Suara tangis, teriakan histeris, erangan pilu, tawa yang lantang saling bercampur menjadi satu di malam hari yang terasa sangat panjang ini.
Suasana sekitar terasa mengerikan, pembantaian besar-besaran di tengah kobaran api sekitar terjadi tanpa ampun. Seperti Iblis yang mengerikan, beberapa sosok berjubah hitam, mereka semua di tengah malam yang gelap menjadi pemerannya begitu santai menikmati pembantaian besar-besaran ini. Bak pertandingan, mereka seakan beradu satu sama lain dengan mempertaruhkan nyawa warga yang tak bersalah."Siapa yang banyak membunuh dia yang akan menang!" Salah satunya berujar membuat yang lainnya saling menunjukkan binar di mata mereka dan semangat yang membara untuk menghabisi para warga Desa yang diketahui sebuah Desa dengan nama Desa Matahari yang biasa menjadi tempatnya persinggahan para pendekar yang sering kali melewatinya.Tak peduli tua, muda, anak-anak maupun balita, semuanya habis di tangan mereka. Dan sungguh naasnya, para gadis maupun wanita menjadi korban mengerikan di malam ini. Tak hanya dibunuh, pertama-tama mereka dip*rkosa bergilir hingga mati dengan cara menyedihkan. Terpampang di mata para gadis dan wanita yang mati itu, di mata mereka tersiratkan rasa trauma dan kesakitan yang mendalam.Mereka semua seperti para Iblis yang tak bermoral. Tak hanya bersenang-senang mempermainkan nyawa manusia, mereka juga sempat-sempatnya memuaskan hawa nafsu dengan brutalnya.Mata dengan netra merah seorang bocah laki-laki yang berada diantara mayat di sekelilingnya berada pada posisi tengkurap sampai membola besar tak ada berkedip sama sekali."Ini mimpi 'kan?" gumamnya tersenyum getir kemudian menggeleng-geleng kepala beberapa kali. "Haha, ini tidak mungkin."Plak!Ia menampar pipinya sendiri begitu kuat sampai akhirnya ia memukul tanah beberapa kali diikuti tangisannya yang pecah. "Kenapa ini nyata?! Hiks ... hiks ... "Di lain sisi, angin bertiup sangat kencang mengibaskan rambut sosok berambut pajang sepinggang yang kini tengah menduduki mayat beberapa orang-orang berjubah yang melawannya tadi. Semuanya mati di tangannya tak ada yang tersisa dan cukup mengenaskan dilihat mata. Ada yang tanpa lengan, tanpa kepala, tanpa kedua kaki, bahkan ada yang perutnya bolong.Helaan napas gusar begitu panjang ia keluarkan dan diikuti itu, kedua manik mata hitamnya melirik ke bawah mayat-mayat yang dipijak dan didudukinya. "Pada akhirnya kalian mati bersama dengan orang-orang yang kalian bunuh sebelumnya." Ia menopang dagunya menatap para mayat itu lesu. "Aish ... apa artinya hidup kalian jika seperti ini jadinya?"Pemuda itu berdiri. Berjalan menginjak para mayat yang habis ditangannya itu tanpa sedikit pun memperdulikannya.Berdiri dengan berkacak pinggang dengan satu tangan, dan satunya lagi memegang tongkat bambu, pemuda itu mengedarkan pandangan kesekelilingnya yang sudah menjadi hancur, kedai teh yang tadi ia kunjungi sudah menjadi bangunan runtuh dengab hanya tersisa puing-puingnya saja.Desahan panjang ia keluarkan diikuti itu langkah kaki ringannya menginjak tanah yang dipenuhi darah para orang-orang yang mati, baik itu warga yang terbunuh maupun para Kultivator yang membantai Desa. Dan para Kultivator itu kebanyakan mati terbunuh di tangah pemuda bertongkat bambu itu serta sebagian para pendekar yang melawan mereka yang kini tak terlihat setelah pertarungan sengit tadi."Apakah semuanya mati?" batinnya bertanya-tanya. Pasalnya keadaan sekitar sudah sangat sepi dan hening dari ramainya pertarungan sengit yang tadi berjalan cukup lama hingga menimbulkan kekacauan dan dampak yang sangat parah pada Desa ini.Bukan hanya bangunan di Desa yang hancur. Para warga di Desa Matahari ini juga mati dengan cara yang cukup mengenaskan. Tak terbayangkan lagi, bagi siapapun yang tak terbiasa melihatnya, pasti akan merasa ketakutan yang amat luar biasa dan meninggalkan bekas trauma seumur hidup."Aaaaaa ... !"Baru saja akan menginjakkan langkah pergi akan meninggalkan Desa hancur ini. Terdengar di telinganya, seorang anak berteriak histeris.Seketika pemuda itu membalikkan tubuh dan berjalan kembali mencari sumber suara teriakan anak tersebut."Hiks ... i-ibu, a-ayah .. hiks ... "Di antara para mayat yang berjejeran. Terlihat seorang anak laki-laki bertubuh kurus kering tengah duduk memeluk lututnya gemetaran hebat.Dalam pikiran pemuda itu yang melihatnya sudah bisa menebak apa yang terjadi pada anak laki-laki yang hanya terlihat hidup sendiri di sini.Pemuda bertongkat tersebut memutuskan untuk menghampirinya.Anak laki-laki yang tubuhnya dipenuhi darah dari orang-orang di sekitarnya begitu berpenampilan sangat kacau, Lin Tian, nama anak laki-laki tersebut. Seorang anak berusia 11 tahun yang merupakan anak petani di Desa ini dan memiliki kehidupan yang hangat dengan keluarganya sampai sesuatu yang tak terduga terjadi di Desanya.Sebelum kejadian besar ini. Di malam yang biasanya ia makan malam berkumpul dengan keluarga kecilnya, saat makan malam tadi, Lin Tian tidak bersama dengan mereka dengan alasan yang jelas. Lin Tian tengah marahan dengan ayah dan ibunya karena tak diizinkan bermain pedang padahal teman-temannya yang lain selalu didukung orang tuanya bahkan sampai menyewa pendekar untuk mengajari mereka. Sungguh, atas itu Lin Tian menjadi cemburu dan membanding-bandingkan keluarganya dengan keluarga teman-temannya yang jauh lebih baik darinya.Lin Tian juga ingin menjadi pendekar pedang. Tapi orang tuanya selalu saja melarangnya keras dengan alasan, 'itu tidak berguna untukmu. Seorang pendekar itu bukan pekerjaan yang baik.'Tadi, saat Lin Tian mengurung diri di kamar dan bersembunyi di bawah kolong ranjangnya sampai Lin Tian tertidur tanpa terasa sebelum Lin Tian melihat desanya tinggal terbantai habis dan lagi, ia melihat jasad kedua orang tuanya dengan tragis di depan matanya. Saat tadi, Lin Tian mendengar suara ayahnya dan ibunya yang begitu lembut mereka katakan padanya."Tian'er sayang, jika kamu ingin jadi pendekar, jadilah pendekar yang baik." Ibunya berpesan itu padanya. Lin Tian hanya mendengarnya sekilas.Dan ayahnya juga mengatakan, "Tian'er, hidup mu masih panjang, ayah hanya minta pada mu, jalanilah hidup mu dengan bahagia. Jika kamu menginginkan menjadi pendekar, ingatlah, selalu mengutamakan kebaikan. Kamu anak ayah yang baik, Tian'er, ayah bangga pada mu.""Hikss .... a-ayah ma-maaf ... hiks ... i-ibu ... a-aku ... hikss ... maafkan aku ... " isaknya menangis tersendu-sendu meratapi jasad ayah-ibunya."Jangan tenggelam dalam kesedihan. Hidup mu masih panjang, nyawa yang terenggut tidak akan kembali lagi. Kamu menangis pun mereka tidak akan hidup lagi. Tapi yakinlah, mereka selalu ada di hati mu."Lin Tian menoleh ke samping. Matanya yang sembab saking tak henti-hentinya ia menangis menjadi sipit melihat sosok bertubuh tinggi yang kini mengelus rambut kusamnya.Merasa diperhatikan. Pemuda bertongkat itu mengulumkan senyum manisnya memandang ke arahnya.Lin Tian kembali menatap lurus ke depan dengan air matanya yang terus mengalir. "Bagaimana bisa mereka sekeji itu? Bagaimana mereka membunuh orang-orang yang tidak bersalah? Ayah, ibuku, teman-teman ku, dan para warga Desa ini, mereka orang-orang yang baik. Kenapa mereka mati dengan cara menyedihkan seperti ini? Apa orang baik akan mati dengan cara seperti ini?"Lontaran pertanyaan polos bertubi-tubi dari anak berusia 11 tahun itu, cukup membuat pemuda bertongkat yang tadinya memasang senyuman menjadi menghilang seketika.Diam-diam urat leher, dahi dan tangan pemuda bertongkat bambu itu menonjol. "Tidak, mereka tidak seharusnya mendapatkan kematian seperti ini, para bajingan Aliran Hitam itulah yang bersalah atas semua ini," batinnya yang tak dikatakan langsung kepada Lin Tian."Anda tidak bisa membalas 'kan?" kata Lin Tian dengan suara lirih bergetar."Iya, aku tidak bisa. Aku juga tidak menginginkan kematian mereka seperti ini. Tapi jika melihat dari sudut pandang dunia ini. Kematian seperti ini adalah hal yang wajar mereka dapatkan sebagai manusia lemah," kata pemuda bertongkat itu.Lin Tian memandangnya dengan kedua bola matanya yang merah sangat tajam. "JADI KAU MENGANGGAP MEREKA PANTAS MATI?!""Aku tidak mengatakan itu. Aku hanya mengatakan kebenaran tentang dunia ini. Bocah, kau masih sangat muda, dunia yang kau lihat ini hanya bagian kecilnya saja. Kau tidak tahu kehidupan seperti apa di luar. Dan jika kau tahu, kau pasti tidak akan merasa heran lagi melihat kejadian seperti ini."Pemuda bertongkat itu berjongkok di hadapan kedua mayat di depan Lin Tian yang keduanya mati dengan luka tusukan di perut. Dan sesuatu yang membuat pemuda itu terenyuh adalah, mereka mati dengan tangan saling menggenggam erat."Mereka pasangan sehidup semati.""Mereka ayah dan ibuku," kata Lin Tian ketus sepertinya bocah lelaki itu masih sakit hati atas perkataannya tadi."Begitu ya, tapi sayangnya wajah mereka tidak terlihat mirip dengan mu. Sepertinya kamu bukan anaknya," kata pemuda itu menambahkannya dengan cukup santai tanpa sadar membuat bocah laki-laki bernetra merah itu menjadi tersulut emosi sampai terasa hawa panas merembes tubuhnya.Sontak Shen Xiao, pemuda bertongkat bambu itu memasang perisai perlindungan dengan energi QI murninya."Kau pemarah." Shen Xiao menjulurkan satu tangannya dengan usaha yang besar memegang kepala Lin Tian untuk membantu menahan ledakkan hawa panasnya yang semakin lama merembes keluar dengan cara tak wajar."Tenanglah, aku tidak bermaksud menyakiti mu. Mereka berdua itu ayah dan ibumu dan kau anaknya. Aku hanya mengatakan itu untuk menguji mu, namun sayangnya kau terlalu mudah terprovokasi."Karena amarahnya yang melonjak, hawa panas yang dimilikinya dari bawaan sejak lahir itu menjadi bergejolak menyerangnya hingga Lin Tian tak bisa mengendalikannya sampai membuat dirinya sendiri tak terkendali. Untung Shen Xiao secepatnya membantu menekannya dengan kemampuan yang dimilikinya.Tubuh Lin Tian langsung ambruk. Ia terjatuh pingsan dengan keadaannya melemah cukup buruk dari keadaannya yang tadi."Haah ... merepotkan," gumam Shen Xiao mendesah pelan memandang Lin Tian yang pingsan. "Sepertinya aku cukup berlebihan.""Kau bukan cukup berlebihan Tuan Shen. Tapi kau sangat berlebihan!" ujar seorang gadis bersayap yang datang tanpa diduganya, meralat ucapannya."Kau bukan cukup berlebihan Tuan Shen. Tapi kau sangat berlebihan!" ujar seorang gadis bersayap yang datang tanpa diduganya. Shen Xiao menoleh ke arahnya. Gadis dengan sayap biru cantik itu seorang Blue Phoenix, Hewan kontraknya, tampak menunjukkan raut wajah kesal sembari bersedekap dada. "Darimana saja kau? Aku menunggu mu sejak tadi, kau tidak ada muncul." Tanpa peduli perkataan gadis Phoenix itu, Shen Xiao lebih memperdulikan keberadaannya sedari tadi yang tak ada bersamanya malah menghilang dan membuatnya repot sendiri berhadapan para Kultivator Aliran Hitam di sini. "Aku hanya berjalan-jalan di sekitaran hutan di dekat sini," ujar gadis Phoenix itu, Xin Xin, namanya. Gadis itu tampak menunjukkan wajah tak bersalahnya padahal Tuannya—Shen Xiao, sudah memasang wajah mengesalkan. "Apa gunanya kau menjadi Hewan kontrak ku jika kau malah mengabaikan ku?!" tunjuk Shen Xiao memakinya. "Aku tidak mengabaikan mu! Kau sendiri yang tidak menghubungi ku!" elaknya tak ingin disala
Xin Xin dan Lin Tian terpaksa berburu di hutan bersama. Keduanya sama-sama memasang wajah kesal, apalagi Lin Tian yang saat ini menahan rasa lapar. Bocah laki-laki itu sampai meruntuk kesal dengan keserakahan Shen Xiao atas makanan. Dikiranya sebelumnya, Shen Xiao akan berbaik hati memberikan daging kepada mereka walaupun mereka tak ada membantu apapun atas buruan dan masakannya. Tapi, sepertinya dugaannya salah. Shen Xiao itu orang yang serakah yang baru kali ini Lin Tian kenal dan temui! Sungguh menyesal ia bertemu dengannya. Sekalipun ia ditolong dan disembuhkan penyakitnya, jika begini perlakuan Shen Xiao padanya. Bukankah lebih baik ia mati saja? Memikirkan soal mati, Lin Tian menjadi murung seketika. Saat membayangkan wajah ayah, ibunya dan orang-orang desa yang mati mengenaskan. Hatinya menjadi perih, seperti ribuan jarum menghujaninya. Meski mereka sudah dimakamkan dengan layak. Tetap saja ia masih merasa terpuruk kehilangannya. "Hei Lin Tian! Jangan bengong di sana!
"Selesai ini, kita akan ke kota, benarkan Shen Xiao?" Xin Xin berputar-putar di atas Shen Xiao yang tengah tertidur di rerumputan bersama dengan Bian Xiao, nama bayi Harimau yang Shen Xiao dapat dari Lin Tian. Lin Tian sendiri tertidur pulas di samping Shen Xiao, sedikit berjaga jarak karena secara langsung Shen Xiao memintanya agar tidur tak dekat-dekat dengannya. Padahal suasana sudah menuju siang hari. Tetapi mereka masih saja tidak ada pergerakkan untuk bangun, padahal Xin Xin sudah membuat keributan. Xin Xin memang tak menganggu Lin Tian, ia hanya mengganggu Shen Xiao saja yang lebih penting untuk mengatur arah jalan mereka selanjutnya. "Shen Xiao, kita akan ke kota kan?" Xin Xin mendekatkan bibirnya di telinga Shen Xiao sampai menggelitik telinga Shen Xiao. Tetapi sepertinya, rasa kantuk Shen Xiao lebih besar dibandingkan gangguan yang diberikan Xin Xin. Sampai Xin Xin mendengus kesal. "Kebiasaan sekali, selalu saja sulit bangun. Begini nih jika seminggu sekali ba
Di dalam kegelapan hutan. Terdapat dua anak kecil berbeda jenis kelamin tengah berlari cepat berusaha menghindar dari kejaran orang-orang yang membantai habis Klan mereka. Mereka berdua berlari tak tahu arah memasuki hutan yang sama sekali tak pernah mereka jamah, hanya demi bisa meloloskan diri dari para pembunuh yang berniat menghabisi seluruh Klan mereka. Apalagi mereka berdua satu-satunya lah yang tersisa dari Klan tersebut.Salah satunya, anak laki-laki yang tubuhnya sedikit tinggi dari anak perempuan di depannya denhan jarak usia 3 tahun lebih tua dari anak perempuan yang menggandeng tangannya berusaha mengajaknya berlari cepat dengan anak perempuan itu yang mengarahkannya. Namun, sepertinya terlihat sendiri, anak laki-laki itu sudah merasa tak sanggup lagi untuk berlari kembali dalam keadaannya yang terluka parah seperti itu. Dia sampai berhenti sambil memegangi perutnya yang terluka akibat terkena serangan pedang dari pembunuh bayaran tersebut.Merasa saudara laki-lakinya terhe
"Xin Xin! Habisi mereka!" seru Shen Xiao menyuruh Xin Xin bergerak maju melawan para pembunuh bayaran yang mengepung mereka.Xin Xin mendengus, memutarkan bola matanya malas. "Kebiasaan." Sudah ia duga, Tuan-nya yang berotak licik ini pasti akan mempermainkannya lagi. Sekarang lihatlah, setelah memanggil para pembunuh yang bersembunyi itu dengan sendirinya, bukannya dia yang melawan, malahan melibatkan Xin Xin lagi-lagi. "Tuan tidak akan turun tangan selama ada bawahannya di sini, kau harus mengingatnya Xin Xin." Shen Xiao menunjukkan senyum simpul yang begitu mengesalkan sampai setiap kali Xin Xin melihatnya merasa muak sendiri. Wajahnya memang lumayan ditambah senyumannya itu, tapi kelakuannya itu selalu menutupinya. "Kak Shen, apa Xin Xin bisa melawan mereka?" Lin Tian bertanya ragu. Bocah lelaki itu sampai menarik lengan baju Shen Xiao merasa takut.Shen Xiao menoleh ke arahnya. "Kau lihat saja, dia itu pintar bermain api. Asal kamu tahu, tidak ada orang yang mampu memegang tang
"Ka-kakak, bangun ... aku takut."Shen Xiao mengusap matanya kemudian dia memijit pangkal hidungnya. Suara gadis itu muncul kembali, ia mendengarnya, sangat jelas dari indra pendengarannya yang sangat tajam.Apa yang dilakukan Shen Xiao itu membuat dua orang pembunuh bayaran yang memiliki senjata andalan panah menjadi berpikir bahwa pemuda itu tengah dalam kegelisahan, mereka menganggapnya, dia khawatir dan takut dengan gertakkan mereka. "Sudah kuduga, dia pasti hanya Tuan Muda sampah yang lemah," kata salah satu dari mereka. Melihat tingkah Shen Xiao, perasaannya menjadi yakin bahwa pemuda itu hanya pemuda cacat saja yang lemah.Satunya lagi menanggapi, "Kau benar, sepertinya dia berada di hutan ini juga karena keluarganya menginginkan dia mati saja. Mungkin, dia aib keluarga karena kecacatannya."Hanya seorang saja yang beranggapan berbeda. Dia mengabaikan para rekannya memilih memperhatikan pemuda itu begitu serius dengan kedua mata tajamnya. "Aku yakin ada sesuatu yang salah," pi
"Kau memungut anak kecil lagi?" Xin Xin memandang Shen Xiao hampir dibuat geleng-geleng kepala.Sudah menghilang ntah kemana sampai malam hari sudah terasa mencengkram di dalam hutan ini. Pemuda itu datang-datang membawa dua orang anak yang kiranya salah satunya seusia dengan Lin Tian, sebelas tahun. Dan satunya lagi sekitar tujuh-delapan tahun.Tapi, ada satu hal yang membuat Xin Xin dibuat menggeleng-geleng kepala ketika melihat Shen Xiao menggendong seorang anak laki-laki sedangkan Shen Xiao tampak membawa dirinya sendiri saja kesulitan dengan tongkatnya itu. "Shen Xiao-- ""Panggil aku Tuan Shen," tukas Shen Xiao mengatur panggilan Xin Xin dengan tegas. Xin Xin menganggukkan kepalanya, walaupun wajahnya terpasang tertekuk. Semulanya menatapnya menjadi mengalihkan wajah kembali ke depan yang terdapat api unggun, dibuat secara langsung oleh Lin Tian yang kini pemuda itu bersama Bian Xiao si bayi Harimau tengah tertidur beralas daun talas.Shen Xiao mengetahui Xin Xin pasti tengah m
Sang fajar sudah menyingsikan wujudnya. Sahut menyahut kicauan burung menyambut kedatangannya. Sesegar udaranya, sesosok pemuda yang kini disibukkan berburu di hutan dengan menjadikan anak-anak umpannya, begitu sangat semangat sekali membuat para anak-anak menjebak hewan masuk ke dalam perangkapnya.Dia hanya menangkring di atas pohon dan hanya mengarahkan anak-anak untuk berlari demi lolos dari kejaran Hewan Buas yang ingin diperangkapnya. Tapi Xin Xin kebanyakan yang membantu anak-anak lolos dari kejaran Hewan Buas tersebut. Shen Xiao lebih banyak mengaturnya saja, sedangkan dia santai di atas pohon memandangi mereka dari bawah. Xin Xin memandangnya begitu sinis, dia bisa membawa anak-anak bersama mereka, tapi tidak bisa menjaga anak-anak dengan baik dan akhirnya Xin Xin juga yang turun tangan.Xin Xin melesat terbang ke arahnya sambil berteriak memanggilnya, "Tuan Shen!""Pelankan suara mu, kau bisa membuat sekawanan Serigala Darah muncul di sekitaran sini." Shen Xiao memperingatin
Itu suatu hal yang gila. Shen Xiao menelisik pandang ke arah gadis yang berdiri di depan pintu masuk yang terus memasang ekspresi ramah dan hangatnya begitu menghayutkan siapapun yang akan melihatnya. Satu hal yang pasti, ia sangat cantik. Mengalihkan tatap ke arah Teng Fei, lantas Shen Xiao berbisik, "Kau yang benar saja Teng Fei. Aku tidak bisa menikah dengannya." "Kenapa? Kau tidak rugi juga, dia cantik dan kriteria istri idaman yang sempurna untuk dinikahi." "Bukan begitu masalahnya." Shen Xiao memijit pangkal hidungnya. "Ada sesuatu yang membuatku tidak bisa menikahi gadis ataupun wanita lain." "Jadi kau sudah pernah menikah sebelumnya?" Teng Fei menanggapinya terperanjat kaget. "Bukan, hais~ aku belum pernah menikah. Tapi aku sudah memiliki sumpah dan perjanjian menikah dengan seorang gadis lain. Jika aku mengingkarinya, bukan hanya nyawaku yang terenggut, nyawa gadis atau wanita lain yang kunikahi akan terancam bahaya juga." "Kau membuatku takut." Membahas soal kematian,
Pembicaraan mereka terhenti tatkala terdengar suara pusaran air dari sungai di dekat mereka."Sepertinya ada sesuatu." Teng Fei mencoba mendekati untuk memeriksanya.Belum sempat melangkah lebih jauh Shen Xiao mengatakan perintah penuh peringatan tegas, "Jangan mendekatinya jika tidak ingin mati." Tan Wei menoleh, mencoba bertanya, "Itu sebenarnya apa yang terjadi?"Shen Xiao juga penasaran. Ia hanya memperkirakan, "Sungai ini tidak biasa, di dalamnya pasti ada sesuatu. Bisa jadi ada Demon Best di dalamnya.""Tuan, sepertinya kau benar," timpal Shen Long."Shen Long apa kamu sudah memeriksanya?" tanya Shen Xiao pada Hewan bersisik itu."Belum," geleng Shen Long. "Aku hanya percaya dengan perkataanmu Tuan."Shen Xiao menunjukkan pandangan datarnya. "Bukan itu jawaban yang seharusnya kudengar darimu.""Tuan! Shen Long akan memeriksanya!" ucapnya seketika saat melihat ketidaksenangan Shen Xiao padanya, Shen Long langsung saja mengepakkan sayap kecilnya, terbang ke arah sungai beraliran l
Sesuatu meluncur dari atas dalam waktu tak dapat diperkirakan hampir tepat mengenai Shen Xiao dan Teng Fei yang berada di bawahnya. BLAAAARR! Atas suara memekik Tan Wei yang menyuruh mereka menyingkir, keduanya dapat berhasil selamat dari sesuatu yang jatuh dari atas langit tersebut hingga menimbulkan suara hantaman yang sangat keras mengenai tanah. Shen Xiao hampir merasakan jantungnya terlepas setelah dua kali dikejutkan. Pemuda itu berada dalam posisi berdiri saling berdekatan dengan Teng Fei, karena di saat tadi, ia ditarik Teng Fei cepat menjauh bersama. "Itu apa?" Terdengar gumaman pelan Teng Fei penuh rasa penasaran terhadap sesuatu yang jatuh itu dari atas begitu sangat cepat hampir saja tak disadarinya. Karena rasa penasarannya yang terlalu besar. Teng Fei memutuskan mendekati tempat itu. Perlahan ia berjalan untuk melihat sesuatu yang masih tertutup kepulan debu. Ada kilatan cahaya biru terang yang mulai terlihat dari balik debu yang menutupi. Itu seperti petir. Dan ben
"Sudah beres 'kan?" ujar Shen Xiao pada Tan Wei sembari mengambil duduk di rerumputan dekat dengan para mayat bandit yang ia bunuh tadi."Kau tidak jijik duduk di situ?" Tan Wei menatapnya bergidik ngeri. "Para bandit yang kau bunuh rata-rata mati mengenaskan." Bibirnya berkedut, bulu kuduknya juga berdiri, terasa jelas bahwa ia sangat merinding melihat mayat-mayat bandit yang terbunuh oleh pemuda bertongkat bambu tersebut.Shen Xiao menggeleng. Lalu berkata, "Aku tidak bisa bersikap lembut seperti mu.""Tapi itu tidak manusiawi." Tan Wei baru pertama kali melihat hal yang seperti ini. Dan ia rasa, itu terlihat sangat tak pantas. "Aku kan sudah bilang, aku tidak lembut seperti mu," jelas Shen Xiao lagi dengan nada tegas dan mata terpasang dingin. Tan Wei mendengus gusar. Susah sekali berbicara dengan orang keras kepala sepertinya. Lebih baik ia menghampiri Teng Fei yang berdiri diam menatapi mayat-mayat bandit yang dibunuhnya bersama dua orang yang baru dikenalinya, siapa lagi jika b
Sreekk! "Nona Li Jia ... !" Chan Fan berteriak kaget. Li Jia baru menapak kaki ke tanah secara tiba-tiba diserang dalam gerakkan cepat tanpa aba-aba oleh An Ni, wanita kembaran An Na yang tadinya melawannya. Karena melihat sang saudarinya terjatuh melawan Li Jia langsung tak sadarkan diri, An Ni tak mengundur waktu memberi balasan ke Li Jia. Li Jia menangkisnya sedikit, namun itu tak menghindarinya terkena goresan cukup dalam di bagian lengan tangannya yang tak tertutup jirah perang. Sampai Chan Fan bergerak cepat melawan An Ni dengan teknik pedang ganda miliknya. "HIYAAATT! MATI KAU!" Sriinggs! Meski tampak kelelahan. An Ni masih bisa menahan serangan kuat Chan Fan. Sorot matanya bahkan masih terpancar tajam, begitu mengandung amarah yang besar terhadap mereka. Li Jia tak mengindahkan luka yang diterimanya. Ia masih peduli dengan lawannya, sebagai seorang pendekar pedang paling muda yang pernah memenangkan turnamen mewakili Sekte-nya. Tak ayal lagi, bila gadis cantik berwajah da
Trangg!"Berhati-hatilah." Li Jia menahan serangan yang yang hampir saja mengenai punggung Chan Fan."Nona Li juga." Keduanya saling menahan serangan yang terarah ke arah mereka dengan posisi saling membelakangi.Mereka berdua melawan wanita kembar yang memiliki senjata andalan pedang panjang yang terlihat lemir saat digunakan. Kedua wanita itu memiliki penampilan yang sangat mencolok dengan warna merah. Keduanya memiliki penampilan yang sama, dari atas kepala sampai ujung kaki. Yang membedakan mereka hanya tatanan ikatan rambut. An Na, yang rambutnya terikat miring ke kanan dan An Ni rambutnya terikat miring ke kiri.Menghentikan gerakkannya setelah secara cepat menangkis teknik pedang ganda Chan Fan. An Na berbicara kepada saudari perempuannya, "Saudariku ku, sekarang cukup seru. Kamu harus tunjukkan kepada mereka, seperti apa kerja sama itu." An Na menunjukkan seringaian lebar di hadapan Chan Fan. An Ni berhasil menghalau permainan pedang Li Jia, sejenak berhenti dan memundurkan l
Shen Xiao menjatuhkan pandangannya ke arah seorang bandit yang memegang bendera dengan lambang gagak hitam. Dari atas tempatnya berada, di benteng pertahanan kota bersama beberapa prajurit pertahanan di kota ini, yang tak pernah terlihat, namun kini terlihat di saat-saat genting bersama Zhang Cheng. Karena mereka merupakan prajurit terlatih Zhang Cheng yang akan digerakkan di saat seperti ini."Aku merasa pernah menemuinya," gumam Shen Xiao merasakan perasaan familiar dengan seseorang tersebut."Tuan Shen, jangan membunuh lagi." Shen Xiao menoleh ke samping tersadar dengan panggilan Xin Xin Hewan kontraknya sambil menarik pelan lengan bajunya sembari memberikan tatapan memohon di matanya."Huft ... aku tidak bisa jamin," ujar Shen Xiao menghembuskan pelan napasnya menyatakan keraguan di matanya.Xin Xin menyahutnya tegas, "Maka pergi dari sini, tetaplah berada di kediaman keluarga Li. Jangan berada di tempat yang akan memunculkan rasa haus darah mu kembali. Di sini bahaya untuk mu. Ak
"Sepertinya aku tidak bisa menahannya." Shen Xiao berkata pada Xin Xin lewat telepati dan saat ini matanya menunjukkan rasa canggung kepada gadis Phoenix itu.Xin Xin mendengus kesal. "Huh! Kebiasaan.""Apa dia sekuat itu?!""Ini tidak benar, dia pasti pimpinan bandit!""Matilah kita, sekarang kota kita akan hancur kembali."Li Jia yang tadinya begitu membela Shen Xiao menjadi menatapnya penuh keraguan. Apa benar Shen Xiao itu pimpinan bandit."Haiss~ aku sudah muak mendengarnya." Shen Xiao memegangi kepalanya dan satu tangannya memegangi tongkat bambunya yang sempat dipijak pria berjubah tadi, hingga ia spontan memukulnya. "Pimpinan banditlah, kakak buruklah, pendosalah. Apa saja kalian tuduhkan padaku. Sebenarnya mata dan otak kalian itu, kalian letak di mana sampai semudah itu menilai orang? Aku bukan seorang yang kalian kira seburuk itu, walaupun aku sadar, aku bukan orang yang baik. Sebenarnya, apa kalian tidak berpikir? Semua orang itu tidak ada yang murni berhati baik. Semuanya
"Nona Li Jia, apa yang dia lakukan di sini?""Tidak biasanya Nona Li Jia akan ikut campur. Apa dia memiliki hubungan sesuatu dengan laki-laki itu?""Aku dengar bahwa keluarga Li membawa orang asing lagi di keluarganya? Sepertinya benar dan dia pemuda asing itu."Bisikan para warga terdengar setelah keheningan tercipta. Dalam tiap langkah yang diambil gadis itu, membuat banyak pasang mata memandangnya dengan berbagai bisikan."Bisakah berhenti mulai sekarang? Tindakan yang Anda lakukan sudah cukup sampai di sini." Li Jia membuka suara kembali saat sudah berdiri di depan sosok berjubah putih dengan penutup tudung yang membuat wajahnya sampai sulit terlihat orang, kecuali jika berjarak dekat dengannya."Jangan ikut campur," ucapannya dingin.Li Jia berkata, "Mau sampai kapan? Tindakan Anda sudah cukup keterlaluan untuk saya tidak ikut campur.""Kembalilah pulang, di sini bukan tempat mu, Nona.""Saya warga kota ini, saya memiliki suara atas kota ini. Dan Anda ... siapa Anda?" Li Jia masih