"Bu … ada tamu …," tegur Bik Jum menyela kegiatan yang tengah Falisha lakukan.Falisha yang tengah berlatih aerobik mengikuti tayangan televisi kontan menolehkan wajahnya yang berbalur keringat ke arah Bik Jum sekilas sebelum kemudian tetap melanjutkan gerakan yang sempat terjeda."Siapa, Bik?" tanya Falisha tanpa mengalihkan perhatiannya lagi, dengan lincah dirinya yang mengenakan kaos longgar itu berliuk-liuk menyamakan ritme.Falisha selama ini memang selalu berlatih sendiri saat Ameera tengah belajar di sekolah barunya, motivasinya untuk menjadi lebih kurus tidak berubah meski Matteo memanjakannya dengan segudang fasilitas.Sederhana saja pertanyaan Falisha tapi jelas mengundang tanya di kepalanya karena memang tadi dia sempat mendengar bunyi bel tapi tidak ia tanggapi sebab sudah pasti Bik Jum akan bergerak melakukan tugasnya.Jika Matteo yang datang mencarinya, Bik Jum tentu tidak akan repot-repot mengetuk pintu kamar ini hanya untuk memberitahukan kepadanya sebab Matteo biasany
"Mantan suami Anda terus menerus menghubungi Saya … dia berkata ingin berbicara secara pribadi dengan Anda tapi tidak tanpa kehadiran Ameera. Katanya dia berkali-kali mencoba menghubungi Anda tapi tidak bisa sehingga dia mencari Saya," beber Pak Ali berterus terang dengan begitu gamblangnya.Dingin sontak menjalar di kaki dan tangan Falisha ketika mendengarkan kalimat-kalimat yang baru saja terlontar dari mulut Pak Ali. Alis Falisha juga kontan berkerut sedikit karena tidak menyangka jika mantan suaminya itu mencarinya sedemikian rupa.Bukankah beberapa waktu lalu dirinya sengaja dibuang bahkan dicurangi karena tidak lagi diinginkan? Tapi mengapa sekarang Bramantyo mati-matian mencari cara untuk mengontaknya? Pertanyaan ini tidak bisa tidak timbul di pikiran Falisha.Falisha terdiam hampir sepuluh detik penuh dan tenggelam dalam pikirannya sendiri sampai dehemam dari Pak Ali menariknya kembali ke dunia nyata."Ehm … Bu Falisha … jika tidak berkenan bertemu, Saya bisa menjembatani untu
"Ku dengar pria itu ingin mencari mu?"Kalimat yang baru saja Matteo katakan ini sukses membuat Falisha berhenti mengunyah dan langsung mengarahkan pandangan matanya pada pria yang tengah menyuapi putri kecilnya itu.Satu yang kontan timbul di kepala Falisha adalah Pak Ali melaporkan segalanya pada Matteo dan kini calon suaminya itu tengah meminta konfirmasi atas informasi tersebut.Falisha juga yakin sekali jika jawaban yang ia berikan pada Pak Ali telah sampai ke telinga Matteo, benar-benar tidak ada kerahasiaan sama sekali."Itu benar … Pak Ali yang memberitahuku kalau Dia mencariku … Aku nggak peduli, Aku juga nggak mau ketemu Dia!" jawab Falisha sepenuhnya jujur, lebih baik seperti itu daripada berkelit yang hanya akan menimbulkan konflik.Bagi Falisha, membina hubungan meskipun hanya simbiosis mutualisme tetap saja membutuhkan kenyamanan. Falisha tidak ingin menyinggung Matteo dari segi apapun hanya akan membuat canggung hubungan mereka.Keterbukaan jelas jauh lebih baik ketimba
"Anu, Bu … itu …," Bik Jum tampak kesulitan menemukan kalimat yang tepat atas kedatangan tamu yang tidak terduga ini.Sekali lagi, gerakan Matteo yang tengah menyuapi Ameera terhenti karena sikap Bik Jum yang di luar kebiasaan.Baik Falisha dan Matteo sendiri sama-sama tahu persis kalau asisten rumah tangga yang usianya sudah cukup tinggi itu bukan tipe penghianat. Matteo sudah membuktikan hal ini karena Bik Jum telah bekerja untuknya selama bertahun-tahun.Adapun Ameera, gadis kecil ini tidak lagi memaksa Matteo untuk memberinya makan. Kepekaan Ameera terhadap lingkungannya cukup tinggi, terlebih saat ia menangkap ekspresi ganjil yang timbul di wajah sang Ibunda. Ameera tahu, ada sesuatu yang terjadi saat ini."Kenapa, Bik? Siapa yang datang? Kok mukanya nggak enak gitu?" desak Matteo ikut bertanya dengan sengaja karena melihat Bik Jum kian susah mengungkapkannya, sementara di luar sana tamu yang entah siapa sudah dibiarkan masuk.Di detik berikutnya sesudah Matteo bertanya, derap la
"Kami datang untuk kompromi.Empat kata ini mengandung banyak sekali arti dan segera menimbulkan riak di hati Falisha.Gelisah, gundah tapi juga penuh tanya menyerbu Falisha atas kalimat yang baru saja Gisella katakan.Matteo mengalihkan pandangan matanya dari keberadaan Gisella dan Matthew lalu melirik Falisha sekilas, ia ingin tahu reaksi calon istrinya itu.Ketegangan kecil bisa Matteo baca dari ekspresi wajah Falisha, wajar saja sebab wanita itu sama sekali tidak mengantisipasi kedatangan tidak terduga ini. Matteo tahu dengan pasti bahwa ia harus kembali menjadi tameng Falisha lagi hari ini."Ehm!" Matteo sengaja berdehem untuk mencairkan suasana dan memimpin pembicaraan, "Bik Jum, tolong lanjut suapi Ameera … Sha, yuk ke depan buat ngobrol dulu sama Mama Papa ya?"Dua wanita beda usia itu langsung bergerak sesuai perintah Matteo tanpa adanya bantahan. Falisha berdiri dari duduknya tanpa harus repot menyelesaikan makanannya yang masih tersisa, dia sudah kehilangan selera untuk itu
"Sial!"Refleks Bramantyo memaki saat melangkah keluar dari sebuah gedung berlantai lima. Kusut dan kusam sangat kentara terlihat pada wajah pria beranak satu tersebut.Bagaimana Bramantyo tidak memaki jika untuk yang kesekian kalinya ia ditolak perihal pekerjaan. Walaupun sudah menurunkan harga diri dan ego untuk bekerja dengan pangkat lebih rendah dari yang pernah ia lakoni sebelumnya, tetap saja Bramantyo tidak kunjung mendapatkan pekerjaan.Beberapa minggu menganggur sangat terasa bagi Bramantyo, walau belum jatuh miskin tapi tetap saja keuangan yang ia miliki semakin menyusut.Pengeluaran terus menerus terjadi tanpa adanya pemasukan membuat Bramantyo dirundung frustasi yang semakin hari kian tebal., terlebih sudah lebih dari seminggu sejak Hera meninggalkannya pagi saat pertemuan keluarga itu.Hera benar-benar tidak menyisakan simpati sedikitpun pada Bramantyo, dia tidak berniat kembali meski pria itu berusaha sedemikian rupa membujuknya. Alhasil, muak dengan tingkah Bramantyo, He
Netra Bramantyo sempat melirik sekilas pop up notifikasi melalui bilah jendela pengaturan ponselnya dan belum sempat ia mencernanya lebih lanjut kepala pria itu sudah lebih dulu terangkat, yang mana menyajikan pemandangan luar biasa.Entah yang mana lebih mengejutkan Bramantyo sekarang, antara pop up notifikasi yang menyebut nama Tirta atau penampakan istri sirinya yang ada di depan mata.Dalam hitungan detik, Bramantyo telah memutuskan dengan begitu cepat. Tangkapan layar ia lakukan agar tidak kehilangan berita yang muncul pada notifikasi.Selanjutnya, Bramantyo langsung turun untuk menyongsong pemandangan yang telah mampu memanaskan hatinya dalam tempo singkat tersebut.Bagi Bramantyo, apapun yang bersangkutan dengan Falisha atau keluarga Tirta, ini bisa ditunda penerimaan informasinya sebab biar bagaimanapun wanita itu telah resmi bercerai sehingga tidak ada lagi hubungan dengannya.Namun, tidak dengan Hera. Hera Iswari masih berstatus istrinya meski hanya dinikahi secara siri. Bra
Mengepal hingga bergetar tangan Pramudya menahan amarah yang ingin meledak akibat kata-kata Bramantyo. Akan tetapi, akal sehatnya masih berjalan dan mampu menahannya agar tidak menerjang pria itu.Pramudya tahu dengan pasti jika Bramantyo ingin sekali memprovokasinya dan ia tidak akan membiarkan hal ini terjadi. Sebab, Pramudya ingat sangat jelas bahwa istri Bramantyo bukan wanita muda seperti Hera tapi seorang wanita bertubuh tambun yang entah siapa namanya.Pramudya pernah sekali melihat wanita gemuk itu, di acara tahunan kantor kala itu. Semua orang yang telah menikah diwajibkan membawa pasangannya oleh pihak kantor dan Bramantyo secara ogah-ogahan karena malu pada akhirnya tetap membawa istri gemuknya.Wanita tersebut saat itu hanya setengah jam saja menghadiri acara tahunan ini dan langsung diusir pulang oleh Bramantyo sesaat setelah diperkenalkan kepada direktur perusahaan. Peristiwa ini sempat terekam di kepala Pramudya juga beberapa rekan kerjanya
“Bagaimana para saksi? Sah?”Pertanyaan sederhana tapi sarat makna ini terdengar sedikit keras dari seorang pria berkacamata di ruangan yang terisikan kurang lebih sekitar dua puluhan orang tersebut.Gema kata sah yang mengiyakan balik pertanyaan itu pun segera menggaung memenuhi ruangan berdekorasi putih, semua orang yang ada di sana sepakat seiya sekata dengan si Pria berkacamata yang berprofesi sebagai seorang penghulu ini dan puji-pujian terhadap Tuhan yang Maha Esa pun terlantun kemudian.Benar, apa yang tengah berlangsung adalah pernikahan antara Falisha dan Matteo. Disaksikan langsung oleh keluarga inti masing-masing dan kerabat dekat saja, akad nikah keduanya berlangsung lancar tanpa kendala apapun.Oleh Falisha, ada selaput bening yang menyelimuti netranya. Yang mana, setengah mati Falisha tahan agar tidak jatuh bersama gelombang gejolak rasa. Falisha sama sekali tidak pernah menyangka jika ia akan menikah sampai dua kali bahkan suaminya seorang Matteo Saguna Taslim, teman ma
Sungguh, sekian tahun malang melintang di dunia bisnis, Matteo hampir tidak pernah kehilangan ketenangannya seperti sekarang ini.Bukannya sombong, akan tetapi di bawah tempaan langsung sang Kakek yang merupakan raja bisnis, Matteo memang sepiawai itu. Matteo sedari kecil selalu bisa mengendalikan diri, terutama emosi dan raut wajah hingga tidak bisa terbaca lawan bicaranya.Namun, sekarang semua jerih payahnya menmbentangkan pengendalian terasa sia-sia sebab segalanya dengan mudah digoyahkan oleh Teddy.Memang, keterkejutan yang dialami Matteo hanya sepersekian detik sebelum kemudian pria itu mampu mengontrol kembali emosinya tapi tetap saja dia merasa kecolongan.Kembali, Matteo menelan lagi salivanya demi mengusir gersang yang melanda tenggorokannya walau tak seberapa berguna dan dengan satu tarikan napas panjang tidak kentara diiringi dengan turunnya tangan Teddy yang menunjuknya ia pun berkata.“Apapun yang Saya rencanakan dengan Sasha, kesepakatan apapun yang terjadi antara kami
“Jadi … apa yang ingin Kamu bicarakan? Sampai-sampai mengganggu waktu istirahat Saya seperti ini!”Kalimat langsung yang begitu to the point dan tanpa basa-basi sedikitpun dari Teddy itu membuat Matteo merasa punggungnya kian berkeringat meski berada di ruangan berpendingin ini. Setelah kedatangannya diterima keduanya bertemu dan duduk bersama berhadapan, tapi di lima menit pertama mereka hanya duduk diam saling memandang satu dengan yang lainnya.Keterdiaman yang ada nyata sangat bisa menyebabkan suasana menjadi tegang hingga Matteo tidak berani buka suara terlebih dahulu untuk memulai percakapan.Tersentak Matteo tidak kentara ditegur demikian oleh Teddy, dia sangat jelas jika ayah dari Falisha itu pasti memiliki penilaian tertentu mengenai kehadirannya.“Begini Om …,” ujar Matteo menjawab pelan setelah sebelumnya terlebih dahulu menelan Saliva guna menentramkan ketegangan diri. Sungguh, Matteo rasanya membutuhkan sedikit ruang untuk meredam rasa dan terbersit setitik penyesalan men
Si Gendut Penakluk Bos - Bab 116 Jalur Keinginan Matteo“Kamu tahu, Mat … sudah Aku putuskan, percepat saja pernikahan kita. Biar semuanya jadi lebih terkendali aja. Aku nggak apa kok, nggak perlu resepsi atau akad atau apapun yang mewah-mewah, tinggal tanda tangan tanpa apapun juga Aku bersedia. Beneran, Aku bersedia dan Papa juga telah merestui ini!”Tidak bisa Matteo tidak tertegun dengan apa yang baru saja ia dengar, terutama kalimat terakhir yang terlontar dari bibir wanita yang ia pilih sebagai istri itu nantinya.Memang, pernikahan yang ingin dilakukan itu hanyalah pernikahan sebatas di atas kertas pun berjangka waktu tertentu meski belum ada pembicaraan mendetail dengan Falisha mengenai hal ini. Akan tetapi, bukan berarti Matteo ingin melangsungkannya dengan cara yang salah sebab dasar untuk menikah itu sendiri saja sudah tidak benar.Matteo ingin melalui jalur yang baik meski melewatkan momen lamaran dan sekelumit cinta yang seharusnya ada. Walau, ada banyak faktor yang harus
Si Gendut Penakluk Bos - Bab 115 Percepatan“Kamu nangis? Matamu bengkak gini! Katakan, siapa yang bikin Kamu nangis?”Sungguh, beberapa tahun terakhir ini Falisha jarang sekali menerima perhatian dari orang yang ada disekelilingnya termasuk dari suaminya sekalipun. Koreksi, mantan suami si Bramantyo Satya. Selalunya, Falisha yang menjadi pemberi bukan penerima. Kasus ini tentu dikecualikan untuk putri semata wayangnya Ameera.Kalau pun mendapatkan perhatian kecil, selalu ada embel-embel entah apapun itu juga penghinaan yang mengikuti di belakang. Contoh kecil, saat itu Falisha dalam keadaan sakit. Falisha dikira sengaja berpura-pura sakit karena malas atau manja serta tidak ingin membereskan pekerjaan rumah, tuduhan ini selalu disematkan kepada setiap kali wanita itu menderita flu atau demam. Ujung-ujungnya Falisha tidak dibawa ke dokter dan cuma diberikan obat murah yang beredar di pasaran.Oleh karena itu, apa yang baru saja dilakukan Matteo pada Falisha tak pelak membuat hati wani
Si Gendut Penakluk Bos - Bab 114 Restu Orang Tua (2)Teddy membalas pelukan Falisha erat, hatinya jelas menghangat atas perlakuan buah hatinya saat ini. Sungguh, Teddy merindukan saat-saat seperti sekarang, saat Falisha bermanja pada dirinya.“Sudah jadi seorang Ibu dan akan menjadi seorang istri lagi … Sasha harus lebih dewasa dan lebih bertanggung jawab lagi ya.”Kalimat yang baru saja digaungkan Teddy disertai dengan usapan lembut di bagian punggung sukses membuat mata Falisha kian memanas.Falisha tidak mampu menjawab Teddy, sebagai gantinya ia menganggukkan kepala dan bening pun tumpah tanpa bisa dicegah.“Papa nggak tahu ada apa sebenarnya antara Kamu dan Matteo, Nak … tapi, Papa sangat berharap jika pernikahan ini akan menjadi pernikahan terakhir untukmu …,” ujar Teddy lagi tanpa menjeda usapannya dan kembali pria paruh baya itu menghela napas berat.Kalimat yang terlontar dari mulut Teddy
Si Gendut Penakluk Bos - Bab 113 Restu Orang TuaDalam diamnya Falisha menilai ekspresi kedua orang tuanya. Mudah saja membaca raut wajah Miranda karena keterkejutan nyata tergurat serta tidak ada kemarahan atau keengganan sedikitpun di sana. Akan tetapi, tidak sedemikian mudah menilai ekspresi Teddy.Berbekal pengalaman Teddy di dunia bisnis selama puluhan tahun, pria paruh baya itu mampu mengontrol garis wajahnya sedatar mungkin, dia juga bisa mengendalikan emosi di balik topeng tanpa ekspresinya.Tidak ada yang bisa Falisha nilai pada Teddy kecuali wajah kaku seperti papan dan aura dingin kentara yang kian menciutkan nyalinya.Hanya Teddy sendiri dan Tuhan saja yang tahu keputusan apa yang telah diambil oleh Ayah kandung Falisha itu.Sampai pada akhirnya, Falisha tidak tahan lagi dan memecah kesunyian dengan berkata “Papa … Mama … maukah merestui pernikahan Sasha dengan Mamat?”Sungguh, menunggu jawaban seperti s
Si Gendut Penakluk Bos - Bab 112 Meminta RestuBerbeda dari rasa yang dialami di awal memasuki ruangan ini, Falisha sedikit menemukan keyakinan di dalam nada bicaranya meski tetap diselimuti oleh keragu-raguan.Kalimat telah terlanjur menggaung, keinginan Falisha juga semakin meneguh sehingga ia memantapkan hati untuk tetap memberitahukan keputusannya kepada Miranda dan Teddy.Dengan mata memerah dan wajah yang masih dirubung haru, Teddy memandang Falisha penuh arti. Begitu pula dengan Miranda yang langsung memberikan perhatiannya untuk Falisha. Pasangan suami istri ini mengkode jika mereka siap mendengarkan sang Anak.Falisha menelan salivanya kasar, berusaha dia sekuat tenaga menekan kegugupan yang melanda lalu angkat bicara di detik berikutnya.“Sasha ingin minta restu Papa dan Mama untuk menikah dengan Mamat.”Lancar jaya sebaris kalimat itu meluncur dari bibir Falisha, seakan apa yang baru saja ia sampaikan adalah hal yang remeh.Terdiam Teddy tanpa ada sepatah katapun yang teruc
Si Gendut - Bab 111 Permintaan Maaf (2)Tertegun Teddy dan Miranda saat mendengarkan apa yang baru saja diucapkan oleh putri kesayangan mereka.Sungguh, tidak terlintas di kepala mereka jika Falisha akan melayangkan permintaan maaf juga sedikit menyinggung masa lalu di situasi seperti sekarang ini.Bukan pasangan paruh baya ini tidak mengerti dengan maksud Falisha, tapi bukankah jika mereka telah bertemu kembali setelah sekian lama itu artinya semua sudah dianggap berlalu.Oleh Falisha, wanita yang telah berstatus janda dengan satu anak itu hanya mampu menundukkan kepala dengan air mata yang terus menitik jatuh. Tidak berani sedikit pun ia mengangkat wajah karena dirundung penyesalan dan rasa bersalah yang begitu kental sebab karena kesalahan yang diperbuatnya berujung pada rentetan masalah berbuntut panjang yang hampir saja mengoyak segala kerja keras orang tuanya.“Sasha … minta maaf … Ma, Pa ….”Bergetar bahu Falisha saat mengucapkan kembali sebaris kalimat tersebut. Ketakutan mulai