Share

Bab 5

Shanum tahu, sebagian dari kalian pasti mengatainya bodoh, tolol, goblok atau apalah itu. Padahal punya kesempatan mengadu, tapi malah tidak melakukannya, bahkan sengaja menutupi semuanya.

Ya, Shanum akui. Dia memang bodoh. Namun, pernahkah kalian mempunyai prinsif hidup? Nah, sebenarnya itulah yang sedang Shanum lakukan saat ini, yaitu memegang prinsif hidup yang sudah dia pilih.

Reksa adalah pilihannya. Pun pernikahan ini. Jadi seburuk dan seperih apa pun yang ia jalani saat ini. Shanum hanya mencoba menerima, karena ini adalah resiko atas pilihannya.

Terlebih, Shanum sudah pernah bilang, kan? Dia sudah membuat janji pada Reksa, tak akan pernah meninggalkan pria itu selama dia tidak memukul dan memiliki istri lain. Karenanya, meski sakit, Shanum terpaksa tetap bertahan.

"Astaga! Kak Reksa ngapain?" Diva tiba-tiba hadir di ambang pintu. "Lepasin! Jangan sakiti Kak Shanum lagi!" Diva bahkan menarik Reksa agar segera menjauh dari Shanum. "Awas, ya, kalau Kak Reksa macam-macam lagi sama Kak Shanum. Diva aduin papa!" ancam gadis itu kemudian. Sekaligus mematahkan tuduhan Reksa di awal pada Shanum.

"A-apa? Ja-jadi kamu yang ngaduin Kakak ke Papa?" ucap Reksa kaget dan terbata.

"Iya! Kenapa? Kakak mau marah sama aku?" tantang Diva kemudian.

Kali ini Reksa tak menanggapi Diva. Pria itu malah langsung melirik Shanum, dan mungkin saja mulai merasa bersalah, lagi.

Kadang Shanum heran pada Reksa. Padahal, mereka sudah menikah selama satu tahun. Akan tetapi, anehnya Reksa tetap saja seperti tak mengenal bagaimana karakter Shanum.

Kemarin Reksa melupakan alerginya. Sekarang ...? Ah, lupa. Tentu saja Reksa tak akan perduli pada semua hal tentang Shanum. Karena di mata pria itu kan, tidak ada yang lebih penting dari pada Ayu.

"Num, ak--"

Tok! Tok! Tok!

"Selamat Siang!"

Reksa baru saja akan buka mulut lagi. Ketukan di pintu diiringi kehadiran Dokter dan perawat. Membuat pria itu mau tak mau menahan diri untuk mengganggu Shanum lagi.

Syukurlah ....

"Siang Bu Shanum. Bagaimana hari ini. Apa anda merasa lebih baik?" tanya Sang Dokter menghampiri ranjang Shanum.

Meski Dokter tak mengusir Diva dan Reksa. Tetapi kedua orang itu memilih pergi akhirnya. Ralat, tepatnya Reksa yang menyeret paksa adiknya keluar ruangan. Mungkin ingin mencecar kembali tentang aduan sang adik.

"Baik, Dok." Senyum kecil dan sebuah anggukan Shanum berikan pada sang Dokter. 

"Syukurlah," ucap Dokter Budi, salah satu Dokter Kandungan di rumah sakit ini.

Setelah itu, Dokter Budi meminta berkas yang berisikan riwayat medis Shanum. Membacanya sejenak kemudian bersiap melakukan pengecekan berkala.

***

"Jadi Shanum tidak bisa hamil lagi?!"

"Ssttt! Pelankan suaranya bisa tidak, sih? Nanti Shanum bangun!" tegur Reksa pada sang ibu yang beberapa menit lalu datang menjenguk Shanum, katanya. "Lagian, aku bilang tadi bukan gak bisa mengandung lagi, Mah. Tapi dia mungkin akan agak susah mengandung lagi setelah ini. Soalnya rahimnya memang lemah. Apalagi setelah keguguran kemarin."

"Sama saja!" tukas sang ibu ketus. Wanita paruh baya itu mendengkus kesal seraya melirik Shanum yang kini terbaring lelap di tempat tidurnya.

Rima benar-benar merasa hidupnya sial sejak menikahkan Shanum dan Reksa. Bagaimana tidak? Ia yang awalnya sudah bahagia karena akan bisa masuk keluarga Setiawan. Keluarga sultan yang namanya tersohor seantero negeri. Terpaksa menelan pil pahit sejak mengetahui kenyataan tentang status Shanum sebenarnya.

Ternyata gadis itu hanya anak angkat keluarga sultan itu! Parahnya, anak itu juga lahir diluar pernikahan. Itu terbukti saat ijab kabul Shanum menggunakan binti ibunya, buka  ayahnya. Nahasnya lagi, Rima baru tahu semuanya setelah mendengar kalimat ijab kabul tersebut.

Betapa syok-nya Rima mengetahui hal itu. Euforia akan menjadi bagian dari keluarga sultan pun mendadak sirna seketika.

Apanya yang anak sultan? Justru Shanum adalah anak haram! Rima pun merasa auto sial tujuh turunan!

"Jelas beda dong, Mah. Gak bisa hamil itu, Shanum gak akan pernah bisa memberikan keturunan pada Reksa selamanya. Sedangkan sulit hamil itu, Shanum masih bisa mengandung, tapi butuh waktu yang mungkin agak lama."

"Apa bedanya? Tetap saja Mama tidak bisa segera menimang cucu dari kamu. Iya kan?" tukas Mama Rima sengit.

"Ya terus masalahnya apa? Aku juga gak buru-buru, kok!"

Plak!

"Jelas ini masalah, Reksa!" geram sang Mama. Setelah memukul gemas lengan putranya. "Mama itu udah tua, Reksa. Harus berapa lama lagi Mama menunggu? Kalau Mama keburu mati, gimana?" imbuhnya kemudian.

"Mama jangan bilang gitu, dong. Harusnya Mama berdoa supaya tetep sehat dan panjang umur, agar Mama bisa menimang cucu dari Reksa kelak."

"Halah kelamaan!" Mama Rima tak ingin mengerti sama sekali. "Mama keburu makin malu sama tetangga dan temen-temen Mama. Kamu tahu, sekarang saja Mama udah gak punya muka nimbrung sama mereka. Mama malu ternyata mantu Mama hanya seorang anak angkat keluarga Setiawan. Udah gitu mandul pula. Kamu benar-benar sial sudah memilih dia!" imbuhnya kejam sekali.

"Mah! Mama jangan bilang gitu, dong!" tegur Reksa tak terima. "Shanum itu gak mandul, Mah. Dia hanya agak sulit mengandung!" Reksa kembali menjelaskan. "Lagian, meski Shanum hanya anak angkat keluarga Setiawan. Orang tuanya gak pernah membedakan, kok. Kemarin aja, Reksa dapat klien baru berkat rekomendasi dari Daddy Arjuna."

"Peduli setan dengan klien baru kamu, Reksa!" Mama Rima kembali menyergah ketus. "Sebaik apa pun mertua kamu. Tetap saja kamu gak akan bisa memiliki sebagian aset mereka."

"Mama kok ngomongnya gitu?"

"Lah, terus? Memang Mama harus ngomongin apa? Dari awal juga, Mama bersedia memberi restu juga, kan, memang karena melihat harta kekayaan keluarga Setiawan? Selain itu, apalagi yang bisa dilihat dari Shanum? Cantik tidak, pintar juga tidak. Cuma bisa jadi beban saja!" terang sang Mama lugas. Kejam sekali.

"Mah, jangan ngomong gitu, dong. Reksa memilih Shanum bukan semata-mata karena hartanya, kok. Tapi juga karena Reksa beneran cinta sama Shanum!"

"Halah!" Mama Rima tetap tak percaya. "Bulshit banget omongan kamu. Kayak cinta bisa bikin kenyang saja."

"Tapi--"

"Heh, kalau benar kamu beneran cinta sama Shanum apa adanya, lalu apa artinya kedekatan kamu dengan Ayu, hah?" sela Mama Rima cepat. "Kamu kira Mama gak tahu, selama ini kamu sering mengabaikan Shanum demi Ayu?" imbuhnya lagi.

"Loh, itukan karena Reksa sudah janji sama orang tuanya Ayu sebelum meninggal. Reksa akan selalu menjaga dan melindungi Ayu sampai kapan pun!" bantah Reksa tegas.

"Kalau begitu kenapa tidak sekalian saja kamu nikahin Ayu? Bukankah dengan pernikahan, kamu akan lebih bebas dan berhak menjaga Ayu?"

"Ya gak gitu juga, Mah. Reksa--"

"Tapi Mama setuju, kok, kalau kamu sama Ayu!" sela Mama Rima cepat dengan mata yang tiba-tiba berbinar. "Warisan orang tua Ayu juga kan banyak. Dia juga anak tunggal. Jadi, kalau kamu menikah dengan Ayu. Semua itu akan otomatis jatuh ke tangan kamu sebagai suaminya. Hidup kita akan semakin makmur jadinya, kan?"

Reksa menggeleng lelah mendengar ucapan sang ibu. Wanita paruh baya yang melahirkannya ke dunia ini memang terobsesi jadi sultan. Agar bisa bergaya sosialita sepuasnya.

"Lebih dari itu. Yang terpenting itu Ayu juga subur. Tidak mandul seperti istrimu itu. Jadi, Mama bisa segera menimang cucu."

"Mah--"

"Memang kamu sendiri gak mupeng liat semua temen seangkatan kamu sudah punya anak semua?" pangkas Mama Rima cepat, seolah tak membiarkan Reksa membela diri.

Meski begitu Reksa akhirnya terdiam juga mendengar kalimat terakhir sang Mama. Karena dalam hati sebenarnya ia pun sangat ingin segera menjadi ayah. Namun, apa daya. Istrinya ternyata memiliki rahim yang lemah. Selain bersabar, bisa apa Reksa jadinya.

"Tapi Reksa cintanya sama Shanum, Mah," desah Reksa bingung.

"Ck, Reksa, Reksa. Udah begini pun masih aja keras kepala." Mama Rima kembali kesal. "Sudahlah. Kamu memang gak sayang Mama sepertinya. Tega banget bikin Mama menua dengan sepi."

"Eh, Mama mau ke mana?" sergah Reksa saat melihat sang ibu beranjak pergi.

"Pulanglah. Ngapain lagi? Ngomong sama kamu cuma bikin Mama makin sedih aja." Mama Rima mulai merajuk.

"Yah, yah, kok, gitu, sih? Mah? Mama? Tunggu dong!" Reksa jadi merasa bersalah.

Setelah itu hening tercipta. Karena kedua orang yang tadi berdebat seru pun sudah pergi. Saking serunya debatan itu, mereka sampai tak menyadari jika sebenarnya Shanum tidak benar-benar tidur tadi.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Sabar,Shanum.....hadapi semua cobaan dengan hati lapang Shanum,kau bisa hamil,namun butuh waktu....Kamu tidak mandul
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
ujian lagi untuk shanum, sabar shanum km wanita yg kuat
goodnovel comment avatar
Sindy Septi
yg sabar ya kamu num punya mertua toxic kaya mama rima
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status