Menurut Gemi, Chandie merupakan gadis kecil yang sangat mandiri di usianya. Mungkin, karena situasi dan kondisilah, yang membuat Chandie bisa seperti itu. Lee mendidiknya penuh kasih sayang, tapi dengan ketegasan yang terkadang tidak bisa di tawar.
“Chandie, gak papa ditinggal sendirian, Mas?” Pertanyaan itu terlontar, ketika Lee baru saja memasuki mobil, untuk mengantarkan Gemi pulang ke apartemen. Setelah mengantarkan Chandie pulang dan menemani gadis kecil itu membersihkan diri dan mengganti pakaian untuk tidur. Sekarang, giliran Gemilah yang akan diantar pulang oleh Lee.
“Sudah biasa, dan sudah ada bik Sari yang nemenin kalau aku masih di luar.” Lee menstarter mobilnya dan berjalan pelan keluar dari gerbang. “Mau mampir? Ke mana, mungkin?” tanyanya kemudian.
“Langsung pulang aja, kasihan Chandie ditinggal sendirian.” Kalau seperti ini, Gemi jadi memikirkan keadaan gadis kecil itu. Gemi tahu kalau ada yang menemani Chandie saat ini, tapi tetap saja terasa
Buka komen pada rame yess. Ada keluarga Kim ikut baca Sexiest Journalist ... 🥰💙🙏🤗😂 Thankiizz muucch udah dibuat senyam senyum baca komennya ....
Gemi melirik jam digital yang tertera di sudut bawah laptopnya. Masih menunjukkan pukul 5.30 pagi, tapi bel apartemennya sudah berbunyi. Tidak mungkin rasanya jika Chandie dan Lee kembali datang pagi-pagi seperti ini. Namun, jika dipikir lagi, bisa saja ayah dan anak itu datang lagi untuk menemui Gemi, karena Chandie libur sekolah hari ini.Meletakkan laptop yang ada di pangkuanya ke atas tempat tidur, Gemi lantas beranjak untuk membuka pintu. Pipinya mengembung sembari menahan senyum.“Sendirian? Chandie kan libur, kok gak diajak?”“Tadinya mau ke sini, tapi Zaid subuh-subuh telpon dan ngajak Chandie berenang pagi-pagi. Ponakanmu yang baru sunat itu, juga ikut.”“Raka? Dia mana bisa berenang,” kekeh Gemi lalu mempersilakan Lee masuk seraya membalik tubuh kembali ke dalam. “Eh, tapi kan Raka baru sunat, emang gak papa ikut berenang?”Lee menutup pintu dan menguncinya. Mengikuti Gemi yang melangkah men
Gemi membolakan maniknya tidak percaya, ketika membaca sebuah nama yang berada di dalam daftar undangan mereka. Keduanya tengah sibuk mengelompokkan undangan menjadi beberapa bagian di ruang keluarga kediaman Lee. Sedangkan Chandie sendiri, saat ini sudah terlelap di kamar setelah Gemi menemani gadis kecil itu sampai tertidur.“Raja Respati Sagara …” ujar Gemi sedikit memekik menatap Lee. “Ini … beneran kita ngundang Pak Raja? Pak Gubernur? Serius? Apa beliau mau datang?”Lee terkekeh menatap wajah tidak percaya Gemi. Sejurus kemudian, Lee pun berdecak. “Aku yang malah heran waktu lihat daftar udangan dari kamu, nggak ada nama Pak Raja di sana. Harusnya, wartawan sekelas kamu itu, sama gubernur sudah bisa saling say hi.”Bibir Gemi mengernyit maju menanggapi Lee. “Say hi, kok, kalau pas ketemu. Tapi sekarang udah jarang, karena aku nggak liputan di pemprov lagi.”“Punya nomor hapenya?&rdq
“Gem …”Gemi menoleh ke arah Lily yang memeluk laptop dan sepertinya baru saja kembali dari ruang direksi. Menghentikan sejenak jemarinya yang tengah menari di atas keyboard.“Di tunggu pak Aries, di ruang tamu direksi.” Lily berlalu melewati Gemi yang saat ini terpaku di meja kerjanya.Pikiran Gemi kosong untuk beberapa saat, ketika mendengar nama Aries disebut. Terlebih, pria itu tengah berada di Radar dan sedang menunggunya saat ini. Mau apa Aries berada di kantor Gemi, pikirnya.Gemi men-sleep perangkat komputernya serta laptop yang berada di meja kerjanya. Menarik napas panjang, kemudian membuangnya dalam satu kali hembusan besar. Beranjak dari meja kerjanya dengan gusar, Gemi melangkah ragu memasuki ruang tamu direksi.Di dalam sana, sudah tampak Aries duduk sendiri di arm chair sembari bersandar menyilang kaki dan tampak angkuh. Gemi jadi berpikir, kenapa dirinya bisa jatuh cinta kepada Aries dahulu kala. Tapi,
“Did something happen?” tanya Lee ketika dirinya dan Gemi tengah makan siang bersama. Terlihat kegusaran di wajah Gemi, semenjak wanita itu menginjakkan kaki di restoran. Siang ini, Lee tidak menjemput Gemi di kantornya, karena Gemi masih berada di lapangan untuk wawancara dengan narasumber. Jadi, mereka hanya berjanji untuk bertemu di restoran. Gemi menggeleng tanpa minat sama sekali. Memaksakan senyumnya pada Lee kemudian berujar, “Lagi capek aja, sih, Mas. Kayaknya enak banget kalau pijet.” “Mungkin, sudah waktunya tubuhmu itu untuk istirahat, inget umur,” ledek Lee dengan mencebikkan bibir bawahnya. “Mending, di rumah aja ngurusin aku, pasti aku pijetin tiap hari kalau pulang kerja.” Gemi membalas Lee dengan cebikan yang sama sembari menahan senyumnya. “Gak kebalik, ada juga aku yang mijetin, Mas, kalau pulang kerja.” Lee menundukkan wajahnya dan berbicara pelan di telinga Gemi yang duduk di sebelahnya. “Semua bisa diatur, kita bisa pijet memijet
Mewah dan berkelas. Dua kata itulah yang mampu mewakili resepsi pernikahan Lee dan Gemi pada malam ini. Penuh dengan rekan dari kalangan media, serta para pejabat yang juga menyempatkan datang di pesta tersebut. Raja dan ratu sehari itu, tidak lepas memasang senyum bahagia mereka sedikit pun. Menyalami para undangan yang datang dari berbagai kalangan tanpa kenal lelah. Kedua mempelai pun merasa sangat terhormat, dengan kedatangan orang nomor satu di ibukota. Raja dan keluarga besarnya ternyata ikut menyempatkan hadir, dalam momen bahagia Lee dan Gemi. "Selamat, Lee!" seru Raja sangat bersemangat disertai senyum lebarnya saat menjabat tangan Lee. Sang gubernur tersebut juga sempat melakukan pelukan singkat sebelum akhirnya mereka mengabadikan moment bahagia itu bersama. “Makasih, Pak,” balas Gemi serta Lee secara bergantian. Tidak lupa juga, ucapan yang sama keduanya berikan kepada Aida yang selalu setia berada di samping Raja, di mana pu
Jarum jam sudah menunjukkan hampir tengah malam. Lee yang tampak panik karena melihat tubuh sang istri terkulai lemas di lantai ubin, akhirnya memutuskan menelepon dokter. Tidak mungkin rasanya kalau Lee membawa Gemi ke rumah sakit, atau, menelepon pihak hotel. Ada sebuah nama baik yang harus di jaga oleh Lee di sini, dan tidak ingin masalahnya menjadi bahan gosip karyawan hotel tempat dirinya menginap.Beruntung, rumah Yahya berada tidak jauh dari hotel. Jadi, ketika Lee menelepon pria itu untuk meminta bantuan, Yahya dan istrinya sudah berada di kamar hotel tidak sampai 20 menit kemudian.“Kalau main itu yang pelan, Lee!” ujar Yahya sudah duduk di samping Gemi dan sedang memeriksa tekanan darahnya.Sementara itu, Lee hanya bisa meringis karena candaan temannya itu.“Tekanan darahnya rendah,” lanjut Yahya kemudian memasang stetoskop di telinganya untuk memeriksa keadaan paru-paru, jantung serta pernapasan.Sejurus kem
Wajah Gemi benar-benar pusat pasi kali ini. Menatap pria yang sudah sah menjadi suaminya dengan perasaan kacau dan terombang ambing.“I-itu … A-aku dije—”“Gemini Kamaniya!” bentak Lee memotong ucapan Gemi yang terbata was-was, penuh dengan kekhawatiran. “Kamu tidur dengan mantan pacarmu, kan?” desak Lee yang sudah berpikiran pasti, kalau istrinya saat ini tengah hamil.Dengan kepala yang masih berdenyut nyeri, Gemi menyingkap cepat selimutnya dan hendak menghampiri Lee.Pria itu pun reflek memudurkan langkah untuk menjaga jarak. Tatapan Lee pun berubah, seolah benar-benar meremehkan Gemi, memandang jijik. Kecewa dengan sebuah fakta yang didapatkan di malam pertama pernikahan mereka. Dan mengapa harus malam ini, Lee mengetahui semuanya. Kenapa bukan kemarin-kemarin hingga ia bisa membatalkan pernikahan mereka.Gemi menghentikan langkahnya ketika menyadari Lee tidak ingin berdekatan dengannya. “
Malam itu, adalah malam kedua Gemi menjadi istri Lee, dan akan menjadi malam pertama, keduanya akan tinggal dalam satu atap.Pagi tadi, Lee membatalkan janji temu dengan Lyra di klinik wanita itu. Meskipun mendapat privilege di hari libur dan langsung ditangani oleh Lyra. Namun, Lee memiliki berbagai alasan agar tidak berada bersama dalam pemeriksaan kandungan Gemi.Lee hanya tidak mau mendengar langsung, kalau Gemi ternyata benar-benar hamil. Meskipun, di benak Lee hal itu sudah pasti terjadi, karena melihat dari tanda-tanda yang ditunjukkan oleh Gemi.Tidak hanya membatalkan pemeriksaan di dokter kandungan. Lee juga membatalkan perjalan bulan madu mereka ke Pulau Derawan. Menurutnya, hal tersebut tidak ada gunanya sama sekali. Menikah dan berbulan madu dengan istri yang sudah mengkhianatinya, sungguh hanya membuang-buang waktu saja. Lebih baik, ia kembali bekerja dan meneruskan hidup seperti biasa hingga saat perceraian itu tiba.“Setelah Chandie
"Haaahhhh …" Gemi langsung merebahkan diri pada karpet bulu yang terhampar di ruang tengah. Meregangkan tubuh lelahnya, kemudian melihat Lee, yang juga ikut merebahkan diri di sampingnya. "Aku capeeek," keluh Gemi lalu memiringkan tubuhnya untuk memeluk Lee. “Pijitin.” Lee lantas terkekeh kecil. Lalu mengangkat satu tangannya agar bisa digunakan Gemi sebagai bantal. “Plus-plus?” Tangan Gemi reflek menepuk dada Lee. “Nanti didenger anak-anak!” desisnya dengan manik yang melotot kesal. “Mereka ke mana semua, sih?” “Bentar juga keluar lagi, lihat aj—“ “Papaaa … nggak boleh deket-deket Mama!” Baru saja dibicarakan, gadis kecil berusia empat tahun itu kini berlari ke arah mereka. Tubuh mungil itu, langsung ikut merebahkan diri di tengah-tengah orang tuanya. Dengan sengaja menggeser tubuh sang mama yang menjadikan tangan papanya sebagai bantal. Lee hanya saling melempar tatapan dengan sang is
Lima bulan kemudian …. Chandie berlari secepat kilat, ketika melihat sebuah roda empat yang baru saja terparkir di depan pagar rumahnya. Sedari tadi, gadis kecil itu memang sudah mondar mandir di teras rumah dengan tidak sabar. “Mama … bunda Geeta sudah datang!” seru Chandie dengan kaki yang masih melompat-lompat kecil. “Kak—“ Ucapan Gemi terputus dengan helaan. Putrinya yang aktif itu langsung berbalik cepat, dan kembali berlari ke luar rumah. Sementara Lee, hanya menggeleng dan menyudahi sarapannya. “Barangnya anak-anak di mana?” tanyanya sembari berdiri dan mengusap kepala Arya yang tengah tengah duduk di high chair. “Tasnya Arya masih di kamar, Mas,” kata Gemi sambil masih menyuapi Arya. “Kalau punya Chandie sudah dibawa ke teras dari tadi pagi sama dia. Udah nggak sabar mau ke Batu.” Lee kembali menggeleng sambil berjalan ke kamar mereka, yang kini sudah pindah ke lantai dua. Dari kemarin, yang dibahas Chandie selalu
“Mama, kenapa dari tadi adek digendong sama tante Geeta?”Gemi yang tengah mengepang rambut Chandie di tepi ranjang, menatap Lee dengan mencebikkan bibir. Menahan tawa, karena melihat Chandie yang begitu gelisah ketika adiknya sedari tadi hanya bersama Geeta.Sejak Chandie bangun tidur, mandi, dan hari pun sudah berubah kelam, gadis kecil itu melihat sang adik selalu berada bersama Geeta. Arya hanya berada bersama Gemi ketika Geeta kembali ke kamarnya untuk mandi. Atau, ketika Arya tengah menangis karena lapar dan Gemi harus mengASIhi bayi mungilnya itu.“Karena tante Geeta sayang sama adek Arya,” jawab Gemi.“Tapi adek nggak dibawa pulang sama tante Geeta, kan?” tanya Chandie lagi.Lee dan Gemi kompak terkekeh bersamaan.“Tante Geeta cuma pinjem adek Arya sebentar,” jawab Gemi.“Terus kapan dibalikinnya?” Chandie tidak berhenti protes sampai semua pertanyaan yang
Geeta tertegun kaku, ketika melihat Gemi keluar dengan menggendong seorang bayi. Menghampirinya lalu duduk tepat di samping Geeta. “Namanya Arya Arkatama, umurnya baru satu bulan,” ujar Gemi lalu menyodorkan sang bayi ke arah Geeta. “Bunda Geeta nggak mau gendong?” Tangan Geeta seketika terlihat tremor. Saling menggenggam dan meremas, untuk menghilangkan rasa takjubnya. Ia masih terdiam dan belum menyambut bayi mungil itu dari tangan Gemi. Melihatnya saja, hati Geeta langsung terenyuh, dengan manik yang mulai mengembun haru. “Arya pengen digendong sama Bunda Geeta,” ungkap Gemi, kembali ingin menyentuh sisi keibuan Geeta lebih dalam lagi. Gemi paham, perbuatannya kali ini akan menimbulkan luka. Namun, hanya dengan luka inilah, mungkin Geeta akan berpikir dua kali untuk kembali rujuk dengan Aries. Bukankah mereka berdua sungguh mendambakan adanya seorang anak. Maka, sekarang adalah saat yang tepat bagi Gemi untuk memojokkan Geeta dengan i
Sesuai janji, Geeta kini sudah berada di Surabaya. Duduk berhadapan dengan Lee di lounge sebuah hotel berbintang, untuk berbicara sesuatu mengenai masa depan. “Sudah aku bilang, Mas, kasusnya beda.” Geeta menyesap orange punchnya sebentar lalu kembali bersandar sembari bersedekap. “Mas Aries, selingkuh di belakangku, dan …” Geeta sengaja menjeda kalimatnya untuk menghela sejenak. “Apa Mas nggak curiga? Siapa tahu mereka berdua memang melakukannya atas dasar suka sama suka. Just my two cents, no offense.” Terang saja Lee menggeleng tidak setuju. “Jangan mengalihkan isu,” sanggahnya. “Coba pikirkan lagi, Geet. Bertahun-tahun kalian bersama, apa pernah Aries melakukan hal fatal seperti ini? Di mataku, Aries cuma seorang ambisius yang gila kerja.” Geeta terdiam, karena yang diucapkan Lee semua adalah benar. “We all make mistakes, Geet. Aku sekali pun, pernah melakukan kesalahan dengan Anita, juga Gemi. Tapi, mereka masih ngasih aku kesempatan untuk
“Dia masih nelpon?”Gemi membuang napas panjang dengan menggembungkan pipi, setelah mendengar pertanyaan yang dimuntahkan oleh Lee. Ia lantas mengangguk untuk menjawab pertanyaan itu.“Apa, kita nggak terlalu keras sama dia, Mas?” Gemi bertanya balik tanpa melepaskan tatapannya pada ponsel yang kini bergetar di genggaman.Satu nama itu kembali meneleponnya dan sampai sekarang, Gemi tidak pernah sekali pun mengangkatnya. Namun, Gemi selalu membalas seadanya jika pria itu bertanya mengenai putranya melalui chat.Lee juga ikut menghela ketika mendengar pertanyaan Gemi. Sebenarnya, di lubuk hati Lee yang paling dalam, ia juga tidak tega memperlakukan Aries seperti ini. Namun, di sisi lain, Lee juga merasa khawatir jika ia memberi izin pria itu untuk menemui putranya, karena status Aries yang diambar perceraian. Sebagai seorang suami, wajar jika Lee merasa cemburu dan cemas jika sepasang kekasih itu pada akhirnya kem
“Cobalah dipikirkan dulu,” bujuk Audi tengah membawa Arya yang tertidur dalam gendongannya. Cucu lelakinya itu baru saja menyesap ASI dan kembali terlelap puas setelah perutnya terisi. “Rumah di Jakarta itu besar, sayang kalau nggak ada yang nempatin. Gemi yang tengah tidur bertelentang lelah di karpet itu, belum menjawab. Ia sibuk menghela karena terlalu lelah mengurus Arya. Ternyata, menjadi ibu baru itu tidaklah mudah. Masih untung ada Audi dan asisten rumah tangga yang juga ikut membantunya. Jika tidak, Gemi mungkin akan benar-benar stres menghadapi semuanya. Sejak Abdi dan keluarga Asri kembali ke Jakarta lebih dulu, sang ibu kerap membujuk Gemi agar bisa pindah kembali ke ibukota. Namun, Gemi belum bisa memberi jawaban pasti akan hal tersebut. Banyak pertimbangan dan banyak pula yang harus ia pikirkan. “Sudah dibicarain sama suamimu belum, Gem?” Audi kembali membuka mulutnya ketika melihat sang putri hanya berdiam diri, sembari menatap langit-langit di
Setelah pertemuan yang menegangkan siang tadi dengan Aries, sampai saat ini Gemi masih merasa bersalah kepada pria itu. Gemi bukannya ingin memisahkan Aries dengan putranya, hanya saja, ada sebuah aib masa lalu yang harus ia tutup rapat untuk selamanya. Jika nanti Aries kerap mengunjungi Arya tanpa Geeta, keluarga besar Gemi perlahan akan curiga. Terlebih, jika nantinya wajah Arya ternyata punya kemiripan dengan Aries. Oh, tidak! Gemi saat ini hanya bisa berharap, kalau wajah putranya akan didominasi oleh wajahnya. “Ngapain, Gem?” tanya Lee yang baru saja keluar dari kamar mandi. Setelah pulang dari rumah sakit sehabis persalinan, Lee langsung menginap satu kamar dengan dengan Gemi, untuk menghindari kecurigaan Audi yang sudah berada di rumah terlebih dahulu. Selama itu juga, mereka sudah tidur satu ranjang tapi benar-benar tidak melakukan hal apapun. Hanya saling memberi kecupan selamat tidur, dan tidak berani untuk melangkah lebih jauh l
Aries segera berdiri dari tempatnya, ketika melihat Gemi dan Lee berjalan dengan bergandengan tangan memasuki restoran. Tadinya, ia berharap sangat, kalau Gemi akan membawa buah hati mereka ke restoran. Namun, dengan tidak adanya stroller bersama mereka, pupuslah sudah harapan Aries.“Kenapa jadi seperti ini,” protes Aries pada Lee dengan melayangkan tatapan tajam. Garis bibir yang menipis dan kedua tangan yang mengepal, menunjukkan bahwa Aries tengah kesal sepenuh jiwa. “Aku bahkan nggak dikabari sama sekali kalau anakku sudah lahir. Dan sekarang, kalian dengan seenaknya buat surat perjanjian kalau aku harus tutup mulut?”Lee menarik sebuah kursi untuk Gemi duduki terlebih dahulu. Bersikap tenang dan tidak ingin terbawa emosi. Setelah Gemi dan dirinya telah duduk, barulah Lee membuka suara. Menatap Aries yang masih berdiri dengan rahang mengeras.“Itu karena Geeta sudah mengajukan gugatan cerai dan aku nggak mau ambil resiko, Ar.&r