Mengepal hingga bergetar tangan Pramudya menahan amarah yang ingin meledak akibat kata-kata Bramantyo. Akan tetapi, akal sehatnya masih berjalan dan mampu menahannya agar tidak menerjang pria itu.Pramudya tahu dengan pasti jika Bramantyo ingin sekali memprovokasinya dan ia tidak akan membiarkan hal ini terjadi. Sebab, Pramudya ingat sangat jelas bahwa istri Bramantyo bukan wanita muda seperti Hera tapi seorang wanita bertubuh tambun yang entah siapa namanya.Pramudya pernah sekali melihat wanita gemuk itu, di acara tahunan kantor kala itu. Semua orang yang telah menikah diwajibkan membawa pasangannya oleh pihak kantor dan Bramantyo secara ogah-ogahan karena malu pada akhirnya tetap membawa istri gemuknya.Wanita tersebut saat itu hanya setengah jam saja menghadiri acara tahunan ini dan langsung diusir pulang oleh Bramantyo sesaat setelah diperkenalkan kepada direktur perusahaan. Peristiwa ini sempat terekam di kepala Pramudya juga beberapa rekan kerjanya
“Ini lebih menakutkan daripada ngadepin Mak-mak julid yang sukanya ngegosip main keroyokan, Mat!” ucap Falisha datar sambil menghela napas panjang berkali-kali demi mengusir gundah gelisah yang kini menyerang.Oleh Falisha, ia tidak bisa mengantisipasi rasa ini karena memang hal tersebut sebenarnya normal. Bahkan rasa gugup itu melebihi saat ia bertemu dengan kedua orang tua Matteo.Bagaimana tidak Falisha merasa demikian ketika yang akan ia hadapi sebentar lagi bukan hanya orang tua kandung Matteo tapi juga keluarga besar Taslim.Benar, Matteo akhirnya secara pribadi membawa Falisha untuk mengunjungi kepala keluarga Taslim, sang Kakek Kaisar guna memenuhi panggilan yang diberikan kepadanya.Mau mengelak atau menghindar sekalipun, cepat atau lambat pertemuan ini pasti terjadi. Falisha tahu dengan sangat jelas akan hal ini, terlebih pernikahannya dan Matteo telah terdaftar di kantor sipil dan hanya tinggal menunggu pengesahan saja.Tidak h
Anggukan kepala Falisha menghangatkan hati Matteo, “Terima kasih sudah mau berjuang untukku!” ucapnya pelan lalu perlahan mengurai pegangan setelah sebelumnya terlebih dahulu memberikan remasan ringan kemudian turun dari mobil.Falisha yang tadinya masih membatu karena situasi yang menurutnya berat hingga terasa seperti ada beban berat di hatinya sekarang telah mendadak mencair. Semua karena perlakuan Matteo yang lagi-lagi mampu membuatnya seolah meleleh sangking tulusnya.Satu kalimat berisikan ucapan terima kasih itu sudah lebih dari cukup bagi Falisha. Ucapan ini lebih berharga daripada pria itu menghadiahkannya barang-barang mewah, bermerek dan tentunya mahal.Hanya dengan satu ucapan terima kasih itu, Falisha merasa lebih dihargai, merasa usahanya selama ini tidak sia-sia belaka.Tiba-tiba saja, gugup yang ada dalam diri Falisha hilang sepenuhnya dan tergantikan dengan api semangat juang yang mulai membara, perlahan tapi pasti berkobar dalam
"Karena semuanya telah berkumpul di sini … perkenalkan, Falisha Tahira Tirta, calon istri pilihanku!" ucap Matteo tegas dan penuh keyakinan pada keluarga besar Taslim.Falisha yang ikut mendengarkan kalimat Matteo ini kontan menahan napas sambil meremas kembali jemari sang Calon Suami.Falisha tidak mengira jika Matteo akan seblak-blakkan itu di kalimat dan pertemuan pertama ini. Walau demikian, Falisha mengakui jika to the points khas Matteo seperti sekarang akan menghemat banyak waktu daripada bertele-tele terlebih dahulu.Tertangkap oleh netra kecokelatan Falisha jika rahang Heri dan Yunita sempat mengeras sesaat setelah Matteo mengucapkan kalimat tersebut.Falisha sangat sadar kalau mereka semua jelas sekali menatap fisiknya. Walau telah turun sekitar lima kilogram berkat olahraga yang ia lakukan belakangan ini, bukan berarti ia serta merta terlihat kurus.Falisha sangat sadar jika fisiknya tidak banyak perubahan, masih sebesar dulu d
Falisha nyaris tidak mampu menyembunyikan keterkejutan yang singgah di wajahnya. Meski tidak terlalu banyak yang ditampilkan, tapi mata bernetra kecoklatan itu sempat membesar sesaat.Bukan hanya Falisha saja tapi semua anggota keluarga Taslim yang lainnya termasuk juga Matteo mengalami keterkejutan yang sama.Siapapun tidak menyangka bahwa Kakek Kaisar akan bersikap seRamah ini dengan Falisha, entah alasan apa yang melatarbelakanginya … semua dari mereka hanya bisa berasumsi sendiri dan bertanya-tanya.Tidak ada yang bisa terbaca dari Kakek Kaisar selain kesannya yang cukup hangat untuk Falisha, walau begitu Matteo bisa menduga sedikit apa yang mendorong Kakek Kaisarnya berlaku demikian.Sempat membeku selama dua detik penuh tapi pada akhirnya Falisha bereaksi juga dengan memaksa diri melepaskan tautan tangannya dengan Matteo dan segera menyongsong Kakek Kaisar.Matteo kontan melakukan hal yang sama, dia berjalan membayangi Falisha dengan mengabaikan semua orang bahkan tidak melirik
Berjarak beberapa kilometer dari kediaman pribadi Kaisar Franklin Taslim, si Duda Bramantyo tengah mengeluh sekaligus meratapi nasib yang menimpa dirinya.“Pramudya brengs*k!” maki Bramantyo untuk yang kesekian kalinya hari ini, “awas aja kalau ketemu lagi, Ku tabrak aja pake mobil sampai mati! Bangs*t!” sambungnya berapi-api sambil menekan kain berbungkus es batu pada rahangnya yang memar hingga kontan ia meringis menahan sakit.Bagaimana tidak Bramantyo memaki seperti ini jikalau dialah pihak yang kalah pada sesi baku hantamnya dengan Pramudya siang tadi.Umur memang tidak bisa bohong walau keinginan hati menggebu-gebu. Bramantyo memang baru tiga puluhan tapi dia bukan tipe petarung bahkan tidak pernah secara khusus memelihara otot-otot pada tubuhnya. Terlebih Bramantyo bukan tipe petarung, meskipun semangatnya ingin melumpuhkan musuh begitu tebal.Pahit memang, tapi inilah yang harus ditelan mentah-mentah oleh Bramantyo. Pria beranak satu ini kalah telak dari Pramudya dan nyaris pi
“Sha!”Panggilan dan suara familiar yang menyapa membuat Falisha secara otomatis menoleh ke arah sumber suara. Senyum wanita ini mengembang sempurna melihat dua sosok orang dekatnya dan tangannya terangkat membalas lambaian setelah sebelumnya ia sedikit kesulitan mencari mereka di tempat yang cukup ramai tersebut.Tanpa menjeda waktu, dengan antusias Falisha menggandeng Ameera menuju ke meja yang tengah ditempati oleh Lina dan Riana.Benar, Falisha memang telah janjian dengan kedua sahabatnya ini dan disinilah dia sekarang. Tentunya atas izin dari Matteo, sang Calon Suami.Sejak pertemuan ketiganya di rumah sakit karena kecelakaan motor tempo hari dan pasca perceraian Falisha, ini pertama kalinya mereka hangout di luar lagi. Sebab, pertemuan-pertemuan mereka sebelumnya selalu dilakukan di apartemen Alton Tower.“Sorry lama!” sapa Falisha cerah dengan senyumnya yang sumringah begitu ia cukup dekat, “tadi itu nggak dibolehin keluar sama Mamat kalau nggak diantar sopir, jadi ya nungguin
Tanpa banyak berpikir dan dengan bibir yang masih melengkungkan senyum juga masih mendapatkan perhatian dua sahabatnya, Falisha meraih alat komunikasi tersebut. Di sekedip mata berikutnya, senyum Falisha memudar karena nama ‘Mama’ yang tertera di atas layar ponselnya.Lebih empat tahun Falisha tidak pernah lagi berkomunikasi dengan sang Ibunda, pertemuan terakhir mereka tempo itu adalah ketika Miranda memberitahukan Falisha bahwa ia dan Ayahnya akan pindah ke Belanda dan tidak akan pulang dalam waktu dekat. Tidak hanya Miranda, dengan sang Ayah Teddy, Falisha telah sekian tahun tidak pernah berjumpa langsung hingga nyaris delapan tahun lamanya.Falisha sendiri memang sengaja masih menyimpan nomor kontak juga foto-foto lama bersama keluarga kandungnya. Meski Teddy mengatakan putus hubungan karena perbuatan salahnya bahkan mengabaikannya bertahun-tahun, Falisha tetap tidak mampu meredam kerinduan yang terkadang membuncah.Dengan hal-hal sesederhana inilah Falisha melampiaskan rasa rindu