"Sial" Gen tidak sengaja melukai jari tangannya dengan pisau, ia meringis kesakitan. "Ah pisau menyebalkan". Tebak, dalam sehari ini sudah berapa kali Genevive mengeluarkan umpatan?
Gen berjalan ke arah loker miliknya dan membuka apron yang ia pakai lalu melipatnya, "Baguslah hari ini tidak begitu buruk, walaupun tanganku harus terkena sayatan pisau" kata Gen.
"Hei, mau pulang?" Gen yang terkejut kemudian membalikkan tubuhnya, dilihatnya Julio sedang tersenyum kecil. "Oh, iya sebentar lagi jam kerjaku selesai. Ada apa?" Gen bertanya. Laki-laki berambut hitam itu mengedipkan matanya beberapa kali dan menjawab "Tidak ada apa-apa, aku hanya bertanya apakah tidak boleh?" Gen tertawa geli, "Ya tentu saja boleh, siapa aku yang bisa melarangmu?" Julio hanya tersenyum sambil menggaruk kepalanya, yang sebenarnya tidak gatal. Julio salah tingkah.
"Baiklah Julio, aku harus pulang. Sampai ketemu besok!" Gen mengambil tasnya dan pergi meninggalkan Julio.
"Gen!"
Genevive menoleh, "Ya?"
"Mmm..Bukan kah kau besok libur?" Julio bertanya dengan canggung.
"Oh! Iya aku lupa. Terimakasih Lio sudah mengingatkan" Gen tersenyum, kemudian melambaikan tangannya pada Julio, bibirnya membentuk kata "Bye", yang terlihat sangat lucu dimata Julio.
Lihatlah yang dilakukan Gen begitu sampai dirumah. Yap, membaringkan tubuh diatas kasur tanpa mencuci kaki dan tangan terlebih dahulu. Ew.
"Aku cinta kasur, hubunganku dengan kasur ini sudah berjalan selama 18 tahun, kau benar benar sangat nyaman wahai tuan kasur" gumam Genevive sembari memejamkan matanya. Rasanya seluruh tulangnya terlepas dan rontok hingga tidak ada yang tersisa, ah bagian favorit Gen dalam hidupnya adalah bertemu kasur setelah seharian melakukan hal berat.
Padahal dia hanya memasak, tapi mengeluhnya seperti orang yang menguras dua air laut sekaligus menggunakan ember.
"Hidupku akan sangat menyenangkan jika pekerjaanku hanya menidurkan diri ditempat tidur" Bisa dilihat, betapa malasnya seorang Genevive, bahkan hantu dikamarnya pun merasa kesal dengannya yang hanya tidur tiduran tanpa melakukan apapun.
Jam menunjukkan pukul 20.01 rumahnya masih sepi, hanya ada Gen disana. Orangtuanya kemana? Orangtua Gen bekerja di luar kota, mereka pulang dua kali dalam sebulan, sedangkan saudaranya? Kakak perempuan Gen sudah menikah, tentu saja kakaknya memiliki rumah sendiri, walaupun begitu, terkadang jika memiliki waktu senggang kakaknya akan mampir kerumah untuk sekedar menengok Genevive, apakah dia masih hidup atau tidak, atau sekedar membawakan makanan untuk Gen yang sering lupa makan.
Kakak perempuan Gen lumayan baik, sebelas duabelas dengan Gen. "Tapi kakak lebih menyebalkan" elak Gen ketika ditanyai siapa yang paling menyebalkan.
Kembali lagi dengan Gen yang masih bermalas malasan dikasur, dibukanya aplikasi musik pada ponselnya kemudian menyalakan bluetooth speaker, jari jarinya mengetikkan judul lagu yang ingin ia putar, terdengar lagu 'drivers license' milik Olivia Rodrigo, artis favoritnya.
"I got my drivers license last week" Gen bersenandung dengan pelan mengikuti alunan lagu, gadis itu bernyanyi dengan sangat menghayati. Seolah olah, Gen sedang patah hati ditinggalkan kekasih. Padahal, kekasih saja dia tidak punya.
Oh, ada lagi hal yang Gen sukai selain tidur, yaitu mendengarkan lagu sedih menggunakan speaker dengan volume keras. Berlagak seperti orang yang paling tersakiti di muka bumi ini.
Ketika bagian reff mulai terdengar, Gen dengan segala penghayatannya bernyanyi menggunakan sisir yang ia anggap sebagai microphone. Suara Gen tidak begitu buruk, tapi ayolah, ini sudah malam siapa yang tidak terganggu dengan suara Gen? Bahkan anjing tetangga berulang kali menggonggong menghadap jendela kamar Genevive.
"Anjing diam! Aku sedang melakukan konser" Gen menegur anjing milik tetangga yang mengganggunya. "Selanjutnya adalah lagu..." belum selesai Gen mencari lagu selanjutnya, tiba-tiba ia dikejutkan dengan notifikasi pesan pada ponselnya.
Tertera disana siapa yang mengirim pesan 'Gavin'
Gen terkejut sampai tidak sengaja menjatuhkan ponselnya ke kasur. Dia sedikit enggan untuk membuka pesan yang dikirimkan Gavin.
"Sial"
Jangan heran kenapa Gen bisa sangat terkejut melihat siapa yang mengirimnya pesan. Itu Gavin, haruskah kita jelaskan siapa Gavin itu? Baiklah, Gavin adalah teman Genevive, atau bisa dibilang Gavin adalah mantan kekasih Gen.
Gen dan Gavin mengakhiri hubungan mereka dengan sedikit tidak baik. Walaupun begitu, hubungan pertemanan mereka masih terjaga dengan baik. Bagi Gen, tidak perlu memusuhi mantan kekasih kita, sebaiknya kita membangun hubungan yang baik dengan mereka, tidak baik kita menebar kebencian. Kadang Gen bisa menjadi sangat bijak.
"Haruskah aku membaca pesan dari Gavin?" Gen benar benar bimbang, haruskah dia? Bukan apa apa, sejujurnya Gen masih mencintai Gavin. Hei, bayangkan tiga tahun bersama, tapi cinta mereka kandas hanya dalam sehari. Pantas saja, Gen sangat ahli menghayati lagu patah hati.
Dengan perlahan, Gen mengambil ponselnya dan membuka ruang chat Gavin.
'Gen, apa kabarmu?'
"Arghhh, sialan. Apa yang Gavin pikirkan? Kenapa tiba tiba menanyakan kabarku?" keluh Gen. Bukannya tidak senang Gavin menanyakan kabarnya, tapi perasaan Gen menjadi tidak tenang. Ayolah coba dipikir, tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba mantan kekasihmu menanyakan bagaimana kabarmu. Bukankah ini aneh?
"Ya ini aneh, Gavin tolong mengertilah, aku masih mencintaimu, tidak baik bagi hatiku jika kau menanyakan kabarku" gumam Gen didepan ponselnya yang masih menampilkan ruang chat Gavin.
Gen dengan secepat kilat membuka aplikasi pencarian dan mengetik 'kenapa mantan kekasih menanyakan kabar' semakin Gen cari tahu, semakin dirinya merasa pusing.
"Sudahlah, jawab saja apa susahnya, kenapa kau sampai sebingung ini?" Gen memaki dirinya sendiri. Gadis ini suka sekali memikirkan hal yang sebetulnya bukan masalah besar. Yang membuatnya terlihat besar adalah pikirannya sendiri.
'Hei Gav, aku baik'
'Kau sendiri bagaimana?'
Gen dengan cepat menutup aplikasi pesan dan menutup wajahnya dengan bantal, "Aaaaa, Gavin kau menyebalkan"
Memikirkan bagaimana balasan Gavin, membuat jantung Gen berdegub dengan kencang.
'Syukurlah'
'Aku sedikit tidak baik hehe'
'Bisa kita bertemu?'
Gen langsung melompat dari kasur dan berteriak dengan kencang "Aaaaaaaaaaaaa" suaranya membuat tetangga mengeluh kesal. "Hei Gen tidakkah kau tahu pukul berapa ini? Diamlah!"
Segera Gen menutup mulutnya dengan tangan, "Baiklah maaf aku akan diam" kata Gen sembari kembali duduk di atas kasur dan membuka ponselnya.
"Apa Gavin merindukanku?" "Tidak, tidak. Itu tidak benar" "Mana mungkin dia merindukanku" gumam Gen. Bagaimana mungkin sang mantan kekasih merindukannya? Hampir mustahil.
"Bodoh kau Gen! Tidak mungkin, dia sudah punya kekasih! Sadarlah" oh, fakta itu benar adanya, Gavin sudah memiliki pacar. Gen kembali murung, mengetahui bahwa mantan kekasih tercinta ternyata sudah move on, sedangkan dirinya, ah sungguh menyedihkan. Masih berada dalam bayang bayang mantan kekasih.
"Aku sepertinya sudah gila" keluh gadis berambut hitam panjang itu. Sebenarnya Gen sangat ingin mengatakan bahwa dirinya merindukan Gavin, tapi bagaimana? Gen merindukan laki-laki itu bukan sebagai teman, tapi sebagai mantan kekasih, apakah itu salah?
Gen memilih untuk tidak membalas pesan Gavin, dia menghela napas panjang sembari menyenderkan punggungnya ke tembok. Gen sungguh masih mencintai Gavin, alasannya? Karena Gavin cinta pertamanya. Mereka putus karena kesalahan Gen sendiri, Gen yang takut dengan komitmen dan trauma, membuat hubungan mereka kandas.
Melihat Gavin sudah menemukan cinta yang baru, membuat Gen cukup sedih. 'Secepat itukah Gavin melupakanku? Sedangkan aku disini masih menunggu' batin Gen. Katakanlah gadis ini budak cinta, tapi memang benar itu adalah kenyataannya.
Bayangkan saja, mantan kekasih mengajakmu bertemu, mungkin bagi orang lain hal tersebut merupakan hal yang biasa, tidak ada yang perlu dipusingkan, tetapi untuk Gen ini adalah masalah yang sedikit membuatnya pusing. Cinta lama belum selesai. Itu yang membuat dirinya pusing. Masih mencintai Gavin, sedangkan Gavin sudah memiliki kekasih. Oh, menyedihkan.
Dering ponsel membuat Gen terkejut, dilihatnya ponsel miliknya menyala, terpampang jelas dilayar ponselnya.
'Aku merindukanmu'
Baiklah, Gen tidak tahan dengan itu. Lagipula, Gavin merindukan dirinya, apa salahnya berkata ia merindukan Gavin juga?
'Hei, ayo kita bertemu'
'Sepertinya aku juga merindukanmu haha'
Gen berguling dikasur dengan tangan yang menutupi mulutnya, rasanya pipi Gen memerah dan panas, ia juga merasakan perutnya seperti...seperti ada sesuatu yang menggelitik disana. Seperti ada banyak kupu-kupu yang berterbangan diperut Gen.
'Gavin merindukanku juga' batin Gen. Tak henti hentinya dia tersenyum sembari mengipas-ngipas pipinya yang terasa panas. Ah, sudah lama Gen tidak merasa seperti ini. Ini rasanya seperti jatuh cinta lagi.
'Woah, aku tidak menyangka kau merindukanku juga'
'Hari Sabtu, pukul 4'
'Aku akan menjemputmu, lalu kita akan jalan-jalan keliling kota'
Sialan! Gen benar benar dibuat salah tingkah oleh Gavin, lagi dan lagi, perutnya dibuat geli dengan banyaknya kupu-kupu yang sepertinya beterbangan disana.
Gen menyadari, selain menyukai lagu patah hati dan kasur, ia juga menyukai Gavin.
Tapi, sepertinya ini salah.
Jam menunjukkan pukul 10 pagi, menampilkan Gen yang sedang membersihkan kamar miliknya yang terlihat, hng, sangat berantakan. Terdapat banyak sekali barang berserakan dilantai, dan juga sampah makanan. Ew, sangat jorok"Argh, sial kenapa kamarku terlihat begitu buruk?" Gen mengeluh kesal, padahal menurutnya itu bukanlah hal yang buruk, hanya sedikit tidak nyaman saja.Dengan sigap, Gen mulai menata semua barang yang ada dimeja dan mengembalikan nya ketempat semula, tak lupa ia juga mengganti sprei dan menyapu lantai. Sebetulnya, Gen cukup suka dengan bersih bersih tapi entah mengapa terkadang dirinya merasa malas, jadi ya begitulah ia bisa menjadi rajin dan pemalas dalam satu hari. Bisa ditebak setelah selesai membersihkan kamar, ia pasti langsung merebahkan dirinya diatas kasur hingga sore hari, tanpa mandi. Jorok sekali.Sudah tiga setengah jam Gen membersihkan kamar, waktu yang cukup lama untuk membersihkan ruangan yang tidak terlalu besar. Jangan ditan
Seorang gadis dengan rambut kucir kuda, berlari ditengah koridor sekolah yang sudah sepi, sepertinya gadis itu terlambat. Terlihat dari mimik wajahnya yang sedikit gusar. Dirapihkannya sedikit anak rambut yang bergelantungan, merapikan seragam sambil menarik napas panjang agar tidak gugup. Dibukanya pintu kelas dengan hati hati, gadis cantik itu melihat sekeliling, masih ramai. Ternyata belum ada guru yang datang, ia menghela napas lega. Segera, ia berjalan pelan mencari bangku yang masih kosong untuk ditempatinya. Bangku tiga baris dari depan dekat pintu dipilihnya, gadis itu duduk dengan canggung. Tak lama, seorang gadis mengenakan bando biru menghampiri tempat duduknya, menanyakan siapa namanya. "Genevive, namaku Genevive" Gadis berbando biru terkejut mendengar namanya, "Wah cantik sekali namamu". Genevive hanya tersenyum kecil, "Lalu bagaimana denganmu?" tanya Gen pada gadis disampingnya. "Aku Giselle, salam kenal. Bole
Gadis bermata bulat itu terlihat mondar mandir di depan gerbang sekolah, mempertimbangkan haruskah ia mengembalikan jaket Gavin hari itu juga atau besok saja sekalian, toh dirinya dan Gavin juga satu kelas. Gen membuka grup kelas ada sekitar 110 pesan belum terbaca, mereka kebanyakan membicarakan hal hal yang tidak begitu penting, tak sengaja mata Gen melihat gelembung chat milik Gavin yang tertulis "Ada yang lihat jaketku?" beberapa murid mengkutip pesan Gavin dengan memberi jawaban seperti "Tidak", "Aku tidak melihatnya", atau "Aku bukan ibumu jangan tanya padaku dimana jaketmu". Membaca pesan Gavin membuat Gen tidak enak hati, ia ingin membalas pesan itu, mengatakan jaket milik Gavin ada padanya, tapi entah mengapa jarinya hanya diam saja tidak mengetikkan sesuatu. Sebuah balasan untuk pesan Gavin muncul dilayar ponselnya, itu Collin, yang mengatakan bahwa dia melihat jaket milik Gavin dan memberikannya pada Gen dengan alasan "Rumah kalian deka
Gadis dengan kucir cepol itu tengah berdiri didepan lemari es dengan pintu terbuka, membiarkan dirinya terkena hembusan angin dingin dari lemari es didepannya. Beberapa kali gadis itu menghela napas lelah, bagaimana tidak lelah? Dia sehabis dari rumah Gavin mengantarkan jaket dan kembali kerumah dengan berjalan kaki, memang sih tidak sejauh itu, tapi hari ini sangatlah panas. Tertera diponselnya suhu hari ini sekitar 34 derajat celcius, Gen setidaknya sudah menghabiskan satu botol air mineral dingin dengan sekali teguk, cuaca panas dan rasa kesalnya pada Gavin memuncak dikepalanya. Membuat Gen butuh sesuatu yang dingin. "Gila, ini benar benar panas. Apakah neraka sedang bocor? Apalagi ini ponselku berdering terus sedari tadi" omel Gen sembari menutup pintu lemari es dan berjalan menuju meja makan. Ponselnya terus berdering dari lima menit yang lalu, bukan dering telpon, tapi dering pesan yang dikirim secara beruntun. Tebak siapa yang mengirimnya pesan? Ya, Ga
Genevive, atau yang akrab disapa Gen. Berusia 19 tahun, eh sebenarnya dia masih 18 tahun, tepat satu bulan lagi Gen akan berulang tahun yang ke 19. Jadi, dia masih berumur 18, benar kan? Gen adalah gadis biasa, maksudku, benar benar biasa. Jika dia tidak berusaha mendapatkan teman saat disekolah, maka tidak akan ada yang mengenalnya. Ya betul, dia sungguh berusaha agar mendapatkan teman, setidaknya satu, dalam seluruh hidupnya saat bersekolah. Misalnya, saat ia pertama kali masuk sekolah menengah atas, Gen berusaha sangat keras agar dia dikenal banyak orang, baik guru atau murid. Maka dari itu, Gen mengikuti banyak sekali kegiatan di sekolah, mulai dari pramuka, club renang, club radio, hingga organisasi siswa atau biasa disebut OSIS. Gen bahkan harus berpura pura menjadi pribadi yang ceria dan cerewet, padahal dia anak yang pendiam dan tidak banyak bertingkah, semua itu Gen lakukan agar bisa diterima di lingkungan sekolah. Setiap pulang sekolah Gen merasa sa
Gadis dengan kucir cepol itu tengah berdiri didepan lemari es dengan pintu terbuka, membiarkan dirinya terkena hembusan angin dingin dari lemari es didepannya. Beberapa kali gadis itu menghela napas lelah, bagaimana tidak lelah? Dia sehabis dari rumah Gavin mengantarkan jaket dan kembali kerumah dengan berjalan kaki, memang sih tidak sejauh itu, tapi hari ini sangatlah panas. Tertera diponselnya suhu hari ini sekitar 34 derajat celcius, Gen setidaknya sudah menghabiskan satu botol air mineral dingin dengan sekali teguk, cuaca panas dan rasa kesalnya pada Gavin memuncak dikepalanya. Membuat Gen butuh sesuatu yang dingin. "Gila, ini benar benar panas. Apakah neraka sedang bocor? Apalagi ini ponselku berdering terus sedari tadi" omel Gen sembari menutup pintu lemari es dan berjalan menuju meja makan. Ponselnya terus berdering dari lima menit yang lalu, bukan dering telpon, tapi dering pesan yang dikirim secara beruntun. Tebak siapa yang mengirimnya pesan? Ya, Ga
Gadis bermata bulat itu terlihat mondar mandir di depan gerbang sekolah, mempertimbangkan haruskah ia mengembalikan jaket Gavin hari itu juga atau besok saja sekalian, toh dirinya dan Gavin juga satu kelas. Gen membuka grup kelas ada sekitar 110 pesan belum terbaca, mereka kebanyakan membicarakan hal hal yang tidak begitu penting, tak sengaja mata Gen melihat gelembung chat milik Gavin yang tertulis "Ada yang lihat jaketku?" beberapa murid mengkutip pesan Gavin dengan memberi jawaban seperti "Tidak", "Aku tidak melihatnya", atau "Aku bukan ibumu jangan tanya padaku dimana jaketmu". Membaca pesan Gavin membuat Gen tidak enak hati, ia ingin membalas pesan itu, mengatakan jaket milik Gavin ada padanya, tapi entah mengapa jarinya hanya diam saja tidak mengetikkan sesuatu. Sebuah balasan untuk pesan Gavin muncul dilayar ponselnya, itu Collin, yang mengatakan bahwa dia melihat jaket milik Gavin dan memberikannya pada Gen dengan alasan "Rumah kalian deka
Seorang gadis dengan rambut kucir kuda, berlari ditengah koridor sekolah yang sudah sepi, sepertinya gadis itu terlambat. Terlihat dari mimik wajahnya yang sedikit gusar. Dirapihkannya sedikit anak rambut yang bergelantungan, merapikan seragam sambil menarik napas panjang agar tidak gugup. Dibukanya pintu kelas dengan hati hati, gadis cantik itu melihat sekeliling, masih ramai. Ternyata belum ada guru yang datang, ia menghela napas lega. Segera, ia berjalan pelan mencari bangku yang masih kosong untuk ditempatinya. Bangku tiga baris dari depan dekat pintu dipilihnya, gadis itu duduk dengan canggung. Tak lama, seorang gadis mengenakan bando biru menghampiri tempat duduknya, menanyakan siapa namanya. "Genevive, namaku Genevive" Gadis berbando biru terkejut mendengar namanya, "Wah cantik sekali namamu". Genevive hanya tersenyum kecil, "Lalu bagaimana denganmu?" tanya Gen pada gadis disampingnya. "Aku Giselle, salam kenal. Bole
Jam menunjukkan pukul 10 pagi, menampilkan Gen yang sedang membersihkan kamar miliknya yang terlihat, hng, sangat berantakan. Terdapat banyak sekali barang berserakan dilantai, dan juga sampah makanan. Ew, sangat jorok"Argh, sial kenapa kamarku terlihat begitu buruk?" Gen mengeluh kesal, padahal menurutnya itu bukanlah hal yang buruk, hanya sedikit tidak nyaman saja.Dengan sigap, Gen mulai menata semua barang yang ada dimeja dan mengembalikan nya ketempat semula, tak lupa ia juga mengganti sprei dan menyapu lantai. Sebetulnya, Gen cukup suka dengan bersih bersih tapi entah mengapa terkadang dirinya merasa malas, jadi ya begitulah ia bisa menjadi rajin dan pemalas dalam satu hari. Bisa ditebak setelah selesai membersihkan kamar, ia pasti langsung merebahkan dirinya diatas kasur hingga sore hari, tanpa mandi. Jorok sekali.Sudah tiga setengah jam Gen membersihkan kamar, waktu yang cukup lama untuk membersihkan ruangan yang tidak terlalu besar. Jangan ditan
"Sial" Gen tidak sengaja melukai jari tangannya dengan pisau, ia meringis kesakitan. "Ah pisau menyebalkan". Tebak, dalam sehari ini sudah berapa kali Genevive mengeluarkan umpatan? Gen berjalan ke arah loker miliknya dan membuka apron yang ia pakai lalu melipatnya, "Baguslah hari ini tidak begitu buruk, walaupun tanganku harus terkena sayatan pisau" kata Gen. "Hei, mau pulang?" Gen yang terkejut kemudian membalikkan tubuhnya, dilihatnya Julio sedang tersenyum kecil. "Oh, iya sebentar lagi jam kerjaku selesai. Ada apa?" Gen bertanya. Laki-laki berambut hitam itu mengedipkan matanya beberapa kali dan menjawab "Tidak ada apa-apa, aku hanya bertanya apakah tidak boleh?" Gen tertawa geli, "Ya tentu saja boleh, siapa aku yang bisa melarangmu?" Julio hanya tersenyum sambil menggaruk kepalanya, yang sebenarnya tidak gatal. Julio salah tingkah. "Baiklah Julio, aku harus pulang. Sampai ketemu besok!" Gen mengambil tasnya dan pergi meninggalkan Julio.
Genevive, atau yang akrab disapa Gen. Berusia 19 tahun, eh sebenarnya dia masih 18 tahun, tepat satu bulan lagi Gen akan berulang tahun yang ke 19. Jadi, dia masih berumur 18, benar kan? Gen adalah gadis biasa, maksudku, benar benar biasa. Jika dia tidak berusaha mendapatkan teman saat disekolah, maka tidak akan ada yang mengenalnya. Ya betul, dia sungguh berusaha agar mendapatkan teman, setidaknya satu, dalam seluruh hidupnya saat bersekolah. Misalnya, saat ia pertama kali masuk sekolah menengah atas, Gen berusaha sangat keras agar dia dikenal banyak orang, baik guru atau murid. Maka dari itu, Gen mengikuti banyak sekali kegiatan di sekolah, mulai dari pramuka, club renang, club radio, hingga organisasi siswa atau biasa disebut OSIS. Gen bahkan harus berpura pura menjadi pribadi yang ceria dan cerewet, padahal dia anak yang pendiam dan tidak banyak bertingkah, semua itu Gen lakukan agar bisa diterima di lingkungan sekolah. Setiap pulang sekolah Gen merasa sa