"Bagus! Kau benar-benar mengalami kemajuan pesat, Prameswara. Aku bangga sekali mempunyai murid sepertimu!"
Prameswara meloncat bangun. Kedua telapak tangannya ditangkupkan sebentar di depan hidung seraya sedikit membungkukkan badan.
"Kau terlalu memujiku, Guru," sahut Prameswara santun. Tampak sekali pemuda tampan itu enggan mendengar pujian guru barunya.
Kalau saja Pendidik Ulung lebih seksama memperhatikan kilatan sepasang mata Prameswara, tentu kakek itu akan tersentak kaget. Apalagi jika ia mengetahui sepak terjang pemuda itu sebelumnya. Belum tentu Pendidik Ulung akan bersedia menurunkan ilmu-ilmu andalannya pada Prameswara. Sayang Pendidik Ulung tidak tahu masa lalu murid barunya itu.
"Tidak, Prameswara. Aku tidak memujimu. Memang kenyataannya demikian," kata Pendidik Ulung
"Kuharap kau dapat mengamalkan ilmu-ilmu yang kau peroleh demi tegaknya kebenaran. Jurus 'Tangan Maut Dewa Kayangan' dan jurus 'Tulisan Maut Dewa Kayangan' yang telah dig
Prameswara tersenyum sinis. Sedikit pun tidak mempedulikan bentakan para penghadangnya. Masih dengan senyum sinis terkembang di bibir Prameswara kembali meneruskan langkah."Bajingan! Kau berani bertindak ayal-ayalan dihadapan anggota Partai Kawula Sejati!" bentak lelaki berkumis cablang garang.Prameswara mengangkat dagunya tinggi-tinggi. Ekor matanya melirik angkuh. Sedikit pun ia tidak gentar menghadapi kelima penghadangnya yang mengaku anggota Partai Kawula Sejati. Saat itu memang tersiar kabar munculnya partai baru yang dipimpin oleh Samber Nyawa. Partai ini berkeinginan meruntuhkan Kadipaten Pleret. Anggota Partai Kawula Sejati tengah jadi buruan para prajurit Kadipaten Pleret. Namun, Prameswara yang tinggi hati mana sudi tunduk di bawah gertakan mereka."Manusia-manusia tak tahu diri! Aku sudah bersikap mengalah. Tapi kalian malah menjual lagak. Apa kalian tidak tahu tengah berhadapan dengan siapa, he! Jangankan berlima, seluruh anggota Partai Kawula Seja
"Bagus! Rupanya kau memang pantas mendapat gelar Samber Nyawa. Dan seperti yang kau ucapkan, kau pun akan menyesal telah bertemu aku. Kau akan mampus di tanganku!"Samber Nyawa tak menyahuti ucapan Prameswara. Ia hanya mengeluarkan gerengan marah. Dengan menggunakan jurus 'Tangan Maut Dewa Kayangan'Samber Nyawa menerjang Prameswara."Hea...! Hea...!"Tubuh Samber Nyawa berkelebat lincah mengurung pertahanan Prameswara. Berkali-kali kedua tangannya bergerak cepat mengancam bagian-bagian tubuh yang mematikan.Diam-diam Prameswara mengeluh dalam hati. Tidak menyangka kalau Samber Nyawa sedemikian hebatnya. Perlahan namun pasti ia mulai terdesak."Sialan! Tak kusangka manusia pemberontak ini demikian lihainya. Aku memang belum mengenal Jurus serangannya. Namun dari hawa dingin yang menyambar tubuhku, jelas pemberontak ini tidak bisa dianggap main-main. Kukira aku harus lebih berhati-hati," pikir Prameswara dalam hati.Prameswara segera m
"Baiklah, Orang Tua. Bagaimanapun juga kaulah yang berhak menghukum manusia pemberontak ini!" sahut Prameswara dengan suara santun.Pendidik Ulung mengangguk-anggukkan kepala. Ia jadi bersimpati pada Prameswara. Namun ketika dilihatnya Samber Nyawa belum juga mencabut senjata, tak urung kening Pendidik Ulung berkerut. "Lekas cabut senjatamu, Murid Murtad!""Jangan paksa aku untuk melawanmu, Guru! Aku tak sanggup!" jawab Samber Nyawa kaku."Persetan! Kau berani bertingkah maka harus berani pula bertanggung jawab. Hayo, lekas cabut senjatamu!"Semula Samber Nyawa ragu-ragu. Namun ketika dilihatnya anak buahnya dibuat kocar-kacir oleh Prameswara, Samber Nyawa menggereng penuh kemarahan. Hendak diterjangnya Prameswara. Tapi gurunya segera menghadang. Tak ada pilihan lain. Terpaksa harus menghadapi gurunya."Bagus! Itu namanya baru Ketua Partai Kawula Sejati!" ejek Pendidik Ulung.Samber Nyawa mulai gelap mata. Keinginannya untuk merebut takhta K
"Aku senang sekali menjadi muridmu, Orang Tua. Tapi apakah kau tidak salah pilih?""Semoga saja aku tidak salah mengambil keputusan. Di samping kau memang sangat berbakat, sikap dan pembawaanmu sangat bertolak belakang dengan Samber Nyawa. Kau tampak santun dan terpelajar. Rasanya kaulah yang paling pantas menjadi murid terakhirku. Ketahuilah, nama gurumu ini adalah Marabunta. Di dunia persilatan aku lebih dikenal dengan julukan Pendidik Ulung. Aku ingin sekali kelak kau mengharumkan namaku kembali. Apakah kau keberatan?"Prameswara menangkupkan kedua tangannya di depan hidung."Tentu saja tidak, Guru. Aku berjanji akan memenuhi permintaanmu.""Baik. Kalau begitu tak ada lagi yang perlu kita bicarakan. Sekarang juga kau harus ikut aku ke Lembah Kalierang!""Baik, Guru."-o0o-SIANG YANG TERIK. Matahari tepat berada di tengah cakrawala. Udara yang panas karena angin malas berhembus membuat suasana siang itu terasa kaku. Keadaan pasar d
"Jangan bunuh pemuda itu! Dia harus bertanggung jawab atas bayi yang ku kandung!" teriak Ni Luh.Disibaknya kerumunan orang.Melihat penampilan gadis itu, Manggala langsung menggaruk-garuk kepala. Sepasang mata putihnya yang nakal sempat singgah pada buah dada Ni Luh yang membusung keluar. Entah kenapa Manggala kembali menggaruk-garuk kepalanya. Hal ini membuat kemarahan orang-orang di pasar makin meledak."Ayo tangkap dia! Bunuh dia!" geram seorang pemuda jengkel."Tunggu! Kalian semua tidak boleh menyakiti calon suamiku!" bentak Ni Luh galak.Manggala bingung bukan main. Dilihatnya gadis cantik berpakaian compang-camping itu mendekatinya."Duh! Apes benar nasibku hari ini. Masa' calon istriku macam begini?" gumam Manggala dalam hati sambil menggaruk-garuk kepalanya."Kakang...! Ah, ya! Mulai hari ini aku harus memanggilmu Kakang. Mari kita pulang, Kakang! Aku sudah tak sabar lagi menunggu kepulanganmu. Mari pulang, Kang!" kata Ni Lu
Mendengar ribut-ribut ini beberapa anggota Partai Kawula Sejati yang lainnya berhamburan datang dan segera mengurung Pelajar Agung."Keparat! Berani kau melukai anggota Partai Kawula Sejati, Mata-mata Tengik!" bentak salah seorang lelaki berwajah garang.Bentuk wajahnya kotak dengan kulit berwarna merah. Kedua tangannya yang panjang berjuntai sampai ke lutut. Usia laki-laki berjubah merah ini sekitar lima puluh tahun. Rambutnya yang panjang dibiarkan awut-awutan di bahu. Di dunia persilatan ia terkenal dengan julukan Iblis Muka Merah. Salah seorang sekutu Pangeran Pemimpin untuk menggulingkan kekuasaan Adipati Pleret. Di samping Iblis Muka Merah berdiri beberapa tokoh sesat yang tertarik dengan ambisi Pangeran Pemimpin karena janji-janji muluk."Setan alas! Kalian benar-benar lancang! Kalian memang patut mendapat hukuman. Aku, Pelajar Agung, mana pantas jadi mata-mata? Apa mata kalian buta, he!" hardik Pelajar Agung angkuh.Iblis Muka Merah menggeram penu
"Aku maklum kalau kau marah pada anak buahku, Anak Muda. Kau boleh saja menghukum mereka kalau itu kau anggap tindakan kurang ajar. Tapi sebelumnya aku ingin menawarkan sesuatu yang menarik padamu. Apa kau keberatan?" sahut Pangeran Pemimpin dengan senyum terkembang."Aku tak dapat memutuskan kalau kau belum mengatakan apa tawaranmu.""Tawaranku cukup menarik untuk kau pertimbangkan, Anak Muda!" kata Pangeran Pemimpin sengaja menunda mengatakan maksud sebenarnya."Katakan apa tawaranmu, Pangeran Pemimpin!"Pangeran Pemimpin tersenyum."Aku ingin mengajakmu bekerja sama. Kalau kau dapat membantuku menggulingkan takhta Adipati Pleret, aku berjanji akan mengangkatmu menjadi pejabat tinggi di Kadipaten Pleret kelak.""Kalau aku keberatan bagaimana?" pancing Pelajar Agung."Kau tidak akan keberatan. Aku malah akan mengangkatmu jadi patih Kadipaten Pleret. Jika perjuangan kita berhasil!" kata Pangeran Pemimpin membuat hati Pelajar Agung ber
"Bedebah! Kau berani bertingkah dihadapan kami. Apa kau sudah bosan hidup!" bentak lelaki yang bermuka codet.Tiba-tiba tangan kanan laki-laki itu menyambit cawan tuak kosong. Kemudian, dengan kecepatan yang sulit diikuti pandang mata cawan tuak kosong itu meluncur menuju pemuda dari sungai ular itu dengan kecepatan luar biasa.Wesss!"Paman...!" ujar Manggala seraya sedikit menundukan kepalanya di hadapan laki-laki pemilik kedai. "Apakah Paman tahu di mana markas Partai Kawula Sejati?" Bersamaan dengan itu selesainya ucapan Manggala, cawan yang dilemparkan laki-laki bermuka membentur dinding kedai. Seketika dinding kedai itu bergetar. Bagian dinding yang terkena hantaman cawan langsung berlobang.Sementara di sudut kedai yang lain sepasang mata indah, gadis berbaju kuning melirik sebentar ke arah Manggala. Ia mendengar pemuda dari sungai ular itu menyebut-nyebut nama Partai Kawula Sejati. Sedang laki-laki pemilik kedai membeliak matanya begitu melihat di
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana