Beberapa hari telah berlalu. Namun tak sedikit pun Shanum melihat upaya Reksa memperbaiki hubungan mereka. Alih-alih membujuk, pria itu justru malah semakin mendiamkan Shanum. Sungguh, sikap Reksa seperti anak kecil yang sedang merajuk karena tak mendapatkan mainan yang diinginkan. Minta dibujuk dan ... ah, pokoknya sangat kekanakan. Membuat Shanum tak habis pikir dan gemas sendiri. Udah ketahuan salah masih saja keras kepala. Merasa si paling jadi korban. Mau heran, tapi ya memang itulah Reksa. Bocah labil yang terjebak dalam tubuh orang dewasa.Shanum tidak tahu kenapa Reksa masih seegois itu. Mungkin, karena tak ada yang berubah dalam pekerjaannya sejak malam itu. Maksudnya, Hardikusuma group tak membatalkan kerja sama mereka dan tetap lanjut sampai saat ini. Makanya, pria itu mengira semuanya masih baik-baik saja. Mungkin jika kejadiannya sebaliknya. Pria itu baru akan gusar."Sa, lusa kamu gajian, kan? Kita jalan-jalan, yuk! Udah lama loh kita nggak jalan-jalan." Mama Rima ber
Cukup lama Reyn diam dan menatap lekat Shanum tepat pada netranya. Seperti tengah mencoba menggali sesuatu dari binar mata yang tak secerah biasanya. Namun pada akhirnya, pria itu pun memberi anggukan.Reyn tidak butuh penjelasan panjang lebar. Dari sorot mata dan permintaan Shanum saja, ia seperti sudah bisa menebak garis besar masalah sulung keluarga Setiawan, yang sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri ini.Dugaannya benar, kan? Ini bukan sekedar masalah kartu kredit saja. "Baiklah. Aku akan melakukannya," ucapnya tanpa beban. Permintaan Shanum bukanlah sesuatu yang sulit. Apalagi untuknya yang sudah biasa berkecimpung dalam hal retas meretas. Hanya menghapus beberapa photo saja bukanlah masalah besar untuknya. Apalagi, akun yang akan diretas milik Arjuna yang memang dibawah perlindungan perusahaannya dan bukan tipe perduli pada media sosial. Punya juga hanya untuk bisnis semata. Jadi ya ... gampang saja. Arjuna juga pasti nggak akan curiga. "Terima kasih, Reyn."Reyn mengang
Shanum tersenyum puas ketika melihat tidak adanya lagi photo Reksa di halaman media sosial Daddy dan Bundanya. Dengan begini, jika Reksa masih menjual statusnya demi menggaet klien, dia hanya akan dikira membual saja. Meski di media sosial masih ada photo-photo itu. Tetapi, dengan tidak adanya di akun Daddy dan bunda. Photo di tempat Reksa pasti hanya di anggap editan semata. Lagipula, terlalu beresiko jika Shanum turut menghapus photo-photo itu di akun media sosial Reksa. Karena meski Reksa bukan tipe pria yang rutin membuat postingan, tapi pria itu biasanya tetap mengecek media sosialnya hanya untuk membalas DM yang datang atau mengecek followernya. Reksa akan cepat curiga jika menemukan photo Daddy dan Bunda tiba-tiba menghilang. Hal itu akan membuat rencana Shanum gampang terendus. Jadi, biarlah photo itu tetap di media sosial Reksa. Penting di Media sosial orang tua Shanum sudah tidak ada.Sementara untuk akun media sosial Shanum sendiri, tak perlu dipikirkan. Karena Reksa send
Sebagai seorang anak angkat, sebenarnya Shanum itu tak begitu miris nasibnya. Dia punya aset dan usaha sendiri selama ini. Baik itu dari pemberian orang tuanya, atau dari hasil kerja kerasnya sedari sekolah. Menjadi anak dari seorang pebisnis membuat Shanum terbiasa dengan pembahasan soal bisnis dan bertemu dengan para penerus-penerusnya. Tentu saja, hal itu membuat mereka mengikuti apa pun tentang berita bisnis agar tidak saat mengobrol bisa nyambung. Dari obrolan, berlanjut pada pembahasan rencana usaha dan berakhir pada kerjasama yang terlahir.Shanum bahkan sudah punya usahanya sendiri sejak di bangku menengah pertama kelas 2. Dari awalnya iseng bantu jualan teman, menyewa toko untuk tempat usaha, menerima jasa titip barang jualan atau istilah kerennya jadi reseller, hingga kini punya beberapa supermarket yang tersebar di beberapa kota.Shanum juga punya cafe hasil kerja samanya dengan Ammar yang bertema kan library cafe. Punya butik dan toko aksesoris yang kerja sama dengan Sell
"Apa yang kakak butuhkan agar bisa lepas dari pria brengsek itu?""Aku butuh bukti tentang kesalahan fatal yang dilakukan Mas Reksa. Agar dia tak bisa berkutik ketika ku beberkan semua. Aku menunggu Reksa membuat kesalahan fatal yang sefatal-fatalnya. Agar aku juga bisa move on jalur ilfeel."Reyn mengangguk satu kali. "Aku faham."Setelahnya, pria jiplakan Raid Anderson itu pun pergi begitu saja. Meninggalkan Shanum dengan kepala di penuhi beberapa pertanyaan. Apa maksudnya itu? Faham apa? Faham dengan kondisi Shanum dan membantu merahasiakan semua dari keluarganya? Atau ... Faham dan akan membantu Shanum mencari bukti? Ah, Reyn memang kadang nggak jelas. Akhirnya, karena tak ingin pusing sendiri memikirkan keanehan Reyn. Shanum pun mencoba abai dan memulai pekerjaannya yang lumayan padat hari ini. Banyak naskah yang harus ia cek dan edit sebelum naik cetak.***"Wah, makan besar nih kayaknya kita malam ini? Mana enak-enak lagi kelihatannya. Mama lagi menang arisan, ya?" seru si bu
"Udah, Ma. Nggak usah sedih. Besok kita bales dia. Kita makan di restaurant lebih mahal." Amanda melirik sinis ke arah Shanum, yang baru saja sedang mencuci piring. Seperti biasa, masih hanya bekas pakainya saja. Wanita yang tengah disindir itu menulikan diri. Tak memberikan tanggapan apa pun pada ucapan Amanda yang masih berada di meja makan bersama ibu mertua. Sementara Papa, Diva, dan Rendy sudah pergi kembali ke kamar setelah kenyang."Uang dari mana, Man? Papa sama Reksa bisa ngamuk kalau Mama beli makanan mahal lagi," keluh Mama Mertua. "Bisa nombok nanti akhir bulan," bisik Mama Rima di akhir kalimat. "Mama tenang aja. Besok Manda aja yang teraktir," tukas Amanda sombong. "Beneran, Man?" Mama Rima langsung berbinar senang. "Bener, dong. Manda kan juga kerja buat keluarga ini. Khususnya Mama. Soalnya Mama udah Manda anggap kayak Mama Manda sendiri. Sesayang itu loh Manda sama Mama.""Ah, Manda! Kamu emang menantu terbaik Mama." Mama Rima langsung memeluk istri dari putra sul
Dua kasir di depannya saling lirik. Antara bingung dan juga kesal, mungkin, dengan sikap arogan Amanda itu. Kalau nyatanya kartu tidak bisa digunakan, kenapa ngeyel banget, sih? Tinggal ganti aja, apa susahnya, coba?"Mbak, Bill." Tiba-tiba seorang customer lain menghampiri. Hal itu pun tak di sia-siakan sang kasir. Kebetulan si bapak tadi sudah memegang kartu kredit di tangannya sebagai alat pembayaran. "Baiklah, bagaimana kalau begini saja, Mbak. Kita akan coba dengan tagihan bapak ini lebih dulu. Okeh?" Kasir tersebut menunjuk sopan pria yang baru datang tadi dengan sopan. "Maksudnya, kalian mau mengacuhkan saya, begitu?" Amanda terlihat tak terima. 'Enak saja main selak.' Mungkin itulah yang Amanda pikirkan saat ini."Mohon maaf sebelumnya. Bukan mengacuhkan Mbaknya. Tapi bukankah Mbaknya juga butuh bukti mesin edc kita ini tengah bermasalah atau tidak? Maka dari itu, ada baiknya dicoba dengan kartu lain. Dan karena Mbaknya belum mau ganti kartu lain, maka mungkin kita bisa me
Amanda kira, kesialannya hari ini hanya sampai di restauran saja. Siapa sangka ternyata masih ada lanjutannya. Ia yang memang ikut pulang mengantar sang mertua sekalian ambil berkas yang ketinggalan, dikejutkan dengan kedatangan para pria berseragam coklat khas penggiat hukum."Nah, itu Nyonya Amanda sudah pulang," ucap si mbok di rumah ketika melihat salah satu nyonya rumahnya turun dari mobil. "Ada apa?" Amanda bertanya tanpa rasa curiga, seraya mendekat ke arah dua orang polisi dan pembantu rumahnya yang tengah berkumpul di ambang pintu utama."Ini, Nya. Katanya bapak-bapak ini mencari Nyonya Amanda," beritahu si mbok ramah. "Nyari saya? Mau ngapain?" Belum ada sedikit pun rasa curiga dalam diri Amanda. Nada suaranya saja masih terdengar congkak di sertai tatapan sinis ke arah dua orang oknum kepolisian tesebut."Benar anda yang bernama Amanda Rosalia?" Salah satu dari polisi tersebut bertanya. "Iya, benar. Saya Amanda Rosalia. Ada apa ya, bapak-bapak mencari saya?""Begini, Bu.
"Tidak, Dad. Itu tidak mungkin!" Reksa bersikukuh membantah. "Shanum sangat mecintaiku, dia tidak mungkin menceraikanku."Arjuna mendengkus guyon mendengar kepercayaan diri Reksa yang terlampai luber. Nampaknya, Shanum terlalu memanjakan pria ini, hingga sangat yakin jika putrinya tak akan bisa hidup tanpanya."Sudah kubilang, Shanum sudah tidak mencintaimu.""Itu tidak mungkin!""Terserah kau mau percaya atau tidak. Faktanya, Shanum memang akan menceraikanmu."Reksa menggeleng cepat. Tetap tak ingin percaya apa pun ucapan Arjuna. Dia masih sangat yakin jika Shanum masih mencintainya. "Daddy tidak usah berbohong lagi. Sampai kapan pun aku tak percaya jika Shanum akan menceraikanku. Apalagi saat ini aku tahu dia sedang mengandung bayiku!" ungkap Reksa dengan pongah. Arjuna dan Frans tertegun beberapa saat. Agak kaget tentang fakta barusan. Dari mana Reksa tau tentang kehamilan Shanum. Bukannya, Shanum sendiri katanya masih merahasiakan hal ini dari Reksa. "Memang kenapa kalau dia se
"Itu ... uhm ..." Reksa menggaruk tengkuknya kikuk. Bingung harus menjawab bagaimana pertanyaan Pak Rahmat.Lagian ngapain sih nanyain perusahaan dia juga. Kepo banget!"Kenapa diam, Pak? Bapak nggak punya perusahaan, ya?""Punya!" jawab Reksa cepat. Lebih cepat malah dari yang ia kira sendiri. Tetapi ya, gimana? Reksa tengsin juga kalau ketahuan tak punya apa-apa."Wah, hebat. Masih muda sudah punya perusahaan sendiri, ya?" Pak Rahmat memuji dengan tulus. "Pasti perusahaannya gede juga ya, Pak. Secara mertua bapak aja perusahaannya sampe ke luar negeri. Pasti nyari mantunya juga yang sama. Iya kan, Pak?""Iya, dong. Kalau nggak sama levelnya mana mau mertua saya milih saya."Entah siapa yang sedang Reksa bohongi? Pak Rahmat atau dirinya sendiri. Faktanya, dia tahu hal itu tapi seolah menutup mata. Merasa selevel dan yakin memiliki Shanum padahal bukan siapa-siapa. Apa ... mungkin karena Shanum hanya anak pungut. Makanya Reksa percaya diri menyamakan levelnya dengan seorang Arjuna?"
Reksa turun dari pesawat dengan hati yang ringan. Senyumnya tak pudar sepanjang perjalanan. Sesekali ia bersiul dan terkikik senang kala membayangkan hidupnya yang sebentar lagi kembali indah. Bahkan, akan semakin indah sebab ia akan memiliki perusahaan sendiri. Ugh ... jadi nggak sabar pamer di medsos. Pasti followernya akan naik drastis dan ia akan menjadi incaran wanita-wanita cantik nan seksi setelah ini. Dalam taksi pun, senyum Reksa terkembang lebar sekali. Sang sopir sampai ngeri sendiri melihat penumpangnya senyum-senyum sendiri sedari tadi."Orang waras bukan, sih?" batin Sang sopir. "Tapi ... ah masa iya. Pakaiannya bagus begitu, kok. Mahal juga kelihatannya. Masa nggak waras?" Sopir tersebut terus meyakinkan dirinya, berharap dugaannya salah dan memang yang ia angkut adalah orang waras. Bukan orang gila yang lepas dari RSJ. Kalau orang gila, bisa amsyong deh'. Mana ia lagi dikejar setoran hari ini. Dari pagi sulit mendapatkan penumpang soalnya, masa sekalinya dapet malah
Home sweet home. Senyaman apa pun di luar sana, bagi seorang anak, rumah tetaplah yang paling dirindukan. Apalagi jika punya keluarga yang hangat dan saling mendukung. Pasti ke mana pun melangkah, pulang ke rumah adalah hal yang paling di nantikan. Begitu pula yang Shanum rasakan.Sebenarnya, sempat ada rasa takut dalam hatinya ketika sang Daddy mengajak pulang. Takut diomelin bunda, takut di sinisin saudara, takut di tertawakan semua orang akibat dulu terlalu keras kepala dan percaya diri memilih Reksa. Juga ... takut omongan Mama Rima jadi kenyataan. "Jangankan anak pungut macam kamu. Anak kandung saja, kalau itu perempuan, laksana air yang sudah dibuang jika sudah menikah dan keluar rumah. Sudah tak akan punya tempat lagi di rumah orang tua. Jadi, nggak usah kepedean orang tuamu masih tetap menerimamu kembali jika memilih pisah dari Reksa. Kamu itu sudah tak diharapkan di sana."Kalimat dari Mama Rima itu entah sejak kapan menjadi ketakutan sendiri dalam hati Shanum. Membuat keper
"Apa?! Jangan gila kamu, Sa!" Mama Rima jelas tak setuju dengan keputusan anaknya barusan. Tentu saja, di kota ini saja Arjuna bisa semena-mena terhadap anaknya, apalagi di kota sana. Rima Khawatir Reksa akan diapa-apakan. "Mama nggak setuju!" pungkasnya kemudian."Loh, kenapa, Ma?""Malah tanya kenapa?" decih Rima kesal. "Sa, apa kamu nggak mikir. Di sini saja mertuamu itu bisa bersikap seenaknya, apalagi di sana? Kalau kamu di apa-apakan gimana, Sa? Nanti Mama sama siapa? Kamu kan tahu, Papa sudah nggak mau bantu Mama. Diva juga milih ngekos sendiri daripada bareng kita. Dan Randy? Apa yang bisa diharapkan anak payah itu? Nggak, Sa! Pokoknya Mama nggak setuju!" Reksa mengangsur napas kasar. "Tapi, Ma. Kalau Reksa nggak ke sana, gimana Reksa bisa bawa balik Shanum?" Reksa meminta pengertian sang ibu. "Ya, suruh aja balik sendiri. Biasanya juga gitu, kan?" Rima seolah tak mau repot. "Ma, Shanum itu sedang merajuk. Dia harus dibujuk agar mau kembali.""Halah, aleman!""Bukan alema
Hari berganti. Seminggu sudah berlalu. Reksa masih belum bisa menemui Shanum. Jangankan bertemu, menghubunginya pun tidak bisa. Menyebalkan sekali.Reksa pernah mencoba menghubungi nomor Shanum dengan nomor lain. Siapa tahu jika itu bukan darinya, Shanum mau mengangkat panggilan tersebut. Tetapi ternyata hasilnya sama. Tidak pernah ada jawaban. Reksa sempat curiga jika nomor itu sudah tak terpakai. Namun, saat dihubungi, nyambung, kok. Bahkan di chat pun centang duanya berubah warna jadi biru beberapa saat kemudian. Itu berarti chatnya sudah dibaca, kan? Lalu kenapa tidak dijawab?!Hal itu jelas membuat Reksa sangat putus asa! Dia benar-benar tak ingin kehilangan Shanum. Apalagi sekarang Reksa juga sudah tak punya pekerjaan karena Arjuna benar-benar memecatnya. "Kamu kenapa nggak tetep ke kantor itu sih, Sa? Bagaimana pun kamu kan masih menjadi menantu keluarga Setiawan!" ucap Mamanya waktu itu. Yang di balas Reksa dengan dengkusan kasar. Dikira Mamanya Reksa sepolos itu apa? Tentu
"Kenapa kalian diam begitu? Jangan bilang kalau ...." "Ekhem!" Arjuna buru-buru berdehem keras demi menghentikan tuduhan Shanum yang sebenarnya berdasar barusan."Sweety, Daddy kan sudah bilang, jangan pikirkan hal itu, kamu fokus saja pada dirimu sendiri. Semuanya biar jadi urusan kami." Arjuna mencoba menenangkan. "Tapi, Dad. Aku nggak mau kalian bertidak diluar wajar. Bagaimana pun ini negara hukum." Shanum yang sangat mengenal orang-orang di sana jelas tahu ada hal terselubung sedang di rencanakan. "Daddy tahu, Honey. Tapi kalau kita ikuti hukum negara banyak yang akan terseret. Contohnya Putra. Dia yang jadi pancingan untuk menjebak Ayu jelas akan terseret namanya. Dan kamu tahu kan siapa Putra. Dia selebriti, Sayang. Namanya akan tercemar jika netizen tahu Putra terlibat hal begini. Meski niatnya baik yaitu menolongmu, tetap saja itu akan menjadi senjata untuk hattersnya menjatuhkan Putra. Mengertilah, Princess."Shanum terdiam. Memikirkan dengan seksama ucapan sang ayah. Ben
Shanum menghela napas berat ketika memperhatikan wajah Reyn, dan mendapatkan beberapa luka memar di sana. Pasti! Itu pasti ulah sang Daddy."Reyn, maafkan aku." Shanum berkata dengan nada syarat rasa bersalah.Duplikat Raid anderson itu diam saja. Tetap fokus mengupas kulit apel dan memotong-motongnya menjadi kecil, guna memudahkan Shanum mengkonsumsi makanan tersebut. Beberapa saat setelah Daddy Arjuna dan Frans pergi, Reyn memang muncul di ruangan tersebut. Langsung memeriksa cairan infusan Shanum dan obat-obatannya. Kemudian duduk di kursi sebelah brankar dan mengupas buah. "Reyn apa kau marah? Aku b--"Reyn menjauhkan wajahnya kala tangan Shanum hendak terulur ke wajahnya. Ingin memeriksa memar-memar yang menghiasi di sana. Akan tetapi, tenang saja. Pria itu masih tetap menawan, kok."Hati-hati. Aku sedang pegang pisau," ucap Reyn akhirnya.Shanum pun cemberut. "Kau tidak berniat menusukku dengan pisau itu hanya karena marah kan, Reyn?" Niat Shanum ingin merajuk, sayang tak dig
"Lancang! Ka--"Arjuna mengangkat sebelah tangannya guna menghentikan Frans yang sudah bersiap menyerang Rima, bahkan mungkin membunuh langsung. Arjuna juga ingin melakukanya, kok. Tentu saja, Siapa sih ayah yang akan baik-baik saja mendengar putrinya dihina sedemikian rupa macam tadi? Sakit hati, marah, kecewa, sedih, semua campur aduk dalam hati. Tak terbayang sepahit apa kehidupan yang Shanum jalani selama dua tahun ini. Bukan hanya fisik yang dihajar, tapi juga mentalnya. Tolong ingatkan Arjuna untuk membawa Shanum ke psikiater setelah ini, ya? Arjuna jelas tak akan membiarkan putri yang di rawat sepenuh hati dihancurkan seenaknya."Bos!" Frans tentu saja keberatan dengan larangan tuannya. Dia yang ikut terlibat dalam mengasuh dan membesarkan Shanum tentu tak bisa diam saja melihat gadis itu dihina-hina. Frans menyayangi Shanum seperti anaknya sendiri."Biarkan, Frans. Biarkan dia mengeluarkan semua uneg-unegnya pada Shanum. Aku ingin tahu, sesampah apa mulut wanita yang selalu