Evelyn yang baru saja pulang dari tempat kost Lara teman dekatnya merasa heran melihat ada tamu yang datang, padahal sekarang bukan waktu yang tepat untuk bertamu ke rumah orang.
“Selamat malam Ma, Tante," Evelyn mengangguk dengan sopan menyapa tamu yang sedang duduk di ruang tamu.
“Malam sayang, Kamu Eve ya? wah sudah besar ya anak Kamu Tati," sambut tamu tersebut dengan tersenyum ramah.
“Eve, kemari nak. Mama akan memperkenalkan Kamu dengan Tante Sarah, teman dekat Mama sewaktu SMA dulu. Selama ini Tante Sarah tinggal di Amerika, sekarang mulai tinggal di Indonesia lagi," Kata Mama sambil memperkenalkan tamu yang berada di hadapannya.
Sarah memperhatikan penampilan dan wajah Eve. Dia tersenyum dengan penuh rasa syukur karena Eve sangat berbeda jauh dengan selera kedua putranya menyangkut wanita. Setidaknya Eve akan membantu dia mendidik kedua putranya yang selalu menilai wanita dari penampilan luarnya saja.
Evelyn segera duduk di kursi tamu, karena tidak sopan rasanya menolak undangan mama, padahal Eve merasa sangat capek, tugas di kampus telah menyita seluruh waktu dan tenaganya.
“Beritahu saja Tati rencana Kita, supaya lebih cepat. Tampaknya Eve sangat kelelahan dan kita tidak boleh mengganggu waktu istirahatnya," kata Sarah lagi dengan penuh pengertian .
Eve yang memandang ke arah mereka tertunduk malu, karena ketahuan dia sebenarnya tidak ingin berada di ruangan ini.
“Baiklah Eve, Mama dan Tante Tati mempunyai rencana menjodohkanmu dengan Putra Bungsu anak Tante Tati, dalam waktu tiga bulan Kamu akan segera menikah," lanjut Mama lagi .
Apa? Saya mau di nikahkan? Apa Saya tidak salah dengar?
“Tapi Ma, Eve kan masih kuliah? bagaimana mungkin Eve akan menikah dalam waktu 3 bulan lagi? kenal saja belum," tolak Eve secara halus.
“Itulah sebabnya Tante memberikan 3 bulan waktu perkenalan Eve dengan Key, Putra Bungsu Tante, sebenarnya Tante mempunyai 2 orang putra tetapi Tante merasa yang paling untuk cocok untuk Eve adalah key karena kalau Gio usianya di atas Kamu," lanjut Sarah lagi .
“Mama mohon Eve mau ya berkenalan dulu dengan Key, karena Mama dan Tante Sarah pernah mengikrarkan janji untuk menikahkan anak Kami berdua, mau tidak mau Kamu harus yang memenuhi janji itu , Karena Kamu adalah putri tunggal Mama," pinta Mama dengan penuh harap.
Evelyn hanya bisa pasrah melihat tatapan penuh harap dari kedua wanita di hadapannya karena walaupun dia sebenarnya termasuk orang yang keras kepala dan pelupa akut tetapi semua permintaan Mamanya tidak bisa dia tolak, karena Mama adalah orang tua tunggal yang telah membesarkannya. Rasa cintanya kepada mama sangat besar. Semua permintaan orang di dunia ini dapat dia tolak kecuali satu permintaan yaitu permintaan mama. Bagi Evelyn permintaan mama adalah suatu amanah yang tidak bisa dia tolak, bahkan dia bersedia menukarkan nyawanya untuk membuat mama bahagia.
“Baiklah Ma, Eve terserah Mama saja," katanya lagi.
Tante Sarah dan Mama tersenyum bahagia mendengar persetujuan Evelyn.
“Terima kasih ya Sayang, karena Kamu sudah mau mengerti dengan permintaan Mama dan Tante Sarah," kata Mama dengan senyum penuh kebahagiaan.
“Benar kan Kata Saya Sarah, Eve itu anak yang penurut dan Kamu dapat mengandalkannya," kata Mama dengan penuh kebahagiaan.
“Kalau begitu Kamu dan Eve akan Saya undang ke rumah untuk makan malam besok ya di kediaman Taner, Saya akan mengirimkan mobil beserta supir pribadi untuk menjemput kalian," kata Sarah kembali.
“Tidak usah Sarah, Kami bisa datang sendiri," tolak Mama dengan halus.
“Tidak ada penolakan lho Tati, kan sebentar lagi Kita akan jadi besanan, jadi sebaiknya Kamu jangan sungkan – sungkan lagi," lanjutnya kembali.
Acara makan malam di kediaman Taner pun telah tiba.
Eve mematut dirinya di depan cermin, rambutnya yang sebahu dia kepang dua. Eve tidak memakai polesan apapun, hanya bedak tipis dan gaun sederhana. Mama yang memandang dia pun merasa heran dengan tampilan Eve sekarang. Dalam kesehariannya mama tidak terlalu memperdulikan penampilan Eve, tetapi ini kan acara yang istimewa setidaknya Eve harus berdandan supaya kelihatan lebih cantik.
“Eve koq penampilannya begitu, itu rambut kenapa di kuncir dua? kan aneh? gaunnya yang bagusan dikit napa? terus dandan dikit lah, masak gitu? jangankan Calon Suami Kamu, Tante Sarah pun akan lari terbirit – birit lihat penampilan Kamu sekarang," katanya lagi.
Eve menatap Mama dengan penuh kasih sayang ,
“Mama sayang, bagi Eve Calon suami itu sama dengan masa depan Eve, dia harus menerima Eve apa adanya, jadi kalau Dia tidak sreg dengan penampilan Eve sebaiknya Dia menolaknya saja," lanjut Eve lagi dengan santai.
“Koq gitu jawabannya, biasanya setiap Wanita itu jika mau menjumpai Calon Suami biasanya dandan yang cantik, eh ini malah Kamu koq terbalik" kata Mama lagi yang masih belum bisa menerima pernyataan Eve.
Mama memperhatikan Evelyn sengaja memakai gaun sederhana yang tidak memperlihatkan potongan tubuhnya, karena ukuran dada Eve yang besar membuat garis pinggangnya tidak kelihatan, sehingga ukuran tubuh Eve benar – benar kelihatan dua kali lipat dari ukuran sebenarnya.
Evelyn sengaja memakai kaca matanya, tidak memakai softlens biasanya kalau ada acara keluarga Eve selalu mengganti kacamata dengan softlens. Mama hanya bisa menggeleng – gelengkan kepalanya dengan rasa jengkel. Tetapi Mama harus mengalah bukan? karena Eve mau menerima rencana perjodohan ini saja Mama sudah sangat bersyukur.
Evelyn dan Tati Sanusi sudah berada di ruang keluarga Taner yang mewah, mereka di persilahkan duduk dulu sebelum menyantap makan malam yang akan dihidangkan dan seluruh keluarga besar Taner ada dihadapannya sekarang.
Acara perkenalan antar keluarga dimulai. Sarah mulai mengenalkan Tati dan putrinya Eve kepada seluruh anggota keluarganya.
“Tati dan Eve perkenalkan ini suami saya, Hasan Taner. Sementara dua pria disana adalah Gio dan Key,“ kata Sarah sambil memperkenalkan semua anggota keluarga Taner kepada Eve dan mamanya.
Evelyn segera menyalim Hasan Taner, Key dan Gio. Kemudian Tati juga menyalim Tuan Hasan Taner yang tersenyum ramah, sementara Gio dan Key segera menyalim Tati.
“Tati ini teman dekat Mama waktu SMA, Pa. Jadi waktu ketemu lagi alamat Tati, Mama senang banget," lanjut Sarah lagi.
Setelah acara perkenalan selesai, maid rumah keluarga Taner mempersilahkan mereka semua untuk duduk di meja makan, karena makan malam telah terhidang.
Kedua Kakak beradik menatap Evelyn tanpa senyum, Si sulung Taner menatapnya dengan dingin dan dengan dahi yang berkerut, sementara yang Bungsu menatapnya dengan sinis dan dengan pandangan menghina.
Sementara itu Eve tidak gentar menghadapi tatapan yang berbeda tetapi penuh arti dari kedua bersaudara Taner. Eve sebenarnya tidak menyukai gagasan pernikahan ini, tetapi apa boleh buat Eve terpaksa melakukannya untuk membahagiakan mama. Jiwa mudanya juga tertantang melihat kekurangajaran kedua makhluk di depannya.
Eve semakin memperhatikan dengan mata mendelik kearah kedua bersaudara itu, Gio yang memandangnya dengan senyuman sinis, beradu tatapan dengan Eve, tetapi Eve tidak mau kalah dan terus menatapnya. Sampai akhirnya pandangannya teralih karena mendengar seorang maid sedang menawarkan makanan ke arahnya.
Setelah maid menawarkan makanan penutup untuk disantapnya Eve kemudian memperhatikan Key yang juga sedang menatapnya dengan pandangan menilai dan menghina, Eve hanya mengangkat bahu menatapnya. Eve merasakan api permusuhan mulai tersulut diantara mereka bertiga. Hanya saja yang satu menatapnya dingin dan tidak dapat diprediksi karena wajahnya yang datar tidak menunjukkan ekspresi apapun, sementara yang satunya lagi menatapnya dengan penuh amarah dan penghinaan. Seolah - olah akan membakar Eve seketika, dan ini dapat di tebak langsung oleh Eve karena pandangannya penuh amarah.
Eve tidak percaya kedua pria di depannya di lahirkan dari rahim yang sama, sifat mereka sangat berlawanan, satu seperti api yang membara dan satu lagi seperti gunung es. Sebenarnya Eve merinding ngeri menatap ke arah mereka, karena tujuan mereka sama, ingin menguliti Eve saat itu juga dan mereka berdua juga mencurigai Eve sebagai perempuan yang mempunyai maksud tertentu. Sementara itu para orang tua tampak menikmati acara makan malam ini, sangat berbeda dengan Eve. Lama - lama risih diperhatikan terus.
Eve yang mencoba duduk tegar dihadapan keduanya akhirnya tidak tahan lagi dengan atmosfer ruangan tersebut, Eve minta izin ke toilet untuk menarik nafasnya yang mulai sesak.
Tante Sarah menjelaskan arah toilet kepada Eve, dan dengan gerakan sopan Eve pamit dan mulai meninggalkan ruangan tersebut.
Eve memperhatikan bayangan dirinya di kaca cermin yang ada diwastafel dan tersenyum senang, setidaknya Eve tidak perlu khawatir dengan yang bungsu, calon suaminya karena dia melihat diriku seperti apa yang ku inginkan. Dia melihat diriku seperti wanita culun yang berpenampilan jauh dari kata modis, tetapi justru Eve agak ngeri melihat yang sulung walaupun bibirnya tersenyum dingin, pandangan matanya penuh selidik dan menilai Eve dari ujung kaki hingga kepala, dan Eve merasa kurang nyaman. Tiba – tiba Eve merinding mengingatnya.
Masa bodoh ah, untungnya bukan dia calon suamiku, pikir Eve lagi.
Eve melihat dirinya yang tidak memakai riasan apapun, dan wajahnya tidak menonjolkan kecantikan yang sering kali di idam – idamkan wanita. Eve juga tidak terlalu mempermasalahkannya. Perjodohan ini juga sebenarnya membuat dia muak, tetapi dia tidak tega melihat Mama kecewa.
Eve keluar dari toilet mewah ini, luasnya toilet hampir sama dengan luasnya kamar ku, pikir Eve dengan miris, tetapi Eve tetap bersyukur atas Karunia Allah terhadap hidupnya ini, karena Eve masih memiliki Mama yang mencintainya dan mampu menyekolahkannya, untuk memenuhi kehidupan sehari -hari selain mengandalkan gaji pensiun Papa yang sudah lama meninggal dunia, Mama juga memiliki usaha konveksi kecil – kecilan. Setidaknya Mama masih memiliki 3 orang pegawai yang membantu usaha konveksinya.
Eve menutup pintu toilet dan terkejut, tiba – tiba ada sepasang tangan yang mengungkungnya, Eve membalik dan menatap wajah didepannya, ternyata Key Taner.
“Apa yang Kamu Lakukan untuk membujuk Mama sehingga ide konyol ini terjadi? Apa Kamu merasa pantas untuk menjadi calon Istriku? Kamu kira Saya tidak mampu mencari calon istri yang lebih segalanya dari Kamu?“ tanya Key dengan marah.
“Lepas kan Saya, apa Kamu kira Saya nyaman menjawab setiap pertanyaan Kamu dengan tangan Kamu yang mengurung Saya seperti ini?“ tanyanya lagi.
Key akhirnya sadar, dia telah memepet Eve ke pintu toilet dengan kedua tangannya, sehingga jaraknya dengan Eve sangat dekat. Matanya menatap tajam mata Eve, dia memperhatikan Mata Eve dan terpesona.
Key tidak menyangka di balik kaca matanya Eve memiliki mata yang indah, bulu matanya yang panjang dan lentik menambah keindahan mata itu, tetapi key segera membuang pikirannya. Secara keseluruhan penampilan Eve sangat menakutkan dan jujur saja Key tidak menyukai gadis culun di depannya ini, tunggu dulu pikir key kembali.
Culun tetapi pemberontak? pikir Key. Ya nama itu yang cocok untuknya culun, culun tapi ngelawan. key melihat Eve masih memelototinya, karena tangannya masih mengungkung tubuh Eve di pintu toilet.
“Jauhkan Tangan Kamu, baru kenal juga sudah dekat – dekat. Lepaskan Aku, Kamu ini di ajarkan sopan santun tidak!“ bentak Eve lagi.
“Eh Culun, Kamu pikir Saya suka sama Kamu, lihat tubuh Kamu yang eksta size saja sudah membuat Aku muak!“ bentak Key lagi.
Eve sadar, akibat siluet gaun yang tidak pas di tubuhnya, seolah – olah menambah berat tubuhnya menjadi dua kali lipat. Bagus dong, pikir Eve lagi .
Berarti dia bisa mengelabui Key, pikirnya dengan girang.
“Apa senyum – senyum, senang ya karena Aku dekat – dekat sama Aku?, sudah jatuh cinta ya melihat ketampanan ku? Jangan coba – coba ya, jatuh cinta kepada ku," kata Key lagi sambil menjitak kelapa Eve dengan keras.
Akhirnya Key merepaskan kedua tangannya, dan kini tubuhnya disandarkan ke tembok dinding dan kedua tangannya terlipat saling bersedekap. Matanya menatap Eve dengan amarah.
“Jelaskan mengapa Mama punya ide seperti itu? Kamu ini tidak cocok untuk Saya," lanjutnya lagi dengan angkuh.
“Kok tanyanya ke Saya, pertanyaan Kamu itu lebih cocok ditanyakan ke pada Tante Sarah. Apa Kamu sudah nanya?“ katanya lagi.
“Ini si Culun, di tanya malah nanya balik!“ geram Key. Matanya melotot memandang ke arah Eve.
“Lha Kamu nanya kan Mama Kamu punya ide darimana? mana Aku tau emangnya Aku Mama Kamu?“ tanya lagi dengan penuh keberanian.
“Ini cewek baru kenal saja sudah ngeselin, Kamu mau jawab tidak?“ bentaknya lebih keras.
Gila ya ini cowok baru kenal saja sudah main bentak – bentak kesal Eve, dan Eve yang melihat Key lengah segera berlari menuju ruang makan yang cukup jauh letaknya dari toilet dan meninggalkan Key yang masih jengkel.
“Hei, kemari Kamu! koq malah kabur, “ geram Key lagi .
Eve yang sudah jauh jaraknya dari Key, menjulurkan lidahnya mengejek Key karena dia berhasil kabur dari Key. Enak saja main bentak – bentak pikir Eve, dengan gusar. Cocoknya tukh cowok di siram pakai air seember biar lebih sopan sedikit, pikir Eve geram.
Eve merasa bahwa putra keluarga Taner tidak cocok untuk untuknya , bukan karena dia yang merasa lebih dari mereka, justru sebaliknya mereka lah yang ketinggian bagi Eve.
Mau kemana arah kehidupanku? pikir Eve dengan khawatir. Drama apa yang akan kujalani?
“Apa? Kamu akan dinikahkan? yang benar Eve? Sama Siapa? perasaan Kamu jarang berteman dengan teman pria dech. Jadi Kamu mau nikah sama siapa?“ tanya lara.“Ra, nanya kok kayak senapan. Satu – satu dong, gimana jawabnya?“ tanya Eve kepada Lara.“Kamu mau nikah sama siapa Eve?“ tanya Lara lagi dengan nada tidak percaya.“Anak kucing,"Jawab Eve asal - asalan saja.“Aku serius loh Eve, siapa Calon Suami Kamu? perasaan teman pria Kamu kan terhitung dengan jari?“ tanyanya lagi.Lara paling mengenal Eve sejak pertama kali masuk ke kampus ini, karena Eve paling malas berteman dengan pria, karena Eve pernah mengalami trauma.Pertama kali masuk Kampus ini, Eve pernah di lecehkan karena Eve memiliki ukuran size dada yang besar, sejak itu Eve selalu memakai kemeja longgar lengan pan
“Halooo ini siapa?“ tanya Eve melalui telpon selulernya.Lara mengerutkan dahinya karena suara Eve tampak sedang kesal, biasanya kalau dia menerima telpon dari pria asing suara Eve tampak tidak bersahabat seperti sekarang ini. Hanya Baskoro lah satu -satunya nomor kontak yang berjenis kelamin laki – laki di telpon selulernya. Lara pernah memintanya Eve untuk menghilangkan traumanya tetapi Eve selalu menolaknya, karena dia tidak ingin menjumpai satu Psikiater manapun.“Ini key Pici," terdengar suara di sana .“Pici? Kamu salah sambung," Eve segera mematikannya.“Siapa Eve?“ tanya Lara.“Entah Ra, salah sambung karena dia manggil aku Pici," terang Eve kembali.Lara dan Eve sedang duduk di kantin jurusan Sastra untuk makan siang sambil menunggu mata kuliah siang jam 13.00 nanti
Evelyn Sanusi masih menatap Key dengan rasa curiga, perjanjian apa yang ingin dibuat laki – laki pemarah ini? Evelyn akhirnya pasrah mengangkat bahunya setidaknya dia akan menunggu perjanjian itu selesai dibuat Key.Key membunyikan klaksonnya meminta Satpam penjaga rumah agar segera membuka pintu gerbang dengan nada yang tidak sabaran.Tiiiitt, tiiiittt, tiiiiiit.Pak Satpam segera membuka gerbang dengan tergesa – gesa, dia melirik kearah jendela mobil Key yang tembus pandang dengan perasaan takut. Wajah Key benar – benar tidak sedap dipandang disana tergurat wajah arogan yang kesannya mengintimidasi.Jangankan Pak Satpam, Saya saja ngeri melihat raut wajahnya. Benar – benar manusia sombong, pikir Evelyn kesal.“Turun!” perintahnya dengan kasar.Evelyn yang mendengar perintah Key semakin kesal da
Evelyn hanya bisa pasrah menerima semua masukan Sarah untuk pernikahan. Mulai dari warna baju pengantin hingga Gedung yang akan disewakan. Evelyn terlalu asyik mendengarkan saran Sarah sehingga dia sendiri tidak menyadari kehadiran Gio Taner yang langsung duduk dihadapannya. “Mama lagi diskusi apa sich? sampai Saya mengucapkan salam saja ngak didengar.” Kedua manik matanya yang hitam kini menatap Evelyn dengan tajam. Evelyn heran mendengar perkataannya, pasalnya selama acara makan malam yang lalu dia sama sekali tidak pernah mendengar suara Gio berbicara sama sekali. Hanya matanya saja yang menatap penuh selidik kearah Evelyn dan bibirnya yang memikat tersenyum dengan sinis. Memikat? Apa – apaan sich, jangan ngaco ya. Kok Aku ikut – ikutan edan juga, Evelyn memarahi dirinya sendiri yang rasanya mulai ikut -ikutan edan. Evelyn menatap Gio t
Baskoro mengejar Evelyn yang sedang berjalan menuju Perpustakaan Universitas. Evelyn yang tidak mendengar panggilan Baskoro terus saja berjalan. Baskoro yang mengejarnya kini tidak lagi berjalan di jalan setapak khusus pejalan kaki karena banyaknya Mahasiswa yang berjalan didepannya sehingga memperlambat dia mengejar Evelyn. Baskoro malah berjalan di rumput hijau disisi kiri jalan setapak yang ditanami tanaman rumput, padahal disana telah jelas tertera plakat “ Dilarang Menginjak Tanaman Rumput.” Semua Mahasiswa menatap sinis kearah Baskoro. Sudah dilarang kok masih dilakukan? “Eve,” panggil Baskoro. Baskoro menyentuh bahu Evelyn. Evelyn hendak menepis tangan itu, tetapi dia sadar itu adalah Baskoro. Evelyn tersenyum kearah Baskoro. “Lho ke Perpus juga Bas?” tanyanya lagi. “Iya, jalan bareng yuk. Lara mana? tumben kok ngak ikut? Tapi sebelum itu kita duduk
Evelyn kini menatap kedua pria dihadapannya yang terus saja saling menatap tajam dan bersiap adu jotos jika diperlukan, dibandingkan dengan kedua tubuh pria itu tubuh Evelyn lebih kecil sehingga kalau benar saja terjadi adu jotos sudah pasti Evelyn tidak sanggup melerainya. “Berhenti jangan sampai ada pertumpahan darah disini!” bentak Evelyn dengan marah. Tetapi kedua makhluk itu tidak memperdulikannya. Mereka saling menatap dengan rasa permusuhan. Satu dengan tatapan kemarahan dan satu lagi menatap dengan dingin. Yang jelas mereka berdua tidak memperdulikan Evelyn. “Apa maksud Kamu menyentuh Eve seperti itu?” tanya Baskoro dengan jengkel. Kini kedua tangannya terkepal marah dan siap – siap melayangkan tinjunya jika diperlukan. “kamu siapanya Evelyn, Kamu tidak berhak menegur saya. Dasar bocah tidak tahu sopan santun!” bentaknya
Evelyn terperanjat memandang Gio, lamunannya terputus secara tiba – tiba. Dia tertangkap basah sedang memperhatikan Gio. Mulutnya yang mangap karena secara tidak sadar langsung tertutup kembali. Rona merah menjalar di pipinya yang mulus. Evelyn langsung membuang arah pandangannya keluar perasaan malu kini mulai dia rasakan. Wah, aku tertangkap basah memperhatikannya, bisa – bisa dia besar kepala. Gio yang memperhatikan wajah Evelyn mulai menyadari tampilan Evelyn sepertinya menutupi sesuatu, tetapi Gio masih belum paham dan belum bisa menebak apa sebenarnya yang ditutupi Evelyn. Wajahnya seperti sedang memikirkan sesuatu karena matanya menyipit menatap tajam kearah Evelyn. Evelyn yang membuang pandangan matanya sadar kini dia telah menarik minat Gio karena Gio tidak lagi menatap tabletnya, tetapi Gio kini sedang menatapnya dengan pandangan menyelidik. Pandangan seperti itu
Evelyn segera meninggalkan cafe itu sebelum air matanya keluar karena tekanan yang dia terima. Evelyn menghentikan taksi yang lewat di depan cafe untuk segera berlalu dari tempat ini, untunglah cafe ini berada di jalan yang cukup ramai jadi tidak perlu menunggu lama, karena kalau memakai taksi online dia harus menunggu dan dia tidak tahan lagi jika berjumpa kembali dengan Gio Taner. Didalam taksi Evelyn terisak sedih karena himpitan didadanya tidak sanggup lagi dia tahan, Evelyn terus saja terisak sampai supir taksi itu keheranan. “Nona, mau diantar kemana?” Supir itu kini menatap Evelyn dengan rasa penasaran. “Antar Saya ke taman di pusat kota saja pak,” katanya lagi. Evelyn mengusap air matanya dengan kasar, karena bagaimanapun dia tidak mungkin pulang ke rumah dengan kondisi seperti ini bukan? “Putus cinta ya Non, nga
Beberapa bulan kemudian, Lidia yang sudah mengetahui bahwa Gio sebenarnya adalah cucunya sendiri, merasa mau sekaligus menyesal karena dia telah menyakiti bahkan membuat permusuhan di antara kedua cucunya. Dia melihat Gio sedang duduk di gazebo yang ada di taman samping kediaman keluarga Taner. Gio bersama dengan Evelyn. “Ya, Tuhan apa yang telah kulakukan. Mengapa aku begitu bodoh dan keras kepala. Aku tidak meyadari ternyata Gio adalah cucuku sendiri. Bahkan aku membuat permusuhan di antara kedua cucuku. Aku bahkan membuat kedua cucuku bukan hanya bermusuhan tetapi saling membenci satu sama lain. Lebih parahnya lagi aku malah membuat Key bersekongkol denganku untuk menyakiti Gio. Hatiku sekarang sangat menyesal membuat keputusan seprti itu. Otakku yang keras kepala membuat keluarga ini tidak harmonis dan entah apa yang ada di otakku hingga aku membencinya,” pikir Lidia. Dia memperhatikan Gio dari kejauhan dan sama sekali tidak tahu bagaimana keadaannya mengapa menjadi seperti i
Gio memandang Lidia yang tidak bergeming sama sekali, matanya tiba-tiba membelalak membaca hasil tes DNA yang ada di tangannya. Gio melihat semua itu tanpa ekspresi sama sekali. “Aku ingin sekali melihat bagaimana detik-detik Oma mengetahui aku ini sebenarnya adalah cucunya sendiri. Oma harus tahu yang sebenarnya, tetapi setelah Oma tahu dan meminta maaf, akankah aku memaafkannya begitu saja? Aku tahu aku tidak pantas melakukannya namun rasa sakit yang ditorehkan Oma sejak aku kanak-kanak sangat besar sekali. Oma bahkan tidak menyadari bahwa dia bahkan sudah menghancurkan rasa kepercayaan diriku terhadap dirinya sendiri. Karena kebenciannya kepadaku menjadikan aku beranggapan bahwa Oma bukanlah Omaku, aku hanya memiliki orang tua saja. Papa dan Mama, minus kehadiran Oma. Aku bahkan tidak tahu apakah Oma memang membenciku karena aku dianggapnya bukan keturunan Taner atau dia menganggap Mama telah menghianati Papa. Aku sendiri tidak tahu jawabannya, karena Oma sangat pandai menutupi rah
Gio kemudian melihat ke arah mereka. “Gio, mengapa kamu keluar dari ruang perawatanmu?” tanya Sarah dengan cemas. “Sebaiknya kita semua masuk ke ruangan perawatanku! Tidak ada yang pelu lagi disembunyikan dari diriku! Aku berhak tahu karena ini menyangkut hidupku,” katanya kembali. Setelah Gio sadar dia memaksa Dokter mengijinkannya untuk berdiri dan menjumpai keluarganya, tidak dia sangka dia mendengar semua perbincangan yang membuat dia hidup di dalam kebencian Lidia. Awalnya Dokter keberatan karena Gio dibawa ke rumah sakit karena tidak sadarkan diri, tetapi siapa yang bisa melawan kehendak Gio Taner? Akhirnya Dokter mengalah setelah Gio menenangkannya dan mengatakan dia tidak apa-apa. “Gio untuk apa kamu berdiri?” tanya Sarah dengan cemas. “Mama, kalau Mama ingin melihatku tidak lelah sebaiknya Mama dan yang lainnya mengikutiku ke ruang perawatannku, sekarang juga,” katanya dengan dingin. Hatinya dingin mendengar pengakuan Lidia yang meragukan dia sebagai putra keluarga Taner
Sarah yang masih marah kepada Lidia, kini menatapnya dengan tatapan permusuhan. “Kalau Mama mau menyakitiku, maka aku akan menerimanya. Tetapi kalau Mama menyakiti kedua anakku maka aku tidak akan menerimanya. Aku bahkan tidak akan bisa memaafkan Mama kalau Mama mengadu domba kedua anakku, jangan menyebarkan kabar yang tidak benar Mama, aku sangat kecewa kepada Mama,” kata Sarah dengan jengkel. Sarah kemudian menatap Lidia dengan tatapan kesal, karena Lidia telah menghancurkan keharmonisan rumah tangganya. “Untuk apa kamu marah? Seharusnya kamu bersyukur aku mau menerimamu jadi menantuku. Kalau saja dulu aku menolakmu maka tidak akan mungkin terjadi hal seperti ini. Aku bahkan tidak tahu kamu itu bisa sangat menjengkelkan seperti itu,” katanya kembali. “Mama! Cukup, aku mohon jangan lagi berdebat Ma! Sekarang yang harus kita pikirkan adalah bagaimana kesembuhan Gio, bukan malah sesama kita terjadi perang!” kata Hasan sambil menegur Lidia. Lidia melotot memandang Hasan. “Kalian b
Sarah yang masuk ke kamar Gio terkejut mendengar perkataan Key putranya. Setelah Sarah menelepon Gio, perasaannya tidak nyaman. Sarah akhirnya kembali pulang, karena sebenarnya jarak dari butik ke rumahnya tidak terlalu jauh. Sarah sama sekali tidak memahami perkataan key yang menyinggung perasaannya. Hatinya sangat terluka. Sarah melihat Gio yang terkulai lemas karena pingsan. Sarah kemudian menelepon ambulans. Sarah kemudian menelepon suaminya. Kini dia menatap Key dengan pandangan yang sangat terluka. “Apa maksud semua ini? Mengapa kamu mengatakan hal demikian Key? “ tanyanya dengan marah. Key kemudian menatap Sarah dengan wajah tidak dapat dibaca sama sekali, wajah datarnya sama sekali tampak tidak bersalah. “Jawab MAMA!” bentak Sarah dengan gusar. Asisten rumah tangga keluarga Taner masuk dengan membawa petugas ambulans, karena Sarah sudah meminta kepada mereka jika mobil ambulans datang maka mereka harus membawanya ke kamar Gio dari lantai dua. Mereka membawa tandu, dan bebe
Evelyn menatap Lara. Dia masih bimbang dengan keputusannya sendiri. Sementara itu Gio yang sedang berada di kamarnya di kediaman Taner bimbang, apakah dia akan menelepon Evelyn atau tidak. Sudah beberapa hari ini kesehatannya menurun karena dia tidak memiliki nafsu untuk makan. Untuk melupakan rasa rindunya kepada Evelyn bahkan Gio harus bekerja melebihi jam kerja normalnya dan melupakan makan siang bahkan makan malamnya. Setelah berhari-hari dia melakukannya akhirnya Gio tumbang. Dokter menyarankan kepada Sarah agar Gio beristirahat di rumah kalau tidak Gio harus dirawat di rumah sakit. Akhirnya Gio harus mengalah dengan keinginan Sarah agar dia segera beristirahat dirumah. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, sesaat dia merasa bahagia karena dia mengira Evelynlah yang meneleponnya. Gio kecewa ternyata bukan, dia melirik notifikasi yang ada di ponsel tersebut. Ternyata Sarah ibunya yang meneleponnya. “Halo Gio apa kamu sudah makan siang? Obat dari Dokter apa kamu sudah makan?” tanya Sarah
Evelyn dan Lara yang masih saja berbaring malas mulai memakan kudapan yang di antarkan Mama ke kamar ini. Mereka menelungkup di lantai dengan karpet yang tebal, bantal besar menjadi sasaran tubuh mereka yang terus saja berganti posisi untuk mencari kenyamanan. Lara akhirnya duduk ketika dia membaca salah satu komentar yang dibuat oleh sebuah akun. “Eve coba kamu baca kolom komentar ini, di sini tertulis komentar yang sangat bagus. Coba kamu dengarkan apa yang aku baca ya,” kata Lara kemudian. “Dear, itik yang berubah jadi angsa. Hanya satu pesan dari burung bangau kamu itu harus menentukan pilihanmu dengan bijak. Utamakan kebahagiaanmu, jangan pernah kamu mengambil keputusan yang membuat kamu nestapa. Kadang kala keputusan yang terbaik untuk kita belum tentu terbaik juga untuk orang lain. Tidak bisa semua manusia kita puaskan tetapi hanya satu, carilah kebahagiaanmu sendiri. Kalau seandainya burung bangau jadi angsa maka aku akan memilih angsa yang telah menerimaku apa adanya karena
Sarah memandang ponselnya dan dia melihat postingan Itik Buruk Rupa menjadi Angsa dan dia sedikit terkejut karena dia melihat cerita itu mirip dengan cerita hidup Evelyn. Sara kemudian membaca sampai tuntas isi postingan tersebut dan dia mencari tahu nama akun yang mempostingnya. “Siapa yang memposting ini? Nama akunnya Bintang Kejora,” pikir Sarah kembali. Sarah kemudian membaca kembali postingan itu dan terkejut karena ternyata dia melihat campur tangan Lidia di sana. Dia kemudian membacanya sekali lagi. “Kalau benar ini adalah postingan Evelyn maka Mama sudah ikut campur dan bahkan membuat ancaman terhadap Evelyn dengan memakai namaku, Mama aku berharap Mama jangan mencampuri kebahagiaan anak-anakku, aku tidak rela Mama! Apalagi Mama sepertinya berat sebelah, Mama membantu Key dan menyudutkan Gio. Aku memang tidak suka kedua anakku bertengkar Mama tetapi aku harus bersikap adil. Aku juga menginginkan kebahagiaan mereka termasuk Evelyn. Biarlah Cinta yang menang dan jangan sampai
Lara melihat Evelyn penasaran dengan ide yang akan dia kemukakan. “Eve kamu masih ingat mata kuliah yang diajarkan Pak Alex?” tanya Lara. “Maksudnya bagaimana Lara? Apa hubungan mata kuliah Pak Alex dengan kedua bersaudara Taner?” tanya Evelyn dengan bingung. “Kamu ingat tidak ketika Kyra kebingungan dengan judul tugas yang akan dia kerjakan, dia mempunyai dua makalah kedua-duanya bagus. Jadi apa saran Pak Alex pada saat itu?” tanya Lara kembali. “Poling?” tanya Evelyn dengan ragu. “Yup, benar. Poling!” kata Lara kemudian. “Apa kamu sudah gila Lara? Kamu mau mengumbar identitasku dan kedua saudara Taner? Aku tidak mau mempermalukan mereka! Aku tidak akan melakukannya,” kata Evelyn dengan mantap. Evelyn kemudian menatap Lara dengan perasaan aneh. “Ya pemikiranmu salah Eve. Aku tidak menyuruhmu mengatakan siapa dirimu, dan identitasnya kamu harus tutupi dong. Kamu buat seolah-olah kita akan membuat sebuha cerita kemudian kita lemparkan kepada pembaca, bagaimana pemikiran mereka.