"Jelas sekali kalau pembunuh muridku lari ke barat. Hm...! Untung saja aku belum bertindak. Kalau tadi aku tidak sabar, sudah pasti akan terkecoh. Sial! Benar-benar sial. Hampir saja aku, terkecoh oleh tiupan angin," rutuk Penguasa Demit dalam hati. Dan Penguasa Demit memang tidak ingin lagi berlama-lama di tempat itu. Sekali menjejak tanah, tahu-tahu tubuh tinggi kurusnya telah berkelebat cepat ke barat. Hidungnya yang pesek tak henti-hentinya mengendus mengikuti bau darah muridnya yang hanya tercium samar-samar. Namun belum jauh melangkah, mendadak pendengarannya yang tajam menangkap langkah-langkah halus di belakangnya.
"Mungkin inilah yang dinamakan pucuk dicinta ulam tiba. Dicari-cari ke mana-mana, eh tidak tahunya kutemukan di sini!"
"Kau...!"
Sepasang mata indah Putri Manja membelalak lebar ketika Si Buta dari Sungai Ular memergokinya di sebuah sendang. Gadis ini benar-benar tidak ingin bertemu kembali dengan pemuda sinting yang telah mengganggu kesenanga
Tanpa peduli, Manggala malah melompat ke sebuah pohon. Dalam hatinya, ia harus cepat mendapatkan ulat bulu. Kalau tidak, bisa kapiran. Untungnya di saat Manggala mendarat di sebuah pohon, tiba-tiba matanya melihat seekor ular bulu besar berwarna hitam mirip warna ranting pohon di depannya. Manggala bersorak kegirangan. Buru-buru dipatahkannya ranting pohon itu lalu segera meloncat turun. Di bawah, Putri Manja masih saja berteriak-teriak kalap. Ia benar-benar takut pada ulat bulu.Sementara hatinya juga tak melihat Manggala pun takut pada ulat bulu. Maka begitu melihat Manggala turun, Putri Manja pun segera menghampiri murid Pemuda dari sungai ular itu.Tanpa banyak cakap, Manggala pura-pura menggerak-gerakkan ranting kayu di tangannya ke pundak Putri Manja. Lalu segera ditunjukkannya ranting kayu di tangan kanannya ke arah Putri Manja. Putri Manja memekik senang. Tanpa sadar segera dirangkulnya Manggala.Si Buta dari Sungai Ular tersenyum. Senang sekali mendapat
"Manggala! Apakah kau tadi sudah mengirim begundal-begundal itu ke kadipaten?" tanya Putri Manja mengusik kesenangan Manggala di tengah sendang."Begundal-begundal yang mana?" sahut Manggala tak senang. Putri Manja memberengut. Tak senang mendengar jawaban Manggala yang ketus."Juragan Lanang dan kesepuluh orang anak buahnya, Manggala. Apakah kau sudah membawa mereka ke kadipaten?" seru Putri Manja kesal."Belum.""Apa? Belum?" Sepasang mata indah milik Putri Manja kontan membelalak indah. Ia kecewa sekali atas jawaban Manggala."Kau sudah mendengar. Kenapa pakai tanya-tanya segala?""Bodoh! Seharusnya kau mengirim mereka ke kadipaten. Tapi, mengapa kau malah dibiarkan berkeliaran. Kau ini bagaimana, sih! Kerja begitu saja tidak becus!" semprot Putri Manja kasar.Manggala tidak mempedulikannya. Pemuda ini terus saja asyik berenang ke sana kemari membiarkan Putri Manja uring-uringan di tepi sendang. "Manggala...! Kau benar-benar menjen
"Akan kutandingi dengan aji 'Cat Hati Suci'," gumamnya.Begitu Penguasa Demit menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada, seketika tampak sekujur tubuhnya telah dipenuhi cahaya merah berpendar. Sementara kedua telapak tangannya pun juga berwarna merah menyala. Lalu disertai teriakan keras kedua tangannya dihentakkan ke depan."Heaaa...!"Wesss! Wesss!Pelukis Sinting Tanpa Tanding terkekeh. Entah karena musuh besarnya telah mengeluarkan ajian andalannya, entah karena tak sabar menghadapi pertarungan besar ini. Yang jelas begitu melihat dua larik sinar merah menyala meluruk ke arahnya, buru-buru nampan kayu di tangan kirinya diangkat tinggi-tinggi.Ketika cairan cat beraneka warna itu mendidih di dalam nampan kayu berhamburan, dengan kekuatan tenaga dalam tinggi Pelukis Sinting Tanpa Tanding meniupnya keras!"Fhuhhh...!"Werrr! Werrrr! Besss!Tak terdengar ledakan hebat ketika dua sinar merah milik Penguasa Demit saling
"Sekaranglah saat kematianmu, Ompong! Heaa...!" Tiba-tiba tubuh Penguasa Demit meloncat tinggi ke udara. Kedua telapak tangannya yang berisi aji 'Panglipur Setan' siap meremukkan ubun-ubun kepala lawan.Pelukis Sinting Tanpa Tanding terperangah. Tak mungkin serangan maut itu dipapak. Tubuhnya tengah limbung akibat serangan suara-suara dahsyat tadi. Apalagi perhatiannya terpusat pada gerengan-gerengan Penguasa Demit yang mengandung tenaga dalam kuat luar biasa!"Heaaa...!"Pelukis Sinting Tanpa Tanding berusaha berkelit sebisanya. Namun sayangnya, gerakan tubuhnya terlalu lamban. Maka tanpa ampun lagi....Crakkk!"Aaah...!"Pelukis Sinting Tanpa Tanding menggembor setinggi langit. Tubuhnya seketika terpental jauh ke belakang, berputar-putar sebentar, dan jatuh berdebam ke tanah. Untung saja serangan Penguasa Demit tidak mengenai ubun-ubun kepalanya. Kalau luput sedikit saja, bukan mustahil kepala gundulnya hancur berkeping-keping!Namu
"Jahanam...! Siapa berani main gila dengan Penguasa Demit, he!" bentak Penguasa Demit, geram bukan main. Tubuhnya sempat terjajar beberapa langkah ke belakang begitu pukulannya terpapak."Memalukan! Bisanya membunuh lawan yang sudah tak berdaya. Apa ini tidak memalukan? Huh,..! Dasar manusia kampret dari puncak Gunung Sindoro tak berperasaan. Akulah yang tadi menghalangi niat busukmu!"Terdengar suara cempreng, membuat Penguasa Demit langsung berpaling. Sepasang mata merah Penguasa Demit berkilat-kilat penuh kemarahan menatap seorang lelaki berpakaian aneh dua tombak di hadapannya. Bagaimana tidak aneh kalau kakek tua renta itu berpakaian seperti bocah berusia dua tahun. Bentuk tubuhnya pun mirip benar dengan bentuk tubuh seorang bayi. Namun rambut, alis, dan bulu matanya berwarna putih. Hal itu jelas menunjukkan kalau sosok di hadapan Penguasa Demit adalah seorang kakek.Tubuh si kakek pun tak lebih dari setengah tombak. Kulitnya gembur berwarna putih bersih. N
"Makanlah aji 'Tangkal Petir'-ku, Bayi Kawak! Heaaa...!"Dikawal teriakan keras menggelegar, Penguasa Demit mendorongkan kedua telapak tangannya ke depan. Seketika melesat dua larik sinar merah menyala dari kedua telapak tangannya, mengancam keselamatan Bayi Kawak.Diam-diam tokoh yang berwajah seperti bayi ini mengeluh. Serangan Penguasa Demit demikian dekatnya. Sulit rasanya untuk dihindari. Memang tak ada pilihan lain. Terpaksa serangan Penguasa Demit harus dipapak bila masih ingin melihat terangnya sinar matahari esok hari."Heaaa...!!!"Bayi Kawak menggembor keras. Kedua telapak tangannya yang telah berubah kuning berkilauan segera dihantamkan ke depan. Seketika meluncur dua larik sinar kuning berkilauan dari kedua telapak tangannya yang disertai bau menyesakkan bukan kepalang. Dan....Blaaam...!!!Terdengar satu ledakan hebat di udara saat empat buah sinar berbeda beradu di satu titik. Bumi saat itu pula laksana diguncang prahara. Debu
"Melayani apa, Memedi Sawah? Apa kau ingin menantangku bertarung? Sudah pasti aku akan melayanimu. Apalagi, kau telah mencelakakan guruku. Dan aku akan menuntut balas!" sahut Putri Manja, ketus.Penguasa Demit tertawa bergelak. "Di samping kau pemberani, rupanya kau lugu juga, Manis. Hm...! Alangkah menyenangkannya bila kau mau suka rela melayaniku, Manis. Hayo, lekas tanggalkan pakaianmu!" ujar Penguasa Demit keterlaluan."Apa?" Sepasang mata indah Putri Manja terbelalak lebar. "Jorok! Tua bangka jorok. Siapa sudi melayanimu?""Mundur, Putri! Kau bukanlah tandingannya!" Bayi Kawak yang sudah bisa bangkit berdiri menyingkirkan muridnya ke samping. Putri Manja memberontak. Bahkan dengan kemarahan meluap, tubuhnya mencelat menyerang Penguasa Demit. Tidak tanggung-tanggung, segera dikeluarkannya jurus 'Tarian Bidadari'."Hea! Hea...!!!"Hebat bukan main serangan-serangan Putri Manja. Namun Penguasa Demit hanya meliuk-liukkan tubuhnya, menghindari sera
"Sudah pasti aku tahu siapa kau ini? Kau adalah kawan dekat Penguasa Tanpa Tanding, bukan?""Aku gurunya!""Tidak masalah. Guru maupun kawan dekat tidak masalah bagiku. Lalu kau mau apa? Apa kau ingin menuntut balas atas tewasnya muridmu?" pancing Si Buta dari Sungai Ular."Sudah pasti!" sahut Penguasa Demit mantap."Kalau begitu kau salah alamat, Manusia Peot! Karena sebenarnya aku bukanlah yang membunuh muridmu.""Apa? Kau mau mungkir? Kau tahu, aku telah mencium bau darah muridku di bagian tubuhmu. Itu menandakan kalau kaulah yang membunuh muridku! Hayo, sekarang bersiaplah untuk modar!""Ah...! Kau ini tak sabar betul. Apa kau tidak ingin tahu ceritaku yang sebenarnya?""Aku tidak butuh segala bualan kosongmu. Jelas, kaulah yang telah membunuh muridku. Maka hari ini juga aku, Penguasa Demit, akan menuntut balas atas tewasnya muridku!"Si Buta dari Sungai Ular terperangah kaget kendati hanya sebentar. Sejurus kemudian senyum
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana