Share

[6] Awal

Author: midgardst
last update Last Updated: 2021-07-27 15:35:11

AIRI TIDAK BERENCANA untuk memberikan pengalaman pertama-nya pada Kei.

Sudah enam bulan sejak mereka memutuskan untuk saling mengenal. Selama itu pula, mereka hanya akan bertemu di sekolah, dengan Airi yang menghampiri Kei di loteng. Tempat itu seolah telah menjadi persembunyian khusus mereka. Airi akan menemui Kei di sana pada lima belas menit pertama jam istirahat. Mereka juga akan kembali bertemu sepulang sekolah setelah Airi menjadikan ajang 'Kei mentraktir ramen untuk Airi' sebagai agenda rutin.

Tindakan ini dilakukan karena Kei bersikeras menolak ajakannya untuk bertemu siswa-siswa lain. Dia memang menerima Airi sebagai teman, tapi bukan berarti dia mau ikut bergaul dengan yang lain.

Airi mengerti. Dia tidak memaksa. Mengenal Kei lebih dekat cukup untuk mengonfirmasikan anggapan tentang Kei yang tak seburuk berita-berita di sekitarnya. Dia memang dingin, menutup diri, dan sangat jarang berinisiatif untuk mengawali pembicaraan. Namun, sebenarnya dia cukup perhatian dan baik—sangat baik karena dia tak pernah membuat Airi kelaparan.

Airi tidak menyesali keputusan yang telah dia buat. Bahkan ketika Kei masih belum mau membagi cerita padanya. Airi tak ingin ikut campur dan malah membuat masalah. Dia tahu batasan privasi seseorang, jadi dia memilih untuk diam dan tak ikut campur. Setidaknya, sampai dia putus kontak dengan Kei selama lebih dari seminggu. Kei tak bisa dihubungi. Dia juga tidak masuk sekolah.

Sehari setelahnya, berita duka tentang kematian Miko Hasegawa—ibu kandung Kei—merebak di media masa. Di sana disebutkan bahwa Miko Hasegawa telah sakit-sakitan. Beliau meninggal dunia akibat komplikasi dan serangan jantung.

Airi hanya dapat termenung. Dia mengabaikan keributan di kelas atau bahkan di sepenjuru sekolah. Sebagai sekolah yang didominas olehi anak para petinggi, mereka mengenal baik siapa itu Hasegawa. Berita semacam ini termasuk berita besar, bukan lagi sekadar berita miring yang kebenarannya tak bisa dipastikan.

Hari itu masih pagi. Airi berkali-kali mencoba menghubungi Kei. Akan tetapi, sebanyak apa pun dia mencoba, nomor yang dipanggilnya tetap tidak tersambung. Kondisi ini bertahan hingga tiga hari ke depan. Airi masih belum mendengar kabar dari Kei. Dia sangat khawatir, terlampau khawatir sampai tak bisa fokus mengikuti latihan klub voli.

Airi yang tidak pernah melakukan kesalahan di permainan itu, mencetak skor kesalahan dengan berkali-kali mengabaikan bola yang mengarah padanya.

Dia ditanyai macam-macam oleh pelatih mereka. Yang dapat dilakukan Airi hanya mengangguk dan beralasan sedang tidak enak badan. Airi diperbolehkan pulang lebih awal. Akan tetapi, alih-alih pulang, dia kembali menghubungi Kei, bahkan mengirimkan pesan suara padanya, mengatakan bahwa dia akan ke rumah Kei kalau masih tak mendapatkan kabar apa pun.

Sepuluh menit setelahnya, ketika Airi sedang menunggu bus di sebuah halte, dia mendapatkan pesan singkat dari nomor asing. Pesan itu berisikan alamat penginapan atas nama Kei.

Airi tak berpikir dua kali ketika dia menaiki bus ke stasiun dan mengambil keberangkatan shinkansen dari Tokyo ke Nagano, sebuah kota yang akan memakan waktu tiga jam jika dikunjungi dengan menggunakan bus. Jika menggunakan shinkansen, perjalanan hanya membutuhkan waktu sekitar satu setengah jam. Airi menggunakan uang simpanannya untuk memesan tiket kereta.

Dia membalas pesan dari nomor asing itu, berharap untuk kembali mendapatkan jawaban. Sayangnya, sampai dia tiba di tempat tujuan, belum ada jawaban masuk. Airi mengeratkan jas sekolah, merasakan angin musim gugur yang lebih dingin dari yang dia kira. Dia menggunakan taksi untuk mengunjungi alamat yang dimaksud. Dengan bayaran cukup besar—bagi standarnya—Airi sudah kehabisan uang tabungan yang sengaja dia kumpulkan selama dua bulan terakhir.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Airi tak merasa ragu untuk menggunakan uang tabungan.

Dia sampai di tempat tujuan sekitar dua puluh menit dari stasiun. Penginapan yang dimaksud Kei adalah sebuah vila yang jauh dari keramaian kota. Matahari telah terbenam di luar sana. Akan tetapi, sebuah taman di hadapannya masih tampak indah. Daun-daun dari jejeran pepohonan berwarna serupa dengan langit senja. Airi berdiri di hadapan sebuah gerbang tinggi. Dia didatangi oleh seorang pria paruh baya, kelihatannya merupakan orang yang diamanahi untuk menjaga vila.

"Saya ingin menemui Kei ...." Airi berdeham pelan untuk meralat ucapan. "Maksud saya Hasegawa-san."

Pria paruh baya itu memandangnya curiga. Airi menambahkan. "Saya teman satu sekolahnya." Dia menunjuk logo Kogakuen High School yang terjahit di jas sekolah. "Dari Kogakuen."

"Siapa namamu?" tanyanya.

Kei pernah memperingati Airi untuk menyembunyikan namanya dari keluarga ataupun orang yang bekerja di keluarga Hasegawa. Oleh karena itu, dia berujar, "Aiko," sebutnya, "Aiko Ishikawa."

Pada akhirnya, dia diperbolehkan masuk ke pekarangan vila. Luas halaman taman dan megah bangunan bergaya tradisional di sana hampir mengalihkan perhatian Airi. Dia membungkuk sopan pada seseorang yang tampaknya merupakan seorang pelayan. Beliau kelihatan sudah agak sepuh. Tatapannya cukup tajam, dia memandang Airi awas selagi mengatakan bahwa Tuan Muda Hasegawa tidak punya teman dekat.

"Saya temannya," kata Airi dengan keras kepala, "kami benar-benar teman. Saya tahu kalau dia maniak tomat—"

Dia langsung dipercaya.

Airi diperbolehkan masuk dan menunggu di ruang depan. Ruangan itu memiliki empat pasang sofa panjang yang sangat empuk. Lebar ruang tamunya kira-kira setara dengan keseluruhan rumah sewa Airi. Dia sedang mengamati sebuah guci raksasa yang berdiri bangga di pojok ruangan. Warnanya keemasan dan ukirannya tampak begitu kompleks, tapi kelihatan indah—bahkan untuk orang awam yang sama sekali tak mengerti seni sepertinya.

Suara langkah kaki membuat Airi menoleh. Dia terpaku saat melihat penampilan Kei yang begitu pucat, seolah tak ada sedikit pun aliran darah di wajahnya. Dengan hanya memakai celana selutut dan kaus hitam, dia hampir tak dikenali Airi. Apalagi ditambah dengan rambut yang lebih berantakan dari biasa.

Mata mereka bertemu sesaat kemudian. Kei tak banyak berekspresi, tapi suaranya terdengar jelas ketika berkata, "Kau gila?" dengan nada rendah. "Kenapa kau ke sini?" tambahnya.

Airi merasa ingin menangis saat mendengar suara serak sang kawan. Dia yakin sekali Kei kelihatan lebih kurus dari dua minggu lalu.

"A-aku khawatir," timpal Airi dengan sedikit tergagap, "menurutmu aku akan diam saja?"

Di hadapan Airi, Kei mengembuskan napas lewat mulut, masih tak habis pikir. Dia mengedikkan dagu, meminta Airi mengikutinya. Dia mengunci pintu kamar setelah mereka sampai di dalam. Ruangan tersebut begitu luas untuk ukuran kamar. Airi melihat tas sekolah Kei yang tergeletak di samping kaki tempat tidur double size. Di sana terdapat sebuah hoodie hitam yang biasa dipakai Kei. Ada dua ponsel yang tergeletak di atas tempat tidurnya.

Kei tidak mengatakan apa pun setelah membiarkan Airi masuk. Dia kembali duduk di tepi tempat tidur, memandang kosong lantai kayu. Kondisinya serasa meremukkan Airi. Dia bagaikan wadah kosong yang retak. Airi merasakan sesak di dada, ikut merasakan sakit hanya dengan melihat kondisinya.

Melangkah mendekat dan sama-sama meletakkan tas di atas lantai, Airi tak tahan untuk tak merangkul Kei. Dia berdiri di hadapannya yang sedang duduk di tepi ranjang. Airi merasakan deru napas Kei, juga tubuh yang sedikit gemetar. Airi menarik napas pendek, mengusap punggung sang pemuda, sangat mengerti untuk tak sembarangan bicara.

Gumaman Kei cukup didengar oleh Airi.

"Kenapa selalu kau yang menyaksikan kondisi terendahku?"

Saat itu, Airi baru sadar bahwa rambut hitam Kei terasa halus di jemarinya. Dia tak menjawab pertanyaan Kei. Melihat Kei baik-baik saja sudah sangat membuatnya lega. Airi tengah menahan seruak emosi itu. Sejak kehilangan kontak dengan Kei, dia sudah sangat khawatir. Dia khawatir jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dia takut jika dia tak bisa membantu seorang teman.

Suara Kei kembali terdengar beberapa saat kemudian. Dia mencengkeram tepi jas sekolah Airi. Kaku dalam suaranya amat kentara, seolah dia memaksakan kalimat yang sejak lama terkunci di dalam mulut.

"Kematiannya bukan karena sakit," kata Kei dengan nada rendah, "bukan komplikasi atau serangan jantung. Semuanya omong kosong."

Napas Kei seolah tersendat di tenggorokan.

"Dia bunuh diri setelah depresi selama lima tahun terakhir." Cengkeramannya di jas Airi semakin erat. "Dia bunuh diri ... dan aku tak bisa melakukan apa pun."

Remasan di jantungnya seolah menguat. Airi menarik napas pelan. Pelukan sedikit diuraikan. Dia menunduk dengan kedua tangan bertumpu di masing-masih bahu lebar sang kawan. Mata Kei tampak merah, tapi tidak berlinang atau menunjukkan tanda-tanda menangis.

"Mereka selalu bertengkar setelah saling berkhianat," kata Kei lagi, tampak tak lagi peduli bahwa dia sedang membocorkan masalah keluarga yang telah mati-matian ditutupi banyak media. "Semuanya berengsek. A fucking mess. Mereka tak pernah tidak bertengkar saat berada di satu ruangan yang sama. Bajingan itu memang tidak memukulnya. Dia hanya memukuliku dan Juan. Tapi, dia merusak barang-barang, membuatnya ketakutan."

Rahang Kei mengeras.

"Dan wanita itu, dia pengecut, penakut. Terlalu takut untuk meminta cerai pada suaminya. Takut dengan hancurnya reputasi keluarga. Dia meninggal karena lemah, tak bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Dia meninggal dengan memberiku rasa bersalah ini." Napas Kei memberat, dia mendengkus pahit dengan kedua tangan mengepal. "Bajingan itu bahkan masih menyalahkanku yang menambah masalah. Aku sangat ingin membunuhnya," tandas Kei. Dia menunduk selagi mengulangi kalimat terakhirnya. "Aku sangat ingin membunuhnya."

Airi merasakan kemarahan, rasa frustrasi, hingga kesedihan Kei. Dia tak tahu cerita lengkap kehidupan sosok itu. Dia memang tak tahu banyak mengenai keluarga Kei ataupun berbagai masalah di dalamnya. Kenapa seorang ayah memukuli anak-anaknya? Kenapa sepasang orang tua saling berkhianat, tapi tetap mempertahankan ikatan suci yang telah rusak? Kenapa reputasi keluarga begitu penting sampai melampaui keselamatan seseorang?

Ada banyak pertanyaan yang tak mampu dijawab Airi. Dia tidak mengerti mengapa sekumpulan orang yang sudah diberi kemudahan ekonomi masih juga mempersulit diri. Sebagian orang mungkin akan menganggapnya adil karena paling tidak mereka punya banyak uang.

Mengembuskan napas pelan, Airi kembali merangkul Kei, membiarkannya tahu bahwa dia tak lagi sendirian. Terlalu banyak informasi baru yang memenuhi kepala Airi. Dia cukup lega karena Kei berkenan mengutarakan semua itu. Tapi, dia juga ikut sakit karena tak bisa berbuat apa pun untuk membantu.

Inikah yang sudah dia tahan selama ini?

Airi menguraikan pelukan ketika merasakan tubuh Kei mulai merileks. Dia duduk di sampingnya, ikut menatap lantai kayu di bawah kaki mereka.

"Menurutku, kau hanya perlu menahannya lebih lama lagi," kata Airi tiba-tiba. "Menahannya selagi mencari apa yang bisa membuatmu bertahan. Untukku, aku selalu memiliki satu tujuan. Aku sering diremehkan oleh orang-orang sehingga aku sangat ingin menunjukkan bahwa mereka salah." Dia memperhatikan jendela kaca di kamar itu, melihat langit senja yang telah menggelap sepenuhnya. "Terkadang, kubiarkan saja mereka meremehkanku. Dengan begitu, mereka akan langsung kalah waktu melihatku menang."

Airi menyelipkan helaian rambutnya yang mulai panjang ke belakang telinga. Dia kembali meneruskan ucapan.

"Aku tak bisa mengatakan kalau aku sepenuhnya mengerti apa yang kaulalui, sebab aku memang tak merasakannya." Airi menoleh, melihat sosok pemuda yang duduk di sampingnya. "Hanya saja, kupikir akan lebih baik kalau kau bertahan selagi mencapai ... suatu tujuan? Aku tak tahu, soalnya aku juga tak punya gambaran pasti untuk apa yang mau kulakukan nanti. Saat berbagai masalah memutuskan untuk mengeroyokku, aku cuma ingin bertahan agar nantinya, di masa depan, ketika aku teringat momen-momen itu, aku hanya akan menertawakannya."

Kei balik menatapnya. Dia mengerjap pelan.

"Kedengaran bagus."

Senyuman lemah menghiasi bibir Airi.

Mereka belum sempat bercakap-cakap lagi akibat deringan ponsel Airi. Nama Ethan muncul pada layar, mengingatkan Airi bahwa dia belum sempat menghubungi ataupun memberi tahu posisinya yang sedang berada di Nagano alih-alih Tokyo. Rentetan ceramah Ethan sudah terngiang di telinga Airi. Dia sudah bersiap-siap untuk menerimanya ketika layar ponsel menggelap. Deringan berhenti, bersamaan dengan daya ponsel yang mati.

Menit selanjutnya mereka habiskan untuk mencari pengisi baterai. Airi ingin meminjamnya dari Kei, tapi dia juga tak membawanya.

"Mungkin ada di nakas," kata Kei pada Airi.

Mengerling pada empat jejer nakas pada masing-masing sisi tempat tidur, Airi bertanya, "Yang mana?"

Kei seolah baru sadar bahwa kamar ini memiliki empat nakas yang masing-masing dilengkapi lima buah laci. Dia mengedikkan dagu, menyuruh Airi mengecek nakas di seberang tempat tidur sementara dia mencarinya di dua nakas lain.

Selagi mengeceknya satu per satu, Airi hanya mendapati buku-buku dan kertas entah apa yang bacaannya akan memerlukan banyak daya pikir. Dia sudah hendak bangkit berdiri ketika membuka laci terakhir kalau saja sesuatu tidak membuatnya mengerjap. Keinginan untuk memastikan membuatnya mengulurkan tangan untuk mengambil kotak kecil itu. Airi melebarkan mata saat mengonfirmasi kecurigaannya. Telinganya sedikit memerah.

Dia hampir terlonjak ketika mendengar suara Kei yang memanggilnya.

Benda yang dia pegang segera dikembalikan ke dalam laci. Dia mendorong laci dengan gegabah sebelum berdiri dan berbalik.

Kepalanya terantuk dagu seseorang yang tak lain adalah Kei.

Airi mengusap dahinya pelan. Ketika mendongak, dia mendapati Kei yang sedang mengernyit heran.

"T-tidak ada charger," ujar Airi. Dia berdeham pelan, tiba-tiba terlihat gugup. "Oh, mungkin aku pinjam ponselmu saja. Nomornya ... ah, aku hafal nomornya."

Dia kemudian melangkah mundur dan beranjak dari depan Kei. Tingkahnya yang demikian membuat Kei bertanya-tanya. Cukup tahu bahwa Airi takkan menjawab langsung pertanyaannya, dia mencoba memeriksa laci yang tadi sempat ditutup Airi dengan gegabah. Dia mengumpat pelan saat mendapati satu bungkus ... kondom. Kemungkinan besar milik Juan yang beberapa kali menginap di sini.

Rasa malu ikut merayapi. Dia menghampiri Airi yang telah kembali duduk di tepi tempat tidur. Suasana di sekitar mereka terasa memberat akibat ditemukannya benda tadi. Airi jelas sekali tampak gugup, mungkin saja baru tersadar bahwa dia sedang berada di sebuah kamar yang terkunci bersama seorang laki-laki. Sejak beberapa saat lalu, dia selalu menghindari kontak mata Kei. Dia bahkan salah memasukkan nomor Ethan dan berakhir menghubungi nomor pribadi seorang polisi.

Kei mendengkuskan tawa ketika melihatnya semakin kewalahan karena mendapatkan ceramah panjang si polisi. Selama ini, Airi tak pernah merasa gugup, canggung, atau bahkan malu. Dia selalu menguasai diri dan tak membiarkan orang lain melihat ketidaknyamanannya. Ketika cewek-cewek lain berteriak takut karena melihat seekor serangga, Airi akan dengan mudahnya menangkap serangga tersebut dengan tangan kosong, seolah hal yang demikian sudah sangat lumrah.

Selama enam bulan mengenalnya, baru kali ini Kei melihat sisinya yang seperti ini. Dengan ekspresi bingung dan gugup itu, dia kelihatan ... manis, tiba-tiba membuat Kei ingin meledeknya.

Berbicara dengan Airi selalu terasa mudah. Mereka tak pernah benar-benar bertengkar meskipun sering mendebatkan sesuatu. Jadi, sedikit meledek juga tidak masalah, 'kan?

Hanya saja, reaksi dan suasana yang kemudian tercipta ternyata sama sekali tak sesuai dengan prediksi Kei. Airi memang mengelak tanpa sedikit pun keraguan ketika ditanya, "Kau takut bersamaku di dalam kamar?" Namun, dia hanya mematung ketika pergelangan tangannya ditahan oleh Kei. Mereka saling menatap dengan jarak wajah yang cukup dekat.

Kei sendiri ikut terpaku. Dari jarak sedekat ini, dia bisa melihat manik biru kristal Airi dengan lebih jelas. Mata itu tampak jernih, menggambarkan kepolosan dan sekaligus tekad kuat yang akan selalu membuatnya bersinar.

Ada sesuatu dalam diri Airi yang selalu terlihat menarik. Bukan hanya karena figur tinggi—untuk ukuran perempuan—dan perawakan terlatih. Tapi juga karena pembawaan dewasa dan kekanakan dalam waktu bersamaan. Ketika sudah mengerjakan sesuatu, dia akan sangat terfokus sampai lupa waktu. Dia tak pernah menganggap remeh hal-hal kecil. Baginya, semua hal dan semua orang sama-sama berharga.

Kei tidak tahu kapan dia mulai mengalihkan pandangan pada bibir ranum di hadapannya. Dia juga tidak tahu sejak kapan dia berkeinginan untuk mencoba mencicipnya.

Di sisi lain, Airi hanya bisa menahan napas ketika merasakan harum sabun dari Kei. Pandangan sang lelaki sedikit tertutup rambut ketika dia mendekatkan wajah lebih dekat, seolah memberi Airi waktu untuk menolak.

Nyatanya, Airi hanya terdiam, seakan memberi izin nonverbal.

Batasan tak kasat mata di antara mereka seolah meluruh dengan perlahan ketika pada akhirnya bibir saling menyatu, memagut dan merasakan rasa satu sama lain selagi mencoba melupakan beban berat di pundak mereka. []

Related chapters

  • Shadow of The Past   [7] Keputusan I

    PENJELASAN SANG WALI kelas terdengar samar di telinga Airi. Dia sedang mengingatkan para murid mengenai ujian seleksi kampus yang akan diadakan kurang dari dua minggu lagi." ... mental dan pikiran. Jangan sampai rasa khawatir kalian mengganggu konsentrasi hingga merusak kompetensi diri. Kogakuen High School adalah sekolah unggulan yang memiliki tingkat penerimaan tertinggi di Tokyo University ...."Airi mengerling pada layar ponsel, memperhatikan jam digital yang menunjukkan pukul tiga lebih tiga belas menit. Dia mengembuskan napas pelan dan mengalihkan pandangan untuk melihat bentang langit kebiruan.Bel pulang sekolah terdengar beberapa saat kemudian. Pertemuan di hari itu selesai. Kelas dibubarkan meski sang guru belum mencurahkan seluruh pidato motivasinya. Airi berberes untuk keluar. Dia sempat membalas high five Nomura dan Itsuki ketika melewati mereka."Kau tak mau main basket lagi?" seru Itsuki."Kita harus bersenang-senang sebelu

    Last Updated : 2021-07-27
  • Shadow of The Past   [8] Keputusan II

    KEMBALI MELENTANGKAN TUBUH, Airi mengutuki efek obat yang tak kunjung membuatnya mengantuk.Kenapa juga dia harus setampan itu? Bajingan sekali. Harusnya dia sedikit buruk rupa—tidak, dia harus sangat buruk rupa biar aku bisa langsung menendangnya waktu pertama kali dia menciumku di vila.Rasanya ingin menghantamkan kepala ke dinding terdekat. Pertanyaan-pertanyaan di kepalanya murni untuk menghibur diri. Kei memang bajingan karena memulai hubungan itu. Tapi, Airi sama tidak warasnya. Dia mengikuti permainan Kei dan sesumbar bahwa dia takkan merasakan apa pun.Embusan napas kembali dilakukan. Dia menoleh saat mendengar kedatangan seseorang. Shizune, masih mengenakan jas musim dingin, datang dengan membawa semangkuk sup hangat.Airi bangkit untuk duduk. Dengan pelan, dia berucap, "Sudah kubilang, kau tak perlu merawatku, Shizune-san.""Persediaan makanmu kosong. Tadi aku sempat mampir ke swalayan," tukas Shizune, tak peduli pada prote

    Last Updated : 2021-07-27
  • Shadow of The Past   [9] Kesempatan

    KEI BERTAMBAH GAGAH dibandingkan dua belas tahun lalu.Airi mengumpat pelan ketika melihat Kei, alih-alih Juan, memasuki ruangan. Untuk sesaat, Kei tak melihatnya karena dia memang tidak memperhatikan para karyawan sebagai individu. Airi cukup mengenal Kei untuk tahu bahwa dia masih tidak terlalu peduli pada orang lain yang tak berkepentingan dengannya.Salam dan senyum yang dilemparkan Airi hanyalah bagian dari formalitas. Dia tak bermaksud apa pun. Reaksi terkejut Keilah yang membuat Airi terheran-heran. Ketika memikirkan tawaran kerja sama, Airi sudah menebak bahwa dia pasti akan bertemu—atau setidaknya berpapasan—dengan Kei. Mungkin memang tidak secepat ini. Tapi, antisipasi itu membuat dia cukup siap untuk kembali melihatnya.Lagi pula, sudah tak ada apa-apa lagi di antara mereka. Jadi, kenapa dia harus takut?Presentasi yang dibawakan Airi berjalan lancar. Dia tak merasa terusik pada kehadiran Kei. Dua belas tahun yang dilewati telah mem

    Last Updated : 2021-07-27
  • Shadow of The Past   [10] Pengganti

    YUKIE KAZAHANA MENGENAL Kei Hasegawa di acara after party sebuah movie premiere tujuh tahun lalu.Sebagai seorang aktris, dia cukup mengenal orang-orang penting di perusahaan hiburan, dia bahkan dekat dengan seorang pimpinan perusahaan paling muda di ranah industri tersebut, sosok yang tak lain bernama Juan Hasegawa.Bagi Yukie, Juan adalah lelaki paling berkarisma yang pernah ditemuinya. Dia begitu tenang dan takkan tergoda dengan godaan terberat sekalipun. Di mata Yukie, Juan bagaikan ... air dalam di lautan lepas; tenang dan tentram. Namun, di saat bersamaan terasa gelap dan dapat menenggelamkan siapa pun yang ingin meraihnya. Tak ada keindahan untuk tetap berada di sisinya. Tapi, di saat bersamaan dia akan membuatmu ingin berada di sana karena kau merasa aman dari gangguan dunia luar.Ketika mengenal Kei, Yukie kira, sang adik—yang menghabiskan waktu kurang lebih enam tahun di Eropa—takkan jauh berbeda dari kakaknya. Be

    Last Updated : 2021-07-27
  • Shadow of The Past   [11] Telaah

    GREEN HOUSE MEMANG sangat cocok menjadi tempat bersantai di musim semi.Pada kediaman Daiki Hasegawa, Mei tengah memotong tangkai tanaman hias koleksinya. Jumlah tanaman di sana memang tidak sampai dua ratus, tetapi harganya dapat digunakan untuk membeli sebuah rumah minimalis modern yang sulit dibeli oleh pegawai kantoran sekalipun.Sinar matahari menyusup melalui celah dinding kaca, membantu proses pengolahan makanan untuk tanaman hias yang berjejer.Seorang pelayan rumah tangga tampak berjalan dari kejauhan, hendak menghampiri sang majikan. Mei menoleh ketika mendengar kedatangannya. Dia menaruh gunting khusus yang sedang dipakai sebelum berjalan menghampiri."Ada apa?" tanyanya pendek.Seorang wanita muda yang menjadi pegawainya itu menunduk."Takamiya-san ingin bertemu Anda," ungkapnya.Mei mengernyit samar. "Takamiya?"Si pelayan mengangguk."Biarkan dia masuk. Aku akan ke sana."Berbalik kembali ke

    Last Updated : 2021-07-27
  • Shadow of The Past   [12] Jangkauan

    TAWARAN KERJA SAMA dari Hiraishin Picture diterima oleh Izanami Studio. Airi bersuka cita kalau saja tak ada beban lain yang harus dia tanggung.Lembar berkas laporan ditatap dengan nanar. Airi meraih telepon kantor, menghubungi Yugao untuk memintanya menyambungkan panggilan pada Kepala Bagian Produksi, Shouta Okumura, seorang senior paling congkak yang sampai saat ini masih belum bersedia mengakui Airi sebagai pemimpin mereka. Dia merupakan putra sulung dari seorang hakim ternama di negara gingseng itu. Akan tetapi, dia sama sekali tak memiliki sifat yang mencerminkan putra dari seorang hakim.“Bisakah kau ke ruanganku sekarang? Ada yang ingin kubicarakan terkait laporan yang kauberikan.”Dia menemui Airi satu jam kemudian dengan alasan harus menemani temannya makan siang. Kesabaran Airi benar-benar diuji ketika Shouta mengatakannya tanpa sedikit pun rasa bersalah. Jika dia lebih senior darinya, dia akan langsung memarahi Shouta atas kelalaian ini.

    Last Updated : 2021-07-27
  • Shadow of The Past   [13] Interaksi

    ENTAH SEJAK KAPAN operasional dari cabang perusahaan ditangani langsung oleh presiden direktur perusahaan induk. Airi pikir, dia hanya akan berurusan dengan Direktur Izanagi TV, alih-alih Presiden Direktur Izanagi Telecommunication Inc., Kei Hasegawa.Beberapa hari lalu, Airi telah memutuskan untuk mengesampingkan kepentingan pribadi dan mengutamakan profesionalitas. Kesempatan pengalihan siaran yang dibuka oleh Izanagi segera diambil. Dia hanya perlu memberikan data dan jaminan untuk meyakinkan mereka bahwa acara yang ditawarkan masih memiliki potensi untuk laku di pasaran.Guna melancarkan negosiasi ini, dia datang ke Izanagi bersama Kepala Bagian Produksi—Shouta Okumura—dan seorang creative director. Mereka bertiga sempat dipersilakan untuk menemui Sakita, Direktur Izanagi TV. Oleh Sakita, Airi disuruh untuk langsung menghadap presiden direktur mereka yang tak lain adalah Kei.“Beberapa acara yang tahun lalu kami ambil semp

    Last Updated : 2021-07-27
  • Shadow of The Past   [14] Persepsi

    KEI BERKATA BAHWA dia tidak jatuh cinta, bukan tidak pernah tertarik pada seseorang. Pernyataan demikian sengaja dibuat agar memiliki banyak penafsiran, tergantung pada persepsi masing-masing orang yang mendengar. Kei tak ingin memperjelasnya. Satu hal yang pasti, Airi selalu berarti lebih—berarti lebih hingga Kei selalu mengharapkan kehadiran, ketenangan, dan juga kenyamanan yang tercipta ketika mereka bersama. Rasa aman, tenang, dan afeksi dari Airi dan Juan tidaklah sama. Juan memedulikan Kei karena mereka berdua terhubung oleh darah. Kei adalah adiknya sehingga dia seolah berkewajiban unt

    Last Updated : 2021-07-27

Latest chapter

  • Shadow of The Past   Epilogue

    EMBUSAN ANGIN SALJU tampak membekukan. Tumpukan es telah menutupi sebagian besar tanah lapang. Airi sedang memikirkan nasib tumbuhan di dalam rumah kaca yang dilihatnya ketika seseorang datang, membawakan seduhan teh panas untuk mereka berdua. "Teh hijau adalah favoritku. Kuharap kau menikmatinya juga." Mei Hasegawa tersenyum dan duduk di seberang Airi. Dia memperbaiki baju hangatnya, menyilangkan kaki, dan mulai menyesap minuman panas itu. Airi menghirup segar aroma teh. "Sebenarnya bukan favorit. Saya hanya sering mengonsumsinya saja." Airi sedikit mencicip, merasakan hangat yang memanja indra perasa. "Sering mengonsumsi akan membuatmu terbiasa," ujar Mei sambil melengkungkan senyum. "Ah, aku lupa mem

  • Shadow of The Past   [97] Hari Nanti

    SEJAK MEREKA MENJALIN hubungan serius, Kei belum pernah semarah ini. Airi bisa menanganinya dengan mudah kalau mereka hanya dihalangi kesalahpahaman, bukan dihalangi oleh keputusan sepihak yang dibuatnya.Sikap diam Kei nyatanya jauh mengkhawatirkan dibandingkan dengan sikap tegasnya yang biasa. Karena kondisi ini, Airi bahkan mengubah rencana menginapnya dan Yugao. Dia tak menghabiskan waktu di penginapan kantor, tapi langsung melakukan check in ulang begitu urusan kerjanya di hari kedua selesai.Pesan balasan dari Lucy, sang kawan baik, datang. Dia tampak tak masalah pada penundaan pertemuan mereka. Airi mengembuskan napas lega. Dia meletakkan tas tangan begitu saja di atas nakas. Kemudian berbaring di atas ranjang. Kedua mata menutup rapat, membayangkan guyuran hujan salju

  • Shadow of The Past   [96] Cuti

    KESEHARIAN AIRI HINGGA akhir tahun berlangsung jauh lebih normal dari yang dia duga. Menjalin hubungan dengan Kei nyatanya tidak begitu menjungkirbalikkan hidupnya. Sejak tereksposnya hubungan mereka, dia memang jadi lebih sering dihubungi wartawan majalah. Pada awalnya, mereka memang hanya memeras informasi mengenai Airi Ishihara yang merupakan kekasih Kei Hasegawa. Dia hanya dikenal sebagai kekasih seorang pengusaha kaya, bukan seorang wanita dengan karier dan pencapaiannya sendiri. Akan tetapi, selang beberapa waktu, orang-orang mulai menyadari kalau Airi bukan sekadar wanita pendamping saja. Mereka mulai menyoroti nama Airi, dia yang berhasil meniti karier dari seorang asisten produsen hingga menjadi pemimpin sebuah industri perfilman. Eksposur yang demikian jelas-jelas menguntungkan. Airi tidak merasa terganggu lagi. Dia juga mendapatkan lebi

  • Shadow of The Past   [95] Merelakan

    AIRI TAK BEGITU terkejut ketika mendengar berita kerja sama Hasena dengan Huang Industrial Group. Selama ini, dia mengira kegagalan relasi pribadi Kei dan Jia akan berimplikasi besar terhadap status kerja sama perusahaan mereka. Setelah lebih mengenal Kei, Airi pun mengerti. Kei takkan menyia-nyiakan kesempatan besar itu hanya karena masalah pribadi. Dia telah memastikan Huang bergantung padanya, membuat mereka mau tidak mau mempertahankan relasi yang telah terjalin. Strategi bisnis pria itu … Airi cukup mengaguminya. Namun, di saat yang sama dia masih sering diliputi tanya. Bagaimana kalau suatu hari nanti pria itu mengambil keputusan ekstrem yang menurut Airi tak dapat dibenarkan? Cahaya pagi di musim semi menyadarkan Airi dari lamunan. Dia menghabiskan cokelat panasnya dan segera beranjak ke dalam apartemen. Seperti yang pernah dibicarakan dengan Kei

  • Shadow of The Past   [94] Vonis

    ENTAH BERAPA TAHUN Kei menantikan momen ini tiba, momen ketika paman congkaknya terlihat marah dan menderita berkat kekalahan yang menimpa. Persis seperti prediksinya, proses persidangan berjalan lancar seperti yang dia harapkan. Rodo Hasegawa terjerat pasal berlipat, pasal mengenai penggelapan dan pencucian dana serta pasal tentang percobaan pembunuhan. Kejahatan kerah putih yang dilakukan Rodo tidaklah sedikit. Seluruh kecurangannya di bidang finansial cukup menggunung. Kei sudah merasa cukup dengan tuntutan itu. Uluran tangan Airi benar-benar memberatkan tuntutan yang menjerat Rodo. Konsekuensi tindakan rencana pembunuhan memang mendapatkan hukuman yang cukup berat. Oleh karena itu, rencana hukuman penjara yang awalnya berselang lima belas tahun, kini menjadi maksimal tiga puluh tahun. Dari hasil ketukan palu, hukuman Rodo ditetapkan menjadi du

  • Shadow of The Past   [93] Persidangan

    “PROSES ITU TAKKAN mudah, tapi semuanya akan berjalan lancar.” Adalah kalimat Kei yang sempat Airi ragukan.Selama kurun waktu sebulan ini, terdapat banyak hal yang terjadi. Airi merasa kewalahan dan terburu-buru, sulit untuk tenang, seolah dia sedang dituntut untuk berlari secepatnya selagi melepaskan diri dari jerat di belakang sana. Dikenal menjadi pasangan Kei Hasegawa tidaklah mudah. Menjadi penuntut hukum seseorang dari keluarga Hasegawa tidaklah enteng. Airi masih dihantui oleh ledakan besar yang hampir merenggut nyawanya. Dia masih sering terbangun di tengah malam, tersentak hebat karena peristiwa tersebut masih mengejarnya hingga ke alam mimpi.Airi telah melalui banyak kesulitan sepanjang hidupnya. Akan tetapi, sekarang adalah salah satu masa yang membuatnya lelah. Pemberitaan di berbagai media elektronik, bisikan gosip d

  • Shadow of The Past   [92] Pemulihan Diri

    SEPERTI PERKIRAAN KEI, sidang pertama Rodo Hasegawa memang dilaksanakan satu minggu kemudian. Airi sempat mendengar beritanya kemarin. Pagi tadi, Kei juga sempat menghubunginya, memberitahukan mengenai dia yang akan hadir di persidangan. Proses peradilan itu bersifat terbuka sehingga masyarakat umum diperbolehkan datang, asal tidak mengganggu proses peradilan. Airi akan mencoba datang juga kalau saja dia tidak mempunyai agenda tersendiri.“Catatan rapat tadi sudah saya back-up pada akun perusahaan, Ishihara-san. Apakah ada yang perlu saya agendakan lagi untuk hari ini?” ujar Mayumi, sekretaris sementara Airi.Kolega kerja mereka sudah meninggalkan ruang pertemuan. Airi pun menoleh pada Mayumi yang telah selesai berberes.

  • Shadow of The Past   [91] Keponakan

    PENAHANAN RODO HASEGAWA memudahkan polisi melakukan pengusutan lebih lanjut. Mereka bekerja sama dengan detektif swasta yang dipekerjakan oleh pengacara penuntut utama. Tak hanya Rodo dan Seizu, nama Toshiki Furuma juga sudah ikut terseret. Salah satu anggota dewan paling berpengaruh itu sudah mendapatkan surat panggilan dari polisi sejak tiga hari lalu. Dari beberapa tahun terakhir, baru kali ini kepolisian pusat menangani kasus yang melibatkan tiga orang besar sekaligus. Pemberitaan kasus pun jadi semakin marak diperbincangkan. “Rodo adalah anak angkat kakekku. Dia tidak sedarah dengan paman ataupun ayah,” jelas Kei. Pintu geser kaca di dekat dapur tampak sedikit terbuka, menampakkan sinar matahari pagi yang masih terasa hangat. Tata letak rumah milik sang lelaki memang jauh lebih lenggang dan terbuka. Mereka dapat melihat keberadaan taman belakang melalui pintu geser yang ada di sana. Airi baru selesai memasukkan es batu ke dalam wadah berisi minuman rasa

  • Shadow of The Past   [90] Obrolan

    AIRI TIDAK INGAT kapan dia terlelap. Matanya tertutup begitu saja setelah mendaratkan diri di atas ranjang. Dia sudah sangat mengantuk sejak selesai berendam. Ketika mengerjap, dia tak tahu sudah jam berapa. Kesadarannya belum sepenuhnya terkumpul. Sampai kemudian dia merasakan erat rangkulan di belakangnya, juga hangat ciuman yang menjatuhi perpotongan lehernya.Airi sempat lupa kalau dia sedang tinggal di apartemen sang kekasih. Harum maskulin menggelitik hidung. Airi menoleh, menatap dalam remang cahaya kamar.“Aku ketiduran,” ungkap Airi, terdengar parau. “Maaf, tak sempat menunggumu.”Kei hanya membalas dalam gumaman. Dia tak mengatakan apa pun ketika kembali mengeratkan pelukan. Kecupan panas itu lagi-lagi hadir pada lekuk leher Airi, terus hingga rahang dan belakang telinga. Airi kontan meremang.“Ada apa?” tanya Airi, bernada rendah.“Kenapa kau tidak tidur di kamarku?” gumam Kei, sedikit tere

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status