Duniaku seperti berhenti sejenak, jantungku tidak berdetak untuk beberapa detik, di tengah gelap dengan cahaya bulan yang temeram, Bima mengecup lembut bibirku yang membeku. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan selain hanya menatap matanya dengan mataku yang terbelalak.
“Terima kasih telah menjadi yang terbaik,” ucapnya lembut setengah berbisik, aku tak bisa mengatakan apapun karena masih terkejut dengan perlakuan yang Bima berikan padaku, “oh, maaf kalau aku lancang, aku tidak bermaksud apapun Bi, aku hanya…” kalimatnya terputus seperti tercekat di tenggorokan “menyayangimu,” lanjutnya.
Aku yakin wajahku sangat kikuk dan bingung, sebab mulutku seperti terkunci karena tak dapat mengatakan sepatah katapun.
Bima membukakan pintu mobilnya, aku masuk dan duduk disampingnya. Sepanjang perjalanan yang ada hanyalah kebekuan diantara kami, jalanan yang sepi tapi tidak dengan hatiku, ia bersorai riuh sekali seperti baru saja mendapat hadiah special, aku hanya tidak menduga pada apa yang dikatakan Bima kepadaku, kufikir sebuah ciuman dan ungkapan rasa sayang adalah sesuatu yang tidak lazim terjadi pada sebuah pertemanan bahkan jika sangat dekat sekalipun. Lalu apa yang sebenarnya terjadi pada kami malam ini, kenapa aku justru merasa Bahagia ketika Bima mengatakan bahwa dia menyayangiku, apakah aku juga menyayanginya?
Perjalanan yang harusnya hanya ditempuh dua puluh menit kini terasa sangat lama.
“Apa yang dibicarakan David tadi sore?” Bima mencoba mencairkan suasana dengan membuka obrolan memecah lamunanku.
“dia memberitahu aku tentang kematian Kirana, tentang siapa dalang dibalik kematiannya dan apa yang terjadi sebelum peristiwa itu terjadi.”
“Peristiwa apa?” tanyanya penasaran.
“Peristiwa peneroran.”
“Teror?” tanyanya lagi.
“teror penelpon yang selalu terjadi tengah malam dan catatan waktu panggilan yang teracak, seperti sebuah sabotase ponsel,” jelasku “jantung, hati dan paru-paru Kirana sudah dicuri, namun bekasnya tertutup nyaris sempurna.”
“Teror yang hampir sama dengan yang kau alami?”
“Ya, mungkin aku target mereka selanjutnya.”
“Kau tak boleh berkata begitu Bi, aku akan menjagamu dan memastikan kau akan baik-baik saja,” Bima khawatir.
“Kau harus lebih dulu memastikan dirimu akan tetap baik-baik saja, Bim.”
Bukan hanya aku yang mengkhawatirkan tentang keselamatanku, namun aku juga mengkhawatirkan keselamatan Bima. Andai saja bisa dengan mudah untuk lepas dari pekerjaan ini tentu aku akan menjadikan itu sebagai pilihan utama saat ini. Begitu banyak nyawa yang harus dijaga namun harus menjaminkan keselamat diri sendiri.
Jam di ponselku menunjukkan pukul 00.08 WIB, akhirnya aku sampai di depan gerbang rumah sebelum akhirnya sadar bahwa ada sebuah mobil yang tengah mengintai mobil Bima. Dari spion mobil aku bisa melihat ada sebuah pistol yang akan diarahkan ke mobil kami.
“Hei….” aku terkejut dan pistol itu Kembali ditarik oleh orang yang berada di dalam mobil.
Bima pun ikut terkejut melihat reaksiku yang sedikit berteriak “ada apa?” tanyanya.
“Ada mobil yang sedang membuntuti kita dan mengintai kita, Bim.”
Bima menoleh ke belakang dan benar saja mobil itu sudah mundur dan segera melarikan diri ke ujung jalan.
“Dia mengeluarkan pistol, tapi dia masukkan lagi,” ucapku dengan sedikit panik.
“Ada dua orang di dalam mobil itu?”
“Sepertinya begitu, Bim. Aku khawatir jika kau pulang sendirian, apakah tidak sebaiknya kau menginap saja di sini mala mini?” ucapku dengan nada sedikit bergetar, aku benar-benar mengkhawatirkan Bima jika dia harus kembali ke rumahnya seorang diri.
“Aku justru lebih mengkhawatirkanmu, aku takut jika mereka sedang memata-mataimu, Bi,” Bima menggenggam tanganku, “apakah Rosa sudah berada di rumah?” tanyanya.
“Rosa jarang sekali di rumah, kalau pun dia pulang biasanya jam 2 dini hari.”
“Baiklah, aku akan menemanimu malam ini, aku benar-benar khawatir jika mereka akan melukaimu.”
Bima memarkirkan mobilnya di teras lalu kami masuk ke dalam rumah. Ruangan depan memang sudah terang karena aku sengaja tidak mematikan lampunya ketika aku pergi kerja.
“Bim, kamu tidur di sofa nggak apa-apa kan?”
“Iya, gak apa-apa kok,” Bima menjawab dengan tersenyum.
Sebelum tidur, Bima meminta izin untuk membersihkan tubuh terlebih dahulu.
“Mau ganti baju?” tanyaku pada Bima yang baru saja keluar dari kamar mandi.
“Emangnya kamu punya pakaian laki-laki?” jawabnya sambil berseloroh.
“Kaos biasa aja sih ada, kalau mau akan kuambilkan.”
“Boleh deh.”
Aku mengambilkan kaos oversize milikku yang aku yakin akan muat ditubuh Bima yang lumayan besar, tak lupa aku juga membawakannya selimut agar tidak kedinginan. Setelah aku memberikan kaos itu padanya, Bima langsung saja membuka kemejanya dihadapanku, tubuhnya terbilang cukup atletis tidak terlalu berotot tapi tidak berlemak, sangat ideal. Seketika aku tersadar dan merasa malu karena Bima melakukan itu dihadapanku, langsung saja kututup wajahku dengan telapak tanganku.
“Ha…ha..ha…” Bima tertawa melihat reaksiku yang menutup wajah, “kamu tidur sana, kok masih ngelihatin aku ganti baju, nanti suka lho,” guraunya.
Wajahku benar-benar merah padam karena merasa malu, “lagian kamu ganti baju gak bilang-bilang, aku masih disini ya,” aku berbalik badan dari hadapan Bima dengan sedikit cemberut karena ia meledekku.
Sebelum aku sempat melangkah, Bima menarik tanganku sehingga aku Kembali berbalik menghadapnya.
“Selamat malam, Cantik,” ucapnya yang kemudian mengecup bibirku untuk yang kedua kalinya.
Aku tidak memberikan reaksi apapun, setelah Bima melepaskan tanganku, aku langsung saja berbalik masuk ke kamarku, takut ketahuan Bima jika sampai dia melihat wajahmu memerah karena tersipu dia akan menggodaku untuk yang kedua kalinya.
Malam ini terasa sangat asing sekaligus membuatku bahagia, aku yang telah lama tidak memiliki kekasih dan mendapat perhatian dari seseorang, malam ini mendapatkan perlakuan yang romantis dari seseorang yang bahkan tidak aku duga sama sekali bahwa adegan berciuman dengan Bima akan terjadi dua kali. Namun, di lain sisi aku merasa sedikit khawatir apakah yang Bima katakan adalah benar bahwa dia menyayangiku atau hanya sebuah perasaan sepi yang ingin diisi tanpa benar-benar adanya perasaan bermakna.
Pagi menjelang dengan sangat cerah, Bima sedang mandi dan merapikan diri di kamarku sementara aku akan memasakkannya sarapan nasi goreng, dengan bumbu seadanya aku berharap Bima akan menyukainya.“Hei siapa kau?” seorang wanita berteriak dari ruangan depan, aku yang sedang berada di dapur langsung saja menuju ke arah di mana teriakan itu berasal.Ternyata Rosa yang baru pulang terkejut karena melihat Bima keluar dari dalam kamarku dan hampir saja ia memukul Bima dengan tas jinjing besar yang ada ditangannya, Bima hanya bisa mengelak tanpa sempat menjawab pertanyaan dari Rosa. “Hai Rosa sudah, sudah… hentikan, dia temanku dia baru saja menginap di rumah ini semalam, aku takut karena kau tak ada di rumah jadi aku minta tolong Bima untuk menemaniku,” aku menengahi Rosa yang sedang memukul Bima dan mencoba menjelaskan kepada Rosa sebelum terjadi keributan yang lebih heboh, “maaf ya kalau kamu terkejut.”“Baiklah, ya sudah tidak apa-apa, aku hanya terkejut,” Rosa memberikan jawaban yang s
Sejak dua hari lalu banyak sekali nomor tak dikenal terus menghubungi ponselku tepat ketika tengah malam, karena rasa curiga aku tak menjawab panggilan itu. Malam ini nomor-nomor tak kukenal itu kembali menelfonku tepat pukul 01.30 WIB, 20 panggilan tak terjawab terpampang dilayar ponsel dari nomor yang berbeda-beda. Setiap kali nomor itu mematikan panggilannya aku langsung memblokir nomornya, tapi sepertinya seseorang terus melakukan panggilan dengan nomor yang lain lagi, aku menaruh banyak kecurigaan, bagaimana mungkin seseorang melakukan panggilan dengan banyak nomor yang berbeda dalam waktu yang sangat berdekatan. Dibalik begitu banyak tanda tanya aku juga merasa sedikit takut, karena sejak akhir bulan lalu aku harus tinggal in the kos seorang diri karena teman-teman lain sedang berlibur dan ada juga yang mengunjungi orang tua mereka untuk waktu yang lama sembari menikmati libur Panjang akhir tahun. Sedikit informasi saja rumah in the kost-ku berada di tengah kompleks perumahan
Pagi menyingsing dengan cerah, waktu di ponselku menunjukkan pukul 08.13 WIB, itu artinya aku sudah terlambat untuk masuk kantor. Teror yang meresahkan mengganggu istirahatku semalam dan membuatku bangun kesiangan.Aku menuju kamar mandi, mencuci muka dan menggosok gigi tapi aku tidak merapikan tempat tidurku. Aku langsung mengganti pakaian sembari memesan kendaraan online untuk menuju ke kantor.Perjalanan benar-benar tidak bersahabat, kemacetan terjadi di beberapa titik jalan menuju kantor, perjalanan yang seharusnya hanya memakan waktu 20 menit kini harus ditempuh dengan waktu 55 menit.Aku tergesa-gesa memasuki lobi, hari ini kantor tampak sepi hanya ada beberapa karyawan yang tampak sedang sibuk di meja masing-masing."Kok hari ini agak sepi ya?" Tanyaku pada Viola, rekan sebelah mejaku."Eh... kamu darimana saja, boss besar datang sangat pagi hari ini, ada rapat intern tim analis dan eksekusi lapangan.""Ha... kok bisa, ada apa?" Tanyaku penasaran."Lihat saja notice di ponselm
Tiga bulan setelah aku merayakan wisudaku salah seorang temanku yang bernama Bima mengajakku untuk melamar pekerjaan pada sebuah perusahaan independen yang bergerak di bidang pengawasan dan mata-mata, kufikir ini akan sangat menarik bisa bergabung menjadi seorang detektif yang membantu klien untuk menyelesaikan masalahnya. Kasus pertama yang kudapati satu bulan setelah diterima di perusahaan ini adalah memata-matai seorang lelaki yang dicurigai istrinya memiliki wanita idaman lain, ternyata benar saja tak memerlukan waktu lama aku dan Viola yang saat itu menjadi tim berhasil memberikan bukti nyata pada sang istri bahwa suaminya telah benar-benar menyelingkuhinya, kasus ini terbilang cukup mudah karena tidak memerlukan kemampuan apapun selain menguntit seseorang yang sedang berkencang tanpa harus dicurigai.Kasus kedua yang diserahkan padaku tidak cukup jauh berbeda, hanya saja kali ini kami bekerja sama dengan pihak terkait untuk menangkap salah seorang mucikari yang terbilang pergera
Pagi menjelang dengan sangat cerah, Bima sedang mandi dan merapikan diri di kamarku sementara aku akan memasakkannya sarapan nasi goreng, dengan bumbu seadanya aku berharap Bima akan menyukainya.“Hei siapa kau?” seorang wanita berteriak dari ruangan depan, aku yang sedang berada di dapur langsung saja menuju ke arah di mana teriakan itu berasal.Ternyata Rosa yang baru pulang terkejut karena melihat Bima keluar dari dalam kamarku dan hampir saja ia memukul Bima dengan tas jinjing besar yang ada ditangannya, Bima hanya bisa mengelak tanpa sempat menjawab pertanyaan dari Rosa. “Hai Rosa sudah, sudah… hentikan, dia temanku dia baru saja menginap di rumah ini semalam, aku takut karena kau tak ada di rumah jadi aku minta tolong Bima untuk menemaniku,” aku menengahi Rosa yang sedang memukul Bima dan mencoba menjelaskan kepada Rosa sebelum terjadi keributan yang lebih heboh, “maaf ya kalau kamu terkejut.”“Baiklah, ya sudah tidak apa-apa, aku hanya terkejut,” Rosa memberikan jawaban yang s
Duniaku seperti berhenti sejenak, jantungku tidak berdetak untuk beberapa detik, di tengah gelap dengan cahaya bulan yang temeram, Bima mengecup lembut bibirku yang membeku. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan selain hanya menatap matanya dengan mataku yang terbelalak.“Terima kasih telah menjadi yang terbaik,” ucapnya lembut setengah berbisik, aku tak bisa mengatakan apapun karena masih terkejut dengan perlakuan yang Bima berikan padaku, “oh, maaf kalau aku lancang, aku tidak bermaksud apapun Bi, aku hanya…” kalimatnya terputus seperti tercekat di tenggorokan “menyayangimu,” lanjutnya.Aku yakin wajahku sangat kikuk dan bingung, sebab mulutku seperti terkunci karena tak dapat mengatakan sepatah katapun.Bima membukakan pintu mobilnya, aku masuk dan duduk disampingnya. Sepanjang perjalanan yang ada hanyalah kebekuan diantara kami, jalanan yang sepi tapi tidak dengan hatiku, ia bersorai riuh sekali seperti baru saja mendapat hadiah special, aku hanya tidak menduga pada apa yang di
Tiga bulan setelah aku merayakan wisudaku salah seorang temanku yang bernama Bima mengajakku untuk melamar pekerjaan pada sebuah perusahaan independen yang bergerak di bidang pengawasan dan mata-mata, kufikir ini akan sangat menarik bisa bergabung menjadi seorang detektif yang membantu klien untuk menyelesaikan masalahnya. Kasus pertama yang kudapati satu bulan setelah diterima di perusahaan ini adalah memata-matai seorang lelaki yang dicurigai istrinya memiliki wanita idaman lain, ternyata benar saja tak memerlukan waktu lama aku dan Viola yang saat itu menjadi tim berhasil memberikan bukti nyata pada sang istri bahwa suaminya telah benar-benar menyelingkuhinya, kasus ini terbilang cukup mudah karena tidak memerlukan kemampuan apapun selain menguntit seseorang yang sedang berkencang tanpa harus dicurigai.Kasus kedua yang diserahkan padaku tidak cukup jauh berbeda, hanya saja kali ini kami bekerja sama dengan pihak terkait untuk menangkap salah seorang mucikari yang terbilang pergera
Pagi menyingsing dengan cerah, waktu di ponselku menunjukkan pukul 08.13 WIB, itu artinya aku sudah terlambat untuk masuk kantor. Teror yang meresahkan mengganggu istirahatku semalam dan membuatku bangun kesiangan.Aku menuju kamar mandi, mencuci muka dan menggosok gigi tapi aku tidak merapikan tempat tidurku. Aku langsung mengganti pakaian sembari memesan kendaraan online untuk menuju ke kantor.Perjalanan benar-benar tidak bersahabat, kemacetan terjadi di beberapa titik jalan menuju kantor, perjalanan yang seharusnya hanya memakan waktu 20 menit kini harus ditempuh dengan waktu 55 menit.Aku tergesa-gesa memasuki lobi, hari ini kantor tampak sepi hanya ada beberapa karyawan yang tampak sedang sibuk di meja masing-masing."Kok hari ini agak sepi ya?" Tanyaku pada Viola, rekan sebelah mejaku."Eh... kamu darimana saja, boss besar datang sangat pagi hari ini, ada rapat intern tim analis dan eksekusi lapangan.""Ha... kok bisa, ada apa?" Tanyaku penasaran."Lihat saja notice di ponselm
Sejak dua hari lalu banyak sekali nomor tak dikenal terus menghubungi ponselku tepat ketika tengah malam, karena rasa curiga aku tak menjawab panggilan itu. Malam ini nomor-nomor tak kukenal itu kembali menelfonku tepat pukul 01.30 WIB, 20 panggilan tak terjawab terpampang dilayar ponsel dari nomor yang berbeda-beda. Setiap kali nomor itu mematikan panggilannya aku langsung memblokir nomornya, tapi sepertinya seseorang terus melakukan panggilan dengan nomor yang lain lagi, aku menaruh banyak kecurigaan, bagaimana mungkin seseorang melakukan panggilan dengan banyak nomor yang berbeda dalam waktu yang sangat berdekatan. Dibalik begitu banyak tanda tanya aku juga merasa sedikit takut, karena sejak akhir bulan lalu aku harus tinggal in the kos seorang diri karena teman-teman lain sedang berlibur dan ada juga yang mengunjungi orang tua mereka untuk waktu yang lama sembari menikmati libur Panjang akhir tahun. Sedikit informasi saja rumah in the kost-ku berada di tengah kompleks perumahan