"Berhenti di tempatmu!" seru Dayang Harum keras namun kali ini tak berani menatap seperti biasanya pada Manggala. Melihat gelagat .seperti itu, Manggala tak menghentikan langkahnya. Dia terus mendekat sementara gadis itu terus berteriak tetapi tak surutkan langkah.
"Tenanglah... tenanglah...," kata Si Buta dari Sungai Ular dan tiba-tiba saja dengan lembut dirangkulnya Dayang Harum yang kejap itu pula menangis di dadanya yang bidang. Manggala menghela napas seraya berkata, "Tak perlu kau sesali apa yang terjadi. Lupakanlah... dengan cara itu kau tak akan larut dalam duka panjang yang menyakitkan..,."
Seperti anak kecil yang telah lama kehilangan kasih sayang, Dayang Harum masih menangis di dada bidang Si Buta dari Sungai Ular yang merasakan dadanya mulai basah.
"Kau sesungguhnya gadis baik-baik, Dayang Harum. Katakan kepadaku, siapakah orang yang telah membuatmu menjadi kejam begini?"
Kepala Dayang Harum menggeleng-geleng tetapi tak keluar suaranya selain
Kantang Murai adalah anak seorang kaya di desa itu. Sejak muda dia tak pernah mengandalkan harta kekayaan atau kedudukan orang tuanya. Itulah sebabnya, semenjak putrinya terlahir dia memutuskan untuk pindah dari kedua orangtuanya. Sementara itu, Ratmi Tandur sangat bersukacita melihat suaminya memutuskan demikian. Karena, dia menyukai suami yang gigih berusaha. Tanpa banyak komentar lagi dia menyetujui apa yang diputuskan suaminya.Di sebuah desa yang terdapat di lereng bukit yang permai, Kantang Murai bersama istri dan putrinya tinggal di Sana. Mereka rukun sesama tetangga lainnya. Semakin hari, bayi mereka pun semakin tumbuh. Bayi yang diberi nama Mega Mahligai itu sudah menunjukkan kecerdasannya. Berusia enam bulan dia sudah bisa berjalan. Berusia sembilan bulan dia sudah bisa berlari bahkan berbicara. Berusia sekitar satu tahun, bicaranya lancar kendati masih cukup harus bersabar untuk mengerti apa yang dikatakannya. Keadaan itu semakin membuat Kantang Murai dan Ratmi Tan
Tetapi dengan beraninya Dayang Harum yang telah bulatkan tekad menggelengkan kepala. "Aku hendak meninggalkan semua ini. Guru.""Jahanam!""Baru kusadari kalau selama ini aku melakukan banyak kesalahan dan dosa. Telah cukup pula kujalankan setiap perintah Guru. Dan aku tak bisa lagi terlalu lama melakukan semua ini...," kata Dayang Harum yakin. Lalu dengan sikap pasrah dia menundukkan kepalanya kembali.Bergetar seluruh tubuh Ratu Jagat Raya tanda amarah sudah membludak Setelah kertakkan rahang yang timbulkan suara cukup keras, dia berkata, "Kau telah memilih jalanmu sendiri! Dan barang siapa yang berani mengkhianatiku, maka jalan yang harus ditempuh adalah kematian!"Di luar dugaannya, Dayang Harum justru berkata, "Bila Guru menghendaki demikian, aku akan menerimanya tanpa melawan dan menyesal.""Murid murtad! Kau berani-beraninya berkata demikian!""Itulah kenyataannya, Guru. Sampai hari ini, aku belum tahu siapakah yang telah membunuh ked
Rantak Ganggang yang telah diliputi nafsu untuk mendapatkan taring-taring Garaga, tak mau membuang waktu. Segera saja dia kembali lancarkan serangan berikut. Dua gelombang angin dahsyat mencelat dari tangan kanan dan kirinya.Melihat hal itu Manggala mendengus dan segera membuang tubuh ke samping kanan. Dua serangan Rantak Ganggang luput dan menghantam beberapa semak belukar yang langsung pecah berantakan. Di depan, orang berselubung kain merah merandek dingin dengan kedua tangan bergetar tanda kemarahan semakin dalam merasuki hatinya."Keparat! Ternyata pemuda ini tak bisa dipandang sebelah mata! Dua kali seranganku luput dari sasaran! Baik! Akan kuperlihatkan siapa aku sebenarnya!" Habis memaki geram dalam hati, orang tinggi besar ini mundur satu tindak. Diiringi teriakan mengguntur, didorong kedua tangannya ke depan. Segera saja satu gelombang angin melabrak ke arah Manggala.Begitu dahsyatnya labrakan angin itu hingga suara yang ditimbulkan gebahan ang
Kali ini darah bukan hanya merembas di sela-sela bibirnya, melain mengalir dari hidungnya. Berjarak delapan langkah di depan, sosok Rantak Ganggang jatuh terduduk dengan napas memburu. Kejap lain lelaki tinggi besar ini sudah berdiri kembali dengan kedua tangan disilangkan di depan dada.Berada di samping kanan Si Buta dari Sungai Ular dan disamping kiri Rantak Ganggang, telah berdiri satu sosok tubuh ramping berparas jelita dengan rambut hitam tergerai. Sosok gadis yang diatas bibir sebelah kanannya terdapat sebuah tahi lalat kecil ini mengenakan pakaian ringkas warna jingga. Dan di pinggangnya yang ramping melilit seutas tali.Si Buta dari Sungai Ular yang mengenali siapa gadis itu mendesis, "Dewi Awan Putih.... Bagaimana tahu-tahu dia bisa muncul di sini? Dan mengapa dia membantuku?"Sementara Rantak Ganggang sudah kertakkan rahangnya sambil palingkan kepala pada gadis bertahi lalat di sebelah bibir atas bagian kanan. Menyusul hardikannya yang sangat keras, "
Bukkkk!Yang terjadi kemudian memang mengejutkan. Karena begitu dadanya digedor, tubuh tinggi besar itu melayang deras ke belakang. Dan baru berhenti setelah menabrak sebatang pohon besar!Tubuhnya ambruk ke depan dengan wajah menghantam tanah. Sedangkan pohon yang tadi tertabrak oleh punggungnya, segera menggugurkan dedaunan.Apa yang dirasakan oleh lelaki tinggi besar ini sungguh menyakitkan. Rasa nyeri yang luar biasa mendera dadanya. Dengan susah payah dia bangkit sambil memegangi dadanya dengan tangan kiri. Tangan kanannya menuding ke arah Manggala yang tegak berdiri masih memegang Tulang Ekor Naga Emas. Selubung kain merah yang menutupi wajahnya nampak basah. Berarti ada darah yang keluar entah dari mulut atau hidung!"Keparaattt!""Tinggalkan tempat ini sebelum aku berubah menjadi kejam! Karena, orang seperti kau memang tak layak untuk hidup!" sahut Manggala dengan pandangan tajam.Bergetar Rantak Ganggang mendengar ucapan orang. Seje
"Tak kusangka. Jadi bukan urusan Kitab Pamungkas," kata Manggala dalam hati.Kemudian dia berkata, "Lalu kau menafsirkan kalau yang membunuh gurumu itu salah seorang dari mereka?"Dewi Awan Putih mengangguk. ?"Bagaimana bila kedua-duanya?" tanya Manggala yang segera berpikir cepat."Bisa jadi kedua-duanya. Dan aku akan terus memburu mereka satu persatu!""Bagaimana bila yang membunuh gurumu itu orang yang berjuluk Ratu Jagat Raya?"Dewi Awan Putih melengak. Mulutnya berkemikkemik tetapi tak ada kata-kata yang keluar. Manggala melanjutkan kata-katanya lagi, "Lantas... bagaimana bila ternyata Hantu Caping Baja justru datang pada saat Gurumu masih hidup?"Mendengar kata-kata Manggala, Dewi Awan Putih terdiam. Manggala berkata dalam hati, “Ternyata masih belum jelas apa yang diduga oleh gadis ini."Lalu katanya lagi, "Setelah Hantu Caping Baja berlalu, kemudian datang orang yang berjuluk Ratu Jagat Raya. Dan orang itulah yan
Si Buta dari Sungai Ular berkata lagi, "Dewi Awan Putih, terima kasih atas petunjukmu itu.""Apakah kau hendak ke sana?"Manggala menganggukkan kepalanya dan berkata dalam hati, "Sebenarnya... aku harus menemukan Ayu Wulan dulu. Tetapi keadaan ini sangat mendesak. Baiklah... sambil lalu aku akan mencarinya juga."Dewi Awan Putih nampak hendak membuka mulut, tetapi segera dikatupkan lagi. Melihat gadis berpakaian ringkas warna jingga itu seperti ragu-ragu, Manggala berkata, "Adakah yang hendak kau katakan, Ratna Sari?"Setelah menghela napas dan menindih segenap perasaannya, Dewi Awan Putih berkata, "Manggala... bisakah kau mengajakku ke sana?"Kali ini Manggala tak segera menjawab."Sejak semula aku dibingungkan oleh sikap gadis ini. Juga dibingungkan oleh tempat yang bernama Bulak Batu Bulan seperti yang diceritakan Wong Hadiguna. Menurut Wulung Seta dan Sri Kunting, Guru telah menungguku di tempat itu. Dan tanpa kusangka kalau akhirnya aku mendapa
"Kau melihat wajahnya?"Ayu Wulan menggelengkan kepala. Handaka mendesis lega. "Kalau memang demikian, bagaimana caranya kau bisa mengenali orang itu?""Aku tidak tahu. Tetapi kuharap keadaan gadis berpakaian jingga itu baik-baik saja."Di balik ranggasan semak, Dayang Kemilau yang semula memutuskan untuk segera melanjutkan langkah dan mengurungkan niatnya untuk mandi, sekarang menyipitkan sepasang matanya ke arah Pangeran Pencabut Nyawa."Keparat! Bukankah itu pemuda lancang yang mengaku bernama Handaka alias Pangeran Pencabut Nyawa? Jahanam! Beberapa waktu lalu dia mempermainkan Dayang-dayang Dasar Neraka? Huh! Akan kukepruk dia sekarang!"Tetapi gadis berjubah hitam ini justru segera menindih niatnya. Kali ini pandangannya dialihkan pada Ayu Wulan. '"Menurut guru, gadis yang sedang dicari Si Buta dari Sungai Ular berpakaian putih dengan sulaman bunga mawar di atas dada sebelah kanan. Dan aku ingat... gadis yang waktu lalu kujumpai bersam