Shanum tahu, sebagian dari kalian pasti mengatainya bodoh, tolol, goblok atau apalah itu. Padahal punya kesempatan mengadu, tapi malah tidak melakukannya, bahkan sengaja menutupi semuanya.
Ya, Shanum akui. Dia memang bodoh. Namun, pernahkah kalian mempunyai prinsif hidup? Nah, sebenarnya itulah yang sedang Shanum lakukan saat ini, yaitu memegang prinsif hidup yang sudah dia pilih.Reksa adalah pilihannya. Pun pernikahan ini. Jadi seburuk dan seperih apa pun yang ia jalani saat ini. Shanum hanya mencoba menerima, karena ini adalah resiko atas pilihannya.Terlebih, Shanum sudah pernah bilang, kan? Dia sudah membuat janji pada Reksa, tak akan pernah meninggalkan pria itu selama dia tidak memukul dan memiliki istri lain. Karenanya, meski sakit, Shanum terpaksa tetap bertahan."Astaga! Kak Reksa ngapain?" Diva tiba-tiba hadir di ambang pintu. "Lepasin! Jangan sakiti Kak Shanum lagi!" Diva bahkan menarik Reksa agar segera menjauh dari Shanum. "Awas, ya, kalau Kak Reksa macam-macam lagi sama Kak Shanum. Diva aduin papa!" ancam gadis itu kemudian. Sekaligus mematahkan tuduhan Reksa di awal pada Shanum."A-apa? Ja-jadi kamu yang ngaduin Kakak ke Papa?" ucap Reksa kaget dan terbata."Iya! Kenapa? Kakak mau marah sama aku?" tantang Diva kemudian.Kali ini Reksa tak menanggapi Diva. Pria itu malah langsung melirik Shanum, dan mungkin saja mulai merasa bersalah, lagi.Kadang Shanum heran pada Reksa. Padahal, mereka sudah menikah selama satu tahun. Akan tetapi, anehnya Reksa tetap saja seperti tak mengenal bagaimana karakter Shanum.Kemarin Reksa melupakan alerginya. Sekarang ...? Ah, lupa. Tentu saja Reksa tak akan perduli pada semua hal tentang Shanum. Karena di mata pria itu kan, tidak ada yang lebih penting dari pada Ayu."Num, ak--"Tok! Tok! Tok!"Selamat Siang!"Reksa baru saja akan buka mulut lagi. Ketukan di pintu diiringi kehadiran Dokter dan perawat. Membuat pria itu mau tak mau menahan diri untuk mengganggu Shanum lagi.Syukurlah ...."Siang Bu Shanum. Bagaimana hari ini. Apa anda merasa lebih baik?" tanya Sang Dokter menghampiri ranjang Shanum.Meski Dokter tak mengusir Diva dan Reksa. Tetapi kedua orang itu memilih pergi akhirnya. Ralat, tepatnya Reksa yang menyeret paksa adiknya keluar ruangan. Mungkin ingin mencecar kembali tentang aduan sang adik."Baik, Dok." Senyum kecil dan sebuah anggukan Shanum berikan pada sang Dokter. "Syukurlah," ucap Dokter Budi, salah satu Dokter Kandungan di rumah sakit ini.Setelah itu, Dokter Budi meminta berkas yang berisikan riwayat medis Shanum. Membacanya sejenak kemudian bersiap melakukan pengecekan berkala.***"Jadi Shanum tidak bisa hamil lagi?!""Ssttt! Pelankan suaranya bisa tidak, sih? Nanti Shanum bangun!" tegur Reksa pada sang ibu yang beberapa menit lalu datang menjenguk Shanum, katanya. "Lagian, aku bilang tadi bukan gak bisa mengandung lagi, Mah. Tapi dia mungkin akan agak susah mengandung lagi setelah ini. Soalnya rahimnya memang lemah. Apalagi setelah keguguran kemarin.""Sama saja!" tukas sang ibu ketus. Wanita paruh baya itu mendengkus kesal seraya melirik Shanum yang kini terbaring lelap di tempat tidurnya.Rima benar-benar merasa hidupnya sial sejak menikahkan Shanum dan Reksa. Bagaimana tidak? Ia yang awalnya sudah bahagia karena akan bisa masuk keluarga Setiawan. Keluarga sultan yang namanya tersohor seantero negeri. Terpaksa menelan pil pahit sejak mengetahui kenyataan tentang status Shanum sebenarnya.Ternyata gadis itu hanya anak angkat keluarga sultan itu! Parahnya, anak itu juga lahir diluar pernikahan. Itu terbukti saat ijab kabul Shanum menggunakan binti ibunya, buka ayahnya. Nahasnya lagi, Rima baru tahu semuanya setelah mendengar kalimat ijab kabul tersebut.Betapa syok-nya Rima mengetahui hal itu. Euforia akan menjadi bagian dari keluarga sultan pun mendadak sirna seketika.Apanya yang anak sultan? Justru Shanum adalah anak haram! Rima pun merasa auto sial tujuh turunan!"Jelas beda dong, Mah. Gak bisa hamil itu, Shanum gak akan pernah bisa memberikan keturunan pada Reksa selamanya. Sedangkan sulit hamil itu, Shanum masih bisa mengandung, tapi butuh waktu yang mungkin agak lama.""Apa bedanya? Tetap saja Mama tidak bisa segera menimang cucu dari kamu. Iya kan?" tukas Mama Rima sengit."Ya terus masalahnya apa? Aku juga gak buru-buru, kok!"Plak!"Jelas ini masalah, Reksa!" geram sang Mama. Setelah memukul gemas lengan putranya. "Mama itu udah tua, Reksa. Harus berapa lama lagi Mama menunggu? Kalau Mama keburu mati, gimana?" imbuhnya kemudian."Mama jangan bilang gitu, dong. Harusnya Mama berdoa supaya tetep sehat dan panjang umur, agar Mama bisa menimang cucu dari Reksa kelak.""Halah kelamaan!" Mama Rima tak ingin mengerti sama sekali. "Mama keburu makin malu sama tetangga dan temen-temen Mama. Kamu tahu, sekarang saja Mama udah gak punya muka nimbrung sama mereka. Mama malu ternyata mantu Mama hanya seorang anak angkat keluarga Setiawan. Udah gitu mandul pula. Kamu benar-benar sial sudah memilih dia!" imbuhnya kejam sekali."Mah! Mama jangan bilang gitu, dong!" tegur Reksa tak terima. "Shanum itu gak mandul, Mah. Dia hanya agak sulit mengandung!" Reksa kembali menjelaskan. "Lagian, meski Shanum hanya anak angkat keluarga Setiawan. Orang tuanya gak pernah membedakan, kok. Kemarin aja, Reksa dapat klien baru berkat rekomendasi dari Daddy Arjuna.""Peduli setan dengan klien baru kamu, Reksa!" Mama Rima kembali menyergah ketus. "Sebaik apa pun mertua kamu. Tetap saja kamu gak akan bisa memiliki sebagian aset mereka.""Mama kok ngomongnya gitu?""Lah, terus? Memang Mama harus ngomongin apa? Dari awal juga, Mama bersedia memberi restu juga, kan, memang karena melihat harta kekayaan keluarga Setiawan? Selain itu, apalagi yang bisa dilihat dari Shanum? Cantik tidak, pintar juga tidak. Cuma bisa jadi beban saja!" terang sang Mama lugas. Kejam sekali."Mah, jangan ngomong gitu, dong. Reksa memilih Shanum bukan semata-mata karena hartanya, kok. Tapi juga karena Reksa beneran cinta sama Shanum!""Halah!" Mama Rima tetap tak percaya. "Bulshit banget omongan kamu. Kayak cinta bisa bikin kenyang saja.""Tapi--""Heh, kalau benar kamu beneran cinta sama Shanum apa adanya, lalu apa artinya kedekatan kamu dengan Ayu, hah?" sela Mama Rima cepat. "Kamu kira Mama gak tahu, selama ini kamu sering mengabaikan Shanum demi Ayu?" imbuhnya lagi."Loh, itukan karena Reksa sudah janji sama orang tuanya Ayu sebelum meninggal. Reksa akan selalu menjaga dan melindungi Ayu sampai kapan pun!" bantah Reksa tegas."Kalau begitu kenapa tidak sekalian saja kamu nikahin Ayu? Bukankah dengan pernikahan, kamu akan lebih bebas dan berhak menjaga Ayu?""Ya gak gitu juga, Mah. Reksa--""Tapi Mama setuju, kok, kalau kamu sama Ayu!" sela Mama Rima cepat dengan mata yang tiba-tiba berbinar. "Warisan orang tua Ayu juga kan banyak. Dia juga anak tunggal. Jadi, kalau kamu menikah dengan Ayu. Semua itu akan otomatis jatuh ke tangan kamu sebagai suaminya. Hidup kita akan semakin makmur jadinya, kan?"Reksa menggeleng lelah mendengar ucapan sang ibu. Wanita paruh baya yang melahirkannya ke dunia ini memang terobsesi jadi sultan. Agar bisa bergaya sosialita sepuasnya."Lebih dari itu. Yang terpenting itu Ayu juga subur. Tidak mandul seperti istrimu itu. Jadi, Mama bisa segera menimang cucu.""Mah--""Memang kamu sendiri gak mupeng liat semua temen seangkatan kamu sudah punya anak semua?" pangkas Mama Rima cepat, seolah tak membiarkan Reksa membela diri.Meski begitu Reksa akhirnya terdiam juga mendengar kalimat terakhir sang Mama. Karena dalam hati sebenarnya ia pun sangat ingin segera menjadi ayah. Namun, apa daya. Istrinya ternyata memiliki rahim yang lemah. Selain bersabar, bisa apa Reksa jadinya."Tapi Reksa cintanya sama Shanum, Mah," desah Reksa bingung."Ck, Reksa, Reksa. Udah begini pun masih aja keras kepala." Mama Rima kembali kesal. "Sudahlah. Kamu memang gak sayang Mama sepertinya. Tega banget bikin Mama menua dengan sepi.""Eh, Mama mau ke mana?" sergah Reksa saat melihat sang ibu beranjak pergi."Pulanglah. Ngapain lagi? Ngomong sama kamu cuma bikin Mama makin sedih aja." Mama Rima mulai merajuk."Yah, yah, kok, gitu, sih? Mah? Mama? Tunggu dong!" Reksa jadi merasa bersalah.Setelah itu hening tercipta. Karena kedua orang yang tadi berdebat seru pun sudah pergi. Saking serunya debatan itu, mereka sampai tak menyadari jika sebenarnya Shanum tidak benar-benar tidur tadi.Sebenarnya enggan sekali untuk Shanum kembali ke rumah keluarga Reksa, setelah akhirnya diperbolehkan keluar dari Rumah sakit. Namun, akan kemana lagi ia jika bukan ke rumah itu. Di kota ini Shanum tidak punya siapa pun selain suami dan keluarganya. Kebodohan Shanum lainnya yang baru ia sesali akhir-akhir ini. Ya, ia memang sebodoh itu. Nekad hidup jauh dari keluarga dan sanak saudara. Hanya demi bisa hidup dengan sang pujaan hati. Tak pernah sekalipun ia memikirkan hal buruk pada rumah tangganya, yang akan membuatnya membutuhkan sandaran lain selain sang suami. Tidak, Shanum tidak berniat kekanakan dan ingin kabur-kaburan jika ada masalah dalam rumah tangganya. Hanya saja, memang kadang kita butuh orang lain untuk sekedar berbagi dan mencari solusi untuk segala pelik yang tak bisa kita pikirkan sendiri. Memang curhat dan membagi aib keluarga sendiri itu tidak boleh. Namun, kalau memang tak sanggup memikirkannya sendiri. Tidak ada salahnya bertanya pada yang lebih paham, kan? Selain
*Happy Reading*"Kamu ... menjual perhiasan?" beo Reksa terkejut. "Kenapa?" tanyanya kemudian penasaran.Shanum tersenyum mencemooh di tempatnya. "Kamu kira, memang dari mana aku bisa menambal semua bolong biaya keluarga ini, kalau bukan dari hasil jual perhiasan.""Tapi ... kenapa bisa begitu? Bukannya biaya rumah ini masih dibantu Papa dan Kak Rendi. Kita udah sepakat untuk hal itu. Papa untuk biaya dapur. Listrik dan air dari Kak Rendy." Reksa masih tak bisa percaya begitu saja. Shanum menaikan bahu acuh seraya meraih bukunya sendiri. "Untuk hal itu. Kamu tanya kan saja pada orang-orang yang bersangkutan," ucap Shanum ambigu.Reksa terdiam lagi. Menatap Shanum lekat seolah mencari tanda kebohongan dari wanita itu. Namun, dari gestur dan rona wajahnya. Jelas tidak ada resah dan kepanikan yang biasanya bisa dilihat dari seseorang yang tengah berbohong. Itu berarti. Shanum jujur. Istrinya tidak sedang berbohong atau apalah itu. Akan tetapi, kenapa bisa begini? Siapa yang harus Reksa
Brak!"Cukup, Shanum!" seru Reksa tiba-tiba setelah sebelumnya menggebrak meja keras sekali. Membuat yang ada di sana terkesiap kaget. Hati Reksa kesal luar biasa. Lagi-lagi Shanum sembarangan menuduh sang ibu. Apa sih maunya Shanum itu? Kenapa tiba-tiba berubah jadi durhaka begini. Tepatnya sejak keluar dari rumah sakit, Shanum mulai berubah menjadi orang yang tak Reksa kenali lagi. Ada apa dengan istrinya itu?"Kenapa marah? Aku kan hanya bicara fakta. Dan faktanya memang sejak menikah, ATM gaji aku di ambil ibumu.""Itu tidak--""Tanyakan saja pada ibumu kebenarannya," sahut Shanum santai seraya melirik Mama Rima. Yang dilirik terlihat mulai gusar. Apalagi ketika semua orang yang ada di sana turut menatapnya penuh tanya. Mama Rima semakin blingsatan. "Ma--""Itu tidak benar!" bantah Mama Rima cepat, saat Diva baru saja ingin buka suara. "Kamu jangan sembarangan nuduh Mama, Ya? Mana ada Mama ambil ATM kamu!" Mama Rima menegaskan. Namun, berbeda dengan suara lantangnya. Wajahnya me
*Happy Reading*Brak!Jika beberapa saat lalu Reksa yang menggebrak meja. Kali ini giliran Papa Hendra, mertua laki-laki Shanum yang melakukannya. Gebrakannya lebih kencang hingga membuat kami semua terlonjak kaget. "Keterlaluan kamu, Ma! Maksud kamu apa melakukan itu pada Shanum?!" hardik Papa Hendra keras, mendelik marah pada Mama Rima. Yang punya nama terlihat menelan saliva kelat di tempatnya. Namun, setelahnya bersikap seolah tak melakukan kesalahan apa pun. "Memang kenapa? Wajar kan kalau Mama menyita ATM Shanum? Bagaimana pun, dia numpang dan ikut makan juga di sini. Dan ayolah, Pah. Hari gini mana ada sih yang gratis. Semuanya ada harganya."Lihatlah sifat terpuji Mama mertua Shanum. Benar-benar seperti tak punya urat malu lagi. Numpang, katanya? Oh, gosh! Apa Mama Rima lupa kalau Reksa lah yang selama ini membayar cicilan rumah yang mereka tempati. Itu berarti, secara tak langsung rumah itu milik Reksa, kan? Dan Reksa adalah suami Shanum. Jadi, siapa yang menumpang?Papa H
*Happy Reading*"Tunggu!"Langkah Shanum sontak terhenti kala mendengar seruan barusan. Kepala Shanum refleks berputar ke sumber suara dan menemukan Mama Rima tengah tergopoh menghampirinya. "Kamu mau ngapain, Shanum?" tanya Mama Rima kemudian melirik benda yang ada di tangan Shanum. Pertanyaan bodoh macam apa itu. Jelas-jelas Shanum sedang memegang gelas bersih, tentunya dia ingin minum air. Kenapa malah bertanya? Harus banget apa Shanum jelaskan."Mau minum." Namun, Shanum sedang tidak ingin berdebat. Karenanya, dia menjawab seadanya pertanyaan Mama Rima. "Oh ... mau minum," gumam Mama Rima. "Mau berapa gelas? Satu, dua, atau tiga?"Kerutan di dahi Shanum semakin dalam mendengar pertanyaan lanjutan ibu mertuanya ini. Maksudnya apa bertanya begini? Memang kenapa kalau Shanum mau minim berapa gelas? Mau minum segalon pun, bukan urusan mama mertuanya, kan?"Kenapa memang?" Shanum bertanya balik. "Jawab aja, kamu mau minum berapa gelas?" Mama Rima bersikukuh. "Segelas, mungkin," ja
Niat hati keluar rumah karena ingin menghindar dari pertengkaran dengan Mama Rima, demi kesehatan mentalnya dan kewarasan jiwa. Siapa sangka, ternyata di sini pun, mental Shanum tetap di uji. Bagaimana tidak? Saat Shanum sedang menunggui cucian yang tengah berputar di mesin cuci. Matanya tak sengaja menyaksikan keromantisan yang tengah tercipta antara Reksa dan Ayu."Kenapa sekarang dunia mendadak sempit, sih?" Shanum bermonolog dengan desahan lelah.Entah ini suatu kebetulan atau memang sudah jalan dari Tuhan. Tempat laundry yang Shanum kunjungi memang berada di sebrang sebuah cafe yang tengah hits saat ini. Dan di sanalah, Shanum melihat keberadaan Reksa dan Ayu yang sedang makan siang dengan kedekatan yang janggal untuk ukuran sebuah hubungan yang di sebut 'sepupu'. Terlalu intim. Bahkan, alih-alih sepupu, mereka lebih cocok di sebut pasangan yang tengah kasmaran.Kenapa begitu? Lihat saja, makan aja harus suap-suapan begitu. Belum lagi tangan Reksa juga tak canggung mengusap, men
"Lagi ngapain kamu di sini?" Ternyata bukan hanya Shanum yang melihat keberadaan Reksa. Akhirnya pria itu pun melihat Shanum di tempat laundry. Bedanya, Reksa baru melihat kala akan pulang, itu pun tak sengaja. Shanum kira, Reksa tak akan perduli padanya dan akan langsung pergi sama Ayu. Namun, siapa sangka ternyata pria itu malah menghampiri. "Menurut kamu, orang kalau ke tempat laundry itu ngapain? Mancing?" sahut Shanum datar, terkesan malas. Lagi pula pertanyaannya memang konyol, kan?Mendengar sahutan Shanum, Reksa terlihat tak suka. Semakin hari, istrinya ini memang semakin menyebalkan. Acuh, abai, dan kalau jawan suka seenaknya. Membuat Reksa kesal saja. "Kamu laundry pakaian? Kenapa? Kan di rumah juga ada mesin cuci?" Reksa bertanya heran."Memang ada. Tapi biaya cucinya di sana mahal. Lebih murah di sini," jawaban Shanum tetap datar."Maksudnya?" Bukannya menjelaskan, Shanum malah mengangkat bahunya. Lalu kembali fokus pada majalah yang sedang ia baca sebelumnya. "Num--"
"DASAR JALANG! NGGAK TAHU DIRI! NGGAK TAHU MALU! BERANI-BERANINYA LO GODAIN PACAR GUE!"Grep!Shaki langsung menangkap tubuh wanita tadi, saat dengan langkah cepat menyerbu dan hendak menyerang Shanum. "Lepasin! Lepasin gue brengsek!" Tentu saja wanita itu meronta. Dia bergerak-gerak liar, mencoba melepaskan diri dari kuncian Shaki. Namun, tidak berhasil. Bagaimana pun sebagai seorang pria Shaki tentu lebih menang di tenaga."Lepasin! Lepasin Shaki! Biar aku kasih pelajaran jalang murahan ini! Beraninya dia godain kamu""Diam!" bentak Shaki lantang. Lalu, dengan cepat pria itu pun menyeret wanita tadi ke arah luar, agar tidak semakin membuat gaduh di dalam cafe. "Lepasin! Sialan! Lepasin gue, brengsek! Tunggu ya kau pecun! Nggak bakal gue lepas gitu aja lo! Dasar sampah!" Wanita yang belum Shanum ketahui namanya tadi terus saja memaki sepanjang jalan ketika diseret Shaki keluar ruangan. Menurut kalian apa Shanum akan panik? Resah? Gusar? Atau malah takut? Jawabannya tidak! Karena f