Share

Bab 6

Sebenarnya enggan sekali untuk Shanum kembali ke rumah keluarga Reksa, setelah akhirnya diperbolehkan keluar dari Rumah sakit. Namun, akan kemana lagi ia jika bukan ke rumah itu. Di kota ini Shanum tidak punya siapa pun selain suami dan keluarganya. Kebodohan Shanum lainnya yang baru ia sesali akhir-akhir ini.

Ya, ia memang sebodoh itu. Nekad hidup jauh dari keluarga dan sanak saudara. Hanya demi bisa hidup dengan sang pujaan hati. Tak pernah sekalipun ia memikirkan hal buruk pada rumah tangganya, yang akan membuatnya membutuhkan sandaran lain selain sang suami.

Tidak, Shanum tidak berniat kekanakan dan ingin kabur-kaburan jika ada masalah dalam rumah tangganya. Hanya saja, memang kadang kita butuh orang lain untuk sekedar berbagi dan mencari solusi untuk segala pelik yang tak bisa kita pikirkan sendiri. Memang curhat dan membagi aib keluarga sendiri itu tidak boleh. Namun, kalau memang tak sanggup memikirkannya sendiri. Tidak ada salahnya bertanya pada yang lebih paham, kan? Selain demi tidak salah langkah, hal itu juga baik untuk menjaga otak tetap waras.

Bukannya, banyak ibu rumah tangga di luar sana yang akhirnya depresi karena memendam semua masalahnya sendirian? Stress yang akhirnya berujung pembunuhan. Entah itu membunuh dirinya sendiri atau anaknya dengan alasan agar tak mengalami hal yang mereka rasakan. Gila, kan? Ya, memang gila. Dan jelas Shanum tak mau sampai menjadi gila seperti itu menghadapi masalahnya sendiri. Karenanya, jika saja ia punya tempat pulang lain selain rumah Reksa. Shanum sangat ingin menyendiri dulu sejenak.

"Ada yang kamu butuhkan lagi, Sayang?" tanya Reksa perhatian, setelah membantu Shanum berbaring di tempat tidur mereka. Shanum hanya menjawab dengan gelengan kepala saja.

"Beneran?" Reksa memastikan lagi. Hatinya jujur tak nyaman sekali melihat keacuhan Shanum beberapa hari ini. Istrinya kembali menjawab dengan gerakan kepala.

"Ya udah, kamu istirahat aja kalau gitu. Biar cepet sembuh. Kalau butuh apa-apa. Kamu panggil Diva atau si Mbak aja, ya? Aku ... harus balik kantor soalnya." Reksa tetap berusaha menjalin komunikasi dengan sang istri.

Namun, Shanum tetap setiap menjawab dengan gerakan kepala saja. Membuat Reksa menghela napas panjang diam-diam. Keengganan jelas terlihat pada diri Shanum untuknya. Seolah sudah malah sekali berbicara dengan sang suami.

"Aku pergi, ya? Telepon aku kalau ada apa-apa." Reksa membelai rambut Shanum dengan sayang, kemudian melabuhkan kecupan sayang di kening Shanum. Meski tidak menolak, wanita-nya tetap tak bergeming menerima keintiman yang Reksa berikan.

Alih-alih tersipu malu seperti biasanya. Shanum hanya melirik Reksa sejenak, sebelum kemudian mencari posisi nyamannya. Setelah itu, wanita cantik yang baru saja kehilangan sang jabang bayi tersebut malah kini mulai memejamkan mata. Membuat Reksa kembali mendesah berat diam-diam. Ia tak pernah menyangka, ternyata diacuhkan Shanum akan sesakit ini.

Apa begini juga yang istrinya rasakan selama ini?

***

"Sayang, aku mau bicara," ucap Reksa sore itu. Saat Shanum tengah menikmati waktunya dengan sebuah buku yang sedang ia gemari.

Shanum memang suka sekali membaca. Tidak, gadis itu bahkan bisa disebut maniak. Karena kegemarannya membaca yang menurut Reksa kadang di luar nalar. Shanum bisa membaca banyak sekali buku jika ada waktu luang.

Menanggapi ucapan sang suami, Shanum hanya menurunkan buku yang ada di tangannya dan menatap pria itu. Seolah memang menunggu Reksa menyampaikan maksud dan tujuannya sore itu.

Sekarang Shanum memang pelit sekali meski hanya untuk menyeluarkan suara. Hilang sudah cerewet yang sempat dikeluhkan Reksa beberapa waktu lalu.

"Sayang, tadi Mama bilang ingin beli mobil baru untuk stand by di rumah ini. Soalnya mobil yang ada kan aku, papa dan bang Rendi yang gunakan. Repot katanya kalau ada perlu ke mana-mana. Apalagi jika urgen seperti kemarin. Akan sangat repot jika saja kejadiannya siang hari dan saat kami bertiga gak ada di rumah. Makanya, untuk jaga-jaga Mama ingin beli mobil lagi. Menurut kamu, bagaimana?" terang Reksa panjang lebar. Mencoba menyusun kata sebaik mungkin dihadapan Shanum. Berharap wanita itu mengerti dan tidak kembali mengajaknya bertengkar seperti biasa.

Shanum terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya beranjak dari duduk nyamannya dan pergi ke arah nakas samping tempat tidur. Tidak lama, ia kembali lagi dengan sebuah buku ditangannya.

"Nih!" Shanum kemudian menyerahkan sebuah kartu Atm dan buku rekening yang ia ambil dari dalam buku, yang ia bawa sebelumnya.

Reksa mengerjap bingung awalnya. Melihat ke arah wanita itu dan benda-benda yang di serahkan. Ia tak mengerti maksud Shanum dengan semuanya. Jadi, ini maksudnya setuju atau bagaimana?

"Kamu setuju?" Reksa memilih menyuarakan benaknya.

"Terserah kamu saja," jawab Shanum seadanya. Kembali duduk di tempat semula setelah Reksa menerima barang yang ia serahkan. "Setelah ini kamu saja yang atur keuangan di keluarga ini." Shanum menambahkan sebelum meraih bukunya kembali.

"Loh, tapi ini ... kok kosong Atmnya?" ucap Reksa lagi dengan nada sedikit kaget, setelah akhirnya melihat angka yang tertera pada akhir cetakan di buku rekening.

Diam-diam Shanum mendengkus pelan dan tersenyum penuh cibiran. Akhirnya bisa menunjukan pada sang suami, kondisi keuangan keluarga ini sebenarnya. Berharap jika pria itu tak lagi bertingkah seperti seorang sultan. Mau beli apa ya tinggal beli. Dikira uangnya tak habis-habis apa?

"Num?" Reksa meminta atensi lagi. Mengejar penjelasan akan saldo akhirnya yang tertera di buku rekening yang sedang ia pegang.

Bukannya memberikan penjelasan, Shanum malah membuka buku lain yang ia ambil tadi, dan menyerahkannya pada sang suami.

"Semua biaya bulanan sudah aku catat di sini. Kamu bisa lihat sendiri ke mana perginya uang dalam kartu itu," jawab Shanum santai.

Reksa pun segera mengambil buku catatan yang Shanum serahkan. Melihat detail isinya dan mencerna semuanya dengan baik-baik. Pria itu pun semakin terkejut dengan semua fakta yang Shanum ungkap. Ternyata uang bulanan yang ia berikan kurang banyak selama ini. Dari catatan yang dilihat, jelas nominalnya berbeda dari uang yang selama ini ia berikan pada istrinya.

Padahal, ia kira selama ini semuanya baik-baik saja dan ia pun sudah jadi suami yang sangat pengertian karena membiarkan Shanum menguasai seluruh gajinya. Ia tak pernah mengecek lagi apa semuanya cukup atau tidak membiayai seluruh kebutuhan keluarganya.

Reksa sangat yakin jika gajinya pasti sangat cukup sekali. Bahkan banyak lebihnya. Secara gajinya kan memang besar sebagai seorang general manager. Lebih dari itu, urusan dapur masih di tanggung sang ayah. Sementara listrik dan air ditanggung abangnya, Rendi. Akan tetapi ... ini apa?

"Num, kamu gak lagi korupsi, kan?" tuduh Reksa tiba-tiba. Sukses membuat mata Shanum kembali tajam menatapnya.

"Maksud kamu? Aku bikin catatan bohong untuk menggeruk uang kamu, gitu?" tukas Shanum sengit.

"Bukan gitu." Reksa segera memberi bantahan. "Tapi ini--"

"Kalau aku memang korupsi uang kamu. Harusnya Sekarang aku punya banyak perhiasan, kan? Bukan malah menjual satu persatu perhiasan pemberian orang tuaku!" pangkas Shanum cepat. Sukses membuat Reksa bungkam karena mengetahui fakta lainnya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Lalu,kemana sebenarnya uang gaji Reksa selama ini? Pasti ada kebenaran yang ditutupi oleh Shanum selama ini
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
gini nih klo suami gk percaya sm istri, bisanya hanya nyalahin istri
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status