Keduanya saling pandang, seolah menjajaki kekuatan satu sama lain. Namun Penabur Pasir yang pernah dikalahkan Sandang Kutung, kejap lain mengalihkan pandangannya. Tak ingin adu tatap lebih lama lagi. Karena disadarinya kalau pandangan Sandang Kutung mengandung ancaman yang mengerikan.
"Setan keparat! Apakah kalau kukatakan aku tahu siapa dirimu sebenarnya kau masih menutupi siapa dirimu?" geramnya dalam hati. Lalu menduga-duga, "Kau seorang perempuan yang menyamar sebagai laki-laki. Tentunya, urusan apa kalau bukan urusan asmara kau mencari Iblis Sesat. Tetapi payudaramu begitu montok menggairahkan. Paling tidak kau berusia dua puluh tahunan. Kalau memang urusan asmara, urusan asmara macam apa?"
Sementara itu, orang berpupur sedang berkata, "Kalau kau tak ingin meneruskan perjalanan bersamaku, aku pun tak merasa rugi."
Sungguh bodoh Penabur Pasir bila menyetujui usul itu. Karena toh dia tetap mengharapkan keberadaan Sandang Kutung. Paling tidak, karena orang itu
Dengan kecemasan yang dalam, si gadis meletakkan tubuh si pemuda yang pingsan dan terluka itu di rumput cukup tebal. Dibukanya pakaian si pemuda dengan segera. Tersentak kaget Angin Racun Barat mendapati luka menganga di dada pemuda ini.Gugup dialirkan tenaga dalamnya sekadar menghangatkan tubuh pemuda ini. Sungguh, dia tak pernah membayangkan kalau akan menjumpai pemuda yang dicintainya ini dalam keadaan terluka parah. Bahkan jatuh pingsan di dadanya. Bisa dirasakan bagaimana kecemasan Angin Racun Barat melihat keadaan pemuda yang selama ini dicintainya ini."Aku harus tenang, aku harus tenang!" desisnya berulang kali dengan mencoba menindih rasa gugupnya. Perlahan-lahan dibukanya pakaian si pemuda dan diletakkan di kepalanya sebagai ganjalan. Lalu perlahan-lahan diperiksanya luka di dada pemuda itu. Sudah agak mengering, namun masih ada darah yang mengalir. Cepat diloloskan angkin di pinggangnya dan diikatkan pada luka si pemuda. Terburu-buru pula dia mengalirkan te
"Jangan berbicara dulu, Kang Cakra. Keadaanmu masih payah...," kata Angin Racun Barat tanpa bisa menyembunyikan kegembiraannya mendapati pemuda yang dicintainya ini sudah siuman.Dilihatnya, Pendekar Judi membuka kedua matanya kembali. Bibirnya tersenyum lemah. Namun kejap lain, dia sudah menutup kembali kedua matanya, sedikit meringis karena memang masih merasa nyeri pada sekujur tubuhnya, terutama dadanya yang terluka lebar. Selang beberapa saat hanya ditelan kebisuan saja sementara sepasang mata Angin Racun Barat terus menatap penuh gembira namun masih dilingkupi kecemasan pada pemuda itu. Kembali didengarnya suara Pendekar Judi perlahan tanpa membuka matanya, "Terima kasih atas pertolonganmu, Diah."Diah Srinti tersenyum. "Sudahlah. Kau jangan banyak bicara dulu. Beristirahatlah."Perlahan-lahan Pendekar Judi membuka kedua matanya lagi. Bibirnya kembali menguakkan senyuman."Beruntung sekali... Aku berjumpa denganmu di sini, Diah...," katanya agak ter
Angin Racun Barat menarik napas berat. Bisa dibayangkan bagaimana tersiksanya pemuda yang dicintainya ini dalam keadaan semacam itu."Dan aku pun bersyukur karena bisa menolongmu, Kang...""Mungkin, lebih besar rasa syukur yang ada di dadaku, Diah.""Tidak, Kang. Rasa syukur itu lebih besar di hatiku. Karena aku memang merindukanmu," kata Angin Racun Barat dalam hati. Saking gembiranya, tanpa sadar, Angin Racun Barat mendekap si pemuda yang gelagapan dengan penuh kasih sayang."Kita harus bersyukur pada-Nya, Kang Cakra. Karena, dengan kehendak-Nyalah kita masih dikaruniai umur panjang." Lalu dalam hati si gadis menyambung, "Terutama, Dia memberikan kesempatan padaku untuk berjumpa lagi denganmu."Pendekar Judi hanya terdiam dengan wajah setengah memerah dan galau. Dia sebenarnya ingin melepaskan rangkulan Racun Angin Barat, tetapi entah mengapa dia tak tega melakukannya.-o0o-Pagi kembali menghampar dengan kesejukan yang sangat teras
Terdengar suara Penabur Pasir penuh kemarahan tinggi. "Inilah saat yang telah lama kunantikan, Dewi Pedang. Ajal nampaknya sudah tiba untukmu.""Melihat Sandang Kutung berada bersama Penabur Pasir, aku yakin orang jelek itulah yang menyelamatkannya dari kematian saat bentrok denganku," kata Dewi Pedang dalam hati. Lalu dengan suara keras dia berseru pula, "Bahagia hatiku mendengar kata-kata yang membuatku gembira dari mulutmu, Penabur Pasir. Kudengar 'Pasir-pasir Neraka mu sangat ampuh. Sayangnya, pasir-pasir yang kau simpan dalam pundi usang di pinggangmu itu akan menelanmu sendiri.""Setan alas!” Penabur Pasir sudah tak bisa menguasai dirinya lagi. Dia hendak bergerak menyerang, tetapi urung tatkala orang berpupur putih berkata. "Dewi Pedang. Kita sama-sama punya tujuan untuk mencari Mata Dewa dan Iblis Sesat. Rasanya, lebih baik kita berdamai untuk sesaat dan menentukan langkah menuju tujuan.""Ucapan berbisa hanya datang dari ular dan serigala lapar. T
Dua letupan keras terdengar hampir bersamaan Yang pertama berasal dari tanah di mana Dewi Pedang berdiri tadi, yang rengkah dan bolong sedalam setengah tombak akibat hantaman pukulan Dewi Topeng Perak. Letupan yang kedua, berasal dari tiga pohon besar yang langsung tumbang terhantam sambaran angin pedang si nenek berkonde. Dewi Topeng Perak yang tadi berhasil menghindar dari serangan balasan Dewi Pedang, hinggap ditanah dengan kedua kaki dipentangkan. Lalu bersuara dingin. "Mungkin kau tak mengenaliku lagi, Kunti. Tetapi, kau boleh mengenalku sebagai Dewi Topeng Perak."Dewi Pedang yang juga sudah berdiri tegak, hanya mendengus dengan kedua mata lebih lebar terbuka. Sementara Sandang Kutung dan Penabur Pasir saling berpandangan. Mereka tidak tahu siapa adanya perempuan yang mengaku berjuluk Dewi Topeng Perak ini. Tetapi mendapati kenyataan kalau perempuan berbaju kuning panjang itu menyerang Dewi Pedang, berarti dia berada di pihak mereka. Kendati demikian, Sandang Kutung tak
Blaammm! Blaammm!Dua buah ledakan dahsyat terdengar saat itu juga. Dewi Pedang yang masih bisa mengendalikan diri hingga tidak terdorong ke belakang, terlempar ke samping dengan dada yang terasa pecah dan aliran darah yang kacau. Sementara Penabur Pasir terpental ke belakang dengan derasnya. Pentalan tubuhnya menghajar sebuah pohon besar hingga tumbang berdebam. Tenaga dalam yang dimiliki Dewi Pedang lebih tinggi ketimbang milik Penabur Pasir kendati keduanya sama-sama terluka dalam. Akibatnya, begitu tubuh si Penabur Pasir menabrak pohon di belakangnya, terdengar suara berderak dibalur suara gemuruh tumbangnya pohon itu.Penabur Pasir masih berusaha untuk berdiri meskipun sempoyongan. Dari hidungnya mengalir darah segar. Tiba-tiba saja mulutnya mengembung dan..."Huaaakkk!”.Orang berjubah hitam ini memuntahkan darah berkali-kali. Pandangannya sayu namun garang pada Dewi Pedang yang masih berusaha berdiri dan menghindari serangan yang datang dari
Dia berkata tanpa melepaskan pandangan pada hamparan padang tandus yang mengerikan, "Rasanya memang sukar menembus Padang Seratus Dosa ini. Dari sini saja sudah nampak keangkeran yang mengerikan. Apalagi bila aku menjajakinya. O ya... Bagaimana keadaan Guru dan Dewa Pemarah? Sejak aku meninggalkan mereka, aku belum pernah bertemu dengan keduanya. Apakah mereka juga berhasil mencari keterangan tentang Goa Seratus Laknat? Paling tidak, berhasil berada di Hutan Seratus Kematian ini. Urusan memang sudah membentang di depan mataku. Seperti yang dikatakan Pendekar Bijaksana kalau aku..." Tiba-tiba saja pemuda dari Sungai Ular ini memutus kata-katanya sendiri, tatkala terdengar suara menyayat hati dari kejauhan. Sesaat dia kembali tertegun. Dan ditajamkan pendengarannya."Aneh! Apa telingaku tak salah mendengar? Ada orang yang menjerit kesakitan seperti berada dalam satu penyiksaan. Siapa orang itu? Suaranya berasal dari tengah Padang Seratus Dosa. Kalau begitu, aku harus melihat da
"Sinting!" maki Manggala sambil menyentakkan kedua tangannya ke depan.Wuusss!Dorongan angin hebat yang meluncur dari kedua telapak tangan Manggala masuk dalam pusaran angin itu. Menimbulkan suara keras sekejap. Kejap lain, angin itu terus berputar siap menggulung diri pemuda berajah petir pada dadanya."Benar-benar edan!”Sambil menghindari sergapan lima pasang tangan yang bergerak menyusur di pasir, Si Buta dari Sungai Ular juga harus menghindari pusaran angin keras yang menebarkan butir-butir pasir panas dan siap menelan dirinya bulat-bulat.“Pasir-pasir yang terlempar akibat pusaran angin itu sebenarnya tak begitu mengerikan dari 'Pasir-pasir Neraka' milik Penabur Pasir. Kendati demikian, lesatan pasir-pasir itu seperti gerakan meteor. Dan pusaran angin itu benar-benar bisa memporakporandakan rumah-rumah di sebuah dusun. Keparat! Belum lagi tangan-tangan celaka ini yang membingungkan ku!”Lalu dengan mencabut Tongkat d
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana