*Happy Reading*Brak!Jika beberapa saat lalu Reksa yang menggebrak meja. Kali ini giliran Papa Hendra, mertua laki-laki Shanum yang melakukannya. Gebrakannya lebih kencang hingga membuat kami semua terlonjak kaget. "Keterlaluan kamu, Ma! Maksud kamu apa melakukan itu pada Shanum?!" hardik Papa Hendra keras, mendelik marah pada Mama Rima. Yang punya nama terlihat menelan saliva kelat di tempatnya. Namun, setelahnya bersikap seolah tak melakukan kesalahan apa pun. "Memang kenapa? Wajar kan kalau Mama menyita ATM Shanum? Bagaimana pun, dia numpang dan ikut makan juga di sini. Dan ayolah, Pah. Hari gini mana ada sih yang gratis. Semuanya ada harganya."Lihatlah sifat terpuji Mama mertua Shanum. Benar-benar seperti tak punya urat malu lagi. Numpang, katanya? Oh, gosh! Apa Mama Rima lupa kalau Reksa lah yang selama ini membayar cicilan rumah yang mereka tempati. Itu berarti, secara tak langsung rumah itu milik Reksa, kan? Dan Reksa adalah suami Shanum. Jadi, siapa yang menumpang?Papa H
*Happy Reading*"Tunggu!"Langkah Shanum sontak terhenti kala mendengar seruan barusan. Kepala Shanum refleks berputar ke sumber suara dan menemukan Mama Rima tengah tergopoh menghampirinya. "Kamu mau ngapain, Shanum?" tanya Mama Rima kemudian melirik benda yang ada di tangan Shanum. Pertanyaan bodoh macam apa itu. Jelas-jelas Shanum sedang memegang gelas bersih, tentunya dia ingin minum air. Kenapa malah bertanya? Harus banget apa Shanum jelaskan."Mau minum." Namun, Shanum sedang tidak ingin berdebat. Karenanya, dia menjawab seadanya pertanyaan Mama Rima. "Oh ... mau minum," gumam Mama Rima. "Mau berapa gelas? Satu, dua, atau tiga?"Kerutan di dahi Shanum semakin dalam mendengar pertanyaan lanjutan ibu mertuanya ini. Maksudnya apa bertanya begini? Memang kenapa kalau Shanum mau minim berapa gelas? Mau minum segalon pun, bukan urusan mama mertuanya, kan?"Kenapa memang?" Shanum bertanya balik. "Jawab aja, kamu mau minum berapa gelas?" Mama Rima bersikukuh. "Segelas, mungkin," ja
Niat hati keluar rumah karena ingin menghindar dari pertengkaran dengan Mama Rima, demi kesehatan mentalnya dan kewarasan jiwa. Siapa sangka, ternyata di sini pun, mental Shanum tetap di uji. Bagaimana tidak? Saat Shanum sedang menunggui cucian yang tengah berputar di mesin cuci. Matanya tak sengaja menyaksikan keromantisan yang tengah tercipta antara Reksa dan Ayu."Kenapa sekarang dunia mendadak sempit, sih?" Shanum bermonolog dengan desahan lelah.Entah ini suatu kebetulan atau memang sudah jalan dari Tuhan. Tempat laundry yang Shanum kunjungi memang berada di sebrang sebuah cafe yang tengah hits saat ini. Dan di sanalah, Shanum melihat keberadaan Reksa dan Ayu yang sedang makan siang dengan kedekatan yang janggal untuk ukuran sebuah hubungan yang di sebut 'sepupu'. Terlalu intim. Bahkan, alih-alih sepupu, mereka lebih cocok di sebut pasangan yang tengah kasmaran.Kenapa begitu? Lihat saja, makan aja harus suap-suapan begitu. Belum lagi tangan Reksa juga tak canggung mengusap, men
"Lagi ngapain kamu di sini?" Ternyata bukan hanya Shanum yang melihat keberadaan Reksa. Akhirnya pria itu pun melihat Shanum di tempat laundry. Bedanya, Reksa baru melihat kala akan pulang, itu pun tak sengaja. Shanum kira, Reksa tak akan perduli padanya dan akan langsung pergi sama Ayu. Namun, siapa sangka ternyata pria itu malah menghampiri. "Menurut kamu, orang kalau ke tempat laundry itu ngapain? Mancing?" sahut Shanum datar, terkesan malas. Lagi pula pertanyaannya memang konyol, kan?Mendengar sahutan Shanum, Reksa terlihat tak suka. Semakin hari, istrinya ini memang semakin menyebalkan. Acuh, abai, dan kalau jawan suka seenaknya. Membuat Reksa kesal saja. "Kamu laundry pakaian? Kenapa? Kan di rumah juga ada mesin cuci?" Reksa bertanya heran."Memang ada. Tapi biaya cucinya di sana mahal. Lebih murah di sini," jawaban Shanum tetap datar."Maksudnya?" Bukannya menjelaskan, Shanum malah mengangkat bahunya. Lalu kembali fokus pada majalah yang sedang ia baca sebelumnya. "Num--"
"DASAR JALANG! NGGAK TAHU DIRI! NGGAK TAHU MALU! BERANI-BERANINYA LO GODAIN PACAR GUE!"Grep!Shaki langsung menangkap tubuh wanita tadi, saat dengan langkah cepat menyerbu dan hendak menyerang Shanum. "Lepasin! Lepasin gue brengsek!" Tentu saja wanita itu meronta. Dia bergerak-gerak liar, mencoba melepaskan diri dari kuncian Shaki. Namun, tidak berhasil. Bagaimana pun sebagai seorang pria Shaki tentu lebih menang di tenaga."Lepasin! Lepasin Shaki! Biar aku kasih pelajaran jalang murahan ini! Beraninya dia godain kamu""Diam!" bentak Shaki lantang. Lalu, dengan cepat pria itu pun menyeret wanita tadi ke arah luar, agar tidak semakin membuat gaduh di dalam cafe. "Lepasin! Sialan! Lepasin gue, brengsek! Tunggu ya kau pecun! Nggak bakal gue lepas gitu aja lo! Dasar sampah!" Wanita yang belum Shanum ketahui namanya tadi terus saja memaki sepanjang jalan ketika diseret Shaki keluar ruangan. Menurut kalian apa Shanum akan panik? Resah? Gusar? Atau malah takut? Jawabannya tidak! Karena f
Saking terkejutnya dengan balasan Shanum, Amanda hanya mampu membuka dan menutup mulutnya dengan mata melotot bulat. Ia tak pernah mengira, wanita lemah yang seringnya diam saja saat ditindas, nyatanya mampu membalas sengit dan ... telak!Jika dilihat lagi, kekayaan keluarga Amanda memang jelas jauh di bawah keluarga Shanum. Ah, bahkan sangaaaat jauh. Kekayaan keluarga amanda tidak sampai 25% kekayaan keluarga Setiawan. Hanya saja, selama ini Amanda menang di status saja. Sementara Shanum, sekaya apa pun keluarganya dia hanyalah anak pungut!Mama Rima selalu berpikir, warisan yang akan Amanda terima jelas akan full, karena dia anak kandung. Sementara Shanum, pastinya tidak akan dapat apa-apa karena hanya anak pungut. Makanya, meski kekayaan keluarga Amanda di bawah Shanum. Bagi Mama Rima, Amanda tetap lebih tinggi levelnya dari Shanum."Kamu ... kamu ..." Amanda masih megap-megap di tempatnya. Tak bisa berkata-kata lagi demi membalas Shanum. "Sudah! Cukup!" Akhirnya Mama Rima yang am
Mata Shanum memicing kala melihat sesuatu menyembul dari balik tas kerja Reksa. Ia raih benda itu, ternyata sebuah undangan. Tepatnya undangan sebuah perusahaan yang akan menggelar sebuah jamuan bisnis. Bukan perusahaan Reksa, tapi perusahaan lain yang mungkin adalah relasinya. Di sana tertulis undangan tersebut untuk Reksa dan pasangan. Namun, Shanum tak yakin suaminya itu akan mengajaknya ke acara tersebut.Biasanya memang begitu. Dari dulu juga Reksa jarang mengajaknya ke acara semacam itu. Kecuali kalau urgent sekali, seperti membutuhkan kehadiran Shanum untuk memvalidasi statusnya sebagai menantu Daddy Arjuna. "Kamu nggak akan mengerti obrolan di sana, Num. Jadi dari pada nanti malah bikin malu, lebih baik kamu di rumah saja." Itu alasan Reksa ketika Shanum bertanya alasan pria itu tak selalu membawanya ke acara demikian. Alih-alih membawa Shanum, Reksa malah lebih suka membawa orang lain. Tebak siapa? Ya, siapa lagi kalau bukan Ayu."Ayu itu orang bisnis. Jelas ngajak dia bak
Shanum menyilangkan tangan di dada, sambil salah satu jarinya terus mengetuk lengan atas dengan tempo teratur. Matanya menerawang jauh. Otaknya sibuk memikirkan rencana apa kiranya yang tepat untuk memberi pelajaran pada Reksa dan keluarganya. Apa? Apa yang harus ia lakukan? Tentu mengadu pada Daddy-nya adalah cara yang tepat. Akan tetapi Shanum bingung bagaimana memulainya, juga harus menyiapkan alasan yang tepat dan energi saat nanti disidang Daddy karena baru mengadu sekarang. Daddy pasti kesal karena Shanum sudah menutupi semua lukanya selama ini.Lagi pula, mengadu pada Daddy tentu akan menjadi cara cepat membuat Reksa menderita. Dengan kekuasaan yang Daddy miliki, menghancurkan Reksa sekejap mata bukalah hal yang sulit. Namun, Shanum tak mau itu terjadi. Ia ingin suaminya itu tersiksa secara perlahan-lahan terlebih dahulu. Tring!Sedang sibuk memilih rencana balas dendam yang tepat, ponsel di sebelahnya berbunyi. Shanum meliriknya sekilas, dan melihat nama sang Daddy terpampa