"Permata! Di manakah kau!” seruan Mata Dewa memutus desisan hati si nenek berkonde seraya menelengkan kepalanya berulang kali. "Lama kucari. Apakah sekarang kau tak ingin menjelaskan mengapa kau memutuskan hubungan denganku?"
Suara itu parau, dan cukup membuat hati trenyuh. Tetapi Dewi Pedang justru mendengus. "Tak ku sangka, kalau urusan cinta sedemikian rumitnya. Mata Dewa salah seorang yang masuk dalam petaka cinta sialan."
Selagi orang-orang di sana bertanya-tanya siapa gerangan orang yang dimaksudkan Mata Dewa, tiba-tiba terdengar suara, pelan, dingin namun penuh getaran, "Upasara. Aku berada di sini.... Lama kita tak bertemu dan kita sudah sama-sama tua sekarang."
Masing-masing orang segera mengalihkan pandangan pada Sandang Kutung yang barusan berkata-kata. Orang berpupur putih dengan mengenakan pakaian coklat gombrang itu, nampak berusaha tegar. Diusahakan untuk tak membalas tatapan orang-orang di sana. Sementara Mata Dewa menelengkan kepalanya.
"Dalam usia yang sudah di ambang malam, urusan masih tertahan. Apakah tak ada keinginan di hatimu untuk mengemukakannya sekarang?"Sepasang mata Dewi Segala Impian mengerjap-ngerjap, menyusul air bening yang mengembang. Kejap lain, buru-buru dia berkata sambil menindih kegalauan yang mendadak meraja di hatinya, "Jangan paksa aku, Upasara. Bila kukatakan belum waktunya, maka kau harus menunggu.""Dewi....""Persoalan cinta bukan urusanku! Kau harus tetap mampus, Mata Dewa!" terdengar suara keras itu dan menyusul gebahan tubuh pada pasir-pasir putih. Rupanya, Bocah Maut yang dihajar oleh Mata Dewa tadi tak mau membuang waktu. Dia sudah berguling siap mengirimkan hajaran keras. Orang-orang di sana terpana. Mata Dewa siap menggerakkan tongkatnya. Namun satu deru angin yang sangat hebat menderu dan menahan sekaligus melabrak gulingan tubuh Bocah Maut. Memekik keras manusia cebol yang sama sekali tidak menduga akan ada serangan dari orang yang dianggap kawannya. Tubuh
Mata Dewa menarik napas panjang, "Begitu pula denganku...."Lalu kedua orang itu segera berkelebat ke arah perginya Dewi Segala Impian. Dewi Pedang sampai keluarkan dengusan berkali-kali. Dia benar-benar tak mengerti tentang urusan cinta. Tetapi mendadak saja dia teringat pada Dewa Pemarah, lelaki pemarah yang sampai setua ini masih mencintainya. Diam-diam si nenek berkonde jadi resah sendiri. Namun di kejap lain, dia sudah menyumpah-nyumpah dan menindih segala ingatan yang muncul tentang Dewa Pemarah.Lima tarikan napas berlalu dan Padang Seratus Dosa kembali dirajam sepi, mendadak saja pasir-pasir berjarak dua puluh tombak dari tempat pertarungan tadi terangkat perlahan. Satu sosok tubuh tinggi besar keluar dari sana.Orang berkepala plontos yang baru muncul dari pasir-pasir panas itu menggeram. Bibirnya tebal dengan hidung besar. Mata kirinya, tertutup sebuah kulit warna putih yang dikaitkan di belakang kepala. Dia mengenakan pakaian putih yang terbuat dari b
"Bukan mencari Si Buta dari Sungai Ular yang kau cemaskan?" Wajah Dewi Berlian memerah di'tembak' seperti itu. Apa yang dikatakan si kakek memang benar. Karena di sudut hatinya yang paling dalam, asmara telah merebak. Asmara yang membuatnya cemas dan sangat merindukan Si Buta dari Sungai Ular.Tetapi hanya sesaat Dewi Berlian tergugu, di kejap lain dia sudah membuka mulut, "Kau ini keterlaluan, Kek! Kenapa jadi urusan itu yang dibawa-bawa. Mau kucari dia atau tidak kan bukan urusan mu!""Huh! Sontoloyo! Mau berdusta pula! Tetapi urusan cinta atau tidak urusan belakangan! Cuma saja aku tak mau kau menjadi dungu seperti Mata Dewa yang rela menyiksa diri, bersumpah memejamkan kedua matanya hanya gara-gara cinta tolol hingga saat ini! Si Buta dari Sungai Ular memang patut dicintai oleh gadis-gadis sepertimu! Sama halnya dengan muridku. Huh! Suatu saat, aku akan memperkenalkan muridku yang kuinginkan berjodoh dengan Si Buta dari Sungai Ular! Hmm,... Bocah Ayu! Aku melihat k
Wussss!Tangan kanan Dewa Pemarah sudah bergerak dan seketika menghampar angin cukup kencang. Tetapi sosok perempuan bertopeng perak itu sudah lenyap dari pandangannya. Dan ranggasan semak belukar di belakang di mana tadi Dewi Topeng Perak berdiri, terpapas ujungnya hingga rata."Sontoloyo! Ingin rasanya menghajar perempuan sialan itu! Tetapi, urusan menghajar atau tidak urusan belakangan! Bocah Ayu! Apakah kau lupa jalan keluar dari ranggasan semak belukar itu? Atau... kau sedang mempergunakan kesempatan untuk membuang hajat!”Dewi Berlian berdiri dengan bersungut-sungut. Masih bersungut-sungut dia melangkah keluar."Kek! Kau ini tidak pernah sopan rupanya seumur hidupmu, ya? Bicaramu suka ngaco, meskipun aku tahu kau baik hati! Tetapi, suaramu yang selalu membentak dan matamu yang selalu melotot, terkadang bikin jengkel juga!""Benar-benar sontoloyo! Baru kali ini aku dilecehkan oleh anak gadis! Huh! Kalau saja aku tidak teringat pada murid
Pendekar Judi memandang ke depan sejenak, lalu mengalihkan pandangannya pada Angin Racun Barat dan menganggukkan kepalanya."Kupikir, memang tempat itulah yang disebut Padang Seratus Dosa, Diah."Angin Racun Barat yang bernama Diah Srinti mengalihkan pandangan pada pemuda tampan yang berdiri di sisinya. Sesaat dirasakan gemuruh hatinya yang mendadak bertalu-talu. Tetapi buru-buru ditindihnya rasa galau yang muncul tiba-tiba."Kang Cakra... kita gagal mengikuti jejak Dewa Pemarah dan Dewi Berlian yang telah membuka mata kita kalau ada orang yang menyamar sebagai dirimu. Rasanya, lebih baik kita meneruskan langkah saja."Dewi Kembang Maut yang mendengarkan percakapan itu mengerutkan keningnya."Ada orang yang menyamar sebagai Pendekar Judi? Hmm... siapakah orang itu? Apakah Pendekar Judi yang pertama kali kulihat saat aku dikalahkan oleh Si Buta dari Sungai Ular adalah Pendekar Judi palsu?"Sesaat gadis berbaju biru ketat itu terdiam, menimban
GUGUSAN batu kapur mulai diselimuti keremangan senja. Angin semakin lebih kuat bertiup. Kalau sebelumnya udara tak segar, kali ini semakin tak segar. Beberapa kapur putih beterbangan terhembus angin. Samar-samar menguar aroma wangi dari satu tempat yang sulit ditentukan.Si Buta dari Sungai Ular yang melangkah mendahului, menghentikan langkah. Sepasang matanya yang tajam memperhatikan sekelilingnya seraya membatin,"Hmm... aroma wangi cukup santer tercium. Aroma yang mendadak saja muncul. Dan seperti aroma kemenyan, yang dibaluri bau-bau kapur yang membuat udara tidak sedap. Aku seolah menyirap akan ada bahaya yang datang."Berjarak sepuluh tombak di sisi kiri pemuda dari Sungai Ular itu, Iblis Seribu Muka yang menyamar sebagai Pendekar Judi mencium aroma yang sama. "Kupikir... ini salah satu tanda tentang adanya Iblis Sesat di sekitar gugusan batu kapur ini. Entah dari mana asal aroma wangi kemenyan ini. Yang jelas... mungkin dari salah satu gugusan batu kapur
"Mengapa harus seperti itu!” seru Iblis Seribu Muka yang kendati mulai meraba apa yang diinginkan Si Buta dari Sungai Ular, tetapi masih belum bisa menemukan maksud seluruhnya."Ini permainan judi! Siapa yang beruntung dan siapa yang kurang beruntung! Karena aku yakin, di salah satu gugusan batu kapur di sini Goa Seratus Laknat berada. Setelah kita tak menemukan, kita berganti tempat dan mencari lagi. Dengan cara seperti itu, kita bisa saling bantu bila ada sesuatu yang tak mengenakan!""Bagaimana dengan jumlah gugusan batu kapur yang lima lagi?" tanya Iblis Seribu Muka pula."Kita akan menyelidiki bersama!""Apakah tidak sebaiknya kita menyelidiki dulu dari mana aroma wangi kemenyan ini?""Kau ini membuatku malu, Cakra. Kau benar-benar hendak mengujiku rupanya. Cakra! Secara tidak langsung, kita akan menyelidik dari mana asalnya aroma wangi kemenyan itu! Kupikir, tentunya berasal dari Goa Seratus Laknat yang belum kita ketahui di mana tempat
Untuk sesaat Si Buta dari Sungai Ular memperhatikan orang yang baru muncul itu. Lalu berbisik, "Cakra... kenalkah kau siapa orang aneh ini?"Iblis Seribu Muka yang menyamar sebagai Pendekar Judi menggelengkan kepala. "Aku tak pernah mengenalnya. Manggala... jangan-jangan, orang inilah Iblis Sesat?" Lalu sambungnya dalam hati, "Celaka! Mengapa dia muncul di sini pada saat yang tidak tepat?"Manggala yang pernah berjumpa dengan Iblis Sesat terdiam. Sepasang matanya lurus pada orang yang baru muncul itu yang sedang tertawa pendek sambil menatap tajam pada Iblis Seribu Muka.Kendati kedua matanya sipit, namun sorot matanya keras dan penuh dendam pada Iblis Seribu Muka. Mulut besar yang mencuat ke atas itu membuka sedikit, sejurus kemudian terdengar suaranya menggembor keras, "Pendekar Judi! Kita berjumpa lagi di sini! Kalau dua bulan lalu kau membuat istriku malu, kali ini kau tak akan kuberi kesempatan untuk hidup lebih lama!"Si Buta dari Sungai Ular berbis
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana