Yura bersama kedua orangtua dan adiknya pergi berlibur keluar kota. Mobil berhenti di pinggir jalan. ayah dan ibu Yura keluar untuk membeli makanan ringan. Yura duduk sendiri di kursi bagian tengah sementara adiknya di belakang sedang bermain game. Sebuah balon berbentuk beruang, terbang dan berhenti tepat di luar mobil sebelah Yura. Ia menyukai bentuk lucu balon itu. Ia pun keluar dari mobil ingin mengambil balon tersebut tanpa disadari oleh adiknya. Namun balon tersebut terbang lagi. Yura yang masih berusia 9 tahun terus mengejar balon itu.
Ayah dan ibunya kembali ke mobil. Tanpa memeriksa kursi belakang, ayahnya langsung menyalakan mesin mobil dan melaju. Saat hendak memberikan makanan untuk anaknya, ibu Yura sontak teriak saat melihat Yura tidak ada di kursi tengah dan hanya ada anak laki lakinya duduk bermain game di kursi paling belakang. Juno, anak laki-lakinya sontak terkejut melihat kakaknya tidak berada di tempatnya lagi. Ayah memutar balikkan mobilnya panik dan melaju kencang. Kemudian berhenti di tempat mereka terakhir parkir untuk membeli makanan. Mereka keluar dan berlarian mencari di mana keberadaan Yura.
Yura telah mendapatkan balon yang ia kejar. Namun alangkah terkejutnya ia saat dilihatnya lingkungan sekitar. Tempat yang tidak ia kenal sama sekali. Jantungnya langsung berdebar kencang. Ketakukan saat sadar dirinya telah jauh dari keluarganya. Air matanya mulai menetes. Ia berkeliaran mencari jalan kembali. Seorang wanita yang terlihat seumuran dengan ibu Yura melihat Yura menangis sesenggukan di sebuah kursi taman. Ia mendekati Yura dan mengajaknya berbicara.
“Kamu kenapa menangis?” ucap wanita itu sambil mengusap rambut panjang Yura.
“Aku tersesat dan tidak tahu jalan pulang. Papa, mama dan Juno pasti sedang khawatir dan mencariku," ucap Yura sambil mengatur tangisnya.
“Rumah kamu di mana?”
“Di Jakarta,”
Wanita itu menghela napas panjang. Kemudian melanjutkan. “Anak tante juga hilang. Dia harus mendapatkan pengawasan tante 24 jam. Dia anak istimewa sehingga tante tidak bisa meninggalkannya. Tapi tante lalai, tante belum bisa jadi ibu yang baik. Sekarang tante stres. Hahaha maaf tante jadi curhat sama anak kecil yang juga sedang kehilangan," ucap wanita itu dengan tertawa karena sadar lawannya bercerita hanyalah anak 9 tahun. Suaminya datang, lalu wanita itu menceritakan tentang Yura pada suaminya.
“Nama kamu siapa?”
“Yura,” jawabnya sambil menyeka air matanya yang tersisa.
“Kamu tau nama orangtua kamu dan pekerjaannya?" tanya wanita itu lalu dijawab Yura dengan hanya menggangguk.
“Yasudah sekarang kita ke kantor polisi, tante mau lapor kehilangan anak, dan kamu lapor kehilangan keluarga kamu,”
Yura menggangguk lega. Kemudian mereka masuk ke dalam mobil. Wanita itu duduk di kursi belakang menemani Yura untuk mengurangi sedihnya. Wanita itu di sebelah kanan dan Yura di sebelah kiri. Lalu Mobil melaju dengan cukup cepat. Namun di tengah perjalanan, hal aneh terjadi. Jalan di kota kecil saat itu sedang sepi. Saat di persimpangan lampu hijau, mobil sepasang suami istri itu melaju dengan wajar. Tetapi sebuah truk melaju sangat kencang dari arah kanan. Mata suami istri itu terbelalak dan berteriak bersamaan karena sangat terkejut melihat truk datang dari arah kanan mereka. Wanita itu dengan sigap mengambil selimut tebal dari belakang dan langsung menutup tubuh Yura serta memeluknya erat. Lalu seketika truk telah menabrak mobil yang membawa mereka.
Yura terbangun. Ia terbangun sambil meringis kesakitan. Ia mengalami beberapa luka ringan. Ditatapnya kedua orang dewasa itu terkapar berlumuran darah. Tubuh yang satu masih berada di kursi kemudi. Tubuh yang satunya sedikit keluar dari mobil. Yura terkejut saat melihat tangan wanita itu begerak pelan. Ia mendekati wanita itu dan mengangkat kepala wanita itu ke pangkuannya serta menggenggam tangannya.
“Tante…. Kita harus ke kantor polisi…,” ucapnya polos sambil meneteskan airmata. Wanita itu membuka matanya dan mengeluarkan sebuah gelang tali dari dalam saku blazernya dengan perlahan. Diambilnya pergelangan tangan Yura dan memakaikan gelang itu.
“Yura, tante berharap kamu tumbuh menjadi anak yang baik hati. Tante titip gelang ini. Tolong temukan anak tante dan ajari dia. Ajari apapun yang kamu bisa. Kalau tante pergi, entah jadi apa anak itu. Dia pintar dengan segala keterbatasannya. Dia juga memakai gelang yang sama persis. Tante membuatnya sendiri dengan magnet yang akan menempel jika kamu mendekatkan kedua gelangnya. Sebentar lagi polisi akan datang…,”
Ucapan yang terbata bata disertai tetesan air mata dan rasa sakit itu terhenti. Wanita itu telah memejamkan matanya. Yura menatap sekujur tubuh wanita itu dan menggoyang goyangkannya dengan panik.
“Tante banguuunnn… Tante….. anak tante gimana kasian…Tanteeee……," teriak Yura sambil menggoyang goyangkan tubuh wanita yang telah mati.
Suara sirene ambulance dan sirene mobil polisi saling beradu. Sepasang suami istri tersebut diangkat ke dalam ambulance. Yura menatap kedua manusia yang terbujur itu sambil menyeka air matanya. Seorang polisi mendekati Yura.
“Kamu anak mereka?" Yura menggelengkan kepalanya. Seketika ia meringis kesakitan dan menangis kembali karena rasa sakit luka di tubuhnya baru terasa. Polisi kemudian membawa Yura ke dalam mobil.
Di dalam mobil, Yura menatap gelang yang terpakai di pergelangan tangan kirinya. Diingatnya apa yang diucapkan wanita itu sebelum meninggal. Ia belum begitu paham untuk mencerna perkataan itu. Yura berpikir, apakah ia benar benar harus mencari anak itu. Apakah ia mengatakan pada orang tuanya bahwa anak itu harus tinggal di rumah. Memangnya anak itu kenapa? Apakah sakit? Namun Yura tidak bisa berhenti memikirkan ucapan wanita itu.
Yura kembali ke pelukan keluarganya. Mereka bertemu di kantor polisi dan terkejut melihat luka Yura yang telah terbalut perban. Ia tidak pernah berniat menceritakan tentang gelang yang dipakainya pada keluarganya. Ia hanya menjelaskan bahwa kedua pasangan itu membantunya ke kantor polisi. Ia tidak menceritakan bahwa sepasang suami istri itu hendak melaporkan kehilangan anak. Entah apa yang ada di kepala Yura. Ia enggan menceritakan apa saja yang ia alami secara lengkap pada keluarganya.
Sepanjang hidupnya, Yura terus mengingat kejadian itu. Ucapan yang disampaikan wanita itu menjadi kenangan yang belum menjadi kenangan di pikirannya. Seperti ada yang belum usai. Ia bingung bagaimana cara mencari anak itu. Ia terus mengingat hal itu karena rasa balas budi. Ingatan bahwa wanita itu telah melindungi dirinya dari kecelakaan itu terus menghantuinya.
~Kau bisa saja berbuat curang dalam hidup ini. Tapi ingatlah bahwa akan ada banyak perasaan yang kau kecewakan. Semakin kau berlarut-larut dalam nikmatnya kemewahan dan pupularitas yang harusnya tak menjadi hakmu, perlahan-lahan kau akan jatuh dan ditinggalkan~
“Mohon perhatian sebentar!” kata Fares ketika semua sedang asyik mengerjakan pekerjaan masing masing. Hari ini kita kedatangan teman baru. Silahkan perkenalkan diri kamu,”“Halo semuanya... saya Ega Fransiska, panggil saja Ega, mohon kerja samanya yaa,” karyawan baru itu memperkenalkan diri dengan senyum sumringahnya.“Silahkan kembali ke meja kamu. Anggap saja kita semua keluarga,” perintah Fares dengan ramah. Ega si karyawan baru duduk di sebelah meja kerja Yura. “Malam ini kita akan makan malam bersama untuk menyambut teman baru kita,” lanjut Fares.Fares memang seorang pimpinan yang dekat dan perhatian terhadap semua bawahannya. Ia memiliki wajah tampan, senyum manis, dan tubuh yang tinggi yang akan membekas di hati orang yang melihatnya. Ia bahkan sering duduk bercampur dengan karyawannya pada saat makan siang. Namun ketika menyangkut te
Waktu menunjukkan pukul 10 pagi saat Yura tiba di sebuah panti asuhan. Ia memarkirkan mobil kantornya. Yura turun dengan membawa bingkisan besar. Bingkisan itu adalah hadiah pemenang karya tulis ilmiah. Lomba karya tulis ilmiah diadakan oleh perusahaan penerbitan Fares sebulan lalu. Yura tiba di dalam panti dan disambut hangat oleh ibu panti dan yang lainnya.Pemenang adalah sosok anak down syndrome yang jenius. Bisa saja bingkisan itu dikirim dengan paket ekspedisi. Namun karena pemenangnya adalah anak istimewa dan tinggal di panti asuhan, Fares mengusulkan untuk hadiah juga diantarkan dengan istimewa.“Saya Yura bu,” ucap Yura memperkenalkan diri sambil mengulurkan jabat tangan yang langsung disambut oleh ibu panti asuhan. Ibu panti sudah mengenali Yura karena sudah berkomunikasi melalui telepon dan pesan.“Ya ampun Mba Yura… Tiaranya pergi dan belum kembali. Perginya tidak pamit. Saya bi
Langit pagi itu terlihat cerah. Ega si karyawan baru terlihat memasuki ruangan kantornya membawa beberapa minuman. “Pagi semua,” ucapnya dengan senyum sumringah. Beberapa menjawab beberapa lagi hanya tersenyum melihat tingkah semangat Ega. Ia kemudian membagikan minuman yang dibawanya satu persatu sambil menyebut berbagai minuman favorif rekan rekan kantornya. “Gimana caranya mendapatkan penulis yang tulisannya keren dan bakal laku di pasaran!” Yura kaget tiba tiba Gea sudah berdiri di sampingnya dan menanyakan hal itu tepat di samping telinganya. “Ngagetin aja! cari di platform a
Keesokan harinya saat istirahat makan siang, Yura mengajak Fares istirahat bersama. Ia menceritakan apa yang sedang ia alami dan perasaannya saat ini. Yura bercerita bukan hanya karena ingin bercerita. Tapi karena ia ingin meminta bantuan Fares. Fares mendengarkan Yura dengan seksama. Matanya berbinar melihat wajah Yura yang serius bercerita. Terlihat perasaan senang dan antusias melihat Yura berbicara panjang namun sedih mendengar kisah Tisha.Yura meminta bantuan Fares untuk menyewa atau meminjam pengacara atau jika Fares memiliki teman sebagai pengacara yang cukup hebat. Yura mengatakan bahwa ia butuh pengacara dengan sangat hati hati, karena ia tahu pengacara yang hebat tidak murah dan entah Fares mau membantu atau tidak.“Tenang Yura, gue punya teman pengacara cukup terkenal. Tapi gue ikut ya ke tempat Tisha,” ucap Fares menenangkan.Yura menatap Fares terharu. Tak pernah sedikitpun Fares memangdangnya r