Berminggu-minggu tinggal di Indonesia, keinginan Erhan untuk tebar pesona alhasil terhalang oleh kedua sepupunya. Bagaimana tidak, Erhan merasa dirinya seperti kerbau dan kedua sepupunya itu seperti petani yang selalu saja menyuruhnya untuk membajak sawah mereka.
Masalahnya, meskipun banyak kota yang ia datangi. Dia tidak punya waktu untuk bersenang-senang. Tidak ada itu yang namanya menikmati hidup. Apalagi kesempatan untuk cuci mata. Lucas dan Adskhan seolah mengutuknya untuk menjadi campuran semen dan pasir. Lama-lama dirinya bisa mati kaku. Umpatnya dalam hati.
Erhan memasukkan mobilnya ke area perumahan Adskhan. Akhirnya dia mendapatkan waktu untuk berlibur juga. Dan kali ini, ia berniat untuk mencuci mata dan ia benar-benar ingin menikmatinya. Namun belum sempat ia keluar dari mobilnya. Dua bocah kembar beda ibu bapak itu menerobos masuk ke dalam mobilnya. Siapa lagi kalau bukan keponakannya, Syaquilla. Dan sahabat baiknya, Carina.
“Apa-apaan ini?” tanya Erhan memandang kedua remaja itu.
“Anterin kita ke rumahnya Carin, Uncle.” Pinta Syaquilla. Keponakannya.
“Ngapain? Emangnya Uncle ini supir kalian?” tanyanya pada kedua remaja itu. Tak disangka kedua remaja itu mengangguk bersamaan. “Siapa yang bilang?” tanya Erhan tak suka.
“Uncle Lucas!” jawab Syaquilla dengan polosnya. Erhan memandang keponakannya itu dengan mata menyipit. Meskipun mulutnya menggerutu kesal karena sikap sepupunya Lucas yang menjadikannya supir. Namun ia tidak menolak dan kemudian kembali memutar mobilnya keluar dari rumah mewah Adskhan.
Erhan tahu kemana tujuan mereka pergi. karena ia sudah seringkali melewati rumah itu dan sesekali mengantar mereka ke sana jika memang ia sedang berada di kota yang sama, karena seperti yang dikatakan dua remaja itu, ia lebih seperti supir pribadi daripada pamannya.
“Kamu yakin Papa kamu gak pake pelet?” Erhan buka suara saat pintu gerbang kembali terbuka dan mereka keluar dari kediaman mewah sepupunya. Ia memandang bocah bermata keemasan itu dari spion tengah.
“Maksud uncle apa?” tanya Syaquilla dengan polosnya.
“Maksud Uncle, kenapa tantenya dia mau sama Papa kamu yang udah tua itu? Udah tua, wajahnya kaya hutan rimba pula.” Nyinyirnya.
Syaquilla memandang Erhan dengan mata menyipit sementara Carina yang duduk di sampingnya malah cekikikan.
“Uncle, ih. Papa Qilla itu ganteng tau!” tolaknya. Carina yang duduk di sampingnya tampak mengangguk setuju.
"Penuh pesona." jawab remaja itu dengan gaya berlebihan.
“Iya, ganteng pada jamannya. Alias jaman old.” Lanjut Erhan lagi. “Kamu," ucapan itu ditujukan pada Carina. "Lebih baik kamu bujuk tante kamu. Daripada dia sama Adskhan yang udah tua, mening dia sama Uncle. Udah muda, ganteng, kaya juga. Pokoknya sama uncle itu banyak plus nya.” Ucap Erhan berpromosi.
“Ih, Uncle!" Pekik Syaquilla dengan lantangnya. "Qilla itu mau dapetin Itan jadi mamanya Qilla susah. Enak aja Uncle minta buat Uncle.”
“Ya elah, La. Masih banyak cewek diluar sana yang bisa Papa kamu deketin. Tuh, masih ada si Anastasia. Dia lebih cocok sama Papa kamu.” jawabnya.
“Qilla gak mau sama tante Anas!" Tolak Syaquilla lantang. "Lagian Carin bilang tante Anas itu cocoknya sama om-om menjelang kakek.” lanjutnya, yang lagi-lagi mendapat anggukkan antusias dari Carina.
“Iya, kayak Papa kamu.” Seloroh Erhan, yang kemudian mendapat pukulan keras dari Syaquilla. Erhan mengaduh karena terkejut.
“Enak aja bilang papa Qilla kakek. Masih muda tahu. Lagian Uncle ini, buat dapetin Itan jadi mamanya Qilla itu susah, enak aja main minta. Uncle aja yang sama tante Anas.”
“Ya elah, berjuang dikit itu gak apa-apa. Papa kamu bisa berjuang lagi nanti. Toh dia udah ahli ini.” Jawab Erhan. “Lagian Anastasia itu bukan tipenya Uncle. Tapi tipe-tipenya papa kamu.” Lanjutnya. “Lagian kamu, namanya itu Anastasia, bukan Anas. Ya kali dia itu penangkal jin.” ." (Merujuk pada surat An-Nas dalam Al-Qur'an yang isinya meminta pertolongan dari gangguan jin, setan dan manusia).
"Ya, soalnya kata Carina, penampilan tante Anas itu lebih kayak gangguan setan secara nyata. Pake baju kurang bahan, ngiklanin paha sama dada. Emang gitu ya kalo tampilan model? Mana make-upnya tebel banget. Kasihan Papa nanti harus modalin Tante Anas biaya buat oplas, botox sama beli serum import."
"Yey, anak kecil tahu apa. Lagian kamu,” tunjuknya lagi pada Carina. “Kamu itu kayak lahir di jaman old aja. Pikirannya ketuaan.” Tegurnya. “Nih ya, jangan kalian hakimi seseorang dari penampilannya. Jangan hakimi penampilan model semuanya kayak gitu. Kalo ibarat peribahasa, kamu tuh nilai dia kayak 'akibat nila setitik rusak susu sebelanga'. Satu model yang terlalu cantik, rusak image model lainnya. Ada kok model yang tampilannya rapi, tertutup."
"Masa? Siapa?" tantang Carina.
"Tuh, model baju muslim." Kini pukulannya didapat dari dua tangan sekaligus.
"Kalian ini kenapa sih, mukul-mukul mulu? Mau Uncle laporin ke komnas perlindungan pria tampan mapan rupawan? Dihukum gak dikasih uang saku baru tahu." Lagi, Erhan mengusap lengannya.
"Habis Uncle itu kalo ngomong suka bener." Qilla dan Carina tertawa terbahak. "Ya iya kalo model baju muslim pasti tertutup. Masa iya pake bikini."
"Lah kamu juga kalo nge judge kagak kira-kira. Nih ya, Uncle kasih tau. Penampilan orang dari luar gak selalu nunjukkin karakter asli orang sebenarnya. Misal, kamu lihat aktor meranin antagonis di film, kan bisa jadi aslinya itu ramah tamah, baik hati dan tidak sombong. Sebaliknya, aktor yang kelihatan selalu meranin protagonis gak selamanya ramah diluaran."
"Iya, kalo itu Qilla juga tahu. Namanya tuntutan peran. Tapi kan Tante Anas itu beda. Kerjaannya nyosor-nyosor mulu. Kalo kata Carina, udah kayak bebek nemu pantat. Maunya matok mulu."
”Ya ampuuunnn... Qilla. Bahasa kamu tuh.” Erhan menghentikkan mobilnya di depan rumah berlantai dua milik sahabat keponakannya itu. “Lama-lama Uncle ruqiah mulut kalian berdua. Terutama kamu.” Ucapnya pada Carina. “Apa perlu Uncle lakban sekalian? Komen kok pedes amat kayak gitu. Kamu belajar dari siapa sih?" tanyanya pada Carina. Namun Carina malah mengedikkan kepala menunjuk ke arah luar sana dimana sosok Caliana muncul. Kekesalan Erhan menghilang seketika kala melihat sosok gadis cantik bertubuh sintal keluar dari gerbang. “Ya Allah, cantiknya.” Puji Erhan. “Rin, beneran kamu gak mau ngasih dia buat Uncle aja? Toh sama Uncle ataupun sama Om Adskhan kalian pada akhirnya tetep sodaraan.” Bujuknya lagi.
Keduanya kembali memukul lengan Erhan. Membuat Erhan mengaduh kesakitan. Tepat disaat Caliana masuk ke dalam mobil.
“Ada apa nih?” tanyanya pada ketiganya bergantian.
“Ini Itan, Uncle.” Rajuk Syaquilla.
“Kenapa?”
“Uncle bilang Itan sama Uncle aja daripada sama Papanya Qilla.” Ucap Syaquilla masih dengan wajah merajuknya.
“Dia?” Caliana menunjuk Erhan. Syaquilla mengangguk. “Uncle kamu?” tanyanya lagi. Syaquilla kembali mengangguk. “Loh, Itan kira dia supir baru Papa kamu.” Jawabnya dengan nada datar.
Erhan memandang Caliana terbelalak, lalu kemudian memutar bola matanya. Sementara kedua remaja di belakangnya tertawa cekikikan.
"Tawaran Uncle kayaknya Uncle cancel deh, La." Ucap pamannya seraya menyalakan mesin mobil.
"Tawaran yang mana?" Tanya Syaquilla heran.
"Tawaran buat jadiin Tante Caliana calon istri Uncle. Uncle gak mau nantinya mati muda kalo sering ketemu sama kalian bertiga." Ucap Erhan seolah Carina dan Caliana tidak ada di sana.
"Sorry to say ya, Uncle tuir. Mening Om Adskhan kali kemana-mana. Udah tampan, tajir, baik hati pula. Ya meskipun mukanya datar dan Uncle bilang kaya hutan rimba, tapi tetep penuh pesona. Irit ngomong pula. Kalo udah senyum, aduuuhhh... Bikin melting bin klepek-klepek. Gak kayak Uncle, udah muda, kurus, sakunya gak jelas, kalo ngomong kayak petasan betawi, ditambah mulutnya lemes kayak cewek kurang belaian." Carina membalas tanpa memperdulikan ekspresi Erhan yang kini membelalakkan mata padanya. Kedua mata mereka bertemu lewat spion tengah. "Apa?!" Carina melotot. Erhan balas melotot.
Caliana dan Syaquilla yang mendengarnya hanya bisa menahan tawa.
"Udah, Uncle sama Carin kenapa sih, kalo ketemu udah kaya si Oscar sama Poppy aja.” Sergah Syaquilla.
"Ya kali dia Uncle itu kaya kadal gurun.” Jawab Carin yang kembali membuat Erhan melotot.
“Apa kamu bilang? Uncle kayak kadal gurun? Lagian siapa tuh Oscar siapa juga Poppy?"
"Udah, yang tua mah ngalah aja. Gak usah pengen tahu urusan anak muda." Cebik Carina. “Lagian Uncle juga kepedean mau sama Itan. Kayak Itan mau aja sama Uncle.” Dan terus saja selama perjalanan mereka diisi dengan keributan antara Carina dan Erhan.
____________________
Hai hai hai readers, Salken dari aku
Buat kalian yang baru baca cerita ini, jangan lupa untuk masukan cerita ini ke library ya,
Jangan lupa pula untuk kasih ⭐⭐⭐⭐⭐ dan review, Mimin tunggu loh ya..
Suasana hiruk pikuk di tempat pemotretan sengaja ia acuhkan. Nadira lebih memilih untuk menghabiskan waktunya menikmati sesi curhat via telepon bersama sahabat baiknya, Gisna. Gadis lugu yang sudah menjadi sahabat karibnya sejak jaman putih abu-abu itu kini tengah berbahagia dengan kondisinya yang sedang mengandung.Cukup mengejutkan sebenarnya. Khususnya bagi Nadira. Sahabatnya yang pemalu tiba-tiba saja membuat keputusan impulsif untuk m
Semenjak kepulangannya dari rumah sakit, Erhan masih saja membayangkan wajah Nadira. Sosok gadis cantik yang memiliki tubuh indah dan ekspresi wajah jutek yang selalu terbayang di kepalanya. Ya Tuhan, hanya dengan membayangkan wajahnya saja membuat Erhan begitu ingin menyentuhnya. Sisi kelelakiannya terbangun begitu saja. Bahkan semalam, dia memimpikan hal yang indah bersama gadis cantik yang baru pertama kali dilihatnya itu.
"Tuh cowok kece nya pake banget ya, Cin." Komentar Fera bin Feri seraya meletakkan makanannya di atas meja di hadapan Nadira. Wajahnya yang bulat tampak merona malu. "Beneran ya keluar Levent itu cowoknya pada cuco semua.” Lanjutnya lagi. “Mestinya gue cepat-cepat operasi ganti kelamin kali ya supaya bisa dapat cowok ganteng kayak dia. Menurut loe, gimana?”
Pemotretan itu terhenti saat menjelang makan siang. Satu lagi yang Nadira ketahui bahwa ternyata di pabrik itu terdapat layanan makan siang gratis bagi para karyawan. Dan saat ini, Nadira beserta tim pemotretan tengah berada di sebuah area kantin yang luas dan nyaman dengan makanan yang tampak menggiurkan di hadapan mereka.
Beberapa jam telah berlalu sejak pemotretan berakhir. Nadira sudah kembali ke kediamannya dan kini, dengan gusar dia berjalan bolak balik di ruang tengah yang sekaligus menjadi ruang tamu apartemennya.
Nadira duduk terdiam dengan minuman dingin di hadapannya yang sudah sepenuhnya mengembun. Meta yang duduk di hadapannya turut memandangi sahabatnya yang sejak tadi hanya bisa menarik napas dan menghembuskannya dengan keras. Sementara tatapan gadis itu berkelana entah kemana.“Loe oke?” tanya Meta pada akhirnya. Mau tak mau dia juga merasa khawatir dengan kondisi sahabatnya yang satu ini. Apa Nadira kini kehilangan kewarasannya hanya karena tahu Gisna menghilang?Meskipun Meta sama khawatir. Tapi dia tahu kalau Gisna saat ini berada di tempat yang aman. Kenapa demikian, karena Ganjar juga mengatakan demikian.“Ra!” Meta akhirnya memukul lengan Nadira karena gadis itu sama sekali tidak juga memberikan respon apapun padanya. “Loe kenapa sih?” tanyanya kesal.
Erhan mengusap paha gadis itu dengan perlahan. Bibirnya masih memagut bibir ranum Nadira yang terasa begitu manis di bibirnya. Lidahnya menari bersamaan dengan lidah gadis itu. Perlahan, tangan Erhan masuk ke balik sweater rajut gadis itu, terus menyusup ke balik tanktop putih yang ada di balik sweaternya.
"Oke, done! Thank you all." Suara fotografer mengakhiri sesi pemotretan kali ini. Nadira menggumamkan terima kasih dan berjalan menuju managernya. Fera bin Feri. Pria bertubuh gempal yang selalunya tampak gemulai. “Nih.” Fera menyerahkan sebuah amplop silver kepadanya. Nadira menerimanya dan menyadari bahwa itu sebuah undangan. “Designer pujaan loe ngadain acara seminar. Kali aja loe mau ikutan, gue cek sama jadwal loe emang kebetulan lagi kosong.” Ucapnya dengan nada ketus saat tahu ekspresi wajah Nadira berbinar senang. &ldq
Pesta pernikahan digelar keesokan hari setelah henna night. Bukan pesta yang mewah seperti yang dibuat Nadira tempo lalu. Melainkan sebuah pesta sederhana yang hanya mengundang beberapa kerabat dan rekan penting keluarga Erhan. Orang-orang yang dikenal yang datang dari Indonesia hanyalah Meta, Ibunya, adiknya dan juga sahabat-sahabatnya yang sudah menikah lebih dulu dengan para sepupu Erhan.Tidak ada kebaya, tidak ada siger, dan tidak ada musik tradisional Indonesia. Saat ini, keseluruhan pesta didominasi dengan acara internasional. Bahkan Nadira sendiri tidak mengenakan pakaian pengantin tradisional Turki, melainkan gaun mewah yang dipesan khusus untuknya dari designer langganan Dilara.“Uwoowwww, pengantin kita benar-benar cantik sekali.” Meta yang berjalan masuk mengenakan gaun berwarna navy tampak memandang Nadira dengan sorot terpukau.Nadira balik memandang sahabatnya itu dengan senyum di wajahnya. Set
TurkiKediaman Erhan tampak lebih sepi daripada biasanya. Karena apa? Karena ini adalahHenna Night.Malam Henna, yang diadakan bukan untuk orang lain, tapi untuk kekasih hatinya, Nadira.Ya, keluarga Erhan kini seluruhnya, para wanitanya, tengah berkumpul di kediaman orangtua Adskhan yang sebenarnya tidak terlalu jauh. Menyisakan para pria yang tinggal di rumah dengan hanya menggigit jari saja karena tidak diperkenankan untuk hadir.Bukan diharamkan, hanya saja mengingat tradisi orang Indonesia akan pingitan, maka untuk henna night malam ini, para pria tidak diperkenankan hadir. Dan itu termasuk Erhan, Adskhan dan juga Lucas. Ketiga sepupu itu kini diam di kediaman Erhan, menjaga sepupu termuda mereka supaya tidak lari dan pergi ke tempat dimana pesta berlangsung dan melanggar perjanjian dengan calon ibu mertuanya.Erhan kembali melirik ponselnya. lantas mencebik
Bulan-bulan kemudian berlalu dengan cepat. Seperti yang sudah Erhan sarankan sebelumnya, Nadira mengambil kelas bahasa. Erhan memintanya untuk fokus belajar bahasa Italia dan Prancis. Sementara untuk bahasa Turki, pria itu mengatakan bahwa dia akan menjadi mentor Nadira secara gratis. Bahkan jika ada sesuatu yang bisa di praktekkan, pria itu mengatakan bahwa dia akan dengan senang hati memberikan contoh gratis yang seketika ditolak oleh Nadira.Dan memang waktu berlalu menyenangkan. Meskipun sebagian orang menduga bahwa hari-hari yang dilalui Nadira itu berat, tapi faktanya tidak demikian. Dia menikmati semua itu. karena Erhan selalu memanjakannya setelahnya.Bukan dengan acaramake-outseperti saat Nadira masih sehat. Pria itu bahkan sebisa mungkin menahan diri untuk tidak menyentuhnya selain memberikan kecupan di dahi dan pipi atau ciuman pendek saat Nadira memintanya. Tapi dengan memberikan apapun dan melakukan apapun y
Hari-hari Nadira dan Erhan mungkin terasa datar saja bagi yang memperhatikannya. Erhan bekerja, dan disela waktunya pria itu mengantarkan Nadira untuk pergi terapi. Ya, sebisa mungkin pria itu tidak pernah absen mengantarkan Nadira untuk melakukan fisioterapi. Bagi pria itu, melihat perkembangan Nadira setiap harinya merupakan kebanggan tersendiri. Setelahnya Erhan akan melakukan apapun yang Nadira inginkan. Entah itu berjalan-jalan, makan-makan, atau hanya duduk diam saja di rumah dan menonton acara di televisi. Entah itu tayangan film atau sekedar gosip. Yang jelas bagi Erhan, menghabiskan waktu bersama dengan Nadira adalah bentuk kebahagiaan.Hubungan Erhan dengan Fera bin Feri pun sudah mulai membaik. Erhan sudah bersedia membiarkan Nadira menerima video call dari Feri meskipun seringkali pria itu mencebik dan memalingkan muka dan bahkan meninggalkan Nadira untuk berbicara sendiri tanpa gangguannya.Fera yang takut akan berubah labih sep
Ya, tentu saja dia menginginkannya. Itulah jawaban dari pertanyaan dalam kepalanya. Nadira memandang pria itu dan tersenyum. “Untuk saat ini, aku mengingnkanmu.” Jawabnya lirih. Wajah Erhan kembali dibingkai senyum bahagia yang tentu saja menular pada Nadira. “Sekarang, apa kau mau memelukku?” pinta Nadira yang dijawab Erhan dengan anggukan dan kemudian lengan besarnya merengkuh tubuh Nadira lembut dan mendekap kepala Nadira di dadanya.“Seni seviyorum, Askim.” Ucap pria itu di atas kepala Nadira. “Aku mencintaimu, cintaku.” Ulang pria itu dalam bahasa yang lebih dimengerti Nadira. “Sudah malam, kembalilah tidur.” ucap Erhan tak lama kemudian seraya melepas pelukannya di tubuh Nadira.Nadira memandang pria itu dan mengedipkan mata sebagai tanda setuju. Erhan kemudian menekan tombol yang ada di sisi tempat tidur dan mengembalikan posisi ranjang pada kondisi berbaring datar.
Maap kalo banyak typo, Mimin belum sempet revisi karena pengen cepet-cepet update._____________________________________________Pria itu menarik napasnya dengan perlahan. “Jika ini membuatmu membenciku, tak masalah. Aku hanya perlu usaha lagi untuk membuatmu suka padaku.” Ucapnya dengan percaya diri yang dijawab kekehan Nadira. “Baiklah, darimana aku harus mulai?” tanyanya pada Nadira.“Dari awal?” Nadira balik bertanya.Erhan menganggukkan kepala. “Awal, ya?” ucapnya lirih. Ia kembali menarik napas panjang dan mulai bercerita. “Awal pertama pertemuan kita setelah insiden yang dialami Gisna. Apa kau ingat?” Nadira mengerutkan dahinya. Insiden? Insiden apa yang dimaksud pria itu? hal terakhir yang diingatnya tentang Gisna adalah ketidaksetujuannya atas pernikahan palsu sahabatnya itu. namun sekarang, saat melihat sahabatnya ber
"Memelukmu?" Tanya Erhan ragu. Entah kenapa mendengar permintaan gadis itu ia tiba-tiba merasa malu. Tanpa ia sadari, wajahnya memanas dan memerah seketika.Nadira memandang pria itu dengan heran. "Iya, memelukku. Kenapa? Kamu gak mau lakuin itu?" Tanyanya heran.Erhan bertingkah seperti gadis perawan yang hendak dipinang oleh pria pujaannya. Pria itu mengusap tengkuknya karena merasa kikuk. "Bukan begitu." Ujarnya lirih. "Hanya saja…""Hanya saja apa?" Tanya Nadira dengan nada menuntut."Aku takut tidak bisa menahan diri." Rengek pria itu, seperti bocah yang meminta mainan pada orangtuanya.Nadira terkekeh. Mau tak mau gadis itu memandang Erhan karena tingkah lucunya. "Jangan menertawakanku." Sergah pria itu dengan mimik cemberut. "Aku sudah menahan diri untuk tidak menyentuhmu saat kita dipingit. Dan aku juga sangat merindukanmu saat bajinga
Nadira menunggu. Di kamar inapnya yang sudah kembali sepi karena lagi-lagi, ia meminta ibunya, adiknya, Gisna dan juga sahabatnya Meta untuk pulang saja dan tak menemaninya tinggal.Mereka menolak, tentu saja. Karena mereka takut Nadira kesusahan jika membutuhkan sesuatu, terlebih jika ia memiliki kebutuhan untuk pergi ke kamar mandi. Tapi lantas ia menghingatkan mereka bahwa ia menggunakan kateter urin yang meskipun terasa tak nyaman tapi harus digunakan untuk sementara waktu sampai minimal dia bisa duduk sendiri.Jam berlalu terasa lama baginya. Menunggu itu memang tidak nyaman. Dan setelah obat yang dikonsumsinya, menahan kantuk itu rasanya sangatlah susah. Tapi ia masih mencoba bertahan karena dia ingin bertemu dengan orang itu. Siapa lagi kalau bukan Erhan. Pria yang hanya akan datang padanya saat dia tidak sadar.Jam berlalu, dan tanpa sadar Nadira terbuai oleh kantuknya. Hingga kemudian dia bisa merasakan tangan s
Hari ini benar-benar melelahkan bagi Nadira. Fisik dan juga batinnya.Bagaimana tidak. setelah pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter umum yang menanganinya. Nadira kemudian dialihkan untuk berkonsultasi dengan seorang psikolog. Dia ‘dipaksa’ untuk mengingat dan menceritakan kejadian terakhir yang ada dalam kepalanya. Dan itu bukan hal yang mudah, mengingat banyaknya hal yang tidak bisa ingat dan bisa dia ingat dalam waktu bersamaan. Dan hal itu membuatnya merasakan sakit di kepala.Setelahnya ia melakukan pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) dengan tujuan untuk melihat keseluruhan organ dalam Nadira dengan lebih seksama untuk nantinya mereka melakukan penanganan yang tepat. Hal ini berkaitan dengan amnesia yang Nadira miliki dan juga kelemahan otot yang membuatnya tidak bisa bergerak.“Secara keseluruhan, kondisi fisik Bu Nadira itu ada dalam keadaan prima.” Ucap dokter ahli sara