Aneh sekali! Suara lonceng itu demikian kerasnya seperti hendak menulikan telinga, walau Penyair Sinting hanya menggerak-gerakkan biasa saja. Bahkan kalau yang mendengar hanya memiliki tenaga dalam rendah, bukan mustahil gendang telinganya akan pecah. Namun, tentu saja hal itu sama sekali tidak mempengaruhi si Jerangkong. Jangankan terusik oleh suara lonceng, melihat kehadiran lelaki tua sakti dari Gunung Slamet itu saja tidak!
Malah kini dengan kedua tangan kayunya berwarna kuning kembali diserangnya Si Buta dari Sungai Ular dengan hebat!
Dengan segenap kemampuannya. Si Buta dari Sungai Ular terus melayani gempuran-gempuran si Jerangkong. Sedang Penyair Sinting hanya menonton dengan sikap heran. Bagaimana mungkin sosok benda mati itu dapat menyerang Si Buta dari Sungai Ular dengan demikian hebat? Dan siapa pula yang mengendalikannya?
"Hm...! Sungguh keji orang yang tega mengusik arwah yang sudah mati! Ini pasti perbuatan Iblis Pemanggil Roh dari Lembah Duka. Ka
"Siapa orang yang mengendalikan Jerangkong ini, Orang Tua?" tanya Manggala seraya membuang tubuhnya ke samping menghindari serangan si Jerangkong. Tanpa menjawab, Penyair Sinting bertindak serupa. Dengan sekali menghentakkan kakinya ke tanah, tahu-tahu tubuh tinggi kurusnya telah melompat ke samping. Sehingga, serangan si Jerangkong hanya menghantam gundukan tanah di belakangnya.Bummm...!Gundukan tanah itu hancur menciptakan kepulan debu amat pekat! Sisa-sisa gundukan tanah itu hangus terbakar, mengepulkan asap kekuningan!"Siapa lagi kalau bukan manusia laknat Iblis Pemanggil Roh! Lekas cari dia! Ia pasti berada di makam Penghuni Alam Maut di atas Bukit Menjangan tak jauh dari sini! Lekas sekalian bawa gadismu yang cantik itu! Biar aku bermain-main sebentar dengan benda edan ini," buru Penyair Sinting menjawab seraya memberi perintah.Si Buta dari Sungai Ular bukannya berjiwa pengecut. Tapi bila mengingat keadaan Pulasari yang mengkhawatirkan, kekerasa
Ternyata, si gadis masih terbaring di tempatnya. Manggala lega sekali. Padahal tadi ia khawatir sekali kalau-kalau ada orang jahat menculik gadis itu. Dengan sikap mantap Manggala segera berjongkok di samping gadis itu. Tangan kirinya buru-buru merogoh obat pulung kuning pemberian Penyair Sinting tadi. Lalu sambil memegangi daun talas berisi air ditangan kanan, Manggala berusaha menjejalkan obat itu ke dalam mulut Pulasari.Setelah obat itu masuk, baru Manggala menuangkan air dalam daun talas ke dalam mulut Pulasari. Namun apa yang terjadi? Ternyata obat kuning itu kembali mencelat keluar dari dalam mulut Pulasari. Buru-buru Manggala memungutnya dan membersihkannya dengan baju."Aneh...! Masa' sih, didorong pakai air obat ini malah menceliat keluar?" desah si pemuda sambil menggeleng-geleng. "Ah, coba ku ulang sekali lagi. Siapa tahu bisa."Habis menggumam begitu, Si Buta dari Sungai Ular kembali memasukkan obat pulung ke dalam mulut Pulasari. Lalu, segera ditua
"Hm...!" Pulasari menggumam tak jelas. Namun amarahnya masih belum reda. Dan ketika melihat baju bagian atasnya memang basah kuyup, hatinya jadi ragu-ragu.Maka seketika serangan-serangannya dihentikan. "Be... benar kau... kau tidak bermaksud kurang ajar padaku, Manggala?" tanya Pulasari ragu-ragu."Ya, ampun! Memangnya aku sudah gila! Orang yang memberi obat pemunah racun itulah yang gila!""Tapi kalau kau memang terbukti berlaku kurang ajar padaku, demi Tuhan aku akan membunuhmu, Manggala!" geram Pulasari akhirnya."Baik, baik! Kalau tidak percaya, tanyakan saja pada orang tua gila itu!" sungut Manggala kesal."Maksudmu, orang tua sakti bergelar Penyair Sinting?""Yah...! Siapa lagi!""Hm...! Baik! Nanti kalau aku bertemu dengannya, aku pasti akan menanyakan hal ini padanya," kata Pulasari. "Sekarang kita berada di mana? Dan mana Jerangkong yang telah mencelakakan ku itu?""Aku tidak tahu, di mana kita sekarang. Yang jelas, s
Jarak antara padang rumput tempat Si Buta dari Sungai Ular dan Pulasari beristirahat dengan Bukit Menjangan memang tidak begitu jauh. Tak heran kalau dalam waktu yang tidak lama kedua anak muda ini telah tiba di bukit yang dimaksudkan.Di atas Bukit Menjangan, matahari tampak mulai rebah di pangkuan cakrawala. Sinarnya yang merah tembaga menyinari sebagian puncak bukit. Manggala dan Pulasari terus melangkah mencari makam Penghuni Alam Maut. Selang beberapa saat, sepuluh tombak dari mereka menghadang dua pohon beringin tua yang telah tumbang."Menilik keadaannya, bisa jadi baru beberapa hari belakangan ini kedua pohon beringin itu tumbang. Kalau memang iya, berarti ada orang sakti yang telah menumbangkannya," gumam pemuda dari sungai ular itu dalam hati."Ada apa, Manggala? Kok malah bengong saja?" tanya Pulasari, heran dengan sikap Si Buta dari Sungai Ular."Sssst...!" Manggala memalangkan telunjuk jari ke depan mulut, mengisyaratkan gadis itu untuk diam.
Iblis Pemanggil Roh menahan gerakannya, lalu mendarat empuk di tanah. Sepasang matanya langsung menatap gadis cantik di hadapannya seksama."Kalau memang iya, kau mau apa!" tantang Iblis Pemanggil Roh."Bedebah! Kalau begitu aku akan menuntut pertanggungjawaban mu, Orang Tua!"Habis membentak begitu, kini Pulasari yang menyerang hebat Iblis Pemanggil Roh. Kedua telapak tangannya yang berobah jadi merah menyala menghentak, melontarkan pukulan 'Pulung Geni'.Wesss! Wesss!Bersamaan dengan melesatnya dua larik sinar merah menyala dari kedua telapak tangannya, gadis itu pun segera meluruk dengan kedua tangan membuat beberapa gerakan. Cepat dikirimkannya totokan-totokan maut ke ubun-ubun kepala Iblis Pemanggil Roh. Hebat bukan main serangan-serangan Pulasari.Namun yang dihadapinya kali ini bukanlah tokoh kemarin sore. Begitu dua larik sinar merah menyala hampir menghantam tubuhnya, Iblis Pemanggil Roh pun segera menghentakkan tangan kirinya yang
Wajahnya kontan pucat pasi. Darah segar tampak menyembur keluar!Manggala tersenyum gembira. Sementara Iblis Pemanggil Roh dan Pulasari sendiri pun tidak habis pikir. Karena, ternyata celana hitam lelaki tua itu masih tetap seperti semula. Tidak melorot seperti yang dikatakan Manggala!Lelaki sesat dari Lembah Duka ini menggeram penuh kemarahan. Sepasang matanya mencorong beringas ke arah Si Buta dari Sungai Ular. Namun ketika hendak meloncat bangun, tubuhnya kembali limbung ke samping. Tangan kanannya buru-buru mendekap dadanya yang terasa mau jebol. Dan...."Hoooeeekh...!"Sedangkan Pulasari yang menyangka kalau Iblis Pemanggil Roh hendak kembali menyerang kembali, segera melepas pukulan 'Pulung Geni'.Wesss! Wesss!Bukkk! Bukkk!"Aaakh...!"Tanpa ampun lagi, dua larik sinar merah menyala yang melesat dari kedua telapak tangan Pulasari kembali menghantam dada, membuat Iblis Pemanggil Roh berteriak menyayat. Tubuhnya terpental
PAGI MASIH BERKABUT. Udara dingin menyebar ke segenap penjuru. Sinar matahari di ufuk timur tampak malas beranjak dari garis edarnya. Sinarnya yang kuning keemasan tersuruk-suruk menembus tebalnya kabut. Yang tampak di ufuk timur sana hanyalah bulatan besar berwarna kuning kemerahan.Di Lembah Kalierang embun pagi masih membasahi ranting-ranting serta dedaunan pohon, membuat suasana pagi terasa beku. Tak jauh dari batang pohon asem tua yang tumbuh rindang di sebelah barat lembah, tampak seorang pemuda tampan tengah giat berlatih jurus-jurus silat.Pemuda itu bertubuh tinggi kekar. Wajahnya agak bulat. Sepasang matanya tajam dengan alis tebal bak sayap rajawali. Hidungnya mancung. Kulit tubuhnya putih kekuning-kuningan. Rambutnya yang panjang digelung sebagian ke belakang. Sedang tubuhnya yang kekar terbalut pakaian rapi seperti seorang yang terpelajar pada masa itu.Tak jauh dari pemuda itu berlatih, tampak berdiri memperhatikan seorang kakek. Usia kakek itu kir
"Bagus! Kau benar-benar mengalami kemajuan pesat, Prameswara. Aku bangga sekali mempunyai murid sepertimu!"Prameswara meloncat bangun. Kedua telapak tangannya ditangkupkan sebentar di depan hidung seraya sedikit membungkukkan badan."Kau terlalu memujiku, Guru," sahut Prameswara santun. Tampak sekali pemuda tampan itu enggan mendengar pujian guru barunya.Kalau saja Pendidik Ulung lebih seksama memperhatikan kilatan sepasang mata Prameswara, tentu kakek itu akan tersentak kaget. Apalagi jika ia mengetahui sepak terjang pemuda itu sebelumnya. Belum tentu Pendidik Ulung akan bersedia menurunkan ilmu-ilmu andalannya pada Prameswara. Sayang Pendidik Ulung tidak tahu masa lalu murid barunya itu."Tidak, Prameswara. Aku tidak memujimu. Memang kenyataannya demikian," kata Pendidik Ulung"Kuharap kau dapat mengamalkan ilmu-ilmu yang kau peroleh demi tegaknya kebenaran. Jurus 'Tangan Maut Dewa Kayangan' dan jurus 'Tulisan Maut Dewa Kayangan' yang telah dig
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana