Home / Rumah Tangga / Seuntai Janji / Bab 6 - Lebih Dari Sekadar Teman

Share

Bab 6 - Lebih Dari Sekadar Teman

Author: Olivia Yoyet
last update Last Updated: 2024-12-12 16:59:03

06

Perempuan bergaun ungu muda menghela napas dan mengembuskannya dengan cepat. Sebelum memasuki ruangan sempit itu dan berdiri di pojok kanan, sementara Imran berdiri di dekat tombol. 

"Lantai berapa, Yu?" tanya Imran, karena dia memang belum pernah berkunjung ke unit itu sebelumnya dan hanya pernah mengantarkan Dahayu sampai depan lobi. 

"Sembilan," sahut Dahayu tanpa berniat menatap Imran. 

Elevator bergerak cepat dan tiba di tempat tujuan dalam waktu singkat. Imran membiarkan Dahayu jalan terlebih dahulu, kemudian dia mengekori perempuan tersebut hingga tiba di unit yang berada di ujung kanan koridor. 

"Makasih sudah ditemenin dan dianter sampai sini, Mas," cakap Dahayu, sesaat setelah membuka kunci pintu dan mendorong benda besar itu lebih lebar. 

"Kembali kasih. Tapi, aku mau numpang ke toilet dulu, boleh?" tanya Imran. 

"Ehm, boleh." Dahayu melangkah memasuki ruangan gelap sambil meraba dinding. 

Tidak berselang lama ruangan itu telah berubah menjadi terang. Dahayu meneruskan langkah menuju tengah ruangan dan menunjuk ke pintu di samping kiri pada Imran. Sang tamu langsung mengerti dan bergerak ke kamar mandi. 

Kala Imran keluar beberapa menit kemudian, Dahayu tengah menyusun buah-buahan dan kue di lemari pendingin. Pria itu memindai sekitar sambil menunggu Dahayu selesai. 

"Yu, ada sesuatu yang mau aku omongin ke kamu," ungkap Imran. 

"Tentang apa?" tanya Dahayu sembari berpindah ke sofa dan duduk di kursi tunggal. 

Imran bergerak menuju sofa di seberang Dahayu dan mendudukkan diri, kemudian dia berkata, "Tentang perasaanku ke kamu." 

Dahayu tertegun sejenak, lalu bertanya, "Maksudnya gimana?" 

"Aku ... menyukaimu lebih dari sekadar teman." 

Dahayu mengerjap-ngerjapkan mata. Dalam hati dia mengeluh, karena ternyata tebakan Westi tempo hari itu benar. Perempuan berbibir penuh, berpikir selama beberapa saat, untuk memberikan jawaban yang tidak akan menyinggung egonya Ilham. 

"Aku tahu, mungkin menurutmu aku mengada-ada dan terlalu terburu-buru. Satu hal yang pasti, aku sudah menyukaimu sejak kita kuliah dulu, tapi aku nggak berani mengungkapkan itu karena kamu telanjur bertemu mantan suami dan langsung terpesona padanya," terang Imran. 

"Aku sadar diri sudah jelas kalah dari hal materi, karena itu aku menyingkir dari kehidupanmu dan mencoba mencari cinta di tempat lain. Karena terlalu terburu-buru, aku dan Dian menikah hanya dalam hitungan bulan setelah kami diperkenalkan teman. Dan ternyata pondasi rumah tangga kami nggak kuat. Hanya dalam waktu hampir dua tahun, dia meminta diceraikan karena lebih mencintai pria lain dibanding aku." 

Dahayu yang memang belum mengetahui perihal itu, spontan terkesiap. Dia pernah mendengar gosip tentang sosok mantan istri Imran dari teman-temannya, tetapi Dahayu tidak berusaha mencari tahu tentang hal tersebut lebih lanjut, karena merasa bila itu bukan urusannya. 

"Waktu aku baru pulang ke sini, teman-teman yang tahu kalau aku dulu pernah menyukaimu, langsung mengabarkan berita bila kamu sudah berpisah dari suami. Tapi, aku belum berani mendekatimu karena ingin memantau situasi dulu, baru kemudian memberanikan diri untuk lebih akrab," ungkap Imran.

"Memantau situasi? Tolong jelaskan, Mas. Aku nggak paham," pinta Dahayu. 

"Itu artinya aku ngecek siapa-siapa aja yang berada dalam lingkaran terdekat denganmu. Dan ... nama Arya tidak terpantau olehku, karena aku memang belum bertemu dengannya sama sekali," jelas Imran. "Jadi, gimana, Yu?" tanyanya. 

"Gimana apanya?" 

"Aku udah ngungkapin hal tadi, lalu, tanggapanmu gimana?" 

Dahayu kembali terdiam. Dia menunduk sambil memikirkan jawaban terbaik. Sedangkan Imran terus mengamati Dahayu dengan sedikit tidak sabar, hingga dia melakukan tindakan nekat, yaitu berpindah ke samping kanan Dahayu dan memegangi pundak perempuan itu. Kemudian mengarahkannya hingga mereka saling berhadapan. 

"Yu, tolong dijawab. Aku nggak suka digantung terlalu lama. Kalau kamu nggak punya rasa yang sama, katakan saja dan aku akan memahaminya," papar Imran. "Kita sudah sangat dewasa, dan aku akan segera balik badan kalau kamu nolak, karena aku nggak mau buang-buang waktu untuk menunggu sesuatu yang belum pasti," imbuhnya. 

"Aku ... saat ini aku masih belum bisa ngasih jawaban karena ini benar-benar di luar dugaanku, Mas. Kalau Mas mau nunggu beberapa hari lagi, aku bisa memikirkan hal ini lebih lanjut. Tapi kalau Mas nggak bisa nunggu, silakan berganti haluan agar waktu Mas nggak terbuang cuma-cuma," cetus Dahayu sambil menengadah. 

Imran terdiam, meskipun sedikit kecewa karena Dahayu tidak langsung menerimanya, tetapi Imran juga tidak bisa mengabaikan perasaan sukanya yang telanjur membesar. 

Sang duda beranak satu mengamati Dahayu yang kembali menunduk, dia merasa ada sesuatu hal yang mungkin menjadi penyebab sikap Dahayu seperti itu. 

"Oke, aku hanya bisa ngasih waktu satu minggu, Yu. Nggak lebih," tutur Imran. "Aku besok mau berangkat ke Melbourne dan baru pulang minggu depan. Jadi aku harap setelah pulang nanti, kamu sudah punya keputusan. Bisa?" desaknya. 

Dahayu menengadah dan berucap, "Tapi aku lusa berangkat ke Surabaya, Mas. Beberapa hari di sana, baru pulang ke Malang." 

"Ehm, gimana kalau kamu di Surabaya-nya sedikit lebih lama? Jadi dari Melbourne aku langsung ke Surabaya aja, kita ketemu di sana. Karena aku nggak mau dengar keputusanmu melalui telepon." 

Dahayu memandangi pria berparas manis yang sudah lama menjadi temannya itu dengan intens. Entah kenapa Dahayu merasa mulai nyaman bersama Imran. 

Kendatipun hatinya hanya bergetar sedikit, tetapi ketenangan bersama Imran membuatnya mengangguk menyetujui permintaan pria tersebut. Imran seketika menciptakan senyuman di wajahnya yang dibalas Dahayu dengan hal serupa.

***

Seorang perempuan bergaun panjang salem, turun dari mobil taksi online. Setelah menutup pintu kendaraan, perempuan tersebut merapikan jilbab merah muda sambil mengayunkan tungkai menuju bangunan butik di hadapannya. 

Beberapa orang pegawai menyapanya dengan sopan dan dia membalas dengan ramah seraya tersenyum. Setibanya di ruang kerja, Dahayu mematikan lampu kecil di dinding terlebih dahulu sebelum menyalakan mesin penyejuk udara. Kemudian dia berpindah ke dekat jendela untuk membuka gordennya lebar-lebar. 

Perempuan berjilbab merah muda memandangi luar kaca besar yang menampilkan jalan raya yang padat. Secarik senyuman tercipta di wajahnya yang cantik kala mengingat pembicaraan dengan Imran kemarin malam. Hati Dahayu menghangat saat menyadari bila perhatian Imran membuatnya senang, dan rasa suka lebih dari sekadar teman itu mulai muncul. 

Dahayu masih ingin memantapkan hati sebelum memberikan keputusan pada Imran. Selain itu Dahayu juga ingin mengungkapkan rahasia terdalamnya pada pria berambut tebal tersebut. Dia tidak mau menyembunyikan hal paling penting agar Imran tidak kecewa bila mereka telanjur berhubungan serius.

Sementara itu di tempat berbeda, Imran tengah memelototi layar tabletnya. Sekali-sekali pria tersebut akan mengetik sesuatu sebelum kembali terdiam. Merasa lelah tidak berhasil menyelesaikan pekerjaan, akhirnya Imran mematikan tablet dan memasukkan benda itu ke tas kerja. 

Pria berkemeja biru muda menyandar ke belakang sambil melipat tangan di depan dada. Tatapan diarahkannya pada orang-orang yang berada di deretan kursi lain, di ruang tunggu terminal keberangkatan luar negeri Bandara Internasional Soekarno-Hatta. 

Kala melihat sepasang manusia yang tengah mengasuh dua anak kecil berbeda gender yang bergerak lincah, tanpa sadar Imran mengulum senyum. Dia membayangkan bila bisa menikah dengan Dahayu, mungkin nantinya mereka akan kerepotan seperti itu pula. 

Imran berencana untuk mengajak Dahayu bertemu dengan sang putri di rumah orang tuanya di Bekasi, bila perempuan tersebut sudah memberikan jawaban atas permintaannya yang menginginkan menjalin kasih dengan Dahayu. 

Panggilan dari petugas bandara agar para penumpang segera memasuki pesawat, memutuskan lamunan Imran. Pria beralis tebal segera berdiri dan spontan merapikan kemeja. Kemudian dia menyelempangkan tali tas kerja, lalu mengangkat tas hitam berukuran sedang dengan tangan kanan. 

Sesaat setelah tiba di deretan kursi bagian ujung pesawat, Imran mengeluarkan jaket tebal dari tas sebelum memasukkan benda itu ke bagasi kabin. Imran memandangi seorang perempuan berambut ikal yang tengah duduk di kursi dekat jendela, yang seharusnya menjadi tempatnya. 

"Maaf, tapi itu kursi saya," tutur Imran yang membuat perempuan tersebut menengadah dan tampak terkejut. 

"Oh, maaf," jawab perempuan bermata besar yang segera berdiri dan berpindah ke lorong. 

Imran menggeser tubuh hingga bisa duduk di tempatnya, kemudian dia melepaskan tali tas kerja dan meletakkan benda berbahan kulit hitam itu ke dekat kaki kanan. Imran mengenakan jaket dan merapikan posisi sebelum memasang sabuk pengaman. 

Bunyi notifikasi ponsel membuat Imran tersadar bila dia belum mematikan benda itu. Terdorong rasa penasaran Imran mengambil ponsel dari tas kerja, dan mengecek pesan yang masuk. 

Sudut bibirnya melengkungkan senyuman ketika membaca pesan dari Dahayu. Imran mengetikkan pesan dan mengirimkannya pada perempuan tersebut sebelum mematikan ponsel.

Related chapters

  • Seuntai Janji    Bab 7 - Berdesir

    07Beberapa menit berselang, pesawat bersiap-siap tinggal landas. Imran membaca doa dalam hati sambil memandangi kaca kecil. Badan pesawat terangkat dan mulai menanjak. Bentuk-bentuk bangunan perlahan mengecil, hingga akhirnya hanya ada awan berarak mengiringi burung besi mengangkasa. Imran memejamkan mata dan berhasil terlelap. Hampir satu jam kemudian, dia merasakan sentuhan di lengan kiri yang memaksanya untuk membuka mata. Perempuan berambut ikal menunjuk ke meja kecil di depan Imran, di mana sudah ada makanan dan minuman buat pria tersebut. "Makasih," ucap Imran seraya mengulaskan senyuman tipis."Sama-sama," jawab perempuan berjaket krem, kemudian dia mengalihkan pandangan ke buku yang tengah dibacanya.Imran mengambil gelas terlebih dahulu dan meneguk airnya beberapa kali. Kemudian dia membuka kotak makanan dan mulai bersantap sambil mengamati luar kaca. Pria berkumis tipis melirik pergelangan tangan kanan dan baru menyadari bila saat itu sudah masuk waktu zuhur. Seusai men

    Last Updated : 2024-12-12
  • Seuntai Janji    Bab 8 - Jujur

    08"Semuanya terserah kamu, Yu. Kalau memang ada rasa suka, jelaskan semuanya pada Imran biar dia nggak kaget nanti. Jujur dari awal akan lebih baik biar ke depannya nggak ada batu sandungan," tutur Arya, sesaat setelah Dahayu menceritakan tentang permintaan Imran yang mengajaknya menjalin hubungan serius. "Iya, Mas. Walaupun ragu-ragu, tapi aku memang berencana buat ungkapin semuanya ke dia," sahut Dahayu. "Sebenarnya ada satu kendala lagi, Mas. Dia belum punya anak laki-laki. Walaupun Kakak laki-lakinya punya penerus buat keluarga mereka, tapi aku pikir Mas Imran mungkin ingin memiliki penerus sendiri, bukan keponakan," sambungnya. "Sekarang bisa angkat anak, ikat pakai hukum, jadi ,deh, penerus keluarga." Dahayu menggeleng. "Takutnya dia nggak mau kayak gitu dan pengen punya anak kandung. Bisa-bisa aku dipoligami lagi. Kapok. Walaupun Ivana itu aku yang milih, tapi saat tahu Mas Zayan jatuh cinta sama dia, tetap aja aku cemburu. Harusnya dari dia belum nikahin Ivana itu aku udah

    Last Updated : 2024-12-13
  • Seuntai Janji    Bab 9 - Beruntung

    09Sambil menggendong dan mengayun Alfian, Arya memerhatikan gerakan Dahayu yang lincah melayani para pembeli. Dengan sabar perempuan bergamis hijau tua mendengarkan konsep pakaian pesta, yang akan dipesan oleh rombongan ibu-ibu dari sebuah bank terkemuka di Indonesia. "Masyallah, lucunya," puji seorang perempuan berjilbab putih sambil menyentuh tangan Alfian yang balas memandanginya penuh minat. "Usianya berapa, Pak?" tanyanya sembari menatap Arya. "Dua bulan, Bu," jawab Arya. "Dan ibunya masih sibuk bisnis, luar biasa. Hebat!" Perempuan tersebut mengacungkan jempol pada Dahayu yang sempat terkejut sesaat, sebelum memaksakan senyuman agar para tamunya tidak curiga. "Lebih mirip ke bapaknya, ya, daripada ke Ibu," timpal seorang perempuan berjilbab kuning yang ikut memegangi pipi Alfian. "Pipinya gemesin buat diemut," selorohnya yang disambut tawa rekan-rekannya. "Saya juga sering ngemut pipinya kalau lagi tidur. Empuk," tutur Dahayu seraya tersenyum lebar. "Iya, apalagi nanti ka

    Last Updated : 2024-12-13
  • Seuntai Janji    Bab 10

    10"Assalamualaikum," ucap Arya. "Waalaikumsalam. Ehm ... maaf, Dahayunya ada?" Imran mengerutkan dahi karena tidak mengenali suara yang menjawab teleponnya, tetapi dia bisa menebak bila itu adalah Arya, sebab tadi Imran sempat bertukar pesan dengan Dahayu yang menceritakan bila ada Arya di ruang kerjanya."Lagi ke toilet," jawab Arya. "Oh, ya, perkenalkan. Aku, Arya Himawan, sahabatnya Dahayu," ungkapnya. "Salam kenal, Mas. Saya, Imran Maulana Nataprawira." "Aku banyak mendengar kisahmu dari Ayu." "Sama, Mas. Ayu juga sering cerita tentang Mas dan anak-anak. Dan akhirnya kita bisa ngobrol juga." "Kata Ayu, kamu mau ke sini nanti?" "Iya, untuk mendengarkan keputusannya tentang hubungan kami. Apa dia ada cerita soal itu?" "Ya, tapi aku nggak mau ikut campur. Itu urusan pribadi Ayu." Arya terdiam sejenak, kemudian bertutur, "Aku dan Ayu sangat dekat. Jadi, kuharap kedekatan kami nggak jadi masalah buatmu." "Tentu saja nggak, Mas. Kalian sudah bersahabat sejak dulu. Mana mungkin

    Last Updated : 2024-12-14
  • Seuntai Janji    Bab 11

    11Setibanya di kamar yang berada di lantai lima gedung tersebut, pegawai pria segera berpamitan. Arya meletakkan kunci mobil ke meja rias sebelum meneruskan langkah dan membuka pintu kaca balkon. Pria berkumis tipis memandangi langit cerah sejenak, lalu mengarahkan pandangan ke bawah. Tiga kolam berbeda ukuran tampak sangat indah dipandang dari atas. Taman di sekitar kolam kian menambah keelokan tempat itu. "Yu," panggil Arya tanpa menoleh. "Ya?" jawab Dahayu sembari memindahkan pakaiannya ke lemari. "Besok pagi aku mau ngajak anak-anak berenang ke sini. Boleh?" "Boleh, dong. Mau nginap juga bisa. Aku tinggal ngomong ke Mas Malik atau Ferdi.""Kenapa nggak ke si berewok?" "Males. Nanti aku diminta biaya nginap." Arya terkekeh sambil membalikkan badan. Dahayu tersenyum lebar sembari melirik sahabatnya yang tengah berdiri menyandar ke tembok pembatas balkon. Cahaya matahari yang menyorot dari belakang Arya seakan-akan menciptakan sinar berpendar di sekitar tubuhnya. Dahayu terk

    Last Updated : 2024-12-14
  • Seuntai Janji    Bab 12

    12Acara makan malam di restoran favorit anak-anak, berlangsung riuh karena bocah-bocah yang berlarian ke sana kemari. Wahyuni berulang kali mengejar Aldi dan Aldo yang bergerak lincah menggunakan berbagai alat permainan. Intan menggantikan posisi temannya beberapa belas menit, agar Wahyuni bisa menyelesaikan bersantap.Dahayu berulang kali mengecek kereta bayi sambil mengipasi Alfian. Bukan karena takut bayi itu kegerahan, tetapi Dahayu tidak mau ada nyamuk yang akan mengganggu Alfian yang telah pulas. Arya yang baru selesai makan, menarik kereta agar lebih dekat dengan tempat duduknya."Kok, ditarik?" tanya Dahayu sembari mengerutkan dahi. "Kamu belum beres makannya. Lanjutin aja," sahut Arya sambil memandangi Alfian yang kian montok. "Aku bisa makan sambil ngasuh." "Iya, tapi kemaren-kemaren kamu sudah sering ngasuh Alfi, akibatnya acara makanmu kacau." "Enggak apa-apa, aku ikhlas. Latihan kalau ketemu sama anaknya Mas Imran." "Usia berapa anaknya?" "Kalau nggak salah, 3 ta

    Last Updated : 2024-12-15
  • Seuntai Janji    Bab 13

    13Seorang pria berjaket hitam menerobos orang-orang yang memenuhi area bandara. Dia mempercepat langkah ketika mendengar suara panggilan dari pengeras suara, agar para penumpang yang akan menuju Indonesia segera memasuki pesawat. Imran berlari seusai melewati tempat pemeriksaan terakhir hingga tiba di ruang tunggu, di mana puluhan orang tengah antre untuk memasuki pesawat. Imran menghela napas lega dan melepaskannya perlahan, merasa tenang dirinya tiba tepat waktu. Hanya berselang beberapa menit setelah dia duduk di kursi penumpang, pesawat bersiap-siap tinggal landas. Imran menyandarkan kepala dan mengamati langit pagi menjelang siang yang menyelimuti Kota Melbourne. Sudut bibirnya terangkat merekahkan senyuman ketika membayangkan ekspresi Dahayu saat dirinya tiba di Indonesia. Pria berlesung pipi sengaja merahasiakan kepulangannya untuk memberi kejutan pada Dahayu. Kelelahan yang mendera setelah lari ratusan meter membuat Imran memutuskan untuk tidur. Perjalanan selama kurang l

    Last Updated : 2024-12-15
  • Seuntai Janji    Bab 14

    14Jalinan waktu terus bergulir. Dahayu telah kembali ke Jakarta. Pagelaran busana yang akan diikutinya bulan depan, menjadikan Dahayu benar-benar harus menyiapkan rancangan terbaik. Imran yang sering bertugas ke luar kota, hanya sekali-sekali menjumpai Dahayu. Dia belum memberikan jawaban atas pertanyaan Dahayu tempo hari, karena masih membutuhkan waktu untuk berpikir. Sementara itu di Surabaya, Arya terpaksa mengangkut ketiga putranya beserta kedua asisten ke Yogyakarta. Sebab ayahnya tengah dirawat di rumah sakit. Jamilah telah pulang terlebih dahulu minggu lalu agar bisa merawat suaminya dengan lebih konsisten. Pesawat yang ditumpangi Arya dan keluarganya mendarat dengan mulus di bandara Yogyakarta. Pria yang telah mencukur kumisnya, meminta kedua bocah kembar untuk menunggu penumpang lain turun. Baru kemudian mereka yang keluar dari pesawat. Wahyuni memegangi Aldi dan Aldo di tangan kanan serta kirinya. Intan menggendong Alfian yang masih terlelap. Sedangkan Arya menjinjing

    Last Updated : 2024-12-16

Latest chapter

  • Seuntai Janji    Bab 63

    63Ruang pertemuan di hotel Janitra, Minggu siang itu tampak ramai. Para tamu undangan berulang kali tertawa akibat drama yang ditampilkan para bos PG. Telah menjadi peraturan tidak tertulis. Jika yang menikah adalah anggota PC, maka tim PG dan PBK yang menjadi pengisi acara. Begitu juga sebaliknya. Akan tetapi, karena saat resepsi di Yogyakarta minggu lalu tidak banyak bos PG yang hadir, akhirnya tim 7 PC dan tim PBK yang mengisi acara pertunjukannya. Dahayu mengusap sudut matanya, ketika menyaksikan tingkah para komedian yang tengah berlakon sebagai tokoh wayang. Kisah perang Bharatayuda yang seharusnya menegangkan, berubah menjadi drama lucu. "Kakanda Yudhistira, biarkan aku yang maju untuk memenggal kepala Duryodana!" seru Hadrian yang berperan sebagai Arjuna. "Kemarin saja kamu kalah adu layangan dengan dia. Jangan sok-sokan mau membunuhnya," ledek Dante yang berlakon sebagai Nakula. "Kakanda Nakula benar," imbuh Calvin yang menjadi Sadewa. "Sesama saudara, jangan saling m

  • Seuntai Janji    Bab 62

    62Setelah 2 hari menginap di rumah Dartomo, Dahayu mengajak suami dan anak-anaknya menginap di rumah Bagja. Kedatangan mereka disambut kedua orang tua Dahayu dengan sangat hangat. Bahkan Bagja dan Jamilah memaksa agar Aldi, Aldo serta Alfian tidur di kamar utama. Selama 2 hari di rumah mertuanya, Arya banyak berdiskusi dengan Bagja. Pria tua berkumis memberikan wejangan tentang bisnis dan tips menjalani kehidupan. Tibalah hari kepindahan keluarga Arya ke Jakarta. Kedua orang tuanya dan keluarga Dahayu turut berangkat ke Jakarta, untuk mengantarkan keluarga baru tersebut. Sesampainya di bandara Cengkareng, Arya terkejut saat didatangi petugas bandara, yang menyampaikan pesan dari Alvaro. Seusai memastikan semua barang tersusun rapi di troli, Arya mendorong kereta Alfian yang tengah terlelap sejak masih dalam pesawat. Arya bergegas ke pintu keluar terminal kedatangan penerbangan domestik. Dia celingukan, sebelum mendatangi beberapa orang berseragam safari hitam, yang telah menung

  • Seuntai Janji    Bab 61

    61Jeritan para bocah mengagetkan Arya pagi itu. Dia belum sempat mengubah posisi badan, ketika Aldi dan Aldo melompat ke kasur. Alfian berusaha memanjat tempat tidur, sebelum akhirnya diangkat Arya dan didudukkan di dekat kedua kakaknya. Arya meringis kala ketiganya meloncat-loncat, kemudian dia meminta para bocah untuk berhenti melakukan itu dan duduk bersila di dekatnya. Dahayu muncul sambil mendorong troli penuh makanan. Dia berhenti di dekat meja, lalu memanggil ketiga anak sambungnya yang segera mendatangi sang ibu. Dahayu meminra ketiga lelaki kecil untuk duduk di sofa. Kemudian dia membagikan potongan kue pada mereka. Dahayu berdiri dan beralih membuat minuman untuk dirinya serta Arya. Pria berkumis tipis bangkit dari kasur. Alih-alih menuju kamar mandi, Arya justru bergabung dengan anak-anaknya, sambil memerhatikan Dahayu yang rambutnya masih lembap. Arya mengulum senyuman. Malam pertama mereka berlangsung penuh kehangatan. Sama-sama lama sendirian, menjadikan Dahayu dan

  • Seuntai Janji    Bab 60

    60 Malam itu, Arya mengecek kondisi ketiga putranya di family room lantai tiga. Sisi kanan lantai itu menjadi area khusus keluarga Arya dan Dahayu. Sementara sisi kiri ditempati para bos PG dan PC serta petinggi PBK. Semua pengawal muda dan tim butik ditempatkan di lantai 4. Sedangkan Zayan dan keluarganya menginap di lantai 5 yang sisi kirinya merupakan tempat khusus keluarga Hatim, bila tengah berkunjung ke Yogyakarta. Setelah memastikan Aldi, Aldo dan Alfian terlelap, Arya berpamitan pada Wahyuni, Intan dan Resna yang turut menemani ketiga bocah tersebut. Tidak berselang lama, Arya sudah berada di koridor panjang yang dalam kondisi lengang. Dia memasuki lift untuk menuju kamar pengantin di lantai 7, yang merupakan area tertinggi di gedung itu. Zayan sengaja menempatkan Arya dan Dahayu di president suite yang baru dibangun 6 bulan silam. Selain supaya pasangan pengantin memiliki privasi, Zayan ingin menunaikan janjinya pada Dahayu, yakni melaksanakan pernikahan mantan istrinya

  • Seuntai Janji    Bab 59

    59 "Silakan dimulai, Engkoh Wew Wiw Ya, Abang Z, dan Kang H," tukas Fikri yang bertugas sebagai MC, bersama Khairani. "Pasukan owe belum semuanya datang," jawab Wirya dengan dialek khas orang Chinese. "Dipanggil aja, Koh," usul Khairani. "Biaya memanggilnya itu mahal," cetus Wirya. "Enggak apa-apa. Nanti tagihannya dibebankan ke PBK," papar Fikri. "Jangan cari masalah. Dirutnya garang," seloroh Zein. "Bukan garang lagi, tapi bengis bin sadis," imbuh Hendri. "Pokoknya jangan disenggol. Tanduknya akan muncul di kepala." "Taringnya pun keluar. Panjangnya 50cm." "Kalau lagi kumat sisi buruknya, musuh akan dikunyah." "Enggak dimasak dulu?" "Sudah dipanggang pakai jurus 3." "Stop!" sela Wirya. "Ngomongin dia itu nggak akan ada habisnya. Apalagi dia adalah anak kesayangan Emak OY yang pasti muncul di semua buku baru," lanjutnya. "Tidak terbantahkan emang," timpal Zein. "Apalah kita, nih. Hanya jadi pendukung yang jarang muncul," keluh Hendri. "Akang masih mending. Buku hororn

  • Seuntai Janji    Bab 58

    58 Ruang pertemuan besar di hotel milik Hatim Grup, Sabtu siang itu terlihat ramai. Perhelatan akbar pernikahan Arya dan Dahayu berlangsung meriah. Pasangan pengantin terlihat semringah. Mereka menyambut ucapan selamat dari semua tamu, dengan sangat ramah.Arya yang memang murah senyum, nyaris tidak berhenti mengukir senyumannya. Demikian pula dengan Dahayu yang tampil sangat cantik dan anggun. Gaun pengantin sage bertabur permata asli buatannya, menjadikan Dahayu benar-benar memesona. Ditambah dengan riasan wajah hasil penata rias ternama, menjadikan tampilan wajahnya terlihat makin menawan. Arya yang mengenakan setelan jas sage yang serupa dengan gaun Dahayu, terlihat berulang kali menatap pengantinnya dengan sorot mata memuja. Hal itu ternyata tertangkap jelas oleh rekan-rekan Arya yang berada di tempat VIP sisi kiri pelaminan. Mereka memvideokan tingkah sang pengantin pria, kemudian mengirimkannya ke grup PC dan PG utama. Tepat pukul 2, semua lampu utama diredupkan. Beberapa

  • Seuntai Janji    Bab 57

    57Sepanjang acara siraman, Dahayu nyaris tidak berhenti menangis. Dia teringat tingkahnya di masa lalu yang menyebabkan kedua orang tuanya kecewa. Begitu pula saat Bayu dan Nana menyiraminya dengan pelan, Dahayu memegangi pinggang sang kakak sambil sesenggukan. Bayu turut memeluk adiknya tanpa peduli jika bajunya akan basah. Pria bertubuh montok terbayang masa kecil hingga remaja dirinya dan Dahayu, yang nyaris selalu bersama. Mereka baru mulai memiliki kehidupan masing-masing, setelah Bayu kuliah. Putra sulung Bagja mengurai dekapan, kemudian dia merunduk untuk mengecup dahi adiknya yang masih terisak-isak. "Semoga pernikahan ini menjadi yang terakhir buatmu, Yu," tutur Bayu sambil mengusap jilbab putih adiknya yang basah. "Ya, Mas. Aamin," jawab Dahayu. "Jangan terlalu keras kepala. Sekali-sekali mengalah dan nurut sama suami. Walaupun Arya itu penyabar, tapi kalau kamu ngeyel terus, lama-lama dia bosan buat ngalah." "Inggih." "Kamu akan jadi Ibu dari 3 anak. Kurangi jam ke

  • Seuntai Janji    bab 56

    56Sore itu, Arya dan keluarganya mengunjungi makam Erni. Aminah, Ningtyas dan yang lainnya, turut bergabung untuk membacakan doa buat almarhumah Erni. Arya bermonolog dalam hati, untuk meminta izin pada Erni, karena sebentar lagi dia akan menikahi Dahayu. Pria berkaus krem memejamkan mata sambil membayangkan sosok Erni, yang masih memiliki tempat spesial di hatinya. Puluhan menit terlewati, kelompok tersebut telah berada di dua mobil MPV. Ajudan Arya yang bernama Amir, mengemudikan mobil bosnya sembari menghafalkan jalan. Sementara di mobil Nazriel, pria tersebut tengah melatih ajudannya, Syamil, agar bisa lebih lancar menyetir. Sementara Aminah, Ningtyas dan Farid, suami Ningtyas, berbincang di kursi tengah. Dua perempuan di belakang yang merupakan perawat dan ajudan Aminah, memerhatikan sekeliling sambil mengobrol. Tika dan Resna, bisa langsung akrab sejak pertama kali bertemu di kediaman Aminah di Kediri. Setibanya di tempat tujuan, Gunawan dan Tami menyambut kelompok tersebu

  • Seuntai Janji    Bab 55

    55Malam itu, Arya, Alfian dan Intan telah berada di gerbong eksekutif kereta menuju Surabaya. Selain mereka, delapan perwakilan dari PC dan lima bos PG juga turut serta. Belasan pengusaha muda itu akan melakukan tugas mengecek proyek masing-masing dan juga proyek bersama, selama beberapa hari ke depan. Arya duduk berdampingan dengan Yoga. Mereka bergantian memangku Alfian, yang akhirnya terlelap dalam gendongan sang papa.Pria berjaket hijau berdiri dan memindahkan putranya ke bangku belakang, yang posisinya telah diubah oleh Intan. Arya meletakkan Alfian dengan hati-hati, kemudian Intan menyelimuti anak asuhnya. Tiba-tiba para lelaki di barisan depan tergelak dan menimbulkan tanda tanya orang-orang di belakang. "Apaan, Dit?" tanya Yoga pada asistennya yang berada di kursi terdepan bersama Listu, ajudan Ivan."Bos Sipitih kena skak sama Mas Yon," jawab Aditya sambil menoleh ke belakang. "Di grup mana?" "Pengawas luar negeri." "Yang Eropa?" "Yups." "Bentar, ku-cek dulu." Yog

DMCA.com Protection Status