Gayatri tidak menyahut. Saat itu, gadis ini sedang termenung memikirkan mulut pintu gua yang tertutup. Bukannya bingung cara menggeser batu sebesar kerbau yang menutupi mulut gua, melainkan heran melihat mulut gua yang telah tertutup kembali. Karena ia yakin, kemarin siang belum menutupkan pintunya kembali.
"Pasti ayahku telah menyuruh murid-muridnya untuk menyelidiki gua ini, begitu aku memberitahu kalau telah menyelidiki tempat ini. Dan kemungkinan besar murid-murid suruhan Ayah itulah yang telah menutupnya," gumam Gayatri dalam hati.
"Gayatri! Sedang apa kau di situ? Mana gua yang kau maksudkan! Apa kau tidak mendengar ucapanku tadi, he?" teriak Si Buta dari Sungai Ular kesal.
"Inilah gua yang kumaksudkan!" teriak Gayatri jengkel.
"Mana?" Manggala melototkan matanya lebar-lebar.
"Ini! Yang tertutup batu ini!"
“Kau ini bagaimana, mana aku melihat ada gua yang tertutup!” dengus Manggala. Gayatri hampir saja tersentak kaget, saat
"Kau.... Kau menemukan apa, Manggala?" tanya Gayatri tidak canggung lagi seperti tadi. Hatinyamerasa penasaran melihat sikap Manggala."Hm...!"Manggala kini mengangguk-angguk."Tidak banyak yang kuketahui sebenarnya. Aku hanya tahu kalau yang membunuh keempat mayat ini adalah seseorang yang berkepandaian tinggi sekali. Apalagi menurut keteranganmu, mereka adalah empat murid utama di perguruan ayahmu. Coba perhatikan baik-baik, Gayatri! Aku yakin, wajah mereka pasti terkena cakaran-cakaran maut yang mengandung racun keji. Kalau tidak percaya, coba perhatikan wajah mereka baik-baik. Memang wajah keempat mayat ini tidak matang biru seperti terkena racun pada umumnya. Ini saja sudah membuktikan kalau cara kerja racun itu keji sekali, dengan menyerang urat-urat saraf si korban. Sayang sekali aku bukan ahli racun. Sehingga, aku tidak mengetahui jenis racun apa yang menyerang mereka."Gayatri menghela napasnya resah. Entah mengapa, tiba-tiba saja ia jadi
"Mengapa kau tidak mau tidur sekarang, Gayatri? Kulihat matamu sudah ngantuk. Lekaslah tidur duluan!" ujar pemuda ini diam-diam telah mengerahkan kekuatan batinnya. Suaranya yang mengundang perintah terdengar bergetar-getar aneh, mempengaruhi jalan pikiran Gayatri.Gayatri terkejut. Tiba-tiba saja matanya jadi ngantuk sekali. Tubuhnya limbung, sulit dikendalikan. Dan akhirnya ia rebah di atas tanah rerumputan."Me..., mengapa mataku jadi ngantuk begini.. Ah...! Kau... kau pasti mengerjaiku lagi, Manggala...," ucap Gayatri makin melemah, sebelum akhirnya tertidur pulas.Manggala tertawa perlahan. Sejenak dipandanginya Gayatri yang sudah terlelap dengan begitu manisnya. Lalu, ia pun segera beranjak dari tempat duduknya."Baik-baik bobo di sini, ya! Jangan ke mana-mana! Awas, kalau ke mana-mana! Nanti kusentil kupingmu, lho!" ujar pemuda murid Raja Siluman Ular Putih itu, persis seseorang yang sedang menggoda anak kecil. Dan sehabis berkata begitu, Si Buta d
"Ke mana kunyuk itu? Kok, tak ada? Tadi aku benar-benar melihat kalau ia menyelinap ke balik pohon ini. Tapi, sekarang kok tak terlihat?" tanya murid penjaga yang berada paling depan seraya menunjuk ke batang pohon asam tua di depannya."Oh...! Jangan-jangan kunyuk itu setan gentayangan penunggu lubang Kematian ini! Ih...! Ngeri...!" duga salah seorang murid yang lain ketakutan. Wajahnya seketika itu juga pucat pasi. Matanya memandang ngeri ke arah Lubang Kematian."Maaf, Kawan-Kawan! Aku pergi dulu. Aku tak sudi jadi tumbal...!" teriak yang lain langsung mengambil langkah seribu.Tiga orang murid lain sejenak hanya bisa saling pandang. Kemudian entah siapa yang memulai, tahu-tahu mereka telah lari meninggalkan Lubang Kematian.-o0o-Kabut asap putih jelmaan Manggala terus melesat masuk ke dalam Lubang Kematian. Kecepatannya sungguh mengagumkan, hingga akhirnya kabut asap putih itu sampai di dasar lubang Kematian. Begitu menyentuh tan
"Tutup mulut, Bocah! Aku tidak pernah membiarkan calon korbanku banyak mengeluarkan suara! Terima saja kematianmu hari ini!" bentak lelaki tua itu garang setelah berbalik. Dan diam-diam sebenarnya dalam hati ia mulai mengagumi kepandaian musuh mudanya. Dan sehabis berkata begitu, tubuh lelaki tua itu kembali melesat dengan kecepatan luar biasa, bagai sebatang anak panah meluncur dari busurnya. Rambutnya yang memencar bagai puluhan ijuk baja menyerang tubuh Manggala penuh tenaga dalam tinggi.Wesss!"Uts...!"Manggala cepat melenting ke atas, hingga serangan-serangan orang tua buntung itu mengenai tempat kosong. Hebatnya, begitu rambut-rambut yang menjuntai-juntai itu menancap ke dinding Lubang Kematian, maka seketika tubuh buntung orang tua itu kembali melenting menyerang."Ya, ampun! Kalau begini terus caranya, aku bisa modar!" gerutu Manggala yang baru saja mendarat. Kesal juga hatinya. Diam-diam kekuatan batinnya pun mulai dikerahkan untuk menghadapi s
"Geeerrr...!"Manggala melesatkan tongkat ditangannya ke tanah dan langsung menerjang garang Bagaskara. Orang tua buntung itu cepat meloncat ke samping menghindari terjangan dengan sekali menghentakkan ujung-ujung rambutnya ke tanah. Kemudian dengan mengerahkan jurus-jurus saktinya dibalasnya serangan Si Buta dari Sungai Ular.Si Buta dari Sungai Ular ini pun tidak kalah cerdik. Melihat serangan-serangan orang tua buntung yang demikian hebatnya, cepat dipapakinya dengan kedua tangannya.Wuttt! Prattt!Tentu saja hal ini sangat merepotkan Bagaskara. Apalagi ketika disadari, pukulan-pukulan rambutnya yang mengenai tubuh lawannya itu hanya seperti membentur lempengan baja yang keras!Tak urung juga matanya memandang penuh kagum. Rambutnya yang berbenturan dengan tubuh raksasa Si Buta dari Sungai Ular itu serasa pedih bukan main. Bahkan kepalanya sampai berdenyut-denyut tidak karuan. Namun Bagaskara tidak mau menyerah begitu saja. Dengan mengeluarkan j
"Apa?! Elang Emas...?" sentak Manggala seraya menarik mundur dadanya, seolah-olah tidak mempercayai keterangan Bagaskara.Kali ini Bagaskara memandangi Si Buta dari Sungai Ular seksama."Benar. Memang Elang Emaslah pelakunya," tegas Bagaskara, seraya mengangguk."Tapi..., tapi, bukankah murid-murid Perguruan Elang Putih itu adalah murid-murid Elang Emas sendiri?" tukas si pemuda dengan kening berkerut."Tidak! Sebenarnya tidak demikian. Mungkin untuk sekarang ini, murid-murid Perguruan Elang Putih memang muridnya. Murid-murid Elang Emas maksudku. Tapi, tidak untuk sebelum masa delapan belas tahun lalu, Bocah!" jelas Bagaskara."Aku belum mengerti maksudmu, Orang Tua." Bagaskara menghela napasnya sebentar."Singkatnya begini, Bocah. Sebenarnya Perguruan Elang Putih bukanlah milik Elang Emas, melainkan, milik seseorang.""Milik seseorang...? Siapakah dia, Orang Tua?" tanya Manggala heran.Bagaskara menyunggingkan senyum. "Tentu k
"Mungkinkah gadis yang kau katakan itu anak kandungnya Elang Emas dengan Surtini, istriku. Atau, jangan-jangan Gayatri yang kau katakan justru anak kandungku sendiri?""Bisa jadi Gayatri itu anak kandungmu sendiri, Ki. Sebab menurut keterangannya Gayatri sudah beberapa kali akan dibunuh oleh Elang Emas. Jadi, bisa jadi Gayatri anak kandungmu sendiri. Kalau tidak, mana mungkin ada ayah yang tega akan membunuh anak kandungnya?""Kau benar, Anak Muda! Gadis yang kau maksudkan pasti anakku!" tandas orang tua buntung itu dengan mata berbinar."Kalau kau cukup mengenalnya, tolonglah kau ajak gadis itu kemari! Aku ingin sekali melihatnya. Kau mau menolongku, Anak Muda?""Jangan khawatir, Ki! Aku pasti akan membantumu. Sekarang kau tenangkan hatimu dulu! Aku akan keluar sebentar. Dan yang jelas, aku pasti akan mengajak putri kandungmu kemari."Si Buta dari Sungai Ular cepat meloncat bangun. Pandangan matanya sejenak menyapu ke seputar ruangan dalam lorong
"Aku tahu, kali ini kau bisa bicara pongah seperti ini. Tapi, tunggu sebentar, Kakang! Kau tentu akan menyesal dengan kata-katamu!""Hidupku sudah hancur. Buat apa menyesali?" teriak Bagaskara nyaring, namun suaranya kali ini sedikit melemah. Mungkin terpengaruh juga dengan ancaman Elang Emas. Elang Emas tidak lagi meladeni omongannya. Hanya matanya saja yang berkilat-kilat, memperhatikan Lubang Kematian. Kemudian dengan perasaan panas, segera ditinggalkan tempat ini. Begitu kaki kanannya menutul ke tanah, bayangan tinggi besar Elang Emas pun tahu-tahu telah berkelebat cepat keluar dari Pekarangan Terlarang.Gerakan kedua kakinya cepat sekali laksana terbang, pertanda ilmu meringankan tubuhnya telah sangat tinggi. Sebentar saja Elang Emas telah sampai di padepokannya. Beberapa orang murid asuhannya berlari-lari menyambut kedatangannya, ia langsung duduk berlutut mengitari."Semuanya berkumpul di ruang utama!" perintah Elang Emas galak."Baik, Guru!" sahut
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana