Dan begitu bentrok dengan serangan Manggala, terdengar suara letupan berkali-kali disertai pijaran cahaya yang bertebaran. Tanah di tempat bertemunya dua serangan tadi muncrat tiga tombak disertai memburainya semak belukar hingga menghalangi pandangan. Tatkala semuanya sirap, terlihat Manggala terkapar di tanah dengan napas memburu kencang. Dari hidungnya mengalir darah segar. Dadanya dirasakan laksana terbakar dengan aliran darah yang kacau.
Kendati demikian, Tulang Ekor Naga Emas masih tergenggam erat di tangannya. Di seberang, sosok Iblis Sesat nampak terhuyung. Namun tiba-tiba saja lelaki tua bercawat hitam ini membuat gerakan melompat, berputar dua kali dan tatkala hinggap di tanah, kedua tangannya sudah menyatu di dada. Sosok orang aneh ini sesaat nampak bergetar. Namun sekejap kemudian getaran tubuhnya terhenti. Dan kedua matanya membuka lebih lebar, semakin nyalang dan menyiratkan sinar merah.
"Hebat!" desisnya dalam hati beriring makian.
"Senja
"Ghhhrrr...! Shhh...!""Setan keparat! Akan kuhanguskan ular sialan itu!” maki Iblis Sesat. Lalu menoleh kepada Manggala yang cukup dibuat cemas tadi ketika melihat orang bercawat dengan kegeraman tinggi sedang menggempur ke arah Garaga."Orang buta! Pertarungan kita hentikan disini! Bila memang kau masih menginginkan Keranda Kematian, kuundang kau ke Goa Seratus Laknat! Tetapi perlu kau ingat, Hutan Seratus Kematian dan Padang Seratus Dosa adalah dua daerah kekuasaanku dan kukendalikan dengan baik. Selama ini kau tak mendapatkan gangguan di Hutan Seratus Kematian, karena aku sengaja tidak mengeluarkan segenap rahasia yang dimiliki oleh Hutan Seratus Kematian. Tetapi, di Padang Seratus Dosa, kau akan mendapatkan sebuah permainan yang menarik. Berusahalah mengatasinya hingga kau bisa selamat tiba di Goa Seratus Laknat!”Habis kata-katanya, orang bercawat dengan wajah mengerikan itu berkelebat cepat seperti ditekan angin. Manggala yang sejak tadi mende
Setelah beberapa saat terdiam dalam kesunyian, Manggala yang tak dapat menahan rasa ingin tahunya lebih lama, berkata, "Orang tua... Siapakah engkau ini adanya?"Si kakek tersenyum. Bibirnya yang keriput nampak begitu mengiriskan, namun karena pandangannya yang teduh, rasa ngeri melihat tampangnya agak mencair. "Aku sendiri tidak tahu siapa namaku. Tetapi aku masih ingat, dengan sebutan apa orang-orang memanggilku Pendekar Bijaksana. Apakah aku bijaksana dalam setiap langkah, sikap, dan tutur kata, aku tidak tahu. Entah mengapa pula orang-orang memanggilku dengan julukan yang tinggi itu. Hanya itulah yang kuingat mengenai siapa aku."Si Buta dari Sungai Ular mengerutkan kening mendengar kata-kata si orang tua bungkuk yang berdiri di hadapannya. Dia teringat akan cerita gurunya, Dewi Pedang. Pendekar Bijaksana. Bukankah itu julukan dari orang tua yang menjadi guru dari Mata Dewa dan Iblis Sesat"Lalu, kalau si kakek yang mengaku berjuluk Pendekar Bijaksana, yang
"Anak muda. Di dadamu, kulihat ada rajahan petir. Dan entah mengapa kedua mataku yang mulai rabun ini seperti melihat sesuatu yang tersimpan. Anak muda... salahkah bila kukatakan, kau juga mewarisi ilmu langka yang dimiliki Malaikat Gledek atau yang disebut ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'?"Kembali Manggala terkagum-kagum mendengar kata-kata kakek di hadapannya. Kali ini Manggala segera menerangkan siapa dirinya. Juga hubungannya dengan Eyang Malaikat Gledek dan Eyang Panembahan Agung."Luar biasa!" sahut Pendekar Bijaksana setelah Manggala mengakhiri penuturannya. "Kau sangat beruntung, Anak Muda. Karena seperti yang kuketahui, Malaikat Gledek dan Panembahan Agung tak akan pernah menurunkan ilmu-ilmu sakti dan langka itu kepada siapa pun. Tak kecuali kepada murid-murid mereka. Ah, suatu saat aku ingin berjumpa kembali dengan kedua sahabat lamaku itu. Dan kau tadi mengatakan, tugas dari kedua orang itulah yang membuatmu sampai ke sini dan bertekad mencari Iblis Sesat. Sekar
Pada saat itulah si bungsu dan istrinya tiba kembali di sana dengan menyeret batang kayu yang mereka ambil dari hutan. Alangkah terkejutnya si bungsu melihat dari kejauhan api berkobar di tengah padang tandus. Ditinggalkan batang pohon yang baru didapatnya dan dia berlari kencang. Diusahakan untuk memusnahkan api yang membakar pohon warisan kedua orangtua mereka sementara si sulung hanya memperhatikan dengan senyum kepuasan.Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Pohon itu pun hangus dan luruh menjadi debu. Tinggal si bungsu yang memandangnya dengan keringat bercucuran di seluruh tubuh, sementara si sulung puas menyaksikan perbuatannya. Selama tiga hari tiga malam si bungsu bersimpuh di hadapan tumpukan abu yang berasal dari pohon itu yang semakin lama semakin mengikis dan akhirnya tak nampak lagi di mata, tanpa menghiraukan ajakan istrinya kembali ke rumah.Namun keanehan terjadi, karena dua-hari kemudian, mereka melihat sebuah tumpukan batang kayu di temp
"Oh! Jadi bukan karena dibantu oleh tenaga si pemiliknya?" tanya Manggala tercekat."Tidak sama sekali. Pemiliknya akan menjadi jahat kendati dia dulu orang baik-baik. Dan dia menjadi sangat hebat bila sudah dibantu keranda kematian itu." Manggala teringat pada dugaannya tentang kesaktian Keranda kematian yang diduganya dibantu oleh Iblis Sesat yang menjadi pemiliknya."Ternyata dugaanku salah...," desisnya dalam hati. Lalu katanya, "Jadi... apa yang bisa dilakukan agar keranda itu punah, Kek?"'Tadi kukatakan, aku sendiri tidak tahu. Tetapi, tentu ada kelemahannya. Otakku sudah tak sanggup diajak berpikir lebih lama. Ini tugasmu sebagai orang muda yang cekatan dan masih bertenaga."Manggala berkata lagi dalam hati, "Kalau begitu... perjalanan ini semakin bertambah sulit. Iblis Sesat sebenarnya orang yang memiliki hati bersih, hanya karena pengaruh keranda kematian itu saja dia menjadi sangat kejam. Oh! Sungguh mengerikan sekali akibat pengaruh keranda ke
Keduanya saling pandang, seolah menjajaki kekuatan satu sama lain. Namun Penabur Pasir yang pernah dikalahkan Sandang Kutung, kejap lain mengalihkan pandangannya. Tak ingin adu tatap lebih lama lagi. Karena disadarinya kalau pandangan Sandang Kutung mengandung ancaman yang mengerikan."Setan keparat! Apakah kalau kukatakan aku tahu siapa dirimu sebenarnya kau masih menutupi siapa dirimu?" geramnya dalam hati. Lalu menduga-duga, "Kau seorang perempuan yang menyamar sebagai laki-laki. Tentunya, urusan apa kalau bukan urusan asmara kau mencari Iblis Sesat. Tetapi payudaramu begitu montok menggairahkan. Paling tidak kau berusia dua puluh tahunan. Kalau memang urusan asmara, urusan asmara macam apa?"Sementara itu, orang berpupur sedang berkata, "Kalau kau tak ingin meneruskan perjalanan bersamaku, aku pun tak merasa rugi."Sungguh bodoh Penabur Pasir bila menyetujui usul itu. Karena toh dia tetap mengharapkan keberadaan Sandang Kutung. Paling tidak, karena orang itu
Dengan kecemasan yang dalam, si gadis meletakkan tubuh si pemuda yang pingsan dan terluka itu di rumput cukup tebal. Dibukanya pakaian si pemuda dengan segera. Tersentak kaget Angin Racun Barat mendapati luka menganga di dada pemuda ini.Gugup dialirkan tenaga dalamnya sekadar menghangatkan tubuh pemuda ini. Sungguh, dia tak pernah membayangkan kalau akan menjumpai pemuda yang dicintainya ini dalam keadaan terluka parah. Bahkan jatuh pingsan di dadanya. Bisa dirasakan bagaimana kecemasan Angin Racun Barat melihat keadaan pemuda yang selama ini dicintainya ini."Aku harus tenang, aku harus tenang!" desisnya berulang kali dengan mencoba menindih rasa gugupnya. Perlahan-lahan dibukanya pakaian si pemuda dan diletakkan di kepalanya sebagai ganjalan. Lalu perlahan-lahan diperiksanya luka di dada pemuda itu. Sudah agak mengering, namun masih ada darah yang mengalir. Cepat diloloskan angkin di pinggangnya dan diikatkan pada luka si pemuda. Terburu-buru pula dia mengalirkan te
"Jangan berbicara dulu, Kang Cakra. Keadaanmu masih payah...," kata Angin Racun Barat tanpa bisa menyembunyikan kegembiraannya mendapati pemuda yang dicintainya ini sudah siuman.Dilihatnya, Pendekar Judi membuka kedua matanya kembali. Bibirnya tersenyum lemah. Namun kejap lain, dia sudah menutup kembali kedua matanya, sedikit meringis karena memang masih merasa nyeri pada sekujur tubuhnya, terutama dadanya yang terluka lebar. Selang beberapa saat hanya ditelan kebisuan saja sementara sepasang mata Angin Racun Barat terus menatap penuh gembira namun masih dilingkupi kecemasan pada pemuda itu. Kembali didengarnya suara Pendekar Judi perlahan tanpa membuka matanya, "Terima kasih atas pertolonganmu, Diah."Diah Srinti tersenyum. "Sudahlah. Kau jangan banyak bicara dulu. Beristirahatlah."Perlahan-lahan Pendekar Judi membuka kedua matanya lagi. Bibirnya kembali menguakkan senyuman."Beruntung sekali... Aku berjumpa denganmu di sini, Diah...," katanya agak ter
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana