"Prajurit-prajurit sandi Kadipaten Pleret memang prajurit sejati. Mereka berjuang demi keselamatan Adipati Pleret walau nyawa taruhannya. Ah, tadi aku lupa menanyakan namanya," kata Ken Sari kecewa.
"Iya-ya.... Kenapa tadi aku juga lupa menanyakan namanya? Sayang sekali. Dan lebih sayang lagi kalau aku juga tidak menanyakan siapa nama gadis-gadis cantik di sampingku ini?" kata pemuda dari sungai ular itu setengah menyindir.
"Huh...! Bilang saja mau berkenalan dengan kami. Pakai berdalih!" tukas Ken Sari seraya mencibir-kan bibir.
"Memang! Habis siapa yang nggak senang berkenalan dengan gadis-gadis cantik seperti kalian" Rugi!" kata Manggala seraya memamerkan giginya yang putih bersih.
"Rugi? Memangnya jualan kok pakai rugi?" goda Ken Sari. "Tapi baiklah. Aku juga tidak rugi kalau mengenalkan namaku padamu. Namaku Ken Sari. Dan ini saudara kembarku. Namanya Ken Umi. Sudah jelas?"
"Ya ya.... Sangat jelas," Manggala mengangguk-anggukkan kepala.
"Ya! Dialah musuh besarku yang sedang kucari-cari!" kata Pelajar Agung. Lalu beranjak dari tempat duduk."Hm...!" Pangeran Pemimpin mengangguk-anggukkan kepala. "Kau boleh kembali ke tempatmu, Setan Mayat Merah!" kata Pangeran Pemimpin pada Setan Mayat Merah yang masih duduk berlutut. Tokoh sesat dari Lembah Duka itu segera kembali ke tempat duduknya."Sekarang apa yang tengah kau pikirkan, Pelajar Agung?" kata Pangeran Pemimpin lagi."Aku ingin sekali meremukkan batok kepalanya. Namun setelah kupikir-pikir lebih baik ku tangguhkan dulu untuk sementara waktu dendam ku pada Si Buta dari Sungai Ular. Saat ini aku lebih mengutamakan perjuangan," kata Prameswara tanpa maksud menjilat.Pangeran Pemimpin melengak kaget. Bukannya kaget mendengar Pelajar Agung tidak menyebut dirinya 'Ketua', melainkan terkejut melihat ambisi besar dalam sepasang mata Pelajar Agung. Namun Pangeran Pemimpin segera tersenyum untuk menutupi rasa kagetnya."Ya! Kita memang haru
"Kukira aku harus melihat apa yang terjadi di sana. Aku khawatir kalau-kalau terjadi sesuatu pada diri Kanjeng Putri Sekartaji!" pikir prajurit Kadipaten Pleret mulai menurutkan perasaan hatinya.Prajurit itu lalu menutulkan kakinya ke tanah. Tubuhnya berkelebat cepat ke arah menghilangnya sosok bayangan Putri Sekartaji.-o0o-Ternyata dugaan prajurit sandi itu benar. Begitu sosok Putri Sekartaji menghilang di balik kerimbunan hutan, tiba-tiba gadis cantik itu dikejutkan oleh bentakan seseorang."Berhenti!"Belum lagi gema suara bentakan itu hilang dari balik kegelapan malam, berkelebat dua sosok bayangan menghadang langkah Putri Sekartaji. Mereka dua orang laki-laki berwajah kasar. Yang sebelah kanan bertubuh tinggi kurus dengan pakaian ringkas warna biru. Di kepalanya melingkar ikat kepala biru. Sosok di sebelahnya seorang kakek berusia enam puluh tahunan. Tubuhnya yang pendek dibalut pakaian ketat warna hitam. Putri Sekartaji terkejut bukan main
Tuk!Telak sekali iga kiri Putri Sekartaji terkena totokan kakek itu. Seketika tubuhnya kaku tak dapat digerakkan. Dan...."Laki-laki pengecut! Lepaskan gadis itu!"Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring. Disusul berkesiurnya angin dingin menyerang Bajing Sura dan Bajing Biru.Brakkk!Pohon di belakang Bajing Sura dan Bajing Biru jatuh berdebam ke tanah begitu terkena pukulan jarak jauh. Untung saja tadi Bajing Sura dan Bajing Biru cepat membuang tubuh sambil memeluk tubuh Putri Sekartaji."Setan alas! Siapa berani main gila dengan Bajing Sura!"Bajing Sura menggeram penuh kemurkaan.Sepasang matanya berkilat-kilat seolah ingin menelan hidup-hidup lelaki berpakaian hitam yang telah tegak di hadapannya. Sosok yang baru datang itu tidak lain prajurit sandi Kadipaten Pleret. Karena tak dapat lagi menahan perasaan cemasnya ia segera berkelebat menuju tempat menghilangnya Putri Sekartaji. Putri junjungannya tersebut ternyata tengah te
MALAM semakin merayap. Cahaya bulan yang ditingkahi kerlip berjuta bintang membuat suasana jagat raya terasa terang-benderang. Dalam terangnya sinar rembulan, sesosok bayangan hitam terus berkelebat masuk ke dalam Hutan Gudean. Gerakan kaki sosok bayangan hitam itu sangat ringan. Langkahnya terayun dengan cepat. Agaknya ia mengerahkan seluruh ilmu peringan tubuhnya. Di saat tengah berkelebat itulah mendadak pendengarannya yang tajam mendengar erangan seseorang dari arah semak belukar di sampingnya.Sejenak sosok bayangan yang tidak lain Pringgondani menghentikan langkah. Sepasang matanya bergerak-gerak mencari arah datangnya suara. Pringgondani lalu meloncat ke balik semak belukar di sampingnya. Lelaki itu tertegun sesaat ketika didapatinya sesosok tubuh berpakaian hitam-hitam sama persis dengan pakaian yang dikenakannya. Melihat tanda sulaman merah di dada sosok itu, tahulah Pringgondani kalau sosok yang tengah terkapar adalah temannya."Pemanahan! Apa yang terjadi di
"Baik. Lantas, Paman sendiri mau ke mana?""Setelah menguburkan mayat temanku, aku akan segera melaporkan semua kejadian ini pada Kanjeng Adipati. Untuk itu sekarang aku minta bantuanmu, Manggala," kata Pringgondani yang sedikit merasa lega mendengar kesanggupan pemuda dari sungai ular itu untuk menyelamatkan Putri Sekartaji."Oh.... Jadi mayat yang kau ratapi itu mayat temanmu? Tapi siapakah yang telah membunuhnya, Paman?""Pelajar Agung!""Pelajar Agung...," gumam Manggala. Paras wajahnya tiba-tiba menegang. "Lagi-lagi manusia durjana itu yang membuat ulah!""Kau mengenalnya, Manggala?"Manggala mengangguk. “Kenal baik sih tidak” katanya lagi."Hm.... Baiklah. Aku akan pergi melaporkan kejadian ini pada Kanjeng Adipati. Baik-baiklah kau menjaga diri, Manggala. Semoga kau berhasil menyelamatkan Kanjeng Putri Sekartaji.""Aku bukan saja ingin menyelamatkan Kanjeng Putri. Aku juga ingin membantu prajurit-prajurit kad
"Sekali lagi kau tidak mau menuruti kemauanku, jangan harap aku akan mengampuni nyawamu, Prajurit. Cepat katakan di mana letak ruang pusaka!" Prajurit jaga kembali membelalakkan matanya liar. Dari kilatan mata itu Raja Maling mendapat kesan kalau prajurit tersebut akan membuka suara. "Baik. Aku berjanji tidak akan membunuhmu kalau kau mau bicara," Raja Maling lalu menotok pulih jalan suara di tenggorokan prajurit itu. "Nah, sekarang katakan di mana letak ruang pusaka. Kalau kau berteriak, aku akan segera meremukkan batok kepalamu!" "Kau.... Kau siapa?" kata prajurit itu gemetaran. "Jangan banyak tanya! Cepat katakan di mana letak ruang pusaka!" Prajurit jaga menelan ludahnya sebentar. "Ruang pusaka terletak persis di belakang istana. Kau dapat memasukinya setelah membuka pintu batu di samping taman. Tapi meski kau dapat masuk, belum tentu bisa mengalahkan orang tua aneh yang bergelar Penjaga Pintu." "Jangan banyak bacot! Aku, Raja Mali
"Keparat! Berani kau menghalangi maksudku, he!" bentak Raja Maling seraya mengibaskan tangan kanan. Seketika, serangkum angin dingin dari kibasan tangan itu memapaki pukulan Penjaga Pintu.Bummm...!Raja Maling memekik kaget. Tubuhnya terpental ke belakang hingga membentur dinding."Setan alas! Tak kusangka tenaga dalam orang tua ini begitu tinggi. Tak salah apa yang dikatakan prajurit jaga tadi. Aku harus berhati-hati!" geram Raja Maling. Penjaga Pintu kembali menyerang Raja Maling.Diiringi teriakan nyaring kedua telapak tangannya yang berubah kekuningan hingga ke pangkal siku meluruk maju. Raja Maling menggerutu dalam hati. Belum sempat serangan Penjaga Pintu mengenai sasaran, angin dingin telah berkesiur menyambar-nyambar tubuhnya. Raja Maling kesal bukan main. Bukan kesal melihat datangnya serangan, melainkan kesal mendengar teriakan Penjaga Pintu yang tentu mengundang para prajurit jaga. Maka begitu melihat datangnya serangan, Raja Maling segera men
"Ya...! Aku yakin pasti tempat itulah markas kaum pemberontak Pimpinan Pangeran Pemimpin. Kalau tidak, di mana lagi? Aku sudah berputar-putar di sekitar hutan ini. Aku harus secepatnya ke sana. Salah seorang Putri Kadipaten Pleret yang bernama Putri Sekartaji saat ini tengah menjadi tawanan Pangeran Pemimpin. Aku harus secepatnya membebaskan Putri Sekartaji. Kalau perlu sekalian menumpas manusia-manusia pemberontak itu!" kata Manggala lagi berkata sendirian.Pemuda dari sungai ular yang bergelar Si Buta dari Sungai Ular itu pun hendak meninggalkan tempat tersebut. Namun baru saja kakinya akan diayunkan, sepasang matanya yang tajam melihat sesosok tubuh berpakaian hitam-hitam tengah mengendap-endap menuruni jurang itu.Manggala curiga dibuatnya. Sosok hitam itu seorang laki-laki bertubuh tinggi besar. Tangan kanannya menenteng sebuah pigura berisi lukisan dalam keadaan terbalik. Tatkala sosok hitam itu membalikkan badan barulah Manggala dapat melihat kalau lukisan terse
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana