Sementara itu, gadis yang mengenakan pakaian biru ketat yang tak lain Dewi Kembang Maut adanya, membatin, "Mata Dewa mencintai guruku. Oh! Lalu Guru meninggalkannya. Ada apa ini? Apakah ini sebabnya mengapa Guru menyuruhku untuk mencarinya. Tetapi untuk apa? Bukankah dia sudah meninggalkannya?"
Sedangkan Dewi Pedang membatin, "Aneh! Pandangan Sandang Kutung yang tadi tajam, mengapa kini kelihatan resah. Dan nampaknya dia berusaha untuk tidak bersikap resah seperti itu. Hmm... ada apa ini?"
Mata Dewa berkata lagi, "Sunarsasi... mengapa kau menutupi wajahmu dengan topeng perak itu? Apakah kau memang tak ingin dikenali lagi oleh orang-orang rimba persilatan?"
"Nama asli ku telah lama tenggelam dengan berkibarnya julukanmu. Tetapi sekarang, orang-orang mengenalku dengan julukan Dewi Topeng Perak."
"Apakah dengan cara menutupi wajah, kau berharap orang tak mengenalimu lagi? Paling tidak, diriku. Hmmm... Sunarsasi, suaramu masih kuingat betul. Percuma kau menut
Wusss!Sinar putih melesat dan membentuk lingkaran. Menelingkupi hawa panas yang dilepaskan oleh Ratu Api, sekaligus memupusnya. Tiba-tiba Mata Dewa melengak tatkala mendengar deruan menggebah di atas pasir-pasir panas itu."Hmmm.... Bocah Maut tentunya telah ikut campur urusan ini," desisnya dalam hati. Dari memutar tongkatnya tadi, mendadak saja tongkatnya dilemparkan, menancap tiga tindak di hadapannya hingga setengah, bagai sebuah patok.Deru di atas tanah yang memang berasal dari gulungan tubuh Bocah Maut yang kendati tak mengenakan pakaian, tetapi manusia cebol itu mampu menahan pasir-pasir panas yang mau tak mau melekat pada tubuhnya, mendadak membuang tubuh ke kiri bila tak ingin gulungan tubuhnya di pasir itu menghantam tongkat putih Mata Dewa.Sementara itu, dengan tekanan kaki kanannya, Mata Dewa telah menggenggam tongkat putihnya lagi yang tadi tertanam hingga setengah di pasir-pasir panas itu,"Sialan! Kupikir dengan menyerangnya secar
Si Buta dari Sungai Ular memutus kata-katanya sendiri tatkala mendengar suara berderak beberapa kali. Di lain kejap, kakinya mundur satu tindak dengan kedua mata terbeliak. Berjarak sepuluh tombak dari hadapannya, lima buah pohon besar mendadak saja tercabut dari akarnya. Dan seperti memiliki sepasang kaki layaknya manusia, lima pohon itu bergerak dengan suara berdebam. Daun-daun pohon itu banyak yang berguguran saat pohon-pohon itu bergerak!Bukan hanya Si Buta dari Sungai Ular yang terperangah. Iblis Seribu Muka yang menyamar sebagai Pendekar Judi pun terkejut."Manggala! Permainan segera dimulai!""Kau benar! Kita hancurkan pohon-pohon itu!"Namun belum lagi keduanya bergerak, mendadak saja dua pohon yang berada di depan seperti merunduk dan mengayun!Wrrrrr! Wrrrr!Dedaunannya banyak yang rontok saat mengibas. Yang sebuah mengarah pada Si Buta dari Sungai Ular dan yang sebuah lagi siap melabrak Pendekar Judi. Masing-masing orang segera m
Sementara itu, Manggala sudah meletakkan kembali Tulang Ekor Naga Emas ke balik punggungnya."Bagaimana keadaanmu, Cakra?""Aku sudah lebih baik dari sebelumnya. Terima kasih atas bantuanmu, Manggala." Lalu seperti menyesali keadaan, Iblis Seribu Muka mendesah, "Guru menugaskanku untuk membantumu. Tetapi pada kenyataannya, justru engkau yang membantuku, Manggala."Manggala nyengir. "Kau tak perlu berkata begitu. Untuk saat ini, saling bantu memang sangat diperlukan. Kupikir... kita tak bisa terlalu lama di tempat ini. Sebaiknya, kita segera melacak di mana Goa Seratus Laknat berada.""Ya. Aku pun sudah tak sabar ingin membunuh Iblis Sesat. Kemungkinan besar, guruku si Malaikat Judi telah menunggu kedatanganku di Lembah Sumur Tua.""Kalau begitu, kita kembali menjaga jarak. Kau berada di sebelah kiriku berjarak sepuluh tombak."Tanpa banyak ucap, Iblis Seribu Muka yang menyamar sebagai Pendekar Judi menganggukkan kepalanya. Lalu kembali menga
Sementara gadis berpakaian biru ketat sudah mencelat dan mengirimkan satu pukulan ke dada Mata Dewa. Orang tua berbaju hijau penuh tambalan itu terhuyung ke belakang. Dari hidungnya mengalir darah segar. Anehnya, dia tak berbuat apa-apa. Justru berdiri tegak dengan kepala ditelengkan dan cuping hidung yang bergerak-gerak."Tak mungkin dia.... Tak mungkin.... Tetapi... aroma wangi itu... aku yakin, aku yakin sekali sangat mengenalnya. Aroma itu tentunya berasal dari ilmu 'Terobos Bumi Tumbangkan Langit'. Dan suara-suara ledakan seperti sebuah tenaga yang menerobos tanah dan mencelat ke atas, tentunya.... Okh!"Kata-kata hati Mata Dewa terputus tatkala dirasakan satu gebahan dahsyat menderu ke arahnya. Rupanya Bocah Maut tak mau melewatkan kesempatan di depan matanya. Kendati dia cukup keheranan melihat Mata Dewa terdiam dan seolah tak berkeinginan lagi untuk mempertahankan nyawanya, dia tak mau peduli.Wusss!Tanpa bergerak dari tempatnya, Mata Dewa mengib
"Permata! Di manakah kau!” seruan Mata Dewa memutus desisan hati si nenek berkonde seraya menelengkan kepalanya berulang kali. "Lama kucari. Apakah sekarang kau tak ingin menjelaskan mengapa kau memutuskan hubungan denganku?"Suara itu parau, dan cukup membuat hati trenyuh. Tetapi Dewi Pedang justru mendengus. "Tak ku sangka, kalau urusan cinta sedemikian rumitnya. Mata Dewa salah seorang yang masuk dalam petaka cinta sialan."Selagi orang-orang di sana bertanya-tanya siapa gerangan orang yang dimaksudkan Mata Dewa, tiba-tiba terdengar suara, pelan, dingin namun penuh getaran, "Upasara. Aku berada di sini.... Lama kita tak bertemu dan kita sudah sama-sama tua sekarang."Masing-masing orang segera mengalihkan pandangan pada Sandang Kutung yang barusan berkata-kata. Orang berpupur putih dengan mengenakan pakaian coklat gombrang itu, nampak berusaha tegar. Diusahakan untuk tak membalas tatapan orang-orang di sana. Sementara Mata Dewa menelengkan kepalanya.
"Dalam usia yang sudah di ambang malam, urusan masih tertahan. Apakah tak ada keinginan di hatimu untuk mengemukakannya sekarang?"Sepasang mata Dewi Segala Impian mengerjap-ngerjap, menyusul air bening yang mengembang. Kejap lain, buru-buru dia berkata sambil menindih kegalauan yang mendadak meraja di hatinya, "Jangan paksa aku, Upasara. Bila kukatakan belum waktunya, maka kau harus menunggu.""Dewi....""Persoalan cinta bukan urusanku! Kau harus tetap mampus, Mata Dewa!" terdengar suara keras itu dan menyusul gebahan tubuh pada pasir-pasir putih. Rupanya, Bocah Maut yang dihajar oleh Mata Dewa tadi tak mau membuang waktu. Dia sudah berguling siap mengirimkan hajaran keras. Orang-orang di sana terpana. Mata Dewa siap menggerakkan tongkatnya. Namun satu deru angin yang sangat hebat menderu dan menahan sekaligus melabrak gulingan tubuh Bocah Maut. Memekik keras manusia cebol yang sama sekali tidak menduga akan ada serangan dari orang yang dianggap kawannya. Tubuh
Mata Dewa menarik napas panjang, "Begitu pula denganku...."Lalu kedua orang itu segera berkelebat ke arah perginya Dewi Segala Impian. Dewi Pedang sampai keluarkan dengusan berkali-kali. Dia benar-benar tak mengerti tentang urusan cinta. Tetapi mendadak saja dia teringat pada Dewa Pemarah, lelaki pemarah yang sampai setua ini masih mencintainya. Diam-diam si nenek berkonde jadi resah sendiri. Namun di kejap lain, dia sudah menyumpah-nyumpah dan menindih segala ingatan yang muncul tentang Dewa Pemarah.Lima tarikan napas berlalu dan Padang Seratus Dosa kembali dirajam sepi, mendadak saja pasir-pasir berjarak dua puluh tombak dari tempat pertarungan tadi terangkat perlahan. Satu sosok tubuh tinggi besar keluar dari sana.Orang berkepala plontos yang baru muncul dari pasir-pasir panas itu menggeram. Bibirnya tebal dengan hidung besar. Mata kirinya, tertutup sebuah kulit warna putih yang dikaitkan di belakang kepala. Dia mengenakan pakaian putih yang terbuat dari b
"Bukan mencari Si Buta dari Sungai Ular yang kau cemaskan?" Wajah Dewi Berlian memerah di'tembak' seperti itu. Apa yang dikatakan si kakek memang benar. Karena di sudut hatinya yang paling dalam, asmara telah merebak. Asmara yang membuatnya cemas dan sangat merindukan Si Buta dari Sungai Ular.Tetapi hanya sesaat Dewi Berlian tergugu, di kejap lain dia sudah membuka mulut, "Kau ini keterlaluan, Kek! Kenapa jadi urusan itu yang dibawa-bawa. Mau kucari dia atau tidak kan bukan urusan mu!""Huh! Sontoloyo! Mau berdusta pula! Tetapi urusan cinta atau tidak urusan belakangan! Cuma saja aku tak mau kau menjadi dungu seperti Mata Dewa yang rela menyiksa diri, bersumpah memejamkan kedua matanya hanya gara-gara cinta tolol hingga saat ini! Si Buta dari Sungai Ular memang patut dicintai oleh gadis-gadis sepertimu! Sama halnya dengan muridku. Huh! Suatu saat, aku akan memperkenalkan muridku yang kuinginkan berjodoh dengan Si Buta dari Sungai Ular! Hmm,... Bocah Ayu! Aku melihat k
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana