Beranda / Rumah Tangga / Seuntai Janji / Bab 04 - Undangan dari Mantan

Share

Bab 04 - Undangan dari Mantan

Penulis: Olivia Yoyet
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-27 15:18:28

04

"Hai, maaf, aku terlambat," ucap seorang pria berkemeja hijau muda sambil menyalami seorang perempuan berjilbab putih yang duduk di kursi seberang. 

"Nggak apa-apa, Mas, aku juga baru nyampe beberapa menit," jawab perempuan bermata besar seraya tersenyum tipis. "Silakan duduk," sambungnya. 

"Aku lupa, Jakarta ini kota macet. Keasyikan ngobrol dengan teman sampai nggak ingat kalau sudah janji ketemu kamu, Yu." Pria berhidung bangir mengamati perempuan berparas cantik di hadapan dengan saksama, lalu bertanya, "Apa kabar?" 

"Kabar baik. Mas sendiri gimana?" 

"Masih patah hati karena lamaranku bulan lalu kamu tolak."

Perempuan yang tidak lain adalah Dahayu, tertawa kecil, kemudian menjawab, "Mana ada Mas ngelamar. Kan, waktu itu cuma pengen ketemu aku dan Mas Bayu di rumah Ayah di Yogyakarta." 

"Oh, belum ngelamar, ya? Ya, udah, sekarang aja." 

"Ngaco!" 

Pria berambut lebat menyunggingkan senyuman. Kemudian dia menarik tas kerja dan mengambil berkas-berkas. Lalu memberikannya pada Dahayu. "Ini, dipelajari dulu. Dijawab nanti setelah makan, karena sekarang aku lapar banget." 

"Ehm, Mas mau pesan apa? Tadi aku cuma pesan makanan buatku doang."

"Apa aja yang penting cepat." 

"Waduh, lapar berat kayaknya." Dahayu melambaikan tangan untuk memanggil pegawai restoran, kemudian berkata, "Pesan cake dulu, ya, buat ganjal sampai makanan utama tiba." 

"Oke, aku mau ...." 

"Tiramisu," potong Dahayu. 

"Masih ingat rupanya kesukaanku." Pria berbibir penuh mengulaskan senyuman lebar, merasa senang karena Dahayu ternyata masih mengingat hal-hal kecil tentang dirinya. 

"Gimana nggak ingat, tiap ketemu dulu pasti mesannya itu." Dahayu mengalihkan pandangan pada pegawai restoran dan menyebutkan pesanan tambahan untuk pria tersebut. 

"Yu, kenapa kamu nggak pernah ikutan ngobrol di grup kalau aku muncul?" tanya Imran Maulana Nataprawira, sesaat setelah pegawai restoran pergi. 

"Karena kalau aku nimpalin, maka Westi dan yang lainnya bakal ngeledekin," terang Dahayu. 

Imran tertawa dan berhasil memancing Dahayu untuk melakukan hal serupa. Kedua orang tersebut meneruskan obrolan hingga pesanan mereka diantarkan oleh pegawai restoran.

"Aku dengar, mantan suamimu sudah punya dua anak. Dan sekarang istrinya tengah hamil anak ketiga," tukas pria berambut belah tengah di sela-sela mengunyah. 

"Hmm, Mas kayaknya pengamat dunia gosip," timpal Dahayu. 

"Karena aku baru sadar, kalau selama satu tahun terakhir menjalin kerjasama dengan perusahaan dia." 

"Loh, kok, aku nggak tau?" 

"Memangnya harus tau?" 

"Aku ... masih punya saham di perusahaan inti. Mas Zayan maksa, padahal udah kuminta buat dialihkan ke anak-anak, tapi dia tolak." 

"Komisaris?" 

"Pemegang saham doang. Semuanya di bawah kendali Mas Zay dan Ferdi, serta Mas Malik." 

"Oh, begitu. Aku kerjasama dengan Pak Malik dan Bu Novi." 

"Perusahaan cabang berarti." 

"Memangnya berapa banyak perusahaan di Grup Hatim itu?" 

"Nanti kucek lagi di laporan. Lupa, saking banyaknya." 

"Pantesan dulu kamu kesengsem berat sama dia, sampai-sampai nggak noleh ke aku yang gagah rupawan ini." 

Dahayu spontan melemparkan gumpalan tisu karena kesal digodai teman semasa kuliah dulu. Imran adalah salah satu lelaki yang cukup dekat dengan Dahayu dan ketiga sahabatnya. Namun, pria berkumis tipis langsung menjauh saat mengetahui bila Dahayu tengah menjalin hubungan serius dengan Zayan. 

Dahayu sempat bingung karena Imran bersikap seperti itu tanpa sebab yang jelas. Namun, dia tidak punya kesempatan untuk bertanya, karena terlalu sibuk dengan urusannya sendiri. Terutama karena tengah dilanda asmara pada Zayan.

Seusai wisuda, Imran langsung pindah ke Melbourne karena ditugaskan di sana oleh perusahaan tempatnya bekerja. Di kota itulah Imran bertemu dengan Dianita Damayanti yang akhirnya menjadi istrinya. Namun, sayangnya pernikahan mereka hanya bertahan tiga tahun. Setelah berpisah, Imran kembali ke Indonesia bersama putrinya, Nadia yang saat itu baru berusia satu tahun lebih.

Perusahaan tempat Imran bekerja menjalin kerjasama dengan perusahaan jasa keamanan milik Bayu, kakaknya Dahayu. Hal itulah yang membuatnya bisa kembali dekat dengan Dahayu dan teman-teman se-almamater sejak beberapa bulan silam.

***

Semua karyawan di butik pusat milik Dahayu tampak semringah, menyambut bos mereka yang sudah beberapa bulan tidak berkunjung, karena kesibukan Dahayu dalam mempersiapkan pembukaan cabang baru di Banjarmasin.

Seusai berbincang beberapa menit dengan semua pegawainya, Dahayu menaiki tangga dengan hati-hati. Setibanya di lantai dua, Dahayu berhenti melangkah dan berdiri di pinggir tembok pembatas. 

Perempuan bergaun abu-abu tua memandangi ruangan di lantai satu dengan tatapan penuh kebanggaan. Usaha yang ditekuninya selama sepuluh tahun akhirnya membuahkan hasil yang membahagiakan. 

Tak berselang lama Dahayu sudah berada di kursi dekat meja kerjanya. Perempuan berjilbab putih memelototi layar laptop untuk mengecek laporan dari setiap cabang. Selain kantor pusat di Jakarta, cabang butiknya tersebar di beberapa kota besar. 

"Permisi, Bu," ujar seorang pegawai berjilbab hitam yang baru saja membuka pintu. 

"Ya? Ada apa, Mira?" tanya Dahayu. 

"Ada tamu di depan. Mau ketemu sama Ibu." 

"Oke, persilakan masuk." 

Saat pegawai itu berbalik, Dahayu berpindah ke depan cermin untuk merapikan jilbab dan gaun. Pintu yang didorong dari luar membuat Dahayu spontan membalikkan badan dan seketika tertegun. 

"Assalamualaikum," sapa kedua tamu itu nyaris bersamaan.

"Waalaikumsalam. Silakan masuk," jawab Dahayu seraya memaksakan senyuman. "Ayo, duduk dulu," ajaknya yang segera dikerjakan kedua tamu. "Apa kabar, Mas dan Jeehan?" tanya Dahayu sembari memandangi kedua tamu dengan lekat. 

"Kabarku baik, demikian pula dengan Jeehan." Sang pria yang tak lain adalah Elang, mantan kekasih Dahayu, mengamati perempuan di hadapan dengan saksama, dan merasa senang karena hatinya tidak lagi bergetar saat pandangan mereka bertemu. "Kamu, sehat?" tanyanya. 

"Iya, Mas. Alhamdulillah, aku sehat." Dahayu terdiam sejenak, lalu dia bertanya, "Ada angin apa, nih, kalian ke sini?" 

"Kami mau mengantarkan ini." Jeehan membuka tas hitamnya dan mengeluarkan selembar kartu undangan yang diberikannya pada Dahayu. "Kalau bisa, datang, ya, Yu. Kami akan senang sekali kalau kamu bisa hadir," lanjutnya. 

Dahayu tertegun sebelum mengambil kartu undangan hijau muda dan membaca nama pasangan yang akan menikah. Sedapat mungkin Dahayu menetralkan hati sebelum menengadah dan mengulaskan senyuman. Walaupun dia tidak menyangka bila kedua orang tersebut akhirnya akan menikah, tetapi Dahayu ikut senang mengetahui hal itu. 

"Selamat, Mas dan Jeehan. Aku usahakan akan datang," tutur Dahayu. "Kalau boleh tahu, sejak kapan kalian memiliki hubungan khusus? Maaf, kalau aku sedikit lancang, tetapi aku benar-benar penasaran," sambungnya. 

"Sebetulnya kami baru membicarakan hal ini dua bulan terakhir, Yu. Karena kemaren-kemaren kami sama sekali nggak ada pendekatan, hanya saja anak-anak, kan, sering mengunjungi Nandira di rumahnya dan sering ketemu Jeehan, jadi sepertinya anak-anak yang telah mendekatkan kami," terang Elang sambil melirik perempuan di samping kiri yang membalas dengan senyuman. 

"Alhamdulillah. Aku ikut senang, dan semoga semuanya dimudahkan," sahut Dahayu seraya menyunggingkan senyuman. 

"Makasih, Yu," tukas Elang. "Dan maaf, kami nggak bisa lama-lama di sini, karena harus mengantarkan undangan secara pribadi ke orang-orang penting," sambungnya sembari berdiri dan mengatupkan kedua tangan di depan dada yang dibalas Dahayu dengan hal serupa. 

"Kami pamit, Yu. Dan jangan nggak datang nanti. Aku bakal ngambek," pungkas Jeehan sambil menyalami dan beradu pipi dengan Dahayu.

"Insyaallah," timpal Dahayu. "Mari, kuanterin sampai bawah," lanjutnya. 

"Nggak usah, Yu. Kamu pasti lagi sibuk. Lanjutkan aja," tolak Elang. 

"Ehm, oke, deh. Hati-hati di jalan." Dahayu melambaikan tangan dari depan pintu ruangannya. Saat pasangan tersebut menjauh, Dahayu menutup pintu dan menyandar pada benda besar itu. 

Kendatipun Dahayu dan Jeehan sering bertemu di berbagai kesempatan, tetapi mereka memang tidak akrab dan hanya berteman biasa. Hingga Dahayu betul-betul tidak mengetahui hubungan perempuan berparas manis tersebut dengan Elang. 

Bab terkait

  • Seuntai Janji    Bab 05 - Pegangan

    05Langit siang yang cerah telah berubah menggelap pertanda senja telah tiba. Dahayu menggeliat sambil merentangkan tangan. Perempuan berkulit kuning langsat mengerjap-ngerjapkan mata yang lelah, sebelum merapikan meja kerja dan berdiri sembari menyambar tas dari meja. Dahayu mematikan mesin penyejuk udara dan lampu besar. Dia hanya meninggalkan satu lampu kecil di dekat pintu yang masih menyala. Perempuan berjilbab ungu muda, berbalik dan menyusuri koridor hingga tiba di anak tangga teratas. Dahayu menuruni anak tangga sambil berpegangan pada besi penahan. Tinggal beberapa langkah lagi tiba di tempat tujuan, Dahayu berhenti sembari menatap seorang pria yang tengah berdiri di dekat anak tangga terbawah. "Mas, kok, bisa ada di sini?" tanya Dahayu setelah sampai di dekat pria tersebut. "Kebetulan lewat, terus aku nanya pegawaimu, katanya kamu masih belum pulang," jawab Imran. "Kenapa nggak langsung masuk ke ruangan?" "Aku pikir kamu lagi sibuk, jadinya kuputuskan buat nunggu. Ngg

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Seuntai Janji    Bab 6 - Lebih Dari Sekadar Teman

    06Perempuan bergaun ungu muda menghela napas dan mengembuskannya dengan cepat. Sebelum memasuki ruangan sempit itu dan berdiri di pojok kanan, sementara Imran berdiri di dekat tombol. "Lantai berapa, Yu?" tanya Imran, karena dia memang belum pernah berkunjung ke unit itu sebelumnya dan hanya pernah mengantarkan Dahayu sampai depan lobi. "Sembilan," sahut Dahayu tanpa berniat menatap Imran. Elevator bergerak cepat dan tiba di tempat tujuan dalam waktu singkat. Imran membiarkan Dahayu jalan terlebih dahulu, kemudian dia mengekori perempuan tersebut hingga tiba di unit yang berada di ujung kanan koridor. "Makasih sudah ditemenin dan dianter sampai sini, Mas," cakap Dahayu, sesaat setelah membuka kunci pintu dan mendorong benda besar itu lebih lebar. "Kembali kasih. Tapi, aku mau numpang ke toilet dulu, boleh?" tanya Imran. "Ehm, boleh." Dahayu melangkah memasuki ruangan gelap sambil meraba dinding. Tidak berselang lama ruangan itu telah berubah menjadi terang. Dahayu meneruskan l

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Seuntai Janji    Bab 7 - Berdesir

    07Beberapa menit berselang, pesawat bersiap-siap tinggal landas. Imran membaca doa dalam hati sambil memandangi kaca kecil. Badan pesawat terangkat dan mulai menanjak. Bentuk-bentuk bangunan perlahan mengecil, hingga akhirnya hanya ada awan berarak mengiringi burung besi mengangkasa. Imran memejamkan mata dan berhasil terlelap. Hampir satu jam kemudian, dia merasakan sentuhan di lengan kiri yang memaksanya untuk membuka mata. Perempuan berambut ikal menunjuk ke meja kecil di depan Imran, di mana sudah ada makanan dan minuman buat pria tersebut. "Makasih," ucap Imran seraya mengulaskan senyuman tipis."Sama-sama," jawab perempuan berjaket krem, kemudian dia mengalihkan pandangan ke buku yang tengah dibacanya.Imran mengambil gelas terlebih dahulu dan meneguk airnya beberapa kali. Kemudian dia membuka kotak makanan dan mulai bersantap sambil mengamati luar kaca. Pria berkumis tipis melirik pergelangan tangan kanan dan baru menyadari bila saat itu sudah masuk waktu zuhur. Seusai men

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Seuntai Janji    Bab 8 - Jujur

    08"Semuanya terserah kamu, Yu. Kalau memang ada rasa suka, jelaskan semuanya pada Imran biar dia nggak kaget nanti. Jujur dari awal akan lebih baik biar ke depannya nggak ada batu sandungan," tutur Arya, sesaat setelah Dahayu menceritakan tentang permintaan Imran yang mengajaknya menjalin hubungan serius. "Iya, Mas. Walaupun ragu-ragu, tapi aku memang berencana buat ungkapin semuanya ke dia," sahut Dahayu. "Sebenarnya ada satu kendala lagi, Mas. Dia belum punya anak laki-laki. Walaupun Kakak laki-lakinya punya penerus buat keluarga mereka, tapi aku pikir Mas Imran mungkin ingin memiliki penerus sendiri, bukan keponakan," sambungnya. "Sekarang bisa angkat anak, ikat pakai hukum, jadi ,deh, penerus keluarga." Dahayu menggeleng. "Takutnya dia nggak mau kayak gitu dan pengen punya anak kandung. Bisa-bisa aku dipoligami lagi. Kapok. Walaupun Ivana itu aku yang milih, tapi saat tahu Mas Zayan jatuh cinta sama dia, tetap aja aku cemburu. Harusnya dari dia belum nikahin Ivana itu aku udah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Seuntai Janji    Bab 9 - Beruntung

    09Sambil menggendong dan mengayun Alfian, Arya memerhatikan gerakan Dahayu yang lincah melayani para pembeli. Dengan sabar perempuan bergamis hijau tua mendengarkan konsep pakaian pesta, yang akan dipesan oleh rombongan ibu-ibu dari sebuah bank terkemuka di Indonesia. "Masyallah, lucunya," puji seorang perempuan berjilbab putih sambil menyentuh tangan Alfian yang balas memandanginya penuh minat. "Usianya berapa, Pak?" tanyanya sembari menatap Arya. "Dua bulan, Bu," jawab Arya. "Dan ibunya masih sibuk bisnis, luar biasa. Hebat!" Perempuan tersebut mengacungkan jempol pada Dahayu yang sempat terkejut sesaat, sebelum memaksakan senyuman agar para tamunya tidak curiga. "Lebih mirip ke bapaknya, ya, daripada ke Ibu," timpal seorang perempuan berjilbab kuning yang ikut memegangi pipi Alfian. "Pipinya gemesin buat diemut," selorohnya yang disambut tawa rekan-rekannya. "Saya juga sering ngemut pipinya kalau lagi tidur. Empuk," tutur Dahayu seraya tersenyum lebar. "Iya, apalagi nanti ka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Seuntai Janji    Bab 10

    10"Assalamualaikum," ucap Arya. "Waalaikumsalam. Ehm ... maaf, Dahayunya ada?" Imran mengerutkan dahi karena tidak mengenali suara yang menjawab teleponnya, tetapi dia bisa menebak bila itu adalah Arya, sebab tadi Imran sempat bertukar pesan dengan Dahayu yang menceritakan bila ada Arya di ruang kerjanya."Lagi ke toilet," jawab Arya. "Oh, ya, perkenalkan. Aku, Arya Himawan, sahabatnya Dahayu," ungkapnya. "Salam kenal, Mas. Saya, Imran Maulana Nataprawira." "Aku banyak mendengar kisahmu dari Ayu." "Sama, Mas. Ayu juga sering cerita tentang Mas dan anak-anak. Dan akhirnya kita bisa ngobrol juga." "Kata Ayu, kamu mau ke sini nanti?" "Iya, untuk mendengarkan keputusannya tentang hubungan kami. Apa dia ada cerita soal itu?" "Ya, tapi aku nggak mau ikut campur. Itu urusan pribadi Ayu." Arya terdiam sejenak, kemudian bertutur, "Aku dan Ayu sangat dekat. Jadi, kuharap kedekatan kami nggak jadi masalah buatmu." "Tentu saja nggak, Mas. Kalian sudah bersahabat sejak dulu. Mana mungkin

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Seuntai Janji    Bab 11

    11Setibanya di kamar yang berada di lantai lima gedung tersebut, pegawai pria segera berpamitan. Arya meletakkan kunci mobil ke meja rias sebelum meneruskan langkah dan membuka pintu kaca balkon. Pria berkumis tipis memandangi langit cerah sejenak, lalu mengarahkan pandangan ke bawah. Tiga kolam berbeda ukuran tampak sangat indah dipandang dari atas. Taman di sekitar kolam kian menambah keelokan tempat itu. "Yu," panggil Arya tanpa menoleh. "Ya?" jawab Dahayu sembari memindahkan pakaiannya ke lemari. "Besok pagi aku mau ngajak anak-anak berenang ke sini. Boleh?" "Boleh, dong. Mau nginap juga bisa. Aku tinggal ngomong ke Mas Malik atau Ferdi.""Kenapa nggak ke si berewok?" "Males. Nanti aku diminta biaya nginap." Arya terkekeh sambil membalikkan badan. Dahayu tersenyum lebar sembari melirik sahabatnya yang tengah berdiri menyandar ke tembok pembatas balkon. Cahaya matahari yang menyorot dari belakang Arya seakan-akan menciptakan sinar berpendar di sekitar tubuhnya. Dahayu terk

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Seuntai Janji    Bab 12

    12Acara makan malam di restoran favorit anak-anak, berlangsung riuh karena bocah-bocah yang berlarian ke sana kemari. Wahyuni berulang kali mengejar Aldi dan Aldo yang bergerak lincah menggunakan berbagai alat permainan. Intan menggantikan posisi temannya beberapa belas menit, agar Wahyuni bisa menyelesaikan bersantap.Dahayu berulang kali mengecek kereta bayi sambil mengipasi Alfian. Bukan karena takut bayi itu kegerahan, tetapi Dahayu tidak mau ada nyamuk yang akan mengganggu Alfian yang telah pulas. Arya yang baru selesai makan, menarik kereta agar lebih dekat dengan tempat duduknya."Kok, ditarik?" tanya Dahayu sembari mengerutkan dahi. "Kamu belum beres makannya. Lanjutin aja," sahut Arya sambil memandangi Alfian yang kian montok. "Aku bisa makan sambil ngasuh." "Iya, tapi kemaren-kemaren kamu sudah sering ngasuh Alfi, akibatnya acara makanmu kacau." "Enggak apa-apa, aku ikhlas. Latihan kalau ketemu sama anaknya Mas Imran." "Usia berapa anaknya?" "Kalau nggak salah, 3 ta

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15

Bab terbaru

  • Seuntai Janji    Bab 63

    63Ruang pertemuan di hotel Janitra, Minggu siang itu tampak ramai. Para tamu undangan berulang kali tertawa akibat drama yang ditampilkan para bos PG. Telah menjadi peraturan tidak tertulis. Jika yang menikah adalah anggota PC, maka tim PG dan PBK yang menjadi pengisi acara. Begitu juga sebaliknya. Akan tetapi, karena saat resepsi di Yogyakarta minggu lalu tidak banyak bos PG yang hadir, akhirnya tim 7 PC dan tim PBK yang mengisi acara pertunjukannya. Dahayu mengusap sudut matanya, ketika menyaksikan tingkah para komedian yang tengah berlakon sebagai tokoh wayang. Kisah perang Bharatayuda yang seharusnya menegangkan, berubah menjadi drama lucu. "Kakanda Yudhistira, biarkan aku yang maju untuk memenggal kepala Duryodana!" seru Hadrian yang berperan sebagai Arjuna. "Kemarin saja kamu kalah adu layangan dengan dia. Jangan sok-sokan mau membunuhnya," ledek Dante yang berlakon sebagai Nakula. "Kakanda Nakula benar," imbuh Calvin yang menjadi Sadewa. "Sesama saudara, jangan saling m

  • Seuntai Janji    Bab 62

    62Setelah 2 hari menginap di rumah Dartomo, Dahayu mengajak suami dan anak-anaknya menginap di rumah Bagja. Kedatangan mereka disambut kedua orang tua Dahayu dengan sangat hangat. Bahkan Bagja dan Jamilah memaksa agar Aldi, Aldo serta Alfian tidur di kamar utama. Selama 2 hari di rumah mertuanya, Arya banyak berdiskusi dengan Bagja. Pria tua berkumis memberikan wejangan tentang bisnis dan tips menjalani kehidupan. Tibalah hari kepindahan keluarga Arya ke Jakarta. Kedua orang tuanya dan keluarga Dahayu turut berangkat ke Jakarta, untuk mengantarkan keluarga baru tersebut. Sesampainya di bandara Cengkareng, Arya terkejut saat didatangi petugas bandara, yang menyampaikan pesan dari Alvaro. Seusai memastikan semua barang tersusun rapi di troli, Arya mendorong kereta Alfian yang tengah terlelap sejak masih dalam pesawat. Arya bergegas ke pintu keluar terminal kedatangan penerbangan domestik. Dia celingukan, sebelum mendatangi beberapa orang berseragam safari hitam, yang telah menung

  • Seuntai Janji    Bab 61

    61Jeritan para bocah mengagetkan Arya pagi itu. Dia belum sempat mengubah posisi badan, ketika Aldi dan Aldo melompat ke kasur. Alfian berusaha memanjat tempat tidur, sebelum akhirnya diangkat Arya dan didudukkan di dekat kedua kakaknya. Arya meringis kala ketiganya meloncat-loncat, kemudian dia meminta para bocah untuk berhenti melakukan itu dan duduk bersila di dekatnya. Dahayu muncul sambil mendorong troli penuh makanan. Dia berhenti di dekat meja, lalu memanggil ketiga anak sambungnya yang segera mendatangi sang ibu. Dahayu meminra ketiga lelaki kecil untuk duduk di sofa. Kemudian dia membagikan potongan kue pada mereka. Dahayu berdiri dan beralih membuat minuman untuk dirinya serta Arya. Pria berkumis tipis bangkit dari kasur. Alih-alih menuju kamar mandi, Arya justru bergabung dengan anak-anaknya, sambil memerhatikan Dahayu yang rambutnya masih lembap. Arya mengulum senyuman. Malam pertama mereka berlangsung penuh kehangatan. Sama-sama lama sendirian, menjadikan Dahayu dan

  • Seuntai Janji    Bab 60

    60 Malam itu, Arya mengecek kondisi ketiga putranya di family room lantai tiga. Sisi kanan lantai itu menjadi area khusus keluarga Arya dan Dahayu. Sementara sisi kiri ditempati para bos PG dan PC serta petinggi PBK. Semua pengawal muda dan tim butik ditempatkan di lantai 4. Sedangkan Zayan dan keluarganya menginap di lantai 5 yang sisi kirinya merupakan tempat khusus keluarga Hatim, bila tengah berkunjung ke Yogyakarta. Setelah memastikan Aldi, Aldo dan Alfian terlelap, Arya berpamitan pada Wahyuni, Intan dan Resna yang turut menemani ketiga bocah tersebut. Tidak berselang lama, Arya sudah berada di koridor panjang yang dalam kondisi lengang. Dia memasuki lift untuk menuju kamar pengantin di lantai 7, yang merupakan area tertinggi di gedung itu. Zayan sengaja menempatkan Arya dan Dahayu di president suite yang baru dibangun 6 bulan silam. Selain supaya pasangan pengantin memiliki privasi, Zayan ingin menunaikan janjinya pada Dahayu, yakni melaksanakan pernikahan mantan istrinya

  • Seuntai Janji    Bab 59

    59 "Silakan dimulai, Engkoh Wew Wiw Ya, Abang Z, dan Kang H," tukas Fikri yang bertugas sebagai MC, bersama Khairani. "Pasukan owe belum semuanya datang," jawab Wirya dengan dialek khas orang Chinese. "Dipanggil aja, Koh," usul Khairani. "Biaya memanggilnya itu mahal," cetus Wirya. "Enggak apa-apa. Nanti tagihannya dibebankan ke PBK," papar Fikri. "Jangan cari masalah. Dirutnya garang," seloroh Zein. "Bukan garang lagi, tapi bengis bin sadis," imbuh Hendri. "Pokoknya jangan disenggol. Tanduknya akan muncul di kepala." "Taringnya pun keluar. Panjangnya 50cm." "Kalau lagi kumat sisi buruknya, musuh akan dikunyah." "Enggak dimasak dulu?" "Sudah dipanggang pakai jurus 3." "Stop!" sela Wirya. "Ngomongin dia itu nggak akan ada habisnya. Apalagi dia adalah anak kesayangan Emak OY yang pasti muncul di semua buku baru," lanjutnya. "Tidak terbantahkan emang," timpal Zein. "Apalah kita, nih. Hanya jadi pendukung yang jarang muncul," keluh Hendri. "Akang masih mending. Buku hororn

  • Seuntai Janji    Bab 58

    58 Ruang pertemuan besar di hotel milik Hatim Grup, Sabtu siang itu terlihat ramai. Perhelatan akbar pernikahan Arya dan Dahayu berlangsung meriah. Pasangan pengantin terlihat semringah. Mereka menyambut ucapan selamat dari semua tamu, dengan sangat ramah.Arya yang memang murah senyum, nyaris tidak berhenti mengukir senyumannya. Demikian pula dengan Dahayu yang tampil sangat cantik dan anggun. Gaun pengantin sage bertabur permata asli buatannya, menjadikan Dahayu benar-benar memesona. Ditambah dengan riasan wajah hasil penata rias ternama, menjadikan tampilan wajahnya terlihat makin menawan. Arya yang mengenakan setelan jas sage yang serupa dengan gaun Dahayu, terlihat berulang kali menatap pengantinnya dengan sorot mata memuja. Hal itu ternyata tertangkap jelas oleh rekan-rekan Arya yang berada di tempat VIP sisi kiri pelaminan. Mereka memvideokan tingkah sang pengantin pria, kemudian mengirimkannya ke grup PC dan PG utama. Tepat pukul 2, semua lampu utama diredupkan. Beberapa

  • Seuntai Janji    Bab 57

    57Sepanjang acara siraman, Dahayu nyaris tidak berhenti menangis. Dia teringat tingkahnya di masa lalu yang menyebabkan kedua orang tuanya kecewa. Begitu pula saat Bayu dan Nana menyiraminya dengan pelan, Dahayu memegangi pinggang sang kakak sambil sesenggukan. Bayu turut memeluk adiknya tanpa peduli jika bajunya akan basah. Pria bertubuh montok terbayang masa kecil hingga remaja dirinya dan Dahayu, yang nyaris selalu bersama. Mereka baru mulai memiliki kehidupan masing-masing, setelah Bayu kuliah. Putra sulung Bagja mengurai dekapan, kemudian dia merunduk untuk mengecup dahi adiknya yang masih terisak-isak. "Semoga pernikahan ini menjadi yang terakhir buatmu, Yu," tutur Bayu sambil mengusap jilbab putih adiknya yang basah. "Ya, Mas. Aamin," jawab Dahayu. "Jangan terlalu keras kepala. Sekali-sekali mengalah dan nurut sama suami. Walaupun Arya itu penyabar, tapi kalau kamu ngeyel terus, lama-lama dia bosan buat ngalah." "Inggih." "Kamu akan jadi Ibu dari 3 anak. Kurangi jam ke

  • Seuntai Janji    bab 56

    56Sore itu, Arya dan keluarganya mengunjungi makam Erni. Aminah, Ningtyas dan yang lainnya, turut bergabung untuk membacakan doa buat almarhumah Erni. Arya bermonolog dalam hati, untuk meminta izin pada Erni, karena sebentar lagi dia akan menikahi Dahayu. Pria berkaus krem memejamkan mata sambil membayangkan sosok Erni, yang masih memiliki tempat spesial di hatinya. Puluhan menit terlewati, kelompok tersebut telah berada di dua mobil MPV. Ajudan Arya yang bernama Amir, mengemudikan mobil bosnya sembari menghafalkan jalan. Sementara di mobil Nazriel, pria tersebut tengah melatih ajudannya, Syamil, agar bisa lebih lancar menyetir. Sementara Aminah, Ningtyas dan Farid, suami Ningtyas, berbincang di kursi tengah. Dua perempuan di belakang yang merupakan perawat dan ajudan Aminah, memerhatikan sekeliling sambil mengobrol. Tika dan Resna, bisa langsung akrab sejak pertama kali bertemu di kediaman Aminah di Kediri. Setibanya di tempat tujuan, Gunawan dan Tami menyambut kelompok tersebu

  • Seuntai Janji    Bab 55

    55Malam itu, Arya, Alfian dan Intan telah berada di gerbong eksekutif kereta menuju Surabaya. Selain mereka, delapan perwakilan dari PC dan lima bos PG juga turut serta. Belasan pengusaha muda itu akan melakukan tugas mengecek proyek masing-masing dan juga proyek bersama, selama beberapa hari ke depan. Arya duduk berdampingan dengan Yoga. Mereka bergantian memangku Alfian, yang akhirnya terlelap dalam gendongan sang papa.Pria berjaket hijau berdiri dan memindahkan putranya ke bangku belakang, yang posisinya telah diubah oleh Intan. Arya meletakkan Alfian dengan hati-hati, kemudian Intan menyelimuti anak asuhnya. Tiba-tiba para lelaki di barisan depan tergelak dan menimbulkan tanda tanya orang-orang di belakang. "Apaan, Dit?" tanya Yoga pada asistennya yang berada di kursi terdepan bersama Listu, ajudan Ivan."Bos Sipitih kena skak sama Mas Yon," jawab Aditya sambil menoleh ke belakang. "Di grup mana?" "Pengawas luar negeri." "Yang Eropa?" "Yups." "Bentar, ku-cek dulu." Yog

DMCA.com Protection Status