Keesokan harinya saat istirahat makan siang, Yura mengajak Fares istirahat bersama. Ia menceritakan apa yang sedang ia alami dan perasaannya saat ini. Yura bercerita bukan hanya karena ingin bercerita. Tapi karena ia ingin meminta bantuan Fares. Fares mendengarkan Yura dengan seksama. Matanya berbinar melihat wajah Yura yang serius bercerita. Terlihat perasaan senang dan antusias melihat Yura berbicara panjang namun sedih mendengar kisah Tisha.
Yura meminta bantuan Fares untuk menyewa atau meminjam pengacara atau jika Fares memiliki teman sebagai pengacara yang cukup hebat. Yura mengatakan bahwa ia butuh pengacara dengan sangat hati hati, karena ia tahu pengacara yang hebat tidak murah dan entah Fares mau membantu atau tidak.
“Tenang Yura, gue punya teman pengacara cukup terkenal. Tapi gue ikut ya ke tempat Tisha,” ucap Fares menenangkan.
Yura menatap Fares terharu. Tak pernah sedikitpun Fares memangdangnya rendah. Tidak pernah sedikitpun Fares meremehkan apapun yang ia ceritakan. Dalam hatinya Fares adalah teman terbaik yang selalu ada untuknya.
“Serius Fares? terima kasih banyak… lo selalu baik sama gue,” ucap Yura.
“Iya santai aja Yura. Lo kan pernah bilang lo akan jadi sahabat terbaik gue,”
Keduanya saling melamparkan senyum dan sedikit salah tingkah. Yura kemudian memukul kecil bahu Fares.
“Apaan sih lo geli hahaha,” canda Yura.
Keesokan harinya, Yura bersama Fares dan kedua teman Fares yaitu polisi dan pengacara mendatangi kembali rumah yang ditempati Tisha. Tentu saja Yura membawa kedua teman Fares hanya untuk menggertak wanita bernama Ranti yang disebut Bunda oleh Tisha. Hal itu dilakukan agar Ranti melepas Tisha untuk dibawa oleh Yura.
Setelah Yura membunyikan besi gerbang rumah itu, Ranti keluar dan wajahnya berubah kesal melihat Yura datang lagi. Ranti tidak membukakan gerbang dan langsung bertanya kesal.
“Mau ngapain lagi?? bawa siapa lo rame rame? ga ada casting actor disini,” ucap Ranti sambil melirik Fares dan kedua temannya. Yura menyunggingkan senyum sinis. Teman Fares yang berprofesi polisi mulai bicara.
“Anda diduga melakukan kejahatan dalam pasal 76C UU 35 tahun 2014: tentang kekerasan terhadap Anak. Diancam pidana penjara paling lama 3 tahun enam bulan atau denda sebanyak 72 juta. Dan undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Ancaman lima tahun penjara dan denda 100 juta rupiah,”
Ranti hampir tersedak mendengar setiap kata kata polisi itu. Ia tampak kesal dan menatap Yura. Napasnya naik turun dan matanya sedikit melebar.
“Dibuka dulu dong gerbangnya Bunda Ranty yang cantik. Biar bisa kita bicarakan baik baik,” ucap Yura menggoda.
Dengan kesal Ranti membuka gerbang rumahnya. Yura dan yang lainnya masuk kemudian duduk di kursi tamu yang ada di teras rumah. Saat memasuki halaman rumah itu, Yura menyisir setiap area halaman rumah itu mencari keberadaan Tisha.
“Jadi Bunda Ranti, serahkan Tisha kepada saya, maka saya tidak akan memperpanjang masalah ini,” ucap Yura membuka pembicaraan.
“Haha, kamu pikir saya bodoh! Kamu tidak punya bukti apapun,” ucap Ranti.
Yura tersenyum bangga bercampur mengejek. Ia mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya dan menyalakan sebuah video. Video berisi Ranti dan anak laki lakinya memperlakukan Tisha dengan kekerasan dalam 2 hari terakhir sejak Yura menempelkan kamera penyadap di antara bunga hiasan.
Dalam video tersebut terlihat Tisha melakukan banyak pekerjaan rumah dan mengangkat benda berat. Jika salah Ranti akan memarahi dan mencubit Tisha serta menjambak hingga mendorong sampai jatuh. Perlakuan tersebut kurang pantas diterima untuk keadaan mental yang diderita Tisha. Ranti sangat kaget melihat isi video tersebut. Kemudian pengacara mengulang kembali pasal dan tuntutan hukuman serta denda yang tadi diucapkan polisi.
“Jika anda tetap mempertahankan Tisha, kami akan angkat kasus ini terhadap pelaporan tindak pidana kepada kepolisian sesuai pasal yang berlaku. Jika anda ingin membela diri silahkan, akan kita lanjutkan sampai persidangan,” pengacara menjelaskan.
“Saya memiliki banyak teman wartawan. Jika kasus ini terangkat ke media dan menjadi viral, wajah anda akan terlihat kemana pun dan video bukti ini tersebar,” ancam Yura menambahkan.
Ranti terdiam. Ia berusaha mengendalikan emosinya. Ia bergelut dengan pikirannya. Hal yang ia khawatirkan semakin banyak. Ia harus menjaga rahasia latar belakang keluarga Tisha dengan rapi. Namun jika ini terbongkar, akan berimbas kepada dirinya dan anak laki laki sematawayangnya.
“Ada tamu? Ada polisi!!! Apakah ada kejahatan disini?” Tisha tiba tiba keluar dari dalam rumah dan antusias melihat seseorang yang berseragam polisi. Ia tak terlihat memperhatikan orang orang disana, namun ia menyebutkan sesuatu dengan benar tanpa menatap orang sekitar.
“2 balok perak bergelombang! Ajun Inspektur Polisi Satu… pangkat tertinggi dalam jajaran pangkat bintara tinggi polri… lambang tanda pangkat polri untuk Ajun inspektur polisi adalah 2 balok perak bergelombang…,” Tisha berbicara seperti sedang membacakannya di depan kelas.
Yura tersenyum mendengar bicara Tisha, ia kemudian mendekati Tisha dan merangkulnya. Seorang polisi yang jabatan, pangkat, dan lambangnya disebutkan Tisha juga tersenyum dan mengelus lambang yang tertempel dipakaiannya.
“Kamu pintar banget Tisha. kamu lihat dimana?” tanya Yura.
“Tisha menonton televisi dan membaca buku. Itu hobby Tisha,” jawab Tisha.
“Ikut kakak yuk, pindah dari sini. Kamu mau ga?” Tanya Yura.
Tisha melirik Bundanya sedikit kemudian kembali menunduk sambil menganggukkan kepalanya. Ranti memasang wajah kesal dan sinis melihat Tisha.
“pergi kalian! Bawa tuh anak autis,” ketus Ranti sambil menyilangkan kedua tangannya di perut.
Kemudian Yura dan Tisha masuk ke dalam kamar Tisha. Yura membantu Tisha menyiapkan apa saja yang akan dibawa Tisha. Yura membantu Tisha menyiapkan barang barangnya. Kemudian Yura menatap gerakan Tisha yang sedang mengemas barang barang.
Ia berpikir bahwa mungkin Tisha mengerti apa yang terjadi ketika dirinya muncul dan berusaha membawanya. Ia tampak diam dan memiliki dunia sendiri, namun sebenernya ia paham apa yang terjadi disekitarnya.
Yura keluar dari rumah itu dengan membawa sebuah kardus dan memakai tas ransel. Tisha juga memakai tas ransel dan sebuah tas di tangannya. Ranti melihat Yura mengangkat kardus yang dibawa Yura dengan tatapan mengejek dan menyunggingkan senyum.
“itu kardus isinya tulisan dia semua pakai pensil dan pulpen. Pernah gue pengen bakar dia ngamuk jambak jambak rambut dan tarik tarik baju gue sampai sobek. Sama hati hati lo yaa, nih anak suka teriak teriak tutup kuping sama garuk garuk kalo ada hal yang mengganggu pikirannya. Dasar anak aneh,” ucapnya.
“Oke saya akan dengar semua kalimat awal anda tapi tidak untuk dua kata terakhir,”
Fares dan kedua temannya membantu mengangkat barang Tisha dan meninggalkan rumah itu dengan berhasil mengancam Ranti dan membawa Tisha.
Yura bersama kedua orangtua dan adiknya pergi berlibur keluar kota. Mobil berhenti di pinggir jalan. ayah dan ibu Yura keluar untuk membeli makanan ringan. Yura duduk sendiri di kursi bagian tengah sementara adiknya di belakang sedang bermain game. Sebuah balon berbentuk beruang, terbang dan berhenti tepat di luar mobil sebelah Yura. Ia menyukai bentuk lucu balon itu. Ia pun keluar dari mobil ingin mengambil balon tersebut tanpa disadari oleh adiknya. Namun balon tersebut terbang lagi. Yura yang masih berusia 9 tahun terus mengejar balon itu. Ayah dan ibunya kembali ke mobil. Tanpa memeriksa kursi belakang, ayahnya langsung menyalakan mesin mobil dan melaju. Saat hendak memberikan makanan untuk anaknya, ibu Yura sontak teriak saat melihat Yura tidak ada di kursi tengah dan hanya ada anak laki lakinya duduk bermain game di kursi paling belakang. Juno, anak laki-lakinya sontak terkejut melihat kakaknya tidak berada di tempatnya lagi. Ayah memutar balikkan mobilnya panik dan me
“Mohon perhatian sebentar!” kata Fares ketika semua sedang asyik mengerjakan pekerjaan masing masing. Hari ini kita kedatangan teman baru. Silahkan perkenalkan diri kamu,”“Halo semuanya... saya Ega Fransiska, panggil saja Ega, mohon kerja samanya yaa,” karyawan baru itu memperkenalkan diri dengan senyum sumringahnya.“Silahkan kembali ke meja kamu. Anggap saja kita semua keluarga,” perintah Fares dengan ramah. Ega si karyawan baru duduk di sebelah meja kerja Yura. “Malam ini kita akan makan malam bersama untuk menyambut teman baru kita,” lanjut Fares.Fares memang seorang pimpinan yang dekat dan perhatian terhadap semua bawahannya. Ia memiliki wajah tampan, senyum manis, dan tubuh yang tinggi yang akan membekas di hati orang yang melihatnya. Ia bahkan sering duduk bercampur dengan karyawannya pada saat makan siang. Namun ketika menyangkut te
Waktu menunjukkan pukul 10 pagi saat Yura tiba di sebuah panti asuhan. Ia memarkirkan mobil kantornya. Yura turun dengan membawa bingkisan besar. Bingkisan itu adalah hadiah pemenang karya tulis ilmiah. Lomba karya tulis ilmiah diadakan oleh perusahaan penerbitan Fares sebulan lalu. Yura tiba di dalam panti dan disambut hangat oleh ibu panti dan yang lainnya.Pemenang adalah sosok anak down syndrome yang jenius. Bisa saja bingkisan itu dikirim dengan paket ekspedisi. Namun karena pemenangnya adalah anak istimewa dan tinggal di panti asuhan, Fares mengusulkan untuk hadiah juga diantarkan dengan istimewa.“Saya Yura bu,” ucap Yura memperkenalkan diri sambil mengulurkan jabat tangan yang langsung disambut oleh ibu panti asuhan. Ibu panti sudah mengenali Yura karena sudah berkomunikasi melalui telepon dan pesan.“Ya ampun Mba Yura… Tiaranya pergi dan belum kembali. Perginya tidak pamit. Saya bi
Langit pagi itu terlihat cerah. Ega si karyawan baru terlihat memasuki ruangan kantornya membawa beberapa minuman. “Pagi semua,” ucapnya dengan senyum sumringah. Beberapa menjawab beberapa lagi hanya tersenyum melihat tingkah semangat Ega. Ia kemudian membagikan minuman yang dibawanya satu persatu sambil menyebut berbagai minuman favorif rekan rekan kantornya. “Gimana caranya mendapatkan penulis yang tulisannya keren dan bakal laku di pasaran!” Yura kaget tiba tiba Gea sudah berdiri di sampingnya dan menanyakan hal itu tepat di samping telinganya. “Ngagetin aja! cari di platform a