Tiga bulan setelah aku merayakan wisudaku salah seorang temanku yang bernama Bima mengajakku untuk melamar pekerjaan pada sebuah perusahaan independen yang bergerak di bidang pengawasan dan mata-mata, kufikir ini akan sangat menarik bisa bergabung menjadi seorang detektif yang membantu klien untuk menyelesaikan masalahnya. Kasus pertama yang kudapati satu bulan setelah diterima di perusahaan ini adalah memata-matai seorang lelaki yang dicurigai istrinya memiliki wanita idaman lain, ternyata benar saja tak memerlukan waktu lama aku dan Viola yang saat itu menjadi tim berhasil memberikan bukti nyata pada sang istri bahwa suaminya telah benar-benar menyelingkuhinya, kasus ini terbilang cukup mudah karena tidak memerlukan kemampuan apapun selain menguntit seseorang yang sedang berkencang tanpa harus dicurigai.
Kasus kedua yang diserahkan padaku tidak cukup jauh berbeda, hanya saja kali ini kami bekerja sama dengan pihak terkait untuk menangkap salah seorang mucikari yang terbilang pergerakannya cukup licin sehingga sangat sulit untuk ditangkap, kala itu aku mendapat tugas untuk menyamar menjadi salah seorang pelacur yang bekerja sama dengan sang mucikari, selama satu bulan aku dan timku kala itu yaitu Bima dan Tristan berhasil menangkap dan mengumpulkan barang bukti transaksi tentang prostitusi, meskipun cukup sulit karena kala itu sang mucikari langsung melarikan diri ke luar negeri namun dengan siap pihak berwajib yang bekerja sama dengan kepolisian luar negeri berhasil meringkus sang mucikari, bukan tanpa sebab sebenarnya kasus ini kami selesaikan atas permintaan salah seorang yang terbilang cukup kaya yang meminta kami membantu menangkap sang mucikari karena sang mucikari dianggap telah menyalahi kesepakatan kerja sama keduanya.
Dianggap cukup berani untuk mengambil kasus yang berkaitan dengan prostitusi, David memberikan aku kepercayaan untuk bergabung dengan proyek terbesar tahun ini yaitu kasus perdagangan organ tubuh manusia yang sebelumnya telah diserahkan pada Viola dan timnya namun satu tahun berlalu tak nampak titik terang dan petunjuk untuk membongkar kasus ini, akhirnya David menyerahkan kasus ini kepada aku, Bima dan Tristan menjadi satu tim karena David menganggap kami telah memiliki track record yang mumpuni.
Langit telah senja, aku dan Bima akan segera kembali ke ruangan kerja kami setelah seharian berkutit pada kasus pembunuhan wanita misterius hari ini. Tiba-tiba Viola memanggilku untuk menyampaikan pesan bahwa aku dipanggil ke ruangan David segera. Aku sedikit gugup karena tidak tahu untuk urusan apa aku dipanggil namun Bima meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja.
“Hanya Bianca saja, pesan dari bos,” ucap Viola setengah berbisik padaku dengan menirukan gaya bicara David.
Aku langsung saja menuju ruangan David dan mengetuk pintunya ruangannya, tok, tok, tok…
“Permisi, Bos,” aku membuka pintu ruangan David.
“Oh… Bianca, silakan masuk Bianca,” David mempersilakan aku untuk memasuki ruangannya, “duduk,” lanjutnya yang kemudian menyingkirkan laptop yang ada dihadapannya.
“Ada apa ya Bos,” tanyaku.
Sembari menenggak gelas berisi kopi yang ada di depannya David menjawab “apa kamu sudah tahu siapa wanita yang terbunuh dini hari?”
“Ya, Bos perempuan itu adalah Kirana, mantan karyawan perusahaan kita yang dua bulan lalu keluar.”
“Apa kamu tahu kenapa dia dibunuh dan siapa yang membunuhnya?”
“Saya belum tahu, Bos.”
“Kirana didatangi seorang lelaki misterius setelah mendapat teror berulangkali dari nomor yang tidak dikenal, panggilannya sangat random, waktu panggilannya tidak berurutan, sepertinya seseorang telah mensabotasenya.”
“Tapi bukannya dia sudah tidak ada hubungannya lagi dengan perusahaan, Bos?” tanyaku heran.
Namun bukannya menjawab pertanyaanku David justru menjelaskan tentang fakta yang dia dapatkan “setelah dilakukan otopsi ternyata diketahui bahwa beberapa organ dalam Kirana sudah tidak ada. Ini adalah pekerjaan mafia itu,” David Kembali meneguk kopinya lalu menyandarkan tubuhnya pada kursi empuknya, “saya tidak bisa membicarakan kasus ini dengan tim kalian, cukup kamu yang saya beritahu terlebih dahulu. Kita tidak sedang berhadapan dengan kasus yang mudah. Jaga diri baik-baik, jika ada apa-apa jangan ragu untuk menghubungi saya,” lanjutnya.
“Tapi, Bos,” belum selesai aku mengucapkan kalimatku, David telah memerintahkan aku untuk keluar dari ruangannya.
Hal ini membuatku semakin bingung, bagaimana mungkin Kirana mengalami hal yang sama seperti yang kualami, namun kenapa Kirana masih menjadi target sasaran para mafia sedangkan Kirana sudah keluar dari perusahaan dan apakah mafia itu benar-benar akan melakukan hal yang sama kepadaku seperti yang dilakukannya pada Kirana?
Hari terus berlalu, aku, Bima dan Tristan tetap berlanjut mencari segala bentuk informasi yang bisa kami temukan. Belakangan teror yang kualami mulai berkurang, sudah tidak ada lagi yang menelfonku tengah malam atau berkeliling disekitar rumah in the kos ku. Aku mulai merasa sedikit tenang namun harus tetap waspada karena bisa saja sewaktu-waktu sesuatu yang buruk terjadi.
“Udah jam setengah dua belas nih, balik yuk,” Bima mengajakku pulang, kami sedang lembur karena mendapatkan sebuah pentunjuk tentang keberadaan seorang yang diduga menjadi pembunuh Kirana sekaligus eksekutor pencurian organ dalam manusia, keberadaannya saat ini ternyata cukup jauh berada di luar pulau, “hello… mau balik sekarang atau nanti?”
Aku yang sedang melamun Kembali disadarkan oleh ucapak Bima, “eh… iya Bim, balik sekarang aja yuk, udah malam.”
“Ngelamun apa sih?” tanya Bima sambil menatapku dari seberang meja.
“Emm.. enggak ngelamun kok.”
Tristan yang saat itu sedang mengemasi laptopnya juga ikut menanggapi “Kalau ada yang mengganjal, cerita saja, kita kan satu tim.”
“Enggak ada apa-apa kok, cuma kadang terasa rindu rumah aja, rindu keluarga. Kasus ini sangat berat dan sudah sangat lama, aku nggak tahu bisa menyelesaikan atau enggak,” aku menjawab dengan lemah, karena merasa semua yang sudah kulakukan sejauh ini belum menunjukkan perkembangan yang pesat.
“bukan cuma kamu yang Lelah Bi, aku dan Tristan juga,” jawab Bima “tapi kamu nggak sendirian, kalau kamu merasa apapun aku siap jadi pendengar yang baik, kita ini tim, harus saling menjaga,” Bima mengelus tanganku dan memberikan senyuman manis.
Rasanya nyaman mendapat sedikit perhatian yang selama ini tidak pernah kudapatkan, sejak bergabung dalam perusahaan ini aku merasa kehilangan sisi feminimitasku, aku menjadi sangat mandiri dan sangat kuat, aku dituntut menjadi wanita yang gesit dan siap menghadapi keadaan apapun termasuk mengerjakan banyak kasus yang bahkan mengancam keselamatan jiwaku dan orang-orang terdekatku, jangankan untuk sekedar menjalin kisah romantisme untuk menghubungi keluarga saja aku benar-benar tidak memiliki waktu.
“Terima kasih ya Bim, Tristan,” aku melayangkan senyum kepada keduanya.
Tiba-tiba handphone Tristan yang masih berada di atas meja berdering, ‘secret calling’ nama yang tertera dilayar ponselnya, Tristan terlihat buru-buru mengangkat telfonnya setelah mengetahui aku sempat melihat nama si Penelpon lalu menjauh dari aku dan Bima untuk berbicara, tak lama ia langsung menyambar tasnya yang berisi laptop dan tergesa-gesa keluar ruangan meninggalkan aku dan Bima.
“Buru-buru sekali dia?” ucap Bima.
“Mungkin ada yang penting. Kita jadi pulang nggak nih kita?” tanyaku pada Bima.
“oh iya, yuk… aku antar ya,” Bima mengajak untuk mengantarku pulang “aku takut aja kalau perempuan cantik pulang tengah malam sendirian,” ucapnya sedikit menggoda.
“Ha…ha…ha… sejak jadi detektif aku sudah tidak merasa cantik, aku merasa tampan,” gurauku.
“Aku sih tidak memaksa untuk mengantar, cuma menawarkan aja,” Bima berdiri dari kursinya.
“Baiklah, aku sih paling nggak bisa nolak ajakan, apalagi kalau gratis.”
Aku dan Bima berjalan menyusuri lorong-lorong kantor yang telah sepi, aku baru menyadari bahwa ternyata kegelapan itu menakutkan, karena aku tidak tahu siapa yang ada di ujung Lorong menungguku. Tanpa kusadari ternyata tangan Bima terus menggandeng tanganku sepanjang perjalanan menuju ke parkiran yang hanya berisi mobil milik Bima.
Duniaku seperti berhenti sejenak, jantungku tidak berdetak untuk beberapa detik, di tengah gelap dengan cahaya bulan yang temeram, Bima mengecup lembut bibirku yang membeku. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan selain hanya menatap matanya dengan mataku yang terbelalak.“Terima kasih telah menjadi yang terbaik,” ucapnya lembut setengah berbisik, aku tak bisa mengatakan apapun karena masih terkejut dengan perlakuan yang Bima berikan padaku, “oh, maaf kalau aku lancang, aku tidak bermaksud apapun Bi, aku hanya…” kalimatnya terputus seperti tercekat di tenggorokan “menyayangimu,” lanjutnya.Aku yakin wajahku sangat kikuk dan bingung, sebab mulutku seperti terkunci karena tak dapat mengatakan sepatah katapun.Bima membukakan pintu mobilnya, aku masuk dan duduk disampingnya. Sepanjang perjalanan yang ada hanyalah kebekuan diantara kami, jalanan yang sepi tapi tidak dengan hatiku, ia bersorai riuh sekali seperti baru saja mendapat hadiah special, aku hanya tidak menduga pada apa yang di
Pagi menjelang dengan sangat cerah, Bima sedang mandi dan merapikan diri di kamarku sementara aku akan memasakkannya sarapan nasi goreng, dengan bumbu seadanya aku berharap Bima akan menyukainya.“Hei siapa kau?” seorang wanita berteriak dari ruangan depan, aku yang sedang berada di dapur langsung saja menuju ke arah di mana teriakan itu berasal.Ternyata Rosa yang baru pulang terkejut karena melihat Bima keluar dari dalam kamarku dan hampir saja ia memukul Bima dengan tas jinjing besar yang ada ditangannya, Bima hanya bisa mengelak tanpa sempat menjawab pertanyaan dari Rosa. “Hai Rosa sudah, sudah… hentikan, dia temanku dia baru saja menginap di rumah ini semalam, aku takut karena kau tak ada di rumah jadi aku minta tolong Bima untuk menemaniku,” aku menengahi Rosa yang sedang memukul Bima dan mencoba menjelaskan kepada Rosa sebelum terjadi keributan yang lebih heboh, “maaf ya kalau kamu terkejut.”“Baiklah, ya sudah tidak apa-apa, aku hanya terkejut,” Rosa memberikan jawaban yang s
Sejak dua hari lalu banyak sekali nomor tak dikenal terus menghubungi ponselku tepat ketika tengah malam, karena rasa curiga aku tak menjawab panggilan itu. Malam ini nomor-nomor tak kukenal itu kembali menelfonku tepat pukul 01.30 WIB, 20 panggilan tak terjawab terpampang dilayar ponsel dari nomor yang berbeda-beda. Setiap kali nomor itu mematikan panggilannya aku langsung memblokir nomornya, tapi sepertinya seseorang terus melakukan panggilan dengan nomor yang lain lagi, aku menaruh banyak kecurigaan, bagaimana mungkin seseorang melakukan panggilan dengan banyak nomor yang berbeda dalam waktu yang sangat berdekatan. Dibalik begitu banyak tanda tanya aku juga merasa sedikit takut, karena sejak akhir bulan lalu aku harus tinggal in the kos seorang diri karena teman-teman lain sedang berlibur dan ada juga yang mengunjungi orang tua mereka untuk waktu yang lama sembari menikmati libur Panjang akhir tahun. Sedikit informasi saja rumah in the kost-ku berada di tengah kompleks perumahan
Pagi menyingsing dengan cerah, waktu di ponselku menunjukkan pukul 08.13 WIB, itu artinya aku sudah terlambat untuk masuk kantor. Teror yang meresahkan mengganggu istirahatku semalam dan membuatku bangun kesiangan.Aku menuju kamar mandi, mencuci muka dan menggosok gigi tapi aku tidak merapikan tempat tidurku. Aku langsung mengganti pakaian sembari memesan kendaraan online untuk menuju ke kantor.Perjalanan benar-benar tidak bersahabat, kemacetan terjadi di beberapa titik jalan menuju kantor, perjalanan yang seharusnya hanya memakan waktu 20 menit kini harus ditempuh dengan waktu 55 menit.Aku tergesa-gesa memasuki lobi, hari ini kantor tampak sepi hanya ada beberapa karyawan yang tampak sedang sibuk di meja masing-masing."Kok hari ini agak sepi ya?" Tanyaku pada Viola, rekan sebelah mejaku."Eh... kamu darimana saja, boss besar datang sangat pagi hari ini, ada rapat intern tim analis dan eksekusi lapangan.""Ha... kok bisa, ada apa?" Tanyaku penasaran."Lihat saja notice di ponselm
Pagi menjelang dengan sangat cerah, Bima sedang mandi dan merapikan diri di kamarku sementara aku akan memasakkannya sarapan nasi goreng, dengan bumbu seadanya aku berharap Bima akan menyukainya.“Hei siapa kau?” seorang wanita berteriak dari ruangan depan, aku yang sedang berada di dapur langsung saja menuju ke arah di mana teriakan itu berasal.Ternyata Rosa yang baru pulang terkejut karena melihat Bima keluar dari dalam kamarku dan hampir saja ia memukul Bima dengan tas jinjing besar yang ada ditangannya, Bima hanya bisa mengelak tanpa sempat menjawab pertanyaan dari Rosa. “Hai Rosa sudah, sudah… hentikan, dia temanku dia baru saja menginap di rumah ini semalam, aku takut karena kau tak ada di rumah jadi aku minta tolong Bima untuk menemaniku,” aku menengahi Rosa yang sedang memukul Bima dan mencoba menjelaskan kepada Rosa sebelum terjadi keributan yang lebih heboh, “maaf ya kalau kamu terkejut.”“Baiklah, ya sudah tidak apa-apa, aku hanya terkejut,” Rosa memberikan jawaban yang s
Duniaku seperti berhenti sejenak, jantungku tidak berdetak untuk beberapa detik, di tengah gelap dengan cahaya bulan yang temeram, Bima mengecup lembut bibirku yang membeku. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan selain hanya menatap matanya dengan mataku yang terbelalak.“Terima kasih telah menjadi yang terbaik,” ucapnya lembut setengah berbisik, aku tak bisa mengatakan apapun karena masih terkejut dengan perlakuan yang Bima berikan padaku, “oh, maaf kalau aku lancang, aku tidak bermaksud apapun Bi, aku hanya…” kalimatnya terputus seperti tercekat di tenggorokan “menyayangimu,” lanjutnya.Aku yakin wajahku sangat kikuk dan bingung, sebab mulutku seperti terkunci karena tak dapat mengatakan sepatah katapun.Bima membukakan pintu mobilnya, aku masuk dan duduk disampingnya. Sepanjang perjalanan yang ada hanyalah kebekuan diantara kami, jalanan yang sepi tapi tidak dengan hatiku, ia bersorai riuh sekali seperti baru saja mendapat hadiah special, aku hanya tidak menduga pada apa yang di
Tiga bulan setelah aku merayakan wisudaku salah seorang temanku yang bernama Bima mengajakku untuk melamar pekerjaan pada sebuah perusahaan independen yang bergerak di bidang pengawasan dan mata-mata, kufikir ini akan sangat menarik bisa bergabung menjadi seorang detektif yang membantu klien untuk menyelesaikan masalahnya. Kasus pertama yang kudapati satu bulan setelah diterima di perusahaan ini adalah memata-matai seorang lelaki yang dicurigai istrinya memiliki wanita idaman lain, ternyata benar saja tak memerlukan waktu lama aku dan Viola yang saat itu menjadi tim berhasil memberikan bukti nyata pada sang istri bahwa suaminya telah benar-benar menyelingkuhinya, kasus ini terbilang cukup mudah karena tidak memerlukan kemampuan apapun selain menguntit seseorang yang sedang berkencang tanpa harus dicurigai.Kasus kedua yang diserahkan padaku tidak cukup jauh berbeda, hanya saja kali ini kami bekerja sama dengan pihak terkait untuk menangkap salah seorang mucikari yang terbilang pergera
Pagi menyingsing dengan cerah, waktu di ponselku menunjukkan pukul 08.13 WIB, itu artinya aku sudah terlambat untuk masuk kantor. Teror yang meresahkan mengganggu istirahatku semalam dan membuatku bangun kesiangan.Aku menuju kamar mandi, mencuci muka dan menggosok gigi tapi aku tidak merapikan tempat tidurku. Aku langsung mengganti pakaian sembari memesan kendaraan online untuk menuju ke kantor.Perjalanan benar-benar tidak bersahabat, kemacetan terjadi di beberapa titik jalan menuju kantor, perjalanan yang seharusnya hanya memakan waktu 20 menit kini harus ditempuh dengan waktu 55 menit.Aku tergesa-gesa memasuki lobi, hari ini kantor tampak sepi hanya ada beberapa karyawan yang tampak sedang sibuk di meja masing-masing."Kok hari ini agak sepi ya?" Tanyaku pada Viola, rekan sebelah mejaku."Eh... kamu darimana saja, boss besar datang sangat pagi hari ini, ada rapat intern tim analis dan eksekusi lapangan.""Ha... kok bisa, ada apa?" Tanyaku penasaran."Lihat saja notice di ponselm
Sejak dua hari lalu banyak sekali nomor tak dikenal terus menghubungi ponselku tepat ketika tengah malam, karena rasa curiga aku tak menjawab panggilan itu. Malam ini nomor-nomor tak kukenal itu kembali menelfonku tepat pukul 01.30 WIB, 20 panggilan tak terjawab terpampang dilayar ponsel dari nomor yang berbeda-beda. Setiap kali nomor itu mematikan panggilannya aku langsung memblokir nomornya, tapi sepertinya seseorang terus melakukan panggilan dengan nomor yang lain lagi, aku menaruh banyak kecurigaan, bagaimana mungkin seseorang melakukan panggilan dengan banyak nomor yang berbeda dalam waktu yang sangat berdekatan. Dibalik begitu banyak tanda tanya aku juga merasa sedikit takut, karena sejak akhir bulan lalu aku harus tinggal in the kos seorang diri karena teman-teman lain sedang berlibur dan ada juga yang mengunjungi orang tua mereka untuk waktu yang lama sembari menikmati libur Panjang akhir tahun. Sedikit informasi saja rumah in the kost-ku berada di tengah kompleks perumahan