Beranda / Romansa / Side Story of Erhan / Empat Pertanyaan Empat Permintaan

Share

Empat Pertanyaan Empat Permintaan

Penulis: Restianirista
last update Terakhir Diperbarui: 2020-12-15 07:51:42

Pemotretan  itu terhenti saat menjelang makan siang. Satu lagi yang Nadira ketahui bahwa ternyata di pabrik itu terdapat layanan makan siang gratis bagi para karyawan. Dan saat ini, Nadira beserta tim pemotretan tengah berada di sebuah area kantin yang luas dan nyaman dengan makanan yang tampak menggiurkan di hadapan mereka. 

"Dia itu cowok, apa lukisan berjalan sih?” Nadira bisa mendengar bisikan beberapa gadis yang duduk di depannya. Ia menduga mereka para staff administrasi karena mereka tidak mengenakan seragam seperti yang digunakan buruh lainnya.

“Gue juga penasaran. Cakepnya itu loh, kebangetan banget.” Lanjut yang lain. Mereka sepertinya tidak malu mengungkapkan pujian meskipun saat itu kantin tengah ramai.

“Yang gue tau, katanya dia itu Turki tulen.”

“Maksudnya?”

“Kan kalo Sir Adskhan atau Sir Lucas itu blasteran ya. Ada darah Indonesianya gitu. Nah kalo dia, emak sama bapaknya beneran Turki asli.”

“Pantesan, cakepnya beda.” Kekeh salah satu gadis itu. “Menurut loe pada, dia jomblo gak sih?”

“Menurut loe?” salah satu dari gadis itu balik bertanya. “Masa iya cowok begitu jomblo.” Lanjutnya. “Loe ganti pertanyaan loe. Harusnya loe nanya, dia punya cewek berapa. Itu baru bener.”

Teman-teman dari kumpulan gadis itu terkikik seraya mengangguk. “Iya juga ya, masa iya cowok tampan plus tajir macem gitu jomblo. Justru kalo jomblo malah patut dicurigai. Bisa jadi dia malah hombreng.” Ucap yang lain yang dijawab dengan sebuah toyoran.

“Sialan loe. Kalo sampe dia denger, bisa di cut loe.” Tegur yang lain. “Tapi kalo emang dia suka nyimpen stok banyak, gue mau donk dijadiin koleksi.”

"Yey, ngaca dong loe. Laki sama anak loe di rumah mau dikemanain?" Tegur temannya itu.

Nadira terdiam. Dalam hati menduga-duga tentang siapa ‘dia’ yang mereka bicarakan. Erhan kah itu? Apa pria itu memang ada disini? Satu pikiran tiba-tiba muncul di benaknya. Ia menduga kalau Erhan sebenarnya tahu dimana keberadaan Gisna saat ini. Haruskah dia mencari pria itu dan bertanya? Nadira menggelengkan kepalanya pelan. Tidak, itu bukan ide yang baik.

Mereka bersamaan kembali menuju ruang foto. Furniture yang sebelumnya kini sudah berganti dengan barang baru. Dan Nadira juga kini sudah mengenakan pakaian baru. Namun saat ia hendak keluar dari ruang make-up. Seseorang berjalan masuk dan membuatnya terkejut.

“Cantik.” Puji pria itu, menatap langsung mata Nadira dari arah cermin di depannya. “Maaf, aku baru punya waktu untuk menyambut super model kita.” Ucapnya seraya berjalan mendekat dan berdiri di belakang kursi Nadira. Nadira memandang pria yang baru saja semalam mengganggunya. Ya, siapa lagi kalau bukan Erhan. Tetangga baru yang juga sepupu ipar sahabatnya yang kini baru ia tahu merupakan salah satu atasannya. “Aku juga sudah melihat hasil potretanmu hari ini. Aku jadi sedikit ragu, memilihmu menjadi model mungkin bukan ide yang benar.” Lanjut pria itu. Dan mendengar ucapannya membuat dahi Nadira mengernyit seketika.

“Apa maksudnya itu?” tanyanya dengan nada tak suka. Ia jelas tidak melakukan kesalahan, kenapa pria itu mengatakan kalau dia telah salah memilih model? Memangnya apa yang dilakukan Nadira?

Erhan terkekeh. Pria itu kemudian berjalan mendekati meja rias. Meletakkan bokongnya yang seksi di sana. Melipat kedua tangan di depan dada dan memandang Nadira. Memperhatikan penampilannya dari atas ke bawah.

“Maksudku,” ucap Erhan dengan nada lambat. “Aku hanya takut, konsumen kami bukannya tertarik pada model furniture yang kami jual. Tapi lebih terpikat pada kecantikan sang model.”

Rayuan Erhan malah membuat Nadira mendengus. “Rayuan receh seperti itu tidak akan mempan, Sir.” Jawab Nadira kemudian. Tapi kemudian Nadira menyadari adanya peluang. Mumpung Erhan ada disini, jadi kenapa ia tidak sekalian bertanya. “Ada yang ingin aku tanyakan pada Anda, Sir.”

“Panggil aku Erhan, Nadira. Aku tidak suka kau memanggilku dengan sebutan formal seperti itu.”

Lagi-lagi Nadira mengernyitkan dahi. Lalu kemudian ia menggeleng. “Saya tidak bisa melakukan itu.” tolaknya halus. “Walau bagaimanapun, Anda atasan saya disini. Anda orang yang membayar saya.” Lanjutnya.

Erhan menggeleng. “Aku bukan atasanmu. Dan bukan aku juga yang membayarmu. Kontrakmu itu antara kau, agency dan perusahaan bukan denganku. Karena bukan aku juga yang memilihmu menjadi model.” Jawab Erhan lagi. “Lagipula, lebih dari itu. diluar semua ini kita adalah tetangga dekat. Dan kau adalah sahabat dari iparku, yang berarti kau juga adalah temanku.” Jawab Erhan dengan senyum manis di wajahnya. “Atau kalau kau mau status kita lebih dari itu, aku dengan senang hati akan mengabulkannya.” Ucapnya seraya mengedipkan sebelah matanya.

Nadira membulatkan matanya. “Tidak. Terima kasih.” Tolaknya lagi. “Tapi karena Anda sedang membahas ini, maka sekalian saja saya bertanya.” Nadira memandang Erhan dengan tajam. “Anda pasti tahu dimana keberadaan Gisna saat ini, bukan?”

“Gisna?” pria itu balik mengerutkan dahi.

“Sepupu Anda, Lucas tadi pagi datang ke apartemen saya dan menanyakan Gisna. Sebelumnya teman saya memberitahu saya kalau Gisna menghilang. Dan Anda serta sepupu Anda yang lain mengatakan kalau Anda tidak tahu dimana keberadaan Gisna. Tapi saya rasa, itu tidak benar. Anda menyembunyikannya saat ini kan?” itu bukan pertanyaan, melainkan tuduhan. Erhan mengangkat sebelah alisnya dan memandang Nadira dengan angkuh. “Kalian menyembunyikan keberadaan Gisna, kan?” kali ini pertanyaannya meragu.

Erhan menggaruk cuping hidunganya dengan telunjuk tangan kirinya. “Lalu?” pria itu balik bertanya. Yang malah membuat Nadira kembali mengerutkan dahi.

"Maksudnya?" Nadira balik bertanya karena tidak mengerti dengan pertanyaan pria itu.

“Kau menuduh kami menyembunyikan Gisna. Lalu masalahnya apa? Gisna menghilang, dan jika memang kami yang menyembunyikannya lalu masalahnya apa?"

Nadira mengerutkan dahi. "Jadi benar kalian menyembunyikannya?" Tanyanya lagi. Erhan balik mengedikkan bahu.

“Jawabanku, tergantung pada jawabanmu.” Ucap Erhan dengan senyum licik di wajahnya.

Nadira memicingkan mata. Ia mencurigai hal yang tidak menyenangkan dari ucapan Erhan. “Saya tidak sedang ingin bercanda, Sir.” Ucapnya tak suka.

Erhan menyeringai. Menatap Nadira dengan penuh arti yang sebenarnya membuat Nadira bergidik ngeri. “Aku juga tidak sedang mengajakmu bercanda, Nona Nadira. “ jawab Erhan masih dengan seringaian di wajahnya.

“Jadi benar, kalian menyembunyikannya?” Nadira semakin ingin tahu.

Erhan mengedikkan bahu. "Belum tentu. Bisa iya, bisa juga tidak. Kembali lagi, jawabanku tergantung pada jawabanmu.” Ucapnya. "Tapi, semisal kami memang menyembunyikan Gisna, kenapa aku harus memberitahumu? Hilangnya Gisna tidak ada urusannya denganmu bukan?"

"Tentu saja ada." Jawab Nadira lagi.

“Benarkah? Apa hubungannya denganmu?” tanya pria itu dengan sebelah alis yang kembali terangkat. “Oke, kau memang sahabatnya. Tapi dia menghilang ataupun disembunyikan, itu tidak ada hubungannya denganmu. Karena itu pilihannya dan itu ada dalam lingkup urusan rumah tangganya. Dalam hal ini kau adalah orang asing. Jadi kau tidak perlu terlibat dan mempermasalahkannya kan?"

"Aku mengkhawatirkannya!” jawab Nadira dengan lantang. Ia merasa emosi pada perkataan Erhan mengenai statusnya sebagai orang asing. Walau bagaimanapun, separuh hidupnya dia habiskan bersama Gisna. Bagaimana bisa disebut orang asing? “Terlebih lagi dia sedang mengandung dan baru saja keluar dari rumah sakit. Jika sesuatu terjadi padanya, bagaimana? Aku ingin tahu dia ada dimana, bagaimana keadaannya, apa dia baik-baik saja?"

"Jadi berapa pertanyaan semuanya? Tiga?" Erhan memandang Nadira dan jarinya bergantian. Nadira balik memandangnya bingung. Erhan malah kembali mengulang pertanyaan yang tadi Nadira ajukan. "Gisna dimana?" Erhan mengacungkan telunjuknya. "Bagaimana keadaan bayinya." Ia mengacungkan jari tengahnya. "Apa dia baik-baik saja." Ia mengacungkan jari manisnya. "Tiga pertanyaan dan butuh tiga jawaban. Dan ditambah satu lagi pertanyaan." Erhan mengangkat kelingkingnya sehingga keempat jarinya mengacung sempurna. "Apakah kami menyembunyikannya." Ucapnya.

Nadira mengernyit. Apa disaat seperti ini memang mengharuskan pria di depannya ini berhitung? Namun kebingugan Nadira malah dijawab dengan senyuman oleh pria itu.

"Aku bisa menjawab semua pertanyaanmu. Tapi tidak gratis. Kau harus membayarku." Tawar pria itu.

Ahh, akhirnya Nadira mengerti. Dengan dagu terangkat dia menantang Erhan. "Berapa yang kau minta?” ucapnya. “Tapi berikan angka yang masuk akal, karena tidak sekaya keluarga Levent kalau kau mau tahu." Sindir Nadira dengan tajam. Karena emosi, dia sudah melupakan keformalan yang sejak tadi dia pertahankan.

Nadira lagi-lagi melihat senyum manis di wajah pria itu. senyuman manis yang mengandung kelicikan.

Erhan menggelengkan kepala. "Aku tidak perlu uangmu, nona manis." Ucapnya seraya tersenyum  semakin lebar. Nadira melihat pria itu berdiri. Selangkah maju mendekat ke arahnya. Meletakkan kedua tangnnya di kedua sisi pegangan kursi yang sedang didudukinya, membuat Nadira mau tak mau ikut mendongakkan kepala memandangnya. "Kalau kau bersedia memenuhi empat permintaanku. Maka aku akan menjawab empat pertanyaanmu saat ini juga." Lanjutnya dengan seringaian licik di wajahnya. Nadira bahkan bisa mencium napas berbau mint milik pria itu. dan aroma parfum yang segar juga turut menggelitik indra penciumannya.

Nadira hendak menekan lantai dan memundurkan kursi beroda yang kini dia duduki. Namun Erhan ternyata mencengkeram kursinya dan menahannya.

"Pe-permintaan apa maksudmu?” Tanya Nadira yang mendadak merasa takut akan keberadaan Erhan dan seringai yang tak juga hilang di wajahnya. “Aku bukan jin, ya. Yang bisa mengabulkan permintaanmu." Lanjutnya dengan sedikit gugup. Kedekatan pria itu entah kenapa tiba-tiba menimbulkan gelenyar aneh di tubuh Nadira. Dadanya mendadak berdebar dua kali lebih cepat dari seharusnya. "Lagipula kau itu serakah. Jin saja hanya mengabulkan tiga permintaan. Dan kau dengan serakahnya meminta empat." Tegur Nadira. Namun Erhan menyikapinya dengan tak acuh.

"Katakanlah aku bukan manusia kebanyakan." Jawabnya sambil mengedikkan bahu tak acuh. Erhan semakin mendekat sementara Nadira semakin menenggelamkan punggungnya pada sandaran kursi. Berharap bisa menjauh, namun Erhan malah semakin mencondongkan tubuhnya ke depan. Mau tak mau Nadira menelan ludah.

"Anda terlalu dekat, Sir." Cicit Nadira. Kedua tangannya terulur dan menahan dada Erhan yang ternyata terasa hangat di telapak tangannya. Erhan mencoba menahan senyumnya. Ternyata sikap impusifnya membuat gadis itu gugup sehingga kembali pada mode formal nya

“Bagiku ini cukup.” Ucapnya dengan bisikan pelan. Erhan mengangkat tangan kanannya dan memainkan rambut Nadira dengan jemarinya yang panjang. "Jadi? Bagaimana?” ucapnya. “Empat permintaan untuk empat jawaban?" Erhan mengangkat sebelah alisnya. Menuntut jawaban.

"Tapi itu tidak masuk akal. Maksudku, permintaan apa yang bisa Anda minta pada saya?"

Erhan mengedikkan bahu. Punggung jemarinya kini memindahkan rambut Nadira yang tergerai ke balik punggungnya. “Sejujurnya, aku belum memiliki satu pun permintaan.” Ucapnya masih dengan berbisik dan senyum manis di wajahnya. "Itu bisa kupikirkan nanti." Lanjut Erhan santai. "Selama kau setuju dengan syaratku, maka aku akan menjawab pertanyaanmu. Tapi kalau kau tidak membutuhkan jawabanku, maka…” Erhan mengedikkan bahunya dan kemudian menegakkan tubuhnya dengan gerakan lambat.

Erhan kembali menahan senyumnya saat melihat Nadira menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan perlahan. "Pikirkan saja dulu.” Ucapnya. “Atau kalau ku punya informan lain, maka kau bisa bertanya dulu padanya.” Erhan berjalan menuju pintu. Ia membukanya, namun sebelum meninggalkan ruangan dia kembali menoleh ke arah Nadira dan tersenyum. "Tapi kalau informanmu tidak bisa memberikanmu jawaban, dan kau bersedia mengabulkan empat permintaanku. Maka aku akan menunggumu di ruanganku setelah acara pemotretanmu selesai.” Ucapnya seraya mengedipkan sebelah mata dengan cara menggoda. “Atau kalau kau mau yang lebih privasi, pintu apartemenku akan selalu terbuka.” Lanjutnya dan kini benar-benar meninggalkan Nadira yang masih memandangnya dengan terperangah.

Bab terkait

  • Side Story of Erhan   Permintaan Pertama

    Beberapa jam telah berlalu sejak pemotretan berakhir. Nadira sudah kembali ke kediamannya dan kini, dengan gusar dia berjalan bolak balik di ruang tengah yang sekaligus menjadi ruang tamu apartemennya.

    Terakhir Diperbarui : 2020-12-17
  • Side Story of Erhan   Bianca

    Nadira duduk terdiam dengan minuman dingin di hadapannya yang sudah sepenuhnya mengembun. Meta yang duduk di hadapannya turut memandangi sahabatnya yang sejak tadi hanya bisa menarik napas dan menghembuskannya dengan keras. Sementara tatapan gadis itu berkelana entah kemana.“Loe oke?” tanya Meta pada akhirnya. Mau tak mau dia juga merasa khawatir dengan kondisi sahabatnya yang satu ini. Apa Nadira kini kehilangan kewarasannya hanya karena tahu Gisna menghilang?Meskipun Meta sama khawatir. Tapi dia tahu kalau Gisna saat ini berada di tempat yang aman. Kenapa demikian, karena Ganjar juga mengatakan demikian.“Ra!” Meta akhirnya memukul lengan Nadira karena gadis itu sama sekali tidak juga memberikan respon apapun padanya. “Loe kenapa sih?” tanyanya kesal.

    Terakhir Diperbarui : 2020-12-17
  • Side Story of Erhan   Sial!

    Erhan mengusap paha gadis itu dengan perlahan. Bibirnya masih memagut bibir ranum Nadira yang terasa begitu manis di bibirnya. Lidahnya menari bersamaan dengan lidah gadis itu. Perlahan, tangan Erhan masuk ke balik sweater rajut gadis itu, terus menyusup ke balik tanktop putih yang ada di balik sweaternya.

    Terakhir Diperbarui : 2020-12-25
  • Side Story of Erhan   Kamar Mandi

    "Oke, done! Thank you all." Suara fotografer mengakhiri sesi pemotretan kali ini. Nadira menggumamkan terima kasih dan berjalan menuju managernya. Fera bin Feri. Pria bertubuh gempal yang selalunya tampak gemulai. “Nih.” Fera menyerahkan sebuah amplop silver kepadanya. Nadira menerimanya dan menyadari bahwa itu sebuah undangan. “Designer pujaan loe ngadain acara seminar. Kali aja loe mau ikutan, gue cek sama jadwal loe emang kebetulan lagi kosong.” Ucapnya dengan nada ketus saat tahu ekspresi wajah Nadira berbinar senang. &ldq

    Terakhir Diperbarui : 2020-12-29
  • Side Story of Erhan   Buket

    Nadira keluar dari toilet dengan celingukan. Memandang ke kiri dan ke kanan berharap tidak bertemu seseorang yang mengenalinya. Ia menghembuskan napas lega ketika melihat meja yang tadi Erhan gunakan kini sudah kosong. Dengan langkah cepat dia berjalan menuju meja dimana Fera dan Feri menunggunya dengan satu tangan yang sibuk dengan ponselnya dan tangan lainnya sibuk dengan tablet. Pria setengah matang itu memandangnya dengan mata menyipit setelah panggilan telepon berakhirn. "Ciin...lo ngapain sih di toilet lama-lama?" Tanyanya heran.

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-10
  • Side Story of Erhan   Date

    Erhan memandangi wajah yang sedang tertidur lelap di sampingnya. Dahinya yang datar, hidungnya yang mancung, bulu matanya yang lentik, pipinya yang kemerahan, bibirnya yang tipis di bagian atas namun penuh di bagian bawah, dan dagunya yang tampak enak untuk digigit.Semalam, entah bagaimana Erhan membawa gadis itu ke unitnya. Setelah melihat keterkejutan dan ketakutan gadis itu saat melihat sebuah buket bunga berada di depan pintu unitnya, Erhan mer

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-12
  • Side Story of Erhan   Latihan, Ra

    Membelah jalanan yang lengang dengan motor sport yang memiliki gaung nyaring bukan kali pertama yang dilakukan Nadira. Tapi ini kali pertama dilakukannya dengan orang yang baru dikenalnya dan memberikan desiran aneh di tubuhnya.Nadira menempelkan dadanya di punggung pria itu, tangannya melingkari erat di perut kerasnya. Kepalanya bersandar di lekuk punggung lebar pria itu. Rasanya nyaman. Rasanya seperti masuk ke dalam sebuah adegan romantis dalam sebuah film dimana dia dan Erhan menjadi pemeran utamanya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-20
  • Side Story of Erhan   Menikahlah Denganku

    "Nadira, Sayang. Cowok itu memang normalnya kayak gitu. Kalo cewek baper karena novel atau adegan romantis di film. Cowok ya bapernya nonton begitu sambil..." Nadira menutup mulut Erhan. Wajahnya sudah berubah merah. Ucapan Erhan meracuni otaknya. Walau bagaimanapun, Nadira bukan anak kecil yang tidak tahu apa itu film bok**. Membayangkan adegan laki-laki dan perempuan melakukan olahraga yang mengeluarkan suara desahan-desahan jelas membuat sisi kewanitaannya bangkit.

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-01

Bab terbaru

  • Side Story of Erhan   Selamanya Bersamaku

    Pesta pernikahan digelar keesokan hari setelah henna night. Bukan pesta yang mewah seperti yang dibuat Nadira tempo lalu. Melainkan sebuah pesta sederhana yang hanya mengundang beberapa kerabat dan rekan penting keluarga Erhan. Orang-orang yang dikenal yang datang dari Indonesia hanyalah Meta, Ibunya, adiknya dan juga sahabat-sahabatnya yang sudah menikah lebih dulu dengan para sepupu Erhan.Tidak ada kebaya, tidak ada siger, dan tidak ada musik tradisional Indonesia. Saat ini, keseluruhan pesta didominasi dengan acara internasional. Bahkan Nadira sendiri tidak mengenakan pakaian pengantin tradisional Turki, melainkan gaun mewah yang dipesan khusus untuknya dari designer langganan Dilara.“Uwoowwww, pengantin kita benar-benar cantik sekali.” Meta yang berjalan masuk mengenakan gaun berwarna navy tampak memandang Nadira dengan sorot terpukau.Nadira balik memandang sahabatnya itu dengan senyum di wajahnya. Set

  • Side Story of Erhan   Henna Night

    TurkiKediaman Erhan tampak lebih sepi daripada biasanya. Karena apa? Karena ini adalahHenna Night.Malam Henna, yang diadakan bukan untuk orang lain, tapi untuk kekasih hatinya, Nadira.Ya, keluarga Erhan kini seluruhnya, para wanitanya, tengah berkumpul di kediaman orangtua Adskhan yang sebenarnya tidak terlalu jauh. Menyisakan para pria yang tinggal di rumah dengan hanya menggigit jari saja karena tidak diperkenankan untuk hadir.Bukan diharamkan, hanya saja mengingat tradisi orang Indonesia akan pingitan, maka untuk henna night malam ini, para pria tidak diperkenankan hadir. Dan itu termasuk Erhan, Adskhan dan juga Lucas. Ketiga sepupu itu kini diam di kediaman Erhan, menjaga sepupu termuda mereka supaya tidak lari dan pergi ke tempat dimana pesta berlangsung dan melanggar perjanjian dengan calon ibu mertuanya.Erhan kembali melirik ponselnya. lantas mencebik

  • Side Story of Erhan   Ratu Lebah

    Bulan-bulan kemudian berlalu dengan cepat. Seperti yang sudah Erhan sarankan sebelumnya, Nadira mengambil kelas bahasa. Erhan memintanya untuk fokus belajar bahasa Italia dan Prancis. Sementara untuk bahasa Turki, pria itu mengatakan bahwa dia akan menjadi mentor Nadira secara gratis. Bahkan jika ada sesuatu yang bisa di praktekkan, pria itu mengatakan bahwa dia akan dengan senang hati memberikan contoh gratis yang seketika ditolak oleh Nadira.Dan memang waktu berlalu menyenangkan. Meskipun sebagian orang menduga bahwa hari-hari yang dilalui Nadira itu berat, tapi faktanya tidak demikian. Dia menikmati semua itu. karena Erhan selalu memanjakannya setelahnya.Bukan dengan acaramake-outseperti saat Nadira masih sehat. Pria itu bahkan sebisa mungkin menahan diri untuk tidak menyentuhnya selain memberikan kecupan di dahi dan pipi atau ciuman pendek saat Nadira memintanya. Tapi dengan memberikan apapun dan melakukan apapun y

  • Side Story of Erhan   Kutunggu Jandamu

    Hari-hari Nadira dan Erhan mungkin terasa datar saja bagi yang memperhatikannya. Erhan bekerja, dan disela waktunya pria itu mengantarkan Nadira untuk pergi terapi. Ya, sebisa mungkin pria itu tidak pernah absen mengantarkan Nadira untuk melakukan fisioterapi. Bagi pria itu, melihat perkembangan Nadira setiap harinya merupakan kebanggan tersendiri. Setelahnya Erhan akan melakukan apapun yang Nadira inginkan. Entah itu berjalan-jalan, makan-makan, atau hanya duduk diam saja di rumah dan menonton acara di televisi. Entah itu tayangan film atau sekedar gosip. Yang jelas bagi Erhan, menghabiskan waktu bersama dengan Nadira adalah bentuk kebahagiaan.Hubungan Erhan dengan Fera bin Feri pun sudah mulai membaik. Erhan sudah bersedia membiarkan Nadira menerima video call dari Feri meskipun seringkali pria itu mencebik dan memalingkan muka dan bahkan meninggalkan Nadira untuk berbicara sendiri tanpa gangguannya.Fera yang takut akan berubah labih sep

  • Side Story of Erhan   Semoga

    Ya, tentu saja dia menginginkannya. Itulah jawaban dari pertanyaan dalam kepalanya. Nadira memandang pria itu dan tersenyum. “Untuk saat ini, aku mengingnkanmu.” Jawabnya lirih. Wajah Erhan kembali dibingkai senyum bahagia yang tentu saja menular pada Nadira. “Sekarang, apa kau mau memelukku?” pinta Nadira yang dijawab Erhan dengan anggukan dan kemudian lengan besarnya merengkuh tubuh Nadira lembut dan mendekap kepala Nadira di dadanya.“Seni seviyorum, Askim.” Ucap pria itu di atas kepala Nadira. “Aku mencintaimu, cintaku.” Ulang pria itu dalam bahasa yang lebih dimengerti Nadira. “Sudah malam, kembalilah tidur.” ucap Erhan tak lama kemudian seraya melepas pelukannya di tubuh Nadira.Nadira memandang pria itu dan mengedipkan mata sebagai tanda setuju. Erhan kemudian menekan tombol yang ada di sisi tempat tidur dan mengembalikan posisi ranjang pada kondisi berbaring datar.

  • Side Story of Erhan   Cerita

    Maap kalo banyak typo, Mimin belum sempet revisi karena pengen cepet-cepet update._____________________________________________Pria itu menarik napasnya dengan perlahan. “Jika ini membuatmu membenciku, tak masalah. Aku hanya perlu usaha lagi untuk membuatmu suka padaku.” Ucapnya dengan percaya diri yang dijawab kekehan Nadira. “Baiklah, darimana aku harus mulai?” tanyanya pada Nadira.“Dari awal?” Nadira balik bertanya.Erhan menganggukkan kepala. “Awal, ya?” ucapnya lirih. Ia kembali menarik napas panjang dan mulai bercerita. “Awal pertama pertemuan kita setelah insiden yang dialami Gisna. Apa kau ingat?” Nadira mengerutkan dahinya. Insiden? Insiden apa yang dimaksud pria itu? hal terakhir yang diingatnya tentang Gisna adalah ketidaksetujuannya atas pernikahan palsu sahabatnya itu. namun sekarang, saat melihat sahabatnya ber

  • Side Story of Erhan   Hanya Saja

    "Memelukmu?" Tanya Erhan ragu. Entah kenapa mendengar permintaan gadis itu ia tiba-tiba merasa malu. Tanpa ia sadari, wajahnya memanas dan memerah seketika.Nadira memandang pria itu dengan heran. "Iya, memelukku. Kenapa? Kamu gak mau lakuin itu?" Tanyanya heran.Erhan bertingkah seperti gadis perawan yang hendak dipinang oleh pria pujaannya. Pria itu mengusap tengkuknya karena merasa kikuk. "Bukan begitu." Ujarnya lirih. "Hanya saja…""Hanya saja apa?" Tanya Nadira dengan nada menuntut."Aku takut tidak bisa menahan diri." Rengek pria itu, seperti bocah yang meminta mainan pada orangtuanya.Nadira terkekeh. Mau tak mau gadis itu memandang Erhan karena tingkah lucunya. "Jangan menertawakanku." Sergah pria itu dengan mimik cemberut. "Aku sudah menahan diri untuk tidak menyentuhmu saat kita dipingit. Dan aku juga sangat merindukanmu saat bajinga

  • Side Story of Erhan   Askim

    Nadira menunggu. Di kamar inapnya yang sudah kembali sepi karena lagi-lagi, ia meminta ibunya, adiknya, Gisna dan juga sahabatnya Meta untuk pulang saja dan tak menemaninya tinggal.Mereka menolak, tentu saja. Karena mereka takut Nadira kesusahan jika membutuhkan sesuatu, terlebih jika ia memiliki kebutuhan untuk pergi ke kamar mandi. Tapi lantas ia menghingatkan mereka bahwa ia menggunakan kateter urin yang meskipun terasa tak nyaman tapi harus digunakan untuk sementara waktu sampai minimal dia bisa duduk sendiri.Jam berlalu terasa lama baginya. Menunggu itu memang tidak nyaman. Dan setelah obat yang dikonsumsinya, menahan kantuk itu rasanya sangatlah susah. Tapi ia masih mencoba bertahan karena dia ingin bertemu dengan orang itu. Siapa lagi kalau bukan Erhan. Pria yang hanya akan datang padanya saat dia tidak sadar.Jam berlalu, dan tanpa sadar Nadira terbuai oleh kantuknya. Hingga kemudian dia bisa merasakan tangan s

  • Side Story of Erhan   Hikmah

    Hari ini benar-benar melelahkan bagi Nadira. Fisik dan juga batinnya.Bagaimana tidak. setelah pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter umum yang menanganinya. Nadira kemudian dialihkan untuk berkonsultasi dengan seorang psikolog. Dia ‘dipaksa’ untuk mengingat dan menceritakan kejadian terakhir yang ada dalam kepalanya. Dan itu bukan hal yang mudah, mengingat banyaknya hal yang tidak bisa ingat dan bisa dia ingat dalam waktu bersamaan. Dan hal itu membuatnya merasakan sakit di kepala.Setelahnya ia melakukan pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) dengan tujuan untuk melihat keseluruhan organ dalam Nadira dengan lebih seksama untuk nantinya mereka melakukan penanganan yang tepat. Hal ini berkaitan dengan amnesia yang Nadira miliki dan juga kelemahan otot yang membuatnya tidak bisa bergerak.“Secara keseluruhan, kondisi fisik Bu Nadira itu ada dalam keadaan prima.” Ucap dokter ahli sara

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status