Eyang Pamekasan menggeram penuh kemarahan. Sepasang matanya yang berkilat-kilat segera dialihkan ke arah datangnya suara. Ternyata, tak jauh dari tempat itu telah berdiri seorang perempuan cantik berusia tiga puluh lima tahun. Tubuhnya yang dibungkus pakaian ketat warna hijau pupus menebarkan aroma harum bunga melati. Sedang rambutnya yang hitam panjang digelung ke atas. Sambil mengumbar senyum, perempuan cantik itu terus mempermainkan payung di tangan kanannya. Seperti pakaiannya, payung itu juga berwarna hijau pupus.
"Putri Hijau...!" desis Eyang Pamekasan.
"Wah...! Beruntung sekali kau masih mengenaliku, Pamekasan! Apa kabar? Kenapa kau tak menjawab pertanyaanku?" kata perempuan cantik itu yang memang Putri Hijau sambil tetap mengumbar senyum.
"Tak ada gunanya menjawab pertanyaanmu. Karena, memang aku tak ada urusan denganmu," sahut Eyang Pamekasan ketus.
"Oh... begitu. Tapi, muridmu telah melarikan temanku yang cantik itu. Jadi kukira aku berhak menca
Di ujung geramannya, tokoh sesat dari puncak Gunung Kembang ini segera melompat bangun, Tubuhnya sempat limbung begitu kakinya menjejak tanah. Namun keseimbangan tubuhnya cepat dapat dikuasai. Kedua telapak tangannya kini telah berubah kuning hingga pangkal lengan, pertanda telah mengerahkan tenaga dalam tinggi."Hati-hati, Anakku! Ia akan mengeluarkan pukulan 'Gada Akhirat'!" teriak Gembong Kenjeran, dari luar tempat pertarungan."Jangan khawatir. Ayah! Asal tua bangkai itu tak berbuat licik, pasti aku dapat mengatasinya," sahut Ratu Adil, merasa terharu melihat ayahnya masih terduduk di luar tempat pertarungan akibat luka dalamnya."Gadis pongah! Makanlah pukulan 'Gada Akhirat'-ku! Hea!"Seiring teriakan keras, tiba-tiba Peramal Maut menyentakkan telapak tangannya ke depan, membuat dua larik sinar kuning berkilauan melesat ke depan. Hawa panas yang bukan kepalang pun sempat menampar-nampar kulit Ratu Adil sebelum mencapai sasaran.Ratu Adil mengg
Di hadapannya, tampak Putri Hijau mengebutkan tangannya. Seketika, berpuluh sinar biru kecil melesat cepat ke arah Eyang Pamekasan.Eyang Pamekasan yang telah menderita luka dalam cukup hebat segera berkelebat menghindar. Namun karena gerakannya agak lambat, maka beberapa bunga melati biru milik Putri Hijau sempat menghantam dadanya!Plukk! Plukkk!"Aaakh...!"Eyang Pamekasan meraung setinggi langit ketika tubuhnya jatuh ke tanah. Rasa nyeri yang bukan kepalang terasa hebat menyerang dada.Sekujur tubuhnya pun menggigil hebat!"Hoeekh!"Darah segar kebiru-biruan langsung menyembur dari mulut Eyang Pamekasan. Tangan kanannya cepat mendekat dada kuat-kuat. Sepasang matanya yang tajam pun mulai jelalatan ke sana kemari. Lalu tanpa banyak membuang waktu, tubuhnya segera bangkit dan berkelebat cepat meninggalkan tempat pertarungan."Hey...! Kau mau ke mana, Pamekasan! Kenapa lari terbirit-birit?"Mendadak terdengar suara tegu
MALAM pekat tanpa satu bintang pun bertengger di persada langit. Gumpalan awan hitam bergantungan dengan perut menggembung. Angin dingin bergulung-gulung, menerbangkan tanah dan batu-batuan. Beberapa dahan pohon patah dan menimbulkan suara berderak tatkala berbenturan satu sama lain. Di kejauhan terdengar suara air laut berdebur dahsyat, menabrak batu-batu karang.Di tempat yang dikelilingi batu-batu cadas, satu sosok tubuh duduk mencangkung di salah sebuah batu cadas itu. Mata sosok tubuh yang ternyata lelaki berusia setengah baya tertutup. Rambut panjangnya bertambah acak-acakan dipermainkan angin keras. Pakaiannya yang berwarna putih bersih berkibaran mengeluarkan suara seperti membeset. Mulut lelaki yang masih memperlihatkan sisa-sisa ketampanan di wajahnya berkemik-kemik."Hmm... tak biasanya cuaca mengerikan begini. Pertanda buruk. Rasanya... orang yang kutunggu akan tiba di sini," desis lelaki itu tanpa membuka matanya.Gulungan angin semakin mengeras, Ke
Dewa Tanpa Nama menatap tak berkedip. Lalu melompat ke udara menghindar dua serangan lawan. Raja Setan Seruling Maut memekik geram mendapati dua serangannya lolos begitu saja. Lalu dengan cara seperti hendak ambrukkan tubuh dalam keadaan telentang, kedua tangannya telah menggebrak melepaskan dua pukulan sekaligus.Wuuut! Wuuutt!Terlihat cahaya terang sekejap dari kedua tangan Raja Setan Seruling Maut. Di lain kejap terdengar deruan hebat, lalu menyusul gelombang angin luar biasa dahsyat menggebrak. Dan bukan hanya sampai di sana saja tindakan Raja Setan Seruling Maut yang memiliki dendam setinggi langit pada Dewa Tanpa Nama. Karena begitu lepaskan dua pukulan sekaligus, dia segera melompat ke depan dengan mengangkat dua tangannya dan siap melepaskan pukulan dari jarak dekat.Melihat ganasnya pukulan lawan, Dewa Tanpa Nama segera bertindak. Begitu kedua kakinya menginjak tanah, dia segera mengerahkan tenaga dalam pada lengannya. Lalu kedua tangannya disentakkan
Di seberang sana, Raja Setan Seruling Maut terus meniup serulingnya yang semakin lama kelihatan berubah warna menjadi sekental darah. Sementara itu, rasa sakit yang menyiksa tubuh Dewa Tanpa Nama semakin menjadi-jadi. Kali ini dia benar-benar telah merasa lumpuh seluruh tubuhnya. Beberapa buah urat darah di kedua tangannya mulai menggembung dan meletus pecah memuncratkan darah."Celaka! Aku tak akan sanggup menahan gelombang irama mematikan dari seruling itu. Dan rasanya... aku terlambat untuk menghindar...."Sementara itu sepasang mata lelaki berpakaian merah semakin terbuka lebar dengan sorot gembira. Jari jemari tangannya semakin lincah membuka dan menutup lubang seruling gading itu yang terus ditiup dan semakin bertambah memerah. Bahkan mulai berangsur agak kehitaman!Apa yang dialami Dewa Tanpa Nama semakin mengerikan. Karena sekarang bukan hanya di kedua tangan lelaki berpakaian putih bersih itu yang urat darahnya meletus. Di kedua kakinya pun mulai keluar
Pemuda dari Sungai Ular ini mengenang kembali apa yang terjadi semalam. Kala itu dia sedang tertidur di sebuah batang pohon. Dan tatkala dia terbangun, dilihatnya ada sebuah tulisan berisi pesan di batang pohon yang dijadikan sandarannya.‘Lama kucari dirimu, Si Buta dari Sungai Ular. Carilah aku. Karena bantuanmu kubutuhkan.’Ki Alam Gempita.Sesaat si pemuda yang di dadanya terdapat rajahan petir, tertegun dan menatap tak percaya pada tulisan yang dilihatnya. Namun kejap lain dia segera berkelebat untuk mencari jejak orang yang menuliskan pesan itu. Namun sudah tentu dia tak bisa menemukannya. Dan keadaan ini membuatnya menjadi penasaran.Namun menemukan orang yang tak diketahui bagaimana rupa dan di mana tinggalnya sama dengan mencari sebuah jarum di tumpukan jerami. Kendati demikian, Si Buta dari Sungai Ular berusaha keras untuk menemukannya. Terutama mengingat orang itu seperti butuh bantuannya."Si
Tetapi Dua Iblis Hitam hanya terbahak-bahak saja."Anak gadis... rupanya kau memang harus diberi pelajaran dulu sebelum dibunuh! Dan ketahuilah... apa yang hendak kami lakukan tentunya belum pernah kau rasakan! Aku yakin, bila kau sudah merasakannya... maka engkaulah yang akan mengejar-ngejar kami berdua....""Mulutmu begitu kotor, Binatang!" menggeram keras Sri Kunting dengan pandangan gusar."Tak perlu membuang tenaga untuk bersuara! Lebih baik kau nikmati saja apa yang hendak kami berikan!" Habis kata-katanya, dengan kasar Maung Kumayang siap menarik pakaian di bagian dada Sri Kunting yang terbeliak lebar dengan bola mata berputar gelisah. Namun sebelum lelaki berwajah tirus itu melakukannya, seseorang cepat melesat."Kenapa masih ada saja orang yang bertindak busuk pada orang lain? Padahal bila perjalanan dalam kehidupan ini bergerak lurus terus menerus, maka semuanya akan berjalan lurus. Gadis itu memang benar, menyebut kalian binatang-binatang liar!
Benturan demi benturan itu baru terhenti tatkala tubuh masing-masing orang terpental ke belakang. Si Buta dari Sungai Ular dengan sigap memutar tubuh dua kali di udara dan berdiri tegak dengan gagah.Sementara di seberang, Maung Kumayang yang ambruk segera berdiri dengan agak terhuyung. Di sudut-sudut bibirnya merembas darah segar. Pandangannya kalap dan garang menatap pemuda yang di punggungnya terdapat sebilah senjata berbentuk tulang."Keparat betul! Julukan Si Buta dari Sungai Ular memang bukan julukan omong kosong! Dia sulit dihadapi sendirian!" makinya dalam hati lalu melirik ke arah Lodang Kumayang yang terkesiap tatkala melihat Maung Kumayang dalam keadaan goyah."Aku tak suka bila ada nyawa yang lepas karena urusan kapiran ini! Lebih baik tinggalkan tempat ini sebelum urusan jadi berlarut-larut!"Maung Kumayang memandang nyalang dan berkata, "Ternyata julukanmu memang bukan omong kosong. Tetapi siapa pun orangnya yang berani bikin ulah di hadapan
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana