penuh amarah.

Yana mengusap air matanya, lalu mengambil Dila dari ranjang, Yana meraih kain gendongan. Dan membawa Dila pergi dari kamar.

"Yana, mau kamu bawa kemana Dila?" Arif mengejar Yana, dan menahan langkah Yana tepat di hadapan ibunya.

"Arif, ada apa ini, Nak?" Bu Wongso menatap Arif dan Yana secara bergantian.

"Ibu tega, ya! apa yang ibu katakan kepada Mas Arif, sehingga aku mendapat tamparan seperti ini?" ujar Yana memperlihatkan bekas ganbar tangan Arif.

"Ya Allah, Rif ... ini yang ibu takutkan, jika ibu menceritakan kepadamu, Nak. Ibu nggak mau Yana jadi salah paham sama ibu," Bu Wongso menangis dan memegang tangan Arif yang terkepal.

"Tapi, Yana keterlaluan, Bu!" Arif menatap wajah ibunya dengan penuh kasih sayang.

Yana tidak memperdulikan drama ibu mertuanya, Yana terus melangkah, meninggalkan rumah. Di depan gang, Yana memanggil tukang ojek. Yana pergi dengan linangan air mata.

Bersambung

Related chapters

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Pulang ke rumah Mbah

    Pulang kerumah Mbah Yana meminta tukang ojek untuk mengantarkannya ke terminal kota, Yana Naik Bis menuju Kota Pati. Sepanjang perjalanan, Yana larut dalam lamunan. Tidak menyangka sama sekali, Arif kembali berbuat kasar, setelah kemaren meminta maaf padanya. Yana sampai di halaman rumah yang sederhana dan asri, Yana tercenung sesaat. Sudah 2 tahun Yana tidak kemari, tidak ada yang berubah. Semuanya masih sama. Yana melangkahkan mendekati rumah tersebut. "Assalamualaikum," ucap Yana memberi salam. "Walaaikumsalam," jawaban dari dalam rumah yang sudah bisa Yana tebak, siapa pemilik suara itu. Terdengar langkah tertatih dari dalam, membuka daun pintu, dan terkejut melihat kehadiran Yana. "Yana, Cucuku ...." Si Mbah menjatuhkan sayuran yang berada ditangannya. "Mbah ...." Yana memeluk Si Mbah dengan deraian air mata. "Ya Allah Gusti, bagaimana kabarmu, Nduk?" Si Mbah mencium pipi Yana berkali-kali. "Alhamdulillah, Baik, Mbah." Yana mengusap air matanya yang jatuh. Dila terbangun

    Last Updated : 2022-07-20
  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Dijemput

    DijemputPagi itu, Yana membantu Si Mbah menyusun keranjang sayuran. Sejujurnya, Yana merasa sedih, karena tidak bisa membalas Budi kebaikan Si Mbah selama Yana tinggal di sana sebelum menikah."Nduk, biar Mbah aja yang nyusun sayurannya. Kamu temani Dila main aja." Ujar Si Mbah mengelus punggung Yana."Nggak apa-apa, Mbah. Yana rindu dengan pekerjaan ini," ujar Yana sembari tangannya terus menyusun sayuran.Terdengar suara pintu di ketuk."Assalamualaikum,""Waalaikumsalam," jawab Yana dan Si Mbah berbarengan. Yana membuka pintu, dan sangat kaget, karena Arif telah berdiri di depan pintu dengan wajah lelah."Alhamdulillah, kamu ada di sini, Dek!" ujar Arif sembari memeluk Yana dengan erat. Yana hanya tercenung. Tidak merespon pelukan Arif."Papa ... Papa ... " Dila berjalan menyongsong Arif dengan sumringah."Anak papa, Sayang ... Papa kangen," ujar Arif memeluk dan mencium Dila bertubi-tubi."Dek, pulang yuk, maafkan Mas, Mas khilaf. Mas janji, nggak akan mengulanginya lagi," ujar A

    Last Updated : 2022-07-21
  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Akal bulus

    Akal bulusYana menatap wajah gusar Arif. Arif mendekati Yana dengan tubuh lemas."Dek, Ibu sakit, Sekarang di rawat dirumah sakit." Ujar Arif dengan suara yang bergetar. Kekhawatiran tergambar jelas dari raut wajahnya."Lalu?" Yana mendengkus kesal. Yana yakin, kalau itu hanyalah akal-akalan ibu mertuanya agar Arif segera pulang."Lalu? Kamu kok malah nanya gitu sih, Dek?" Arif membelalakkan matanya."Trus, Yana harus bilang apa, Mas?" Ujar Yana masih menampakkan wajah kesalnya."Kita pulang sekarang, ya … kasian ibu, nggak ada yang menjaganya di rumah sakit." Arif meraih tangan Yana agar turun dari dipan."Nggak, Mas! Kamu aja yang pulang. Aku tetap di sini," Yana menepis kasar tangan Arif."Dek, tidak bisakah kamu mengesampingkan egomu?" Arif menatap Yana dengan tajam."Suasana sedang tidak tepat untuk mendengarkan pembelaan darimu!" Lanjut Arif. Masih dengan tatapan tajam."Pembelaan?" Yana mencebikkan bibirnya, lalu kembali memunggungi Arif.Arif megusap wajahnya dengan kasar. Ba

    Last Updated : 2022-07-21
  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Bermain sandiwara

    Bermain sandiwara pagi-pagi sekali Yana sudah memasak di dapur. Arif melangkah ke dapur untuk melihat Yana memasak. "Dek, kamu lagi masak apa?" tanya Arif melongok kedalam panci yang terus di aduk-aduk oleh Yana. "Masak bubur, Mas. Kan ibu lagi sakit, jadi harus makan bubur dulu." ujar Yana sembari terus mengaduk-aduk bubur di dalam panci. "Makasih ya, Dek." Arif tersenyum, lalu kembali ke ruang tengah untuk mengecek kondisi Ibunya. "Gimana, Bu? udah enakan?" tanya Arif sembari duduk di samping Ibunya. "Badan ibu rasanya pegal-pegal Rif. Tolong pijitin ya, Nak." Bu Wongso meringis dan menggerakkan kakinya. Arif langsung bergerak memijit ibunya. "Ibu kok bisa sakit kayak gini, sih?" tanya Arif sambil terus memijit kaki ibunya. "Kata dokter kemaren, ibu terlalu capek, Rif." Bu Wongso menekuk wajahnya. "Kok bisa capek sih, Bu? kan ada Yana yang masak." Arif berhenti memijit dan menatap wajah ibunya. "Yana kan sibuk ngider, mana sempat dia masak," ujar Bu Wongso sengaja membuat

    Last Updated : 2022-07-21
  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Bermain Sandiwara 2

    Yana tidak menggubris. Arif kembali memeluk Yana dan berbisik. "Dek, kayaknya Dila itu makanya sering menangis karena pengen punya Dede bayi, deh." Arif mengelus punggung Yana dengan tangannya. "Yana berbalik, dan memandang Arif dengan tajam. " Mas masih punya hutang. Mau mendengarkan ceritaku," sungut Yana. "Iya, Mas dengerin. Tapi setelah bikin Dede bayi buat Dila, Ya." ujar Arif tersenyum nakal. Yana mengangguk, dan ketika Arif baru saja hendak mencium Yana, ibunya berteriak kencang dari arah ruang tengah. "Rif, Arif ... kamu di mana?" Bu Wongso berteriak dengan kencang. Arif mengusap wajahnya dengan kasar. Arif menemui ibunya ke ruang tengah bersama Yana di belakangnya. "Ibu kenapa?" tanya Arif mendekati ibunya. "Kamu kemana saja, Rif? ibumu lagi sakit, ini." sungut Bu Wongso "Tadi kan, ibu udah tidur, jadi Arif nengok Dila ke kamar. takut kalau-kalau terbangun. Yana kan capek, Bu." jawab Arif sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Nak, ibu ini sakit parah. Dokter

    Last Updated : 2022-07-22
  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Kebohongan yang terbongkar

    Kebohongan yang terbongkar"Bu, tenang." Arif mencoba mendekati ibunya."Yang dikatakan Yoga itu nggak benar, ibu nggak sakit parah. Ibu nggak mau operasi," Bu Wongso melempar barang-barang yang ada di ruang tengah ke arah Yoga."Bu, apa yang ibu lakukan?" Arif menahan tangan ibunya. Namun, yang terjadi, Bu Wongso mendorong tubuh arif sehingga Arif terjungkal. Bu Wongso lalu berlari masuk ke dalam kamar, dan mengunci pintu kamar.Arif berusaha bangkit. Lalu menatap pintu kamar yang dibanting dengan keras."Mas rasa kamu tau jawabannya." Yoga menepuk pundak Arif dengan lembut.Yoga duduk di kursi dan menatap Arif dengan senyum yang sulit diartikan."Maksud mas apa?" Tanya Arif mendudukkan bokongnya disamping Yoga."Kalau ibumu sakit seperti yang dikatakannya. Apakah akan kuat untuk memukulku dengan sapu, melempar barang-barang seperti ini, dan ... Mendorongmu sampai terjungkal?" Yoga menatap saudara sepupunya tersebut.Arif terdiam sejenak. Mengingat kata-kata ibunya dan tindakannya ta

    Last Updated : 2022-07-22
  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Berebut anggur

    Flashback offArif mengetuk pintu kamar ibunya, Bu Wongso membuka kamar dengan wajah sembab."Bu, Arif berangkat kerja dulu. Jaga kesehatan. Jangan lupa makan. Yana aku suruh masak tiap hari. Yana udah nggak ngider lagi kok." Ujar Arif mencium tangan Bu Wongso."Baguslah, biar ibu bisa makan enak lagi, tanpa harus masak. Gitu dong. Gunanya menantu itu, ya seperti itu." Bu Wongso mencebikkan bibirnya."Aku pamit, ya Bu." Arif berjalan keluar kamar Bu Wongso dan langsung mengambil Dila dari gendongan Yana.Yana mengantar Arif sampai mendapatkan angkot menuju terminal. Seperti biasanya."Dek, masak yang enak untuk ibu, ya. Ingat, kamu nggak boleh ngider lagi. Kalau mau bisnis, cari yang bikin kamu nggak ngider." Ujar Arif ketika akan naik angkot.Yana mengangguk. Lalu mencium tangan Arif dengan takzim.**********"Yana! Yana!" Teriak Bu Wongso di luar kamar. Yana membuka pintu kamar. "Iya, Bu ..." Jawab Yana "Ada tukang sayur tuh, sana! Beliin ibu daging sekilo. Hari ini ibu mau makan

    Last Updated : 2022-07-24
  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Keracunan

    Pagi itu setelah beres-beres rumah, Yana mendapat chat dari pelanggannya. [Kak, kok nggak posting bedak lagi?] [Owh, kakak lagi nggak enak badan.] [Padahal aku pengen beli sepaket lho, Kak.] [Kapan perlunya?] [Ya sekaranglah, Kak] [Nanti kakak atur.] [Makasih ya, Kak] Yana lalu berpikir. Bagaimana caranya agar bisa tetap menjual produk kecantikan itu kepada tetangga-tetangganya. Yana lalu mendapat ide. Dan chat pelanggannya. [Dek, segera transfer seperti biasa, dan sertakan alamat lengkap,] [Kok pake alamat aku, kak?] [Prosedurnya begitu, Dek] [Owh, iya deh kak] Yana tersenyum, akhirnya kembali mendapat jalan keluar. Sudah hampir sebulan, Bu Wongso terus menyuruh Yana membeli belanja dengan harga yang mahal. Awalnya, Yana menuruti semua kemauan ibu mertuanya itu. Namun, akhir-akhir ini Yana hanya membeli sedikit, karena uang jatah dari Arif semakin menipis. Bu Wongso juga setiap hari akan merampas apa pun makanan yang dibeli Yana untuk Dila. Yana tidak dapat berbuat apa-

    Last Updated : 2022-07-24

Latest chapter

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Cinta yang abadi

    Bab 158*****Burhan segera menyalami Fikri dan menceritakan kepada Yana tentang keadaan Bu Wongso yang saat ini tengah sakit dan dirawat oleh warga."Mas mohon kepadamu untuk bersedia menemui Bu Wongso. Kasihan dia," ujar Burhan dengan penuh penekanan.Yana menoleh kearah Fikri untuk meminta persetujuan. Laki-laki Itu tampak berpikir sejenak lalu membuka percakapan."Abang izinkan kamu untuk berangkat ke Pati dengan syarat Abang, ibu, dan Dila ikut menemani kamu ke sana," sahut Fikri.Yana tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada Fikri. Mereka pun segera berkemas karena hari itu kebetulan Fikri sedang libur dinas selama dua hari.Sesampai di Pati Yana terkejut melihat keadaan Bu Wongso yang kurus kering tinggal tulang. Perempuan yang dulu bermata tajam dan selalu menyakiti hatinya saat ini menatapnya dengan sendu dan penuh dengan uraian air mata.Yana meraih tangan Bu Wongso lalu menciumnya dengan takzim. Tidak ada kebencian di hati Yana terhadap mantan mertuanya itu. Yana masih

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Kebahagiaan yang sempurna

    Bab 157*****Bu Lidya pun menyodorkan video yang berada di dalam ponsel Yana ke hadapan Bu Linda. Mata Bu Linda membulat sempurna melihat video perbuatannya berada di dalam ponsel milik Yana."Maaf Bu Linda, saya tidak bisa membiarkan Anda menghancurkan reputasi saya. Jadi saya harus melakukan ini." Yana mengambil ponsel yang berada di hadapan Bu Linda dan segera memasukkannya ke dalam saku blazer nya.Akhirnya dengan penuh malu Bu Linda membereskan semua perangkat pengajarnya dan meninggalkan sekolah elit tersebut.Para majelis Guru yang melihat kejadian itu terheran-heran karena seharusnya Yana yang dipecat bukan Bu Indah.Bu Lidya selaku kepala sekolah segera menjelaskan kepada majelis Guru tentang kebenaran dari peristiwa pencurian tersebut."Wah Bu Yana hebat, ya, punya kamera tersembunyi," puji Bu Maya kepada Yana seluruh.Majelis Guru pun sependapat kalau Yana adalah perempuan yang cerdas.Yana mengulum senyum. Semua berkat bantuan Cinta karena Cinta yang telah meminjamkan kam

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Bahagia sesungguhnya

    Bab 156Kebahagiaan yang sempurna*******Pagi itu sekolah dihebohkan dengan siswa yang kehilangan sebuah jam tangan mahal. Jam tangan pintar seharga lima juta itu lenyap di dalam tas siswa yang bernama Nico. Bocah berumur enam tahun tersebut meletakkan jam tangan pintarnya di dalam tas ketika dia hendak mencuci tangan di wastafel. Wali kelas yang mengajar saat itu adalah Yana dan Bu Linda."Saya yakin banget, Bu, pasti Yana yang telah mengambil jam tangan milik Nico. Secara, kan, Bu Yana baru kali ini melihat jam tangan pintar yang keren seperti milik Nico." Bu Linda menemui kepala Sekolah di ruangannyaBu Lidya selaku kepala sekolah terdiam sesaat. Perempuan berhijab lebar tersebut tidak yakin kalau Yana yang mengambil jam tangan pintar milik Nico. Yana memang berasal dari desa. Namun saat ini Yana berstatus istri seorang dokter terkenal. Tidak mungkin jika dia mengambil jam tangan pintar milik Nico.Linda pun menyarankan kepada kepala sekolah untuk menggeledah tas Yana agar mendapa

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Reka diusir dari rumah Fikri

    Bab 155*****Yana yang melihat Fikri tetap bergeming, memutuskan untuk keluar dari kamar"Loh, Kamu kemana, Yan?" tanya Fikri melihat Yana membawa sebuah bantal keluar kamar."Kalau abang mau Reka juga tidur di sini. Lebih baik Yana keluar dari kamar dan tidur di kamar Dila. Terserah Abang mau ngapain. Mau balikan sama Reka juga nggak apa-apa," sahut Yana dengan wajah sinis."Yan, Tunggu dulu." Fikri menahan pergerakan Yana lalu menoleh kearah Reka yang sedang menenangkan bayinya."Sekarang kamu lihat, kan. Farhan itu tidak merasa nyaman berada di dekatku. Lalu untuk apa kalian tinggal disini? Bukankah lebih baik kalian pergi dari rumah ini karena tidak ada untungnya keberadaan kalian di rumah ini," ujar Fikri menoleh mereka dengan tajam.Reka yang mendengar perkataan Fikri tercekat. Dia tidak menyangka kalau Fikri mengambil kesimpulan seperti itu."Farhan tidak nyaman tidur dengan abang di sini karena kehadiran Yana, Bang. Kalau abang tidurnya sama Aku, Farhan pasti merasa nyaman,"

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Reka diusir

    Bab 154Reka diusir dari rumah Fikri*******Matahari bersinar dengan cerah, sisa-sisa embun masih terasa menyejukkan kulit. Yana membuka tirai jendela lalu menatap jalan raya di bawah sana. Beberapa kendaraan sudah berlalu lalang melintasi perumahan elit tersebut. Ada juga beberapa orang lansia yang sedang berjalan-jalan pagi untuk menjaga kesehatannya.Yana menarik nafas berat, dia belum bisa melupakan perlakuan Bu Wongso kepada dirinya. Perempuan yang dulu sangat dihormatinya itu tidak pernah melupakan Yana sebagai orang yang paling dibencinya. Yana pikir setelah kematian Arif, dan pernikahannya dengan Fikri, Bu Wongso tidak akan lagi mengganggu kehidupannya, tapi ternyata Yana salah. Bu Wongso masih terus meneror bahkan mendatangi kediaman Fikri untuk menuntut harta yang sudah diberikan Arif kepada Dila.Fikri berdiri di belakang Yana, menatap sosok yang sudah beberapa bulan menjadi istrinya. Laki-laki bertubuh tegap itu seakan menyadari kalau istrinya sedang dilema. Fikri membiar

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Menolong Bu Wongso

    Bab 153*******"Bu Wongso disiksa oleh Bik Yem dan Bik Yem mengambil semua barang Bu Wongso?" ujar Burhan ketika warga tersebut menjemputnya."Benar Mas Burhan, kondisi Bu Wongso saat ini sangat memprihatinkan. Dia kami bawa ke rumah sakit. Bu Wongso meminta kami untuk menjemput Mas Burhan. Kami tidak tahu tujuannya apa tapi sepertinya sangat penting." warga tersebut menyahut.Tanpa banyak bicara, Burhan segera bersiap untuk menemui Bu Wongso di rumah sakit.Mendiang Arif adalah sahabat terbaiknya. Burhan tidak ingin Bu Wongso menderita setelah kepergian Arif karena biar bagaimanapun, Bu Wongso pernah begitu baik kepada dirinya semasa Burhan dan Arif bersahabat dengan baik.Sesampai di rumah sakit, Burhan menangis melihat keadaan Bu Wongso.Perempuan yang dahulu berbadan gemuk itu saat ini kurus kering tinggal tulang. Kondisinya sangat memprihatinkan."Maafkan Burhan, Bu. Maaf karena Burhan telah salah dalam mempercayai orang untuk merawat ibu," ujar Burhan mencium tangan Bu Wongso.

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Karma Bu Wongso 2

    Bab 152**********Malam itu tetangga Bu Wongso yang bernama Bu Nani melirik ke arah rumah Bu Wongso. Rumah itu dalam keadaan gelap dari luar bahkan sampai ke dalam. Bu Nani mengernyitkan keningnya karena setahu dia Bu Wongso tidak bisa kemana-mana."Pak, kenapa ya, rumah Bu Wongso gelap gulita?" tanya Bu Nani kepada suaminya.Suami Bu Nani meletakkan koran yang dibacanya, lalu melirik ke arah rumah Bu Wongso yang memang gelap gulita. Sepasang suami itu saling pandang."Ibu udah dua minggu nggak besuk Bu Wongso. Apa malam ini kita lihat ke sana, ya, pak? Mungkin listriknya mati," ujar Bu Nani kepada suaminya."Tapi, kan, Bu Wongso dirawat sama Bik Yem, dan keuangan Bu Wongso juga dipegang oleh Bik Yem? Masa bisa listrik enggak dibayar," sahut suami Bu Nani dengan heran.Akhirnya sepasang suami istri itu memutuskan untuk mendatangi rumah Bu Wongso.Mereka terkejut ketika berada di depan pintu rumah Bu Wongso karena pintu tersebut dikunci dari luar dan kuncinya masih berada di pintu ter

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Karma Bu Wongso

    Bab 151Karma untuk Bu Wongso***Bu Wongso membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa teramat sangat sakit, begitupun dengan seluruh anggota tubuhnya. Bibirnya kelu. Tatapan matanya kosong. Bu Wongso menoleh ke samping, istri Burhan tampak sedang terkantuk-kantuk duduk di samping brangkar Bu Wongso.Dia memanggil istri Burhan, tapi suaranya tidak tembus. Bu Wongso berkali-kali mencoba menggerakkan lidahnya. Namun tetap kelu. Begitupun dengan tangan dan kakinya, begitu kaku sehingga tidak bisa digerakkan.Bu Wongso terus memanggil istri Burhan sehingga menimbulkan suara gagu yang tidak menentu. Istri Burhan membuka matanya dan tersenyum kearah Bu Wongso. Perempuan berwajah sendu itu memegang tangan Bu Wongso dan menanyakan bagaimana keadaan Bu Wongso. Namun, perempuan tua itu hanya menjawab dengan suara gagu, dan tidak jelas apa yang dikatakannya.Burhan masuk ke dalam ruangan dan segera menghampiri Bu Wongso."Ibu sudah sadar?" tanya Burhan bahagia.Bu Wongso menjawab, tapi suaranya

  • Silakan Nikahi Saja Ibumu, Mas!   Hinaan Reka

    Bab 150*****Bu Wongso melanjutkan perjalanannya pulang ke Pati. Sedangkan Reka kembali ke rumah Fikri dengan senyum seringainya. Reka merasa puas karena hari ini melihat Yana terluka.Sesampai di rumah Fikri, Reka melihat sebuah pemandangan yang membuat dadanya terasa panas. Di sofa ruang tamu, terlihat Fikri sedang membelai wajah Yana yang memerah karena tamparan Bu Wongso."Enggak nyangka, ya, ternyata perempuan kampung bisa juga berotak licik," ujar Reka seraya duduk di seberang sofa Yana dan Fikri."Apa maksud kamu?" tanya Fikri dengan wajah merah padam."Aku hanya nggak nyangka aja, ternyata Yana itu munafik. Diam-diam dia menyimpan harta warisan dari mantan suaminya seolah-olah bang Fikri tidak mampu membiayai hidupnya." Reka bersidekap di depan dada.Fikri menoleh ke arah Reka. "Kalau kamu masih ingin tinggal di sini, tutup mulutmu dengan rapat, atau aku akan menendangmu dan memisahkanmu dari Farhan," sahut Fikri geram.Reka terkejut mendengar perkataan Fikri. Perempuan itu t

DMCA.com Protection Status