Beranda / Rumah Tangga / Seuntai Janji / Bab 7 - Berdesir

Share

Bab 7 - Berdesir

Penulis: Olivia Yoyet
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-12 17:05:48

07

Beberapa menit berselang, pesawat bersiap-siap tinggal landas. Imran membaca doa dalam hati sambil memandangi kaca kecil. 

Badan pesawat terangkat dan mulai menanjak. Bentuk-bentuk bangunan perlahan mengecil, hingga akhirnya hanya ada awan berarak mengiringi burung besi mengangkasa. 

Imran memejamkan mata dan berhasil terlelap. Hampir satu jam kemudian, dia merasakan sentuhan di lengan kiri yang memaksanya untuk membuka mata. Perempuan berambut ikal menunjuk ke meja kecil di depan Imran, di mana sudah ada makanan dan minuman buat pria tersebut. 

"Makasih," ucap Imran seraya mengulaskan senyuman tipis.

"Sama-sama," jawab perempuan berjaket krem, kemudian dia mengalihkan pandangan ke buku yang tengah dibacanya.

Imran mengambil gelas terlebih dahulu dan meneguk airnya beberapa kali. Kemudian dia membuka kotak makanan dan mulai bersantap sambil mengamati luar kaca. Pria berkumis tipis melirik pergelangan tangan kanan dan baru menyadari bila saat itu sudah masuk waktu zuhur. 

Seusai menghabiskan makanan, Imran berdiri dan meminta izin pada penumpang di sebelah agar dia bisa keluar. Imran meneruskan langkah menuju toilet untuk menuntaskan panggilan alam, lalu mengambil wudu. 

Beberapa menit berlalu, Imran sudah selesai menunaikan ibadah salat Zuhur dan Asar yang disatukan. Meskipun dalam kondisi duduk dan ruang geraknya sempit, tetapi Imran tetap menuntaskan salat. Pria tersebut mengambil tas kerja dan meraih sebuah buku cerita horor karya penulis kesayangannya.

Selama hampir dua jam berikutnya, Imran asyik membaca. Hingga matanya memberat dan pria tersebut memutuskan untuk kembali beristirahat, karena perjalanan masih harus ditempuh selama beberapa jam lagi. 

***

Arya baru saja duduk di kursinya di ruang kerja, ketika sekretaris dan asisten pribadinya memasuki ruangan. Keduanya membawa setumpuk berkas di tangan masing-masing. Arya mendelik tajam pada pasangan suami istri tersebut yang seolah-olah tidak terintimidasi sikap sang bos. 

"Silakan dinikmati hidangannya," seloroh Gunawan, sang asisten yang sudah lama mengabdi pada Arya. 

"Kamu, tuh, Gun. Harusnya yang dihidangkan itu kopi dan kue. Bukan kertas!" sungut Arya. 

"Itu udah mainstream, Mas. Sekali ini nyoba menu yang berbeda, mungkin bisa doyan," balas Gunawan sembari berpindah ke dekat jendela untuk membuka gordennya lebar-lebar. 

"Apalagi ini, Tami? Kalian bersekongkol mau bikin aku kena serangan jantung?" protes Arya pada sang sekretaris yang justru menarik kursi di seberang meja dan duduk dengan santai. 

"Sstt! Jangan bernada tinggi ngomongnya. Anak kita nanti kaget-kagetan," kelakar Tami sambil mengusap perutnya yang mulai membuncit. 

"Hmm, kapan jadwal kontrolnya?" tanya Arya. 

"Lusa, Mas bisa nganter? Ayahnya nggak tahu ke mana." 

"Bisa. Sekalian habis itu kita kencan, aku sudah lama nggak nonton di bioskop." 

"Oke, tapi pulangnya ke apartemen Mas, ya. Aku lagi pengen dikelonin." 

"Siap, mau sampai besok pun, hayoklah." 

"Aku dengar, ya, rencana kalian mau berselingkuh!" Gunawan berbalik dan berpura-pura mengomel. "Mas sepertinya harus segera dicarikan istri baru agar istriku nggak digodain terus," candanya sembari menghampiri sang istri dan melingkarkan tangan kanan di pundak Tami. 

"Jangan aneh-aneh, Gun. Baru juga lewat dua bulan. Aku masih cinta sama Erni, belum kepikiran cari penggantinya," tolak Arya. 

"Anak-anak butuh Ibu sambung, Mas. Walaupun ada kedua Nenek yang bergantian jaga, tetap aja beda kalau sama Ibu, walaupun cuma Ibu sambung," terang Gunawan sambil menatap bosnya dengan lekat. "Apa perlu kucarikan?" usulnya seraya tersenyum lebar. 

"Nggak perlu, aku masih pengen sendiri. Nanti kalau sudah butuh pendamping, aku akan minta Ibu buat cariin," jelas Arya. 

"Kenapa nggak cari sendiri, Mas?" desak Tami. 

Arya menggeleng, lalu menjawab, "Aku percaya dengan perempuan pilihan Ibu. Mau dari Ibu mertua ataupun Ibu kandung, akan kunikahi kedua calonnya." Arya terkekeh ketika Tami spontan melemparkan gumpalan tisu ke arahnya, sementara Gunawan ikut terbahak bersama sang bos. 

Ketiga orang tersebut masih bersenda gurau selama beberapa belas menit kemudian, sebelum Gunawan dan Tami berpamitan untuk melanjutkan pekerjaan di ruang kerja masing-masing. 

Arya menatap tumpukan berkas di mejanya sambil menggeleng. Pria berparas manis akhirnya mengambil berkas teratas dan mulai membaca isi dokumen. Arya tahu bila percuma saja dia mengeluh, karena pada nantinya dia tetap harus menyelesaikan pekerjaan. 

Langit siang yang panas mulai meredup. Lembayung senja nan indah menghiasi langit. Suasana di luar gedung kantor sembilan lantai tersebut kian lengang seiring dengan jam pulang kerja. 

Arya menumpangkan tangan kanan ke meja dan memijat dahinya yang berdenyut. Pria berkulit kuning langsat merasa lelah untuk melanjutkan pekerjaan dan akhirnya memutuskan untuk beristirahat. Arya menengadah dan memandangi langit, sebelum akhirnya tersadar bila dirinya belum menunaikan salat asar. 

Pria berkemeja krem motif garis-garis memanjang, bergegas berdiri dan jalan memasuki bilik termenung di ujung kiri ruangan. Tak berselang lama dia sudah keluar dan menghamparkan sajadah sesuai kiblat. 

Arya melakukan ibadah empat rakaat dengan khusyuk. Kala berdoa, pria tersebut menitikkan air mata ketika mengingat sosok Erni. 

Arya menunduk dan membiarkan wajahnya basah oleh bulir bening. Betapa dia sangat merindukan perempuan yang selalu menyambutnya dengan senyuman bila baru pulang kerja. Kenangan indah berkelebatan silih berganti dan tak sanggup dibendungnya. 

Arya tidak tahu berapa lama dia merengek sambil sesenggukan, sebelum akhirnya menengadah untuk memandangi langit yang kian gelap. Arya mengelap wajahnya dengan ujung lengan kemeja, sebelum berdiri dan melipat sajadah serta mengembalikan benda biru itu ke tempat semula. 

Arya berdiri di dekat jendela. Dia mengamati langit yang sama gelapnya dengan suasana hati. Sang duda membayangkan wajah Erni, lalu mengucapkan kerinduan sembari menahan diri untuk tidak kembali menangis.

Bayangan wajah Erni terbentuk di langit. Arya tertegun sesaat, lalu bertutur, "Papa kangen, Ma. Kangen banget." 

Belasan menit berlalu, Arya sudah berada di dalam mobil dan ikut berjibaku dengan pengendara lain agar bisa segera tiba di tempat tujuan. Pria tersebut baru saja menghentikan kendaraan di depan garasi, ketika mendengar suara teriakan kedua anak kembarnya dari teras. 

Arya menyambar tas kerja dari kursi samping kiri sebelum membuka pintu dan keluar. Arya menutup pintu mobil dan mengunci kendaraan, lalu menghampiri Aldi dan Aldo yang berebutan menyalaminya dengan takzim. 

Langkah Arya terhenti di depan pintu ketika melihat Dahayu tengah duduk di sofa sambil menggendong Alfian. Arya terpaku di tempat kala perempuan berjilbab putih tersebut berdiri dan menghampirinya. Dahayu mengulurkan tangan yang dijabat Arya dengan perasaan aneh. 

Kedua orang tersebut saling menatap sesaat, sebelum Dahayu menarik tangannya sambil berkata, "Yuk, Mas. Langsung ke ruang makan. Aku bawa makanan kesukaan Mas langsung dari restorannya di Jakarta." 

Arya tidak langsung menjawab. Dia hanya memerhatikan saat Dahayu berbalik dan melenggang memasuki ruangan dalam. Arya merasa senang bisa bertemu Dahayu meskipun sedikit bingung karena hatinya tiba-tiba berdesir. 

Bab terkait

  • Seuntai Janji    Bab 8 - Jujur

    08"Semuanya terserah kamu, Yu. Kalau memang ada rasa suka, jelaskan semuanya pada Imran biar dia nggak kaget nanti. Jujur dari awal akan lebih baik biar ke depannya nggak ada batu sandungan," tutur Arya, sesaat setelah Dahayu menceritakan tentang permintaan Imran yang mengajaknya menjalin hubungan serius. "Iya, Mas. Walaupun ragu-ragu, tapi aku memang berencana buat ungkapin semuanya ke dia," sahut Dahayu. "Sebenarnya ada satu kendala lagi, Mas. Dia belum punya anak laki-laki. Walaupun Kakak laki-lakinya punya penerus buat keluarga mereka, tapi aku pikir Mas Imran mungkin ingin memiliki penerus sendiri, bukan keponakan," sambungnya. "Sekarang bisa angkat anak, ikat pakai hukum, jadi ,deh, penerus keluarga." Dahayu menggeleng. "Takutnya dia nggak mau kayak gitu dan pengen punya anak kandung. Bisa-bisa aku dipoligami lagi. Kapok. Walaupun Ivana itu aku yang milih, tapi saat tahu Mas Zayan jatuh cinta sama dia, tetap aja aku cemburu. Harusnya dari dia belum nikahin Ivana itu aku udah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Seuntai Janji    Bab 9 - Beruntung

    09Sambil menggendong dan mengayun Alfian, Arya memerhatikan gerakan Dahayu yang lincah melayani para pembeli. Dengan sabar perempuan bergamis hijau tua mendengarkan konsep pakaian pesta, yang akan dipesan oleh rombongan ibu-ibu dari sebuah bank terkemuka di Indonesia. "Masyallah, lucunya," puji seorang perempuan berjilbab putih sambil menyentuh tangan Alfian yang balas memandanginya penuh minat. "Usianya berapa, Pak?" tanyanya sembari menatap Arya. "Dua bulan, Bu," jawab Arya. "Dan ibunya masih sibuk bisnis, luar biasa. Hebat!" Perempuan tersebut mengacungkan jempol pada Dahayu yang sempat terkejut sesaat, sebelum memaksakan senyuman agar para tamunya tidak curiga. "Lebih mirip ke bapaknya, ya, daripada ke Ibu," timpal seorang perempuan berjilbab kuning yang ikut memegangi pipi Alfian. "Pipinya gemesin buat diemut," selorohnya yang disambut tawa rekan-rekannya. "Saya juga sering ngemut pipinya kalau lagi tidur. Empuk," tutur Dahayu seraya tersenyum lebar. "Iya, apalagi nanti ka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Seuntai Janji    Bab 10

    10"Assalamualaikum," ucap Arya. "Waalaikumsalam. Ehm ... maaf, Dahayunya ada?" Imran mengerutkan dahi karena tidak mengenali suara yang menjawab teleponnya, tetapi dia bisa menebak bila itu adalah Arya, sebab tadi Imran sempat bertukar pesan dengan Dahayu yang menceritakan bila ada Arya di ruang kerjanya."Lagi ke toilet," jawab Arya. "Oh, ya, perkenalkan. Aku, Arya Himawan, sahabatnya Dahayu," ungkapnya. "Salam kenal, Mas. Saya, Imran Maulana Nataprawira." "Aku banyak mendengar kisahmu dari Ayu." "Sama, Mas. Ayu juga sering cerita tentang Mas dan anak-anak. Dan akhirnya kita bisa ngobrol juga." "Kata Ayu, kamu mau ke sini nanti?" "Iya, untuk mendengarkan keputusannya tentang hubungan kami. Apa dia ada cerita soal itu?" "Ya, tapi aku nggak mau ikut campur. Itu urusan pribadi Ayu." Arya terdiam sejenak, kemudian bertutur, "Aku dan Ayu sangat dekat. Jadi, kuharap kedekatan kami nggak jadi masalah buatmu." "Tentu saja nggak, Mas. Kalian sudah bersahabat sejak dulu. Mana mungkin

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Seuntai Janji    Bab 11

    11Setibanya di kamar yang berada di lantai lima gedung tersebut, pegawai pria segera berpamitan. Arya meletakkan kunci mobil ke meja rias sebelum meneruskan langkah dan membuka pintu kaca balkon. Pria berkumis tipis memandangi langit cerah sejenak, lalu mengarahkan pandangan ke bawah. Tiga kolam berbeda ukuran tampak sangat indah dipandang dari atas. Taman di sekitar kolam kian menambah keelokan tempat itu. "Yu," panggil Arya tanpa menoleh. "Ya?" jawab Dahayu sembari memindahkan pakaiannya ke lemari. "Besok pagi aku mau ngajak anak-anak berenang ke sini. Boleh?" "Boleh, dong. Mau nginap juga bisa. Aku tinggal ngomong ke Mas Malik atau Ferdi.""Kenapa nggak ke si berewok?" "Males. Nanti aku diminta biaya nginap." Arya terkekeh sambil membalikkan badan. Dahayu tersenyum lebar sembari melirik sahabatnya yang tengah berdiri menyandar ke tembok pembatas balkon. Cahaya matahari yang menyorot dari belakang Arya seakan-akan menciptakan sinar berpendar di sekitar tubuhnya. Dahayu terk

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Seuntai Janji    Bab 12

    12Acara makan malam di restoran favorit anak-anak, berlangsung riuh karena bocah-bocah yang berlarian ke sana kemari. Wahyuni berulang kali mengejar Aldi dan Aldo yang bergerak lincah menggunakan berbagai alat permainan. Intan menggantikan posisi temannya beberapa belas menit, agar Wahyuni bisa menyelesaikan bersantap.Dahayu berulang kali mengecek kereta bayi sambil mengipasi Alfian. Bukan karena takut bayi itu kegerahan, tetapi Dahayu tidak mau ada nyamuk yang akan mengganggu Alfian yang telah pulas. Arya yang baru selesai makan, menarik kereta agar lebih dekat dengan tempat duduknya."Kok, ditarik?" tanya Dahayu sembari mengerutkan dahi. "Kamu belum beres makannya. Lanjutin aja," sahut Arya sambil memandangi Alfian yang kian montok. "Aku bisa makan sambil ngasuh." "Iya, tapi kemaren-kemaren kamu sudah sering ngasuh Alfi, akibatnya acara makanmu kacau." "Enggak apa-apa, aku ikhlas. Latihan kalau ketemu sama anaknya Mas Imran." "Usia berapa anaknya?" "Kalau nggak salah, 3 ta

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Seuntai Janji    Bab 13

    13Seorang pria berjaket hitam menerobos orang-orang yang memenuhi area bandara. Dia mempercepat langkah ketika mendengar suara panggilan dari pengeras suara, agar para penumpang yang akan menuju Indonesia segera memasuki pesawat. Imran berlari seusai melewati tempat pemeriksaan terakhir hingga tiba di ruang tunggu, di mana puluhan orang tengah antre untuk memasuki pesawat. Imran menghela napas lega dan melepaskannya perlahan, merasa tenang dirinya tiba tepat waktu. Hanya berselang beberapa menit setelah dia duduk di kursi penumpang, pesawat bersiap-siap tinggal landas. Imran menyandarkan kepala dan mengamati langit pagi menjelang siang yang menyelimuti Kota Melbourne. Sudut bibirnya terangkat merekahkan senyuman ketika membayangkan ekspresi Dahayu saat dirinya tiba di Indonesia. Pria berlesung pipi sengaja merahasiakan kepulangannya untuk memberi kejutan pada Dahayu. Kelelahan yang mendera setelah lari ratusan meter membuat Imran memutuskan untuk tidur. Perjalanan selama kurang l

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Seuntai Janji    Bab 14

    14Jalinan waktu terus bergulir. Dahayu telah kembali ke Jakarta. Pagelaran busana yang akan diikutinya bulan depan, menjadikan Dahayu benar-benar harus menyiapkan rancangan terbaik. Imran yang sering bertugas ke luar kota, hanya sekali-sekali menjumpai Dahayu. Dia belum memberikan jawaban atas pertanyaan Dahayu tempo hari, karena masih membutuhkan waktu untuk berpikir. Sementara itu di Surabaya, Arya terpaksa mengangkut ketiga putranya beserta kedua asisten ke Yogyakarta. Sebab ayahnya tengah dirawat di rumah sakit. Jamilah telah pulang terlebih dahulu minggu lalu agar bisa merawat suaminya dengan lebih konsisten. Pesawat yang ditumpangi Arya dan keluarganya mendarat dengan mulus di bandara Yogyakarta. Pria yang telah mencukur kumisnya, meminta kedua bocah kembar untuk menunggu penumpang lain turun. Baru kemudian mereka yang keluar dari pesawat. Wahyuni memegangi Aldi dan Aldo di tangan kanan serta kirinya. Intan menggendong Alfian yang masih terlelap. Sedangkan Arya menjinjing

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Seuntai Janji    Bab 15

    15Sudah lewat dari jam sepuluh malam, ketika mobil sewaan Arya melaju menjauhi pekarangan kediaman Zayan dan Ivana di kawasan Jakarta Selatan. Semenjak menetap di Ibu Kota beberapa bulan silam silam, Zayan dan Ivana kembali ke rumah lama, yang pernah mereka tempati saat awal menikah. Kala melintasi jalur utama perumahan elite, Dahayu sempat memerhatikan bangunan yang pernah menjadi saksi rumah tangganya bersama Zayan sekian tahun lalu. "Siapa yang nempatin rumahmu, Yu?" tanya Arya, sesaat setelah menjauh dari area itu. "Pengontrak," jelas Dahayu. "Kalau nggak salah, keluarga bule dari Amerika. Mereka suka sama desain rumah yang terbuka dan banyak taman," lanjutnya. "Rumah itu, masih atas namamu, kan?" "Ya. Uang sewa pun masuk ke rekeningku tiap tahun. Mas Zay nggak mau tahu aku udah nolak dikasih uang. Dia tetap ngirim, bahkan tepat waktu tiap bulan." "Itu memang sudah kewajibannya sebagai mantan suami. Harus memberimu nafkah, sampai kamu menikah kembali." "Hmm, ya. Padahal

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16

Bab terbaru

  • Seuntai Janji    Bab 63

    63Ruang pertemuan di hotel Janitra, Minggu siang itu tampak ramai. Para tamu undangan berulang kali tertawa akibat drama yang ditampilkan para bos PG. Telah menjadi peraturan tidak tertulis. Jika yang menikah adalah anggota PC, maka tim PG dan PBK yang menjadi pengisi acara. Begitu juga sebaliknya. Akan tetapi, karena saat resepsi di Yogyakarta minggu lalu tidak banyak bos PG yang hadir, akhirnya tim 7 PC dan tim PBK yang mengisi acara pertunjukannya. Dahayu mengusap sudut matanya, ketika menyaksikan tingkah para komedian yang tengah berlakon sebagai tokoh wayang. Kisah perang Bharatayuda yang seharusnya menegangkan, berubah menjadi drama lucu. "Kakanda Yudhistira, biarkan aku yang maju untuk memenggal kepala Duryodana!" seru Hadrian yang berperan sebagai Arjuna. "Kemarin saja kamu kalah adu layangan dengan dia. Jangan sok-sokan mau membunuhnya," ledek Dante yang berlakon sebagai Nakula. "Kakanda Nakula benar," imbuh Calvin yang menjadi Sadewa. "Sesama saudara, jangan saling m

  • Seuntai Janji    Bab 62

    62Setelah 2 hari menginap di rumah Dartomo, Dahayu mengajak suami dan anak-anaknya menginap di rumah Bagja. Kedatangan mereka disambut kedua orang tua Dahayu dengan sangat hangat. Bahkan Bagja dan Jamilah memaksa agar Aldi, Aldo serta Alfian tidur di kamar utama. Selama 2 hari di rumah mertuanya, Arya banyak berdiskusi dengan Bagja. Pria tua berkumis memberikan wejangan tentang bisnis dan tips menjalani kehidupan. Tibalah hari kepindahan keluarga Arya ke Jakarta. Kedua orang tuanya dan keluarga Dahayu turut berangkat ke Jakarta, untuk mengantarkan keluarga baru tersebut. Sesampainya di bandara Cengkareng, Arya terkejut saat didatangi petugas bandara, yang menyampaikan pesan dari Alvaro. Seusai memastikan semua barang tersusun rapi di troli, Arya mendorong kereta Alfian yang tengah terlelap sejak masih dalam pesawat. Arya bergegas ke pintu keluar terminal kedatangan penerbangan domestik. Dia celingukan, sebelum mendatangi beberapa orang berseragam safari hitam, yang telah menung

  • Seuntai Janji    Bab 61

    61Jeritan para bocah mengagetkan Arya pagi itu. Dia belum sempat mengubah posisi badan, ketika Aldi dan Aldo melompat ke kasur. Alfian berusaha memanjat tempat tidur, sebelum akhirnya diangkat Arya dan didudukkan di dekat kedua kakaknya. Arya meringis kala ketiganya meloncat-loncat, kemudian dia meminta para bocah untuk berhenti melakukan itu dan duduk bersila di dekatnya. Dahayu muncul sambil mendorong troli penuh makanan. Dia berhenti di dekat meja, lalu memanggil ketiga anak sambungnya yang segera mendatangi sang ibu. Dahayu meminra ketiga lelaki kecil untuk duduk di sofa. Kemudian dia membagikan potongan kue pada mereka. Dahayu berdiri dan beralih membuat minuman untuk dirinya serta Arya. Pria berkumis tipis bangkit dari kasur. Alih-alih menuju kamar mandi, Arya justru bergabung dengan anak-anaknya, sambil memerhatikan Dahayu yang rambutnya masih lembap. Arya mengulum senyuman. Malam pertama mereka berlangsung penuh kehangatan. Sama-sama lama sendirian, menjadikan Dahayu dan

  • Seuntai Janji    Bab 60

    60 Malam itu, Arya mengecek kondisi ketiga putranya di family room lantai tiga. Sisi kanan lantai itu menjadi area khusus keluarga Arya dan Dahayu. Sementara sisi kiri ditempati para bos PG dan PC serta petinggi PBK. Semua pengawal muda dan tim butik ditempatkan di lantai 4. Sedangkan Zayan dan keluarganya menginap di lantai 5 yang sisi kirinya merupakan tempat khusus keluarga Hatim, bila tengah berkunjung ke Yogyakarta. Setelah memastikan Aldi, Aldo dan Alfian terlelap, Arya berpamitan pada Wahyuni, Intan dan Resna yang turut menemani ketiga bocah tersebut. Tidak berselang lama, Arya sudah berada di koridor panjang yang dalam kondisi lengang. Dia memasuki lift untuk menuju kamar pengantin di lantai 7, yang merupakan area tertinggi di gedung itu. Zayan sengaja menempatkan Arya dan Dahayu di president suite yang baru dibangun 6 bulan silam. Selain supaya pasangan pengantin memiliki privasi, Zayan ingin menunaikan janjinya pada Dahayu, yakni melaksanakan pernikahan mantan istrinya

  • Seuntai Janji    Bab 59

    59 "Silakan dimulai, Engkoh Wew Wiw Ya, Abang Z, dan Kang H," tukas Fikri yang bertugas sebagai MC, bersama Khairani. "Pasukan owe belum semuanya datang," jawab Wirya dengan dialek khas orang Chinese. "Dipanggil aja, Koh," usul Khairani. "Biaya memanggilnya itu mahal," cetus Wirya. "Enggak apa-apa. Nanti tagihannya dibebankan ke PBK," papar Fikri. "Jangan cari masalah. Dirutnya garang," seloroh Zein. "Bukan garang lagi, tapi bengis bin sadis," imbuh Hendri. "Pokoknya jangan disenggol. Tanduknya akan muncul di kepala." "Taringnya pun keluar. Panjangnya 50cm." "Kalau lagi kumat sisi buruknya, musuh akan dikunyah." "Enggak dimasak dulu?" "Sudah dipanggang pakai jurus 3." "Stop!" sela Wirya. "Ngomongin dia itu nggak akan ada habisnya. Apalagi dia adalah anak kesayangan Emak OY yang pasti muncul di semua buku baru," lanjutnya. "Tidak terbantahkan emang," timpal Zein. "Apalah kita, nih. Hanya jadi pendukung yang jarang muncul," keluh Hendri. "Akang masih mending. Buku hororn

  • Seuntai Janji    Bab 58

    58 Ruang pertemuan besar di hotel milik Hatim Grup, Sabtu siang itu terlihat ramai. Perhelatan akbar pernikahan Arya dan Dahayu berlangsung meriah. Pasangan pengantin terlihat semringah. Mereka menyambut ucapan selamat dari semua tamu, dengan sangat ramah.Arya yang memang murah senyum, nyaris tidak berhenti mengukir senyumannya. Demikian pula dengan Dahayu yang tampil sangat cantik dan anggun. Gaun pengantin sage bertabur permata asli buatannya, menjadikan Dahayu benar-benar memesona. Ditambah dengan riasan wajah hasil penata rias ternama, menjadikan tampilan wajahnya terlihat makin menawan. Arya yang mengenakan setelan jas sage yang serupa dengan gaun Dahayu, terlihat berulang kali menatap pengantinnya dengan sorot mata memuja. Hal itu ternyata tertangkap jelas oleh rekan-rekan Arya yang berada di tempat VIP sisi kiri pelaminan. Mereka memvideokan tingkah sang pengantin pria, kemudian mengirimkannya ke grup PC dan PG utama. Tepat pukul 2, semua lampu utama diredupkan. Beberapa

  • Seuntai Janji    Bab 57

    57Sepanjang acara siraman, Dahayu nyaris tidak berhenti menangis. Dia teringat tingkahnya di masa lalu yang menyebabkan kedua orang tuanya kecewa. Begitu pula saat Bayu dan Nana menyiraminya dengan pelan, Dahayu memegangi pinggang sang kakak sambil sesenggukan. Bayu turut memeluk adiknya tanpa peduli jika bajunya akan basah. Pria bertubuh montok terbayang masa kecil hingga remaja dirinya dan Dahayu, yang nyaris selalu bersama. Mereka baru mulai memiliki kehidupan masing-masing, setelah Bayu kuliah. Putra sulung Bagja mengurai dekapan, kemudian dia merunduk untuk mengecup dahi adiknya yang masih terisak-isak. "Semoga pernikahan ini menjadi yang terakhir buatmu, Yu," tutur Bayu sambil mengusap jilbab putih adiknya yang basah. "Ya, Mas. Aamin," jawab Dahayu. "Jangan terlalu keras kepala. Sekali-sekali mengalah dan nurut sama suami. Walaupun Arya itu penyabar, tapi kalau kamu ngeyel terus, lama-lama dia bosan buat ngalah." "Inggih." "Kamu akan jadi Ibu dari 3 anak. Kurangi jam ke

  • Seuntai Janji    bab 56

    56Sore itu, Arya dan keluarganya mengunjungi makam Erni. Aminah, Ningtyas dan yang lainnya, turut bergabung untuk membacakan doa buat almarhumah Erni. Arya bermonolog dalam hati, untuk meminta izin pada Erni, karena sebentar lagi dia akan menikahi Dahayu. Pria berkaus krem memejamkan mata sambil membayangkan sosok Erni, yang masih memiliki tempat spesial di hatinya. Puluhan menit terlewati, kelompok tersebut telah berada di dua mobil MPV. Ajudan Arya yang bernama Amir, mengemudikan mobil bosnya sembari menghafalkan jalan. Sementara di mobil Nazriel, pria tersebut tengah melatih ajudannya, Syamil, agar bisa lebih lancar menyetir. Sementara Aminah, Ningtyas dan Farid, suami Ningtyas, berbincang di kursi tengah. Dua perempuan di belakang yang merupakan perawat dan ajudan Aminah, memerhatikan sekeliling sambil mengobrol. Tika dan Resna, bisa langsung akrab sejak pertama kali bertemu di kediaman Aminah di Kediri. Setibanya di tempat tujuan, Gunawan dan Tami menyambut kelompok tersebu

  • Seuntai Janji    Bab 55

    55Malam itu, Arya, Alfian dan Intan telah berada di gerbong eksekutif kereta menuju Surabaya. Selain mereka, delapan perwakilan dari PC dan lima bos PG juga turut serta. Belasan pengusaha muda itu akan melakukan tugas mengecek proyek masing-masing dan juga proyek bersama, selama beberapa hari ke depan. Arya duduk berdampingan dengan Yoga. Mereka bergantian memangku Alfian, yang akhirnya terlelap dalam gendongan sang papa.Pria berjaket hijau berdiri dan memindahkan putranya ke bangku belakang, yang posisinya telah diubah oleh Intan. Arya meletakkan Alfian dengan hati-hati, kemudian Intan menyelimuti anak asuhnya. Tiba-tiba para lelaki di barisan depan tergelak dan menimbulkan tanda tanya orang-orang di belakang. "Apaan, Dit?" tanya Yoga pada asistennya yang berada di kursi terdepan bersama Listu, ajudan Ivan."Bos Sipitih kena skak sama Mas Yon," jawab Aditya sambil menoleh ke belakang. "Di grup mana?" "Pengawas luar negeri." "Yang Eropa?" "Yups." "Bentar, ku-cek dulu." Yog

DMCA.com Protection Status