Gayatri menautkan kedua alisnya dalam-dalam. Sepasang matanya yang indah tak henti-hentinya memandangi perempuan cantik di hadapannya.
"Aku tahu kelicikanmu, Teratai Emas. Kalau kau memang ingin berurusan denganku, majulah! Kau pikir aku takut menghadapi bunga-bunga terataimu?!" tantang Gayatri.
Teratai Emas mendengus penuh kemarahan. Wajah dinginnya tampak makin menampakkan keberingasan.
"Sudah kuduga. Kau pasti akan bertingkah. Hm.... Tak ada pilihan lain, terpaksa aku harus melumpuhkanmu!"
Habis berkata begitu, Teratai Emas pun segera mengibaskan tangannya, melempar bunga-bunga teratai emasnya menyerang Gayatri. Bersamaan dengan itu, tubuh tinggi rampingnya pun segera menerjang dengan totokan-totokan maut!
Gayatri mendesah lirih. Apalagi ketika hidungnya mengendus bau anyir yang bukan alang-kepalang. Namun Bidadari Kecil segera membuang tubuhnya ke samping.
Wuttt! Wutt...!
Blarrr!
Lesatan-lesatan bunga teratai itu pun langsu
"Ah, iya! Kenapa aku berlaku tolol begini? Seharusnya aku bisa mengendalikan diri untuk menahan keinginanku berlatih jurus-jurus 'Katak Bulan Sakti' barang sejenak. Tapi, sudah telanjur. Pokoknya sekarang aku harus secepatnya meninggalkan tempat ini.Eh...! Tapi, mana Tombak Raja Iblis ku...?!" gumam Manggala dalam hati.Dan ketika melihat Tombak Raja Iblis yang ditemukan dalam lorong bawah tanah di dalam Lembah Katak Bulan masih tertancap di tempat semula, Manggala jadi lega. Dengan tersenyum-senyum senang, dilihatnya tombak sakti milik mendiang suami Bunda Kurawa yang tewas di dalam lorong bawah tanah Lembak Katak Bulan. Namun di saat hendak melangkah pergi, tiba-tiba,"Pencuri cilik! Hendak lari ke mana kau?!"Terpaksa Manggala menghentikan langkahnya begitu mendengar bentakan dahsyat. Bersamaan dengan itu berlompatan turun sosok berpakaian hitam-hitam yang langsung mengurungnya.Tujuh sosok berpakaian hitam-hitam yang kini telah tegak di hadapa
Sementara itu Si Buta dari Sungai Ular yang tadi meloncat menghindar telah siap di tanah dengan kedua lutut tertekuk. Kedua tangannya pun direntang-rentangkan sedemikian rupa. Selang beberapa saat....Kok...!Ketujuh orang penghuni Lembah Katak Bulan itu terkesiap kaget. Mereka benar-benar tidak menyangka kalau pemuda buta itu mampu menggunakan pukulan 'Katak Bulan Sakti'. Meski, tadi Si Buta dari Sungai Ular telah menjelaskannya, namun tetap saja kaget. Apalagi ketika melihat angin dingin dari serangan Si Buta dari Sungai Ular yang jauh lebih hebat dibanding serangan Pangestu yang terus meluncur deras. Dan...Bummm...!Terdengar satu ledakan hebat di udara begitu pukulan 'Katak Bulan Sakti' Pangestu berbentrokan dengan pukulan 'Katak Bulan Sakti' Manggala. Tanah di sekitar tempat pertarungan pun bergetar hebat! Ranting-ranting pohon saling berderak terkena sambaran-sambaran angin pukulan mereka! Malah ada beberapa batang pohon besar yang kontan tumbang!
"Hm...! Kesalahan memang tidak selamanya diakhiri dengan kematian. Raja Iblis telah tewas di tangan Adi Prana Supit, karena sepak terjangnya yang menggiriskan. Sedang aku? Oh...! Aku terlalu larut dalam perasaan bersalah ku pada Adi Prana Supit. Seharusnya, aku tidak menghukumnya sekejam itu. Bagaimanapun juga, ia sudah sangat berjasa terhadap Lembah Katak Bulan ini...," keluh Cucuk Prana mengharukan.Wajahnya yang tirus itu tampak demikian murung. Sepasang matanya yang cekung memerah. Dadanya pun turun naik, seolah-olah sedang menahan perasaan sesal yang teramat sangat.Cucuk Prana mengangguk-angguk."Sudah kuduga. Kau memang pantas mewarisi kepandaian Adi Prana Supit Tulang-tulangmu kuat sekali. Dan kau pun sangat berbakat. Saat ini, belum tentu aku dapat mengalahkanmu, Bocah," cetus Eyang Cucuk Prana."Terima kasih atas pujian mu, Eyang,"Cucuk Prana lantas mengarahkan perhatian pada tujuh orang muridnya yang masih duduk berlutut di hadapannya.
"Teratai Emas! Kalau kau berani menyentuh seujung rambut pun gadis itu, demi Tuhan aku akan menguliti batok kepalamu!" bentak Manggala, tak dapat lagi mengendalikan amarahnya.Teratai Emas hanya menyunggingkan senyum dingin. Lalu dengan sekali menghentakkan kakinya, sosoknya pun telah meloncat turun. Gerakan kedua kakinya ringan sekali. Sedikit pun tak menimbulkan suara saat kedua kakinya menjejak ke tanah, sambil memondong tubuh Bidadari Kecil."Aku tidak akan melukai gadismu yang cantik ini sedikit pun. Asal, kau mau menuruti permintaanku!" sahut Teratai Emas, enteng."Semprul! Rupanya kau menginginkan sesuatu dariku, he?!" bentak Manggala geram bukan main."Tepat! Aku memang menginginkan sesuatu darimu. Dan kau harus menuruti kemauanku! Kau paham?" Teratai Emas tersenyum-senyum penuh kemenangan.Sepasang matanya yang indah tak henti-hentinya memperhatikan lembaran sutera berwarna merah di tangan Manggala dan sebatang tombak berwarna kuning denga
"Jangan harap bisa kabur dari hadapanku, Pengkhianat! Sekarang, cepat serahkan kembali kedua benda yang kau rampas itu! Atau, kalau terpaksa aku mengirim nyawa busukmu ke neraka!" desis Manggala, dalam kemarahan menggelegak.Teratai Emas terkesiap kaget. Namun ketika sadar kalau Tombak Raja Iblis berada dalam genggaman tangannya, wanita itu langsung dapat menekan rasa takutnya. Bibirnya menyunggingkan senyum dingin."Bedebah! Kau pikir aku takut padamu! Nih, rasakan Tombak Raja Iblis ku!" bentak Teratai Emas lantang seraya menyerang Si Buta dari Sungai Ular dengan Tombak Raja Iblis. Sedang tangan kirinya pun siap pula melontarkan pukulan 'Racun Ular Emas'!Wesss! Wesss!Si Buta dari Sungai Ular cepat melenting ke belakang, menyelamatkan diri. Disadari betul akan kehebatan tombak di tangan Teratai Emas. Makanya, ia tak berani bertarung dalam jarak dekat. Karena jangankan terkena tajamnya ujung tombak. Terkena kilatan-kilatan merah ujung tombak itu saja mam
Manggala kini melangkah santai, menemui Gayatri yang masih tak sadarkan diri agak terpisah dari tempat pertarungan tadi. Pemuda itu ingin segera menyembuhkan Bidadari Kecil."Ah...! Kau sudah siuman, Gayatri?" desah Manggala, begitu melihat mata Bidadari Kecil membuka perlahan-lahan. Manggala tadi telah memberinya hawa murni, untuk mengembalikan kekuatan gadis ini sekaligus menyadarkannya.Gayatri tidak langsung menjawab pertanyaan Manggala. Buru-buru tubuhnya digulingkan ke samping menghindari penolongnya. Lalu entah kenapa gadis cantik itu malah menangis sesenggukan."Lho? Kok, malah menangis?" tanya Manggala heran.Anehnya Gayatri malah makin memperkeras tangisnya. Wajahnya yang pucat pasi tampak demikian memelaskan. Manggala tidak tahan lagi. Perlahan-lahan didekatinya gadis itu."Lukamu cukup parah, Gayatri. Sebaiknya minum dulu obat pemunah racun ini!" ujar Manggala.Bidadari Kecil yang saat itu tengah kesal karena dirinya sempat jadi
Dan kenyataannya memang demikian. Di kursi kebesarannya, dengan penuh wibawa tampak seorang perempuan cantik tengah duduk di hadapan murid-murid Istana Ular Emas. Wajahnya tampak demikian cantik dan mudanya. Padahal usianya sudah sangat lanjut. Tak heran, karena wanita yang tak Iain Bunda Kurawa memiliki semacam ilmu awet muda yang membuatnya tampak masih seperti seorang gadis berusia dua puluh tahun.Bunda Kurawa tampak anggun sekali di hadapan puluhan orang muridnya yang sebenarnya berjumlah seratus orang. Namun pada saat ini, jumlah muridnya tidak genap seratus orang. Karena pada hari-hari belakangan ini, banyak murid Bunda Kurawa tewas di tangan musuh. Dan pada saat-saat seperti ini Ketua Istana Ular Emas itu belum mampu mencari murid pengganti agar murid-muridnya tetap seratus orang. Memang ada hal lain yang lebih penting ketimbang mencari murid pengganti."Murid-muridku! Kini banyak sudah orang-orang dunia persilatan yang memusuhi golongan kita. Mulai hari ini, k
"Tahu, Bunda," jawab beberapa orang murid Istana Ular Emas dengan wajah tetap tertunduk."Apa?""Menjadi santapan ular emas...," sahut beberapa orang murid Istana Ular Emas, ngeri."Nah! Kalau sudah tahu, kenapa kalian membisu?!" sentak Bunda Kurawa penuh kemarahan.Berpuluh-puluh orang murid Istana Ular Emas yang berkumpul di ruang pendopo makin tegang. Meski saat ini tengah membutuhkan tenaga untuk menghadapi tokoh-tokoh dunia persilatan yang memusuhi golongan Ular Emas, namun bukan mustahil Bunda Kurawa yang sedang murka akan segera melaksanakan ucapannya. Yakni, menjebloskan mereka ke dalam kubangan yang berisi ribuan ular emas satu persatu!Pada saat murid-murid Istana Ular Emas dicekam perasaan tegang mendengar ucapan Bunda Kurawa, mendadak...."Maafkan hamba, Bunda! Hamba datang melapor."Kening Bunda Kurawa berkerut dalam-dalam. Sepasang matanya yang indah terus memandangi seorang muridnya yang tengah berjalan ke hadapannya. S
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana