"Melayani apa, Memedi Sawah? Apa kau ingin menantangku bertarung? Sudah pasti aku akan melayanimu. Apalagi, kau telah mencelakakan guruku. Dan aku akan menuntut balas!" sahut Putri Manja, ketus.
Penguasa Demit tertawa bergelak. "Di samping kau pemberani, rupanya kau lugu juga, Manis. Hm...! Alangkah menyenangkannya bila kau mau suka rela melayaniku, Manis. Hayo, lekas tanggalkan pakaianmu!" ujar Penguasa Demit keterlaluan.
"Apa?" Sepasang mata indah Putri Manja terbelalak lebar. "Jorok! Tua bangka jorok. Siapa sudi melayanimu?"
"Mundur, Putri! Kau bukanlah tandingannya!" Bayi Kawak yang sudah bisa bangkit berdiri menyingkirkan muridnya ke samping. Putri Manja memberontak. Bahkan dengan kemarahan meluap, tubuhnya mencelat menyerang Penguasa Demit. Tidak tanggung-tanggung, segera dikeluarkannya jurus 'Tarian Bidadari'.
"Hea! Hea...!!!"
Hebat bukan main serangan-serangan Putri Manja. Namun Penguasa Demit hanya meliuk-liukkan tubuhnya, menghindari sera
"Sudah pasti aku tahu siapa kau ini? Kau adalah kawan dekat Penguasa Tanpa Tanding, bukan?""Aku gurunya!""Tidak masalah. Guru maupun kawan dekat tidak masalah bagiku. Lalu kau mau apa? Apa kau ingin menuntut balas atas tewasnya muridmu?" pancing Si Buta dari Sungai Ular."Sudah pasti!" sahut Penguasa Demit mantap."Kalau begitu kau salah alamat, Manusia Peot! Karena sebenarnya aku bukanlah yang membunuh muridmu.""Apa? Kau mau mungkir? Kau tahu, aku telah mencium bau darah muridku di bagian tubuhmu. Itu menandakan kalau kaulah yang membunuh muridku! Hayo, sekarang bersiaplah untuk modar!""Ah...! Kau ini tak sabar betul. Apa kau tidak ingin tahu ceritaku yang sebenarnya?""Aku tidak butuh segala bualan kosongmu. Jelas, kaulah yang telah membunuh muridku. Maka hari ini juga aku, Penguasa Demit, akan menuntut balas atas tewasnya muridku!"Si Buta dari Sungai Ular terperangah kaget kendati hanya sebentar. Sejurus kemudian senyum
"Bocah buta! Jawab pertanyaanku! Kau pilih kematian dengan cara apa, he!" bentak Penguasa Demit."Kau ini ada-ada saja, Manusia Peot! Tentu saja aku masih ingin hidup. Aku masih doyan tempe. Kau ini aneh-aneh saja!" tukas Si Buta dari Sungai Ular."Keparat! Kau memang memuakkan, Bocah. Baik. Yang jelas, kau tetap akan modar di tanganku! Nah, makanlah senjata andalanmu ini!" dengus Penguasa Demit seraya melemparkan senjata Tulang Ekor Naga Emas ke arah si empunya.Wuttt...!"Hup...!"Si Buta dari Sungai Ular mengegoskan tubuhnya ke samping, membuat Tulang Ekor Naga Emas itu terus melesat cepat ke belakang. Namun pada saat itu, Penguasa Demit juga menghentakkan kedua tangannya. Seketika dua sinar merah menyala melesat dari kedua telapak tangannya.Wesss! Wesss!"Kok...! Kok...!"Tak ada pilihan lain. Begitu menegakkan tubuhnya, di iringi suara koakan katak yang keras, Si Buta dari Sungai Ular menghentakkan kedua telapak tangan me
Penguasa Demit kewalahan bukan main. Napasnya mulai terasa sesak. Tulang dalam tubuhnya terasa bergemeletakkan! Si Buta dari Sungai Ular makin mempererat pelukannya. Kini baru diketahui kelemahan aji 'Tangkal Petir' milik lawannya. Ternyata meski tubuh Penguasa Demit kebal terhadap berbagai macam senjata tajam maupun berbagai macam pukulan maut, namun ternyata tubuhnya tidak kebal terhadap serangan yang meremukkan tubuh.Kini keadaan benar-benar berbalik. Perlahan-lahan tubuh Penguasa Demit terasa lemas. Sebenarnya, lelaki sesat ini ingin sekali mengeluarkan aji 'Panglipur Setan'. Namun sayang, napasnya terasa sesak sehingga tak mungkin mengerahkan tenaga dalam begitu cepat. Mulutnya terkunci, tak dapat mengeluarkan gerengan-gerengan gaibnya untuk balik menyerang Si Buta dari Sungai Ular. Malah yang terjadi justru sebaliknya.Pelukan ekor Si Buta dari Sungai Ular makin mengunci tubuhnya."Kuuukkkk...!!!"Pada saat yang genting bagi keselamatan Penguasa De
“Bagus, Meruya! Tidak percuma bertahun-tahun aku memeliharamu. Rupanya kau tahu budi juga. Kalau tidak, sudah pasti aku tewas di tangan Si Buta dari Sungai Ular."Keheningan puncak Gunung Sindoro terpecah oleh suara serak seorang kakek tua renta. Usianya sulit sekali ditaksir. Pakaiannya hitam-hitam kumal. Wajahnya mengerikan, penuh bercak-bercak hitam.Sewaktu bicara tadi, bandul kalung berbentuk tengkorak manusia kecil yang menggelantung di depan dada si tua renta ini bergoyang-goyang. Sementara, angin terus saja mempermainkan rambutnya yang putih sebatas bahu. Kini kakek tua yang tak lain Penguasa Demit segera membuka kelopak matanya yang amat cekung. Saking cekungnya, membuat kedua bola mata itu menjorok ke dalam. Hanya kilatan-kilatan yang mencorong tajam sajalah tanda kalau dia memiliki mata."Kuuukkk! Kuuukkk!"Berkali-kali burung hantu raksasa yang dipanggil Meruya mengangguk-angguk sebagai jawaban pertanyaan majikannya tadi. Kedua sayapnya
"Bagaimana? Apa kalian keberatan?" lanjut Penguasa Demit. Tetap sama saja. Tak ada jawaban."Baik! Pokoknya keberatan atau tidak, kalian harus taat kepadaku. Kalian harus membantuku untuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular. Juga tokoh-tokoh dunia persilatan yang bermaksud merintangi maksudku!" tandas Penguasa Demit.Titah penguasa puncak Gunung Sindoro telah terucap. Tak ada kata lain, kecuali memang harus dilaksanakan. Walau sebenarnya para makhluk halus penghuni puncak Gunung Sindoro merasa keberatan, tetapi mereka tidak ingin celaka di tangan tokoh sesat satu ini."Sekarang aku ingin pergi sebentar. Jangan ke mana-mana! Awas kalau minggat! Jangan dikira aku tak dapat menghukum kalian!" ancam Penguasa Demit, penuh tekanan.Suara riuh rendah di puncak Gunung Sindoro makin ramai. Namun Penguasa Demit tidak mempedulikannya. Malah tanpa banyak cakap lagi kakinya segera menutul di bongkahan batu. Lalu dengan ilmu meringankan tubuhnya yang sudah mencapai tingk
"Bagus-bagus! Rupanya kali ini aku tak perlu susah-susah mencari beberapa orang yang akan kujadikan pasukanku. Kau dengar, Telapak Gajah! Aku, ingin menjadikanmu, juga murid-muridmu, sebuah pasukan. Yah, Pasukan Demit Neraka!" kata Penguasa Demit disertai tawa berderai."Bedebah! Di antara kita tak pernah ada silang sengketa! Tapi, mengapa malam ini kau menyatroni perguruanku, Penguasa Demit?" hardik Telapak Gajah menahan sabar. Kalau menurutkan perasaan, ingin rasanya ketua Perguruan Telapak Gajah segera menerjang manusia pengacau di hadapannya. Apalagi setelah melirik salah satu mayat muridnya yang dadanya bolong. Jelas, jantung di tangan Penguasa Demit itu adalah milik muridnya yang kini terbujur kaku."Jangan banyak berdalih, Telapak Gajah. Ada sengketa maupun tidak, aku memang ingin menyatroni perguruanmu. Dan mau atau tidak, kalian semua harus kubawa ke puncak Gunung Sindoro!" tegas lelaki tua sesat itu."Haram jadah! Siapa sudi menuruti maksud kejimu! Lag
Melihat musuhnya terkapar, Penguasa Demit tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan sekali meloncat, tahu-tahu kaki kanannya telah menghajar tubuh Telapak Gajah keras sekali.Desss!"Aaakh...!"Telapak Gajah memekik tertahan. Tanpa ampun, tubuhnya menghantam batang pohon di samping, begitu terkena tendangan Penguasa Demit. Lelaki kekar ini coba bangkit. Tangannya menjulur-julur ke atas, namun sayang tubuhnya luruh dan tak bergerak-gerak lagi!Bukan main gembiranya Penguasa Demit.Suara tawanya langsung meledak, menggema memenuhi Hutan Krajan. Kini apa yang direncanakan telah terlaksana. Tinggal saat-saat terakhir membentuk Pasukan Demit Neraka. Itulah keinginan gilanya untuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular! Atau siapa pun yang menghalanginya untuk membunuh orang yang telah menewaskan muridnya, Penguasa Tanpa Tanding!"Tunggulah pembalasanku, Si Buta dari Sungai Ular! Sebentar lagi pasti kau akan modar di tanganku!"Kepala Penguasa
Si Buta dari Sungai Ular terkekeh. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Hatinya tiba-tiba bertanya. Pemuda ini tergugu sejenak. Mulutnya melongo, persis orang telat buang hajat. Kini malah Putri Manja yang kebingungan. Matanya yang indah mengerjap-ngerjap penuh keheranan. "Kau..., kau? Kenapa kau Manggala? Jangan melongo begitu saja, dong? Ada apa?" tanya Putri Manja. "Aku..., aku tidak tahu. Tiba-tiba saja aku ingin sekali buang hajat. Ada apa, ya? Heran?" sahut Manggala seraya menggeleng-geleng kepala keheranan. "Ah...! Kau ini ada-ada saja. Tadi dalam mimpimu kau bilang dikerubuti puluhan bidadari. Kini, kau bilang mau buang hajat. Yang benar, ah! Kau ini mimpi atau ngigau!" desah Putri Manja. Sebaris senyum manis tersungging di sana. Si Buta dari Sungai Ular senang sekali mendapat perhatian besar dari gadis manja di sampingnya. Satu kejadian langka sebenarnya memang. Bagaimana mungkin pemuda gembel macam Si Buta dari Sungai Ular mendapat anugerah
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana