Waktu menunjukkan pukul 10 pagi saat Yura tiba di sebuah panti asuhan. Ia memarkirkan mobil kantornya. Yura turun dengan membawa bingkisan besar. Bingkisan itu adalah hadiah pemenang karya tulis ilmiah. Lomba karya tulis ilmiah diadakan oleh perusahaan penerbitan Fares sebulan lalu. Yura tiba di dalam panti dan disambut hangat oleh ibu panti dan yang lainnya.
Pemenang adalah sosok anak down syndrome yang jenius. Bisa saja bingkisan itu dikirim dengan paket ekspedisi. Namun karena pemenangnya adalah anak istimewa dan tinggal di panti asuhan, Fares mengusulkan untuk hadiah juga diantarkan dengan istimewa.
“Saya Yura bu,” ucap Yura memperkenalkan diri sambil mengulurkan jabat tangan yang langsung disambut oleh ibu panti asuhan. Ibu panti sudah mengenali Yura karena sudah berkomunikasi melalui telepon dan pesan.
“Ya ampun Mba Yura… Tiaranya pergi dan belum kembali. Perginya tidak pamit. Saya bingung,” ucap Ibu panti asuhan dengan sedikiti panik.
“Kalau seperti ini bagaimana bu? Apakah Tiara sudah sering pergi seperti ini? Apa tidak akan hilang bu?” ucap Yura bingung.
“Dulu sering, terkadang pulang sendiri, terkadang kami cari. Sekarang sih sudah jarang. Eh ini malah tiba tiba tidak ada,” ucapnya.
Setelah itu Yura bersama Ibu Panti dan beberapa anak lainnya berpencar mencari Tiara. Mereka mencari sampai ke pemukiman warga.
“Buuuk……,”
Seorang gadis remaja menabrak Yura di persimpangan gang kecil dan terjatuh. Yura terkejut dan mendekati gadis remaja itu. Namun gadis remaja itu lebih dulu berdiri. Yura sedikit terkejut ketika menatap gerakan tubuh gadis itu. Ada yang berbeda darinya. Gadis itu menangis dan sangat ketakutan serta bibirnya yang terus berbicara tidak jelas. Saat Yura ingin mendekat, seorang ibu paruh baya menarik tangan gadis itu dengan kasar.
“Heehh… sini lo, dasar ga ada gunanya!” ucapnya sambil menarik tangannya.
Yura kesal melihat sikap kasar wanita itu. Namun ia kembali dikagetkan dengan gelang yang terpasang di pergelangan tangan gadis itu. Persis seperti gelang yang pernah dimilikinya. Wanita itu telah menarik paksa gadis yang ketakutan itu ke dalam pekarangan rumahnya. Yura mengikuti dan mengintip dari luar pagar. Ia terus menatap gelang yang ada di pergelangan tangan anak itu. Kemudian ia memberanikan diri membunyikan bel besi di pagar rumah itu. Kemudian wanita itu melihat Yura dan berjalan kearah Yura.
“Ada apa?” tanya wanita itu sedikit ketus dan napas yang naik turun tidak stabil.
Yura terdiam sebentar melihat respon tidak mengenakkan wanita itu.
“Maaf Bu, apa yang terjadi? maksud saya, anak itu kenapa diperlakukan seperti itu? Tidak enak saja dilihat orang,” ucap Yura dengan hati hati.
“Eh Neng, ada urusan apa hah? Nih tetangga-tetangga sini aja ga ada yang ikut campur ya!” jawab wanita itu dengan nada tinggi. Yura mendengar jawaban wanita itu sambil terus menatap remaja perempuan di dalam halaman rumah sedang menunduk dan panik dengan segala gerakan tubuh serta menatap gelang yang digunakannya.
“Apakah dia anak Ibu?” tanya Yura dengan hati hati.
“Yaiyalah anak gua! Kenapa lo nanya-nanya?” jawab wanita itu.
“Maaf bu saya hanya kasihan, dia anak berkebutuhan khusus, lebih baik diperlakukan dengan lembut,”
“Eeeeh Mba Yura, saya cari dari tadi. Tiaranya sudah ketemu ayo kita kembali ke panti,” ucap Ibu panti. Belum sempat Yura menyelesaikan ucapannya dan wanita kasar itu hampir membuka mulutnya untuk menyambar Yura, ibu panti dengan cepat memotongnya dan pamit kepada wanita itu. Ibu panti dengan cepat menarik Yura menjauh dari rumah itu.
“Mba Yura ngapain. Dia itu galak banget sama anaknya yang Autis. Kalau kita ikut campur, Tisha semakin disiksa. Mendingan tutup mata dan telinga saja deh,” ucap Ibu panti memberitahu.
“Tisha?” Yura menyebut nama itu sambil mengingat apakah dahulu ia pernah mendengar nama itu.
“Iya Mba, dia ada kakak laki laki. Tapi sama aja sama ibunya jahat,” sambung Ibu panti.
Semua telah berkumpul. Yura mendokumentasikan pemberian hadiah untuk pemenang karya tulis. Ia berfoto selfie dengan Tiara dan ibu panti serta anak anak lainnya. Kemudian ia pamit untuk kembali ke kantor.
“Terima kasih ya mba Yura, hadiah uang tunai kemarin sangat bermanfaat untuk Tiara dan hadiah susulan hari ini. Tiara terlihat senang mba,” ucap ibu panti sambil mengantar Yura ke tempat parkir.
“Iya bu sama sama ya. Terima kasih sudah menjaga anak anak dengan baik. Saya pamit ya bu,” tutup Yura. Ia pun masuk ke dalam mobil dan melaju menjauh dari panti asuhan.
Di perjalanannya, Yura terbayang bayang dengan Tisha, gadis remaja autism yang memakai gelang yang sama persis dengan yang dimiliki Yura di rumah.
---
Jam istirahat kantor berlangsung. Yura membawa makanannya menuju meja yang ditempati Fares dan duduk disana.
“Gimana tadi?” tanya Fares.
“Ya ada sedikit kendala. Tiara tiba tiba pergi gatau kemana. Akhirnya kita semua mencari sampai berpencar ke pemukiman,” ucap Yura menceritakan sambil memasukkan makanan ke mulutnya. Saat kunyahan di dalam mulutnya habis ia melanjutkan.
“Oiya, tadi ketemu anak syndrome autism. Ibunya kejam banget, di depan orang diteriakin, gue kesel banget. Bisa ga sih gue laporin ke KPAI,” lanjut Yura.
“Laporin aja kalau memang sudah keterlaluan mah,” jawab Fares.
---
Malam hari saat Yura hendak tidur, ia membuka beberapa laci di kamarnya. Mencari sesuatu namun tidak ditemukannya. Ia pun pergi ke ruangan di dekat dapur. Ruangan yang berisi barang barang yang sudah lama dan tidak terpakai namun tersusun rapi di dalam lemari. Saat ia membuka laci lemari. Ia menemukan apa yang dicarinya. Gelang yang benar benar sama persis dengan yang dipakai Tisha.
Kemudian Yura membawanya ke kamar dan menaruhnya di dalam tas kerjanya. Setelah itu ia merebahkan tubuhnya di atas Kasur. Ditatapnya langit langit kamarnya. Ia berusaha mengingat memori lama di kepalanya yang mungkin sudah ia lupakan namun masih terngiang. Kejadian yang sulit dilupakan. Dirinya berupaya ingin melupakan. Namun kejadian itu sangat mustahil untuk dilupakan. Perlahan Yura memejamkan matanya dan tertidur.
Langit pagi itu terlihat cerah. Ega si karyawan baru terlihat memasuki ruangan kantornya membawa beberapa minuman. “Pagi semua,” ucapnya dengan senyum sumringah. Beberapa menjawab beberapa lagi hanya tersenyum melihat tingkah semangat Ega. Ia kemudian membagikan minuman yang dibawanya satu persatu sambil menyebut berbagai minuman favorif rekan rekan kantornya. “Gimana caranya mendapatkan penulis yang tulisannya keren dan bakal laku di pasaran!” Yura kaget tiba tiba Gea sudah berdiri di sampingnya dan menanyakan hal itu tepat di samping telinganya. “Ngagetin aja! cari di platform a
Keesokan harinya saat istirahat makan siang, Yura mengajak Fares istirahat bersama. Ia menceritakan apa yang sedang ia alami dan perasaannya saat ini. Yura bercerita bukan hanya karena ingin bercerita. Tapi karena ia ingin meminta bantuan Fares. Fares mendengarkan Yura dengan seksama. Matanya berbinar melihat wajah Yura yang serius bercerita. Terlihat perasaan senang dan antusias melihat Yura berbicara panjang namun sedih mendengar kisah Tisha.Yura meminta bantuan Fares untuk menyewa atau meminjam pengacara atau jika Fares memiliki teman sebagai pengacara yang cukup hebat. Yura mengatakan bahwa ia butuh pengacara dengan sangat hati hati, karena ia tahu pengacara yang hebat tidak murah dan entah Fares mau membantu atau tidak.“Tenang Yura, gue punya teman pengacara cukup terkenal. Tapi gue ikut ya ke tempat Tisha,” ucap Fares menenangkan.Yura menatap Fares terharu. Tak pernah sedikitpun Fares memangdangnya r
Yura bersama kedua orangtua dan adiknya pergi berlibur keluar kota. Mobil berhenti di pinggir jalan. ayah dan ibu Yura keluar untuk membeli makanan ringan. Yura duduk sendiri di kursi bagian tengah sementara adiknya di belakang sedang bermain game. Sebuah balon berbentuk beruang, terbang dan berhenti tepat di luar mobil sebelah Yura. Ia menyukai bentuk lucu balon itu. Ia pun keluar dari mobil ingin mengambil balon tersebut tanpa disadari oleh adiknya. Namun balon tersebut terbang lagi. Yura yang masih berusia 9 tahun terus mengejar balon itu. Ayah dan ibunya kembali ke mobil. Tanpa memeriksa kursi belakang, ayahnya langsung menyalakan mesin mobil dan melaju. Saat hendak memberikan makanan untuk anaknya, ibu Yura sontak teriak saat melihat Yura tidak ada di kursi tengah dan hanya ada anak laki lakinya duduk bermain game di kursi paling belakang. Juno, anak laki-lakinya sontak terkejut melihat kakaknya tidak berada di tempatnya lagi. Ayah memutar balikkan mobilnya panik dan me
“Mohon perhatian sebentar!” kata Fares ketika semua sedang asyik mengerjakan pekerjaan masing masing. Hari ini kita kedatangan teman baru. Silahkan perkenalkan diri kamu,”“Halo semuanya... saya Ega Fransiska, panggil saja Ega, mohon kerja samanya yaa,” karyawan baru itu memperkenalkan diri dengan senyum sumringahnya.“Silahkan kembali ke meja kamu. Anggap saja kita semua keluarga,” perintah Fares dengan ramah. Ega si karyawan baru duduk di sebelah meja kerja Yura. “Malam ini kita akan makan malam bersama untuk menyambut teman baru kita,” lanjut Fares.Fares memang seorang pimpinan yang dekat dan perhatian terhadap semua bawahannya. Ia memiliki wajah tampan, senyum manis, dan tubuh yang tinggi yang akan membekas di hati orang yang melihatnya. Ia bahkan sering duduk bercampur dengan karyawannya pada saat makan siang. Namun ketika menyangkut te