22. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Bandi Merayuku. Penulis : Lusia Sudarti Part 22 "Awas ada janda baru! Hati-hati sama Hanum lho, jaga Suami-suami kita ...!" terdengar suara sumbang dari Ibu-ibu yang sedang belanja sayur dari Kang sayur keliling. Sejenak langkahku terhenti. Namun, aku segera melanjutkan perjalanan menuju sekolah Fandi, takut jika terlambat. Dari gerbang terlihat Guru Fandi menanti kedatanganku. "Selamat pagi Bu! Saya Fajar guru Fandi ...!" Guru Fandi memperkenalkan diri kepadaku, sembari mengulurkan tangannya. Aku pun menyambut uluran tangan-nya. "Saya Hanum! Ibunya Fandi ... ada apa ya Pak?" tanyaku sembari mengulas senyum. "Oh tidak ada Bu, hanya saja saya ingin memberitahukan bahwa minggu depan Anak-anak satu kelas Fandi akan melakukan study tour ke museum Pancasila sakti di daerah Kalibata," ujar Pak Fajar memberikan penjelasan dengan ramah dan sopan. Aku terdiam sejenak, aku bimbang karena tak ada yang menemani Fandi saat melakukan perja
23. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Aku Difitnah Bandi.Penulis : Lusia Sudarti Part 23"Heh ... kenapa Bapak berdua sama Hanum ... oh aku tau, pasti Bapak dirayu oleh janda itu kan ..." Sontak aku menoleh kebelakang ketika mendengar suara Bude Sinta. Wajahnya terlihat garang dan menyeramkan.Aku merasa tak enak hati dengan-nya. "Eh ... Ibu ... eng-enggak kok! Ha-Hanum yang merayu Bapak Bu ... !" dalihnya.Aku terkejut mendengar ucapan Bandi yang memutar balikkan fakta. Hatiku menjadi geram mendengar fitnah yang terlontar dari mulvtnya yang tajam. Seketika Bude Sinta menoleh kearahku dengan kedua bola matanya yang berkilat menahan amarah. "Apa ... aku ...!" sentakku dengan keras, sembari aku menunjuk kearah dadaku dan itu semua membuat nyalinya ciut.Bude Sinta menatap tajam kearah Suaminya, kemudian menoleh kepadaku. "Eh Num ... jangan pura-pura gak bersalah dan lempar batu sembunyi tangan! Bukankah kamu tadi yang mengajakku untuk duduk-duduk ... !" dalih Bandi sambil
24. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Kedatangan Tamu Yang Mengaku Paman Bang Hardi. Penulis : Lusia Sudarti. Part 24 Kami berbincang hingga larut malam, setelah kedua netra terasa berat barulah kami masuk dalam peraduan untuk menjemput hari esok. 🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀 Suara adzan bergema memanggil seluruh umat muslim untuk melakukan kewajiban. Aku menggeliat untuk mengendurkan otot-otot yang terasa kaku dan untuk melancarkan peredaran darah. Sesaat kemudian aku membuka kedua bola mata. Aku melihat kedua Anakku yang masih pulas di bawah selimut barunya. Aku mengalihkan tatapan kearah sahabatku Siti, ia begitu menyayangiku dan Anak-anakku seperti keluarganya sendiri. Perlahan aku bangun dan duduk di tepi pembaringan, aku mengumpulkan segenap tenagaku sejenak sebelum bangkit. Keesokan harinya ...! Seperti biasa aku menyiapkan sarapan setelah membersihkan tubuh dan melakukan sholat. "Num, kamu jahat banget sih ... gak bangunin aku hooaaamm." Aku terkejut mendengar suar
25. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Kami Diusir Dari Rumah. Penulis : Lusia Sudarti Part 25"Oh iya, saya dengar Hardi meninggal dengan mengenaskan! Kamu sebagai Istri tak becus dan hanya bisa menjadi beban buat Hardi," hardik perempuan itu dengan wajah ketus. Aku tertegun mendengar kata-kata bernada hinaan yang terlontar dari bibir mereka. "Rumah ini milik almarhum Bang Joko! Bapak Hardi, itu artinya kamu tak berhak lagi tinggal disini karena Hardi telah tiada! Jadi mulai saat ini kamu harus meninggalkan rumah ini secepatnya ....!" ucap lelaki itu dengan nada ketus. Aku mendongak menatap mereka berdua dengan rasa tak percaya jika mereka akan mengusirku dengan Anak-anakku. "Paman, Bibi ... maaf tapi rumah ini adalah satu-satunya tempat kami berteduh peninggalan almarhum Ibu Bang Hardi!" jawabku lirih. Mereka saling pandang krmudian tertawa meremehkan dengan raut wajah sinis kepadaku. Anak-anakku ketakutan melihat mereka berdua. "Hahaha, apa kamu bilang ...? Itu bukan u
26. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Mak, Adek Haus. Penulis : Lusia Sudarti Part 26"Hus, hus, hus cepat enyah dari hadapan kami. Gak usah terlalu banyak drama! Udah mirip drama di televisi aja kalian." Bibi Bang Hardi mengusir kami laksana b1n4ta*9.🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀Aku dan Anakku menyusuri jalan dengan tertatih dan terseok.Tak tau harus kemana, sedangkan saudara aku tak punya lagi. Bulir-bulir air mata seakan berlomba untuk keluar dari pelupuk netraku. 'Oh Tuhan ... rasanya aku tak sanggup lagi menjalani semua kehidupan ini! Kemana lagi aku harus berteduh dari panasnya matahari dan turun-nya hujan, juga gelapnya malam ...!" batinku berucap. Hatiku sungguh sedih dan terluka akan keadaan ini. "Mak, kita akan kemana Mak?" tanya Kurnia seraya menatapku.Aku berhenti lalu menatapnya dengan rasa yang tak dapat kuungkapkan. "Mak juga gak tau Sayang ...!" jawabku lirih sembari menyeka air mata yang tak mau berhenti menetes. "Siapa sih mereka itu Mak? Jahat sekali, masa kita
27. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Hikmah Dibalik Penderitaan. Penulis : Lusia Sudarti Part 27 "Oh iya terima kasih Pak, Teh ...!" jawabku. "Silahkan duduk Neng!" ujar Bapak dengan ramah. "Iya Pak, terima kasih banyak! Maaf merepotkan," jawabku sopan. "Neng ... ambilin makan dan minum buat tamu kita!" titah si Bapak kepada wanita muda yang sedang membersihkan meja. "Baik Pak." "Kalo boleh tau. Neng sama Adik-adik ini ... dari mana dan hendak kemana? Sepertinya sedang dalam perjalanan!" tanya beliau dengan pelan. Wajahnya pun sangat teduh di pandang. Huuffftt! Aku menarik nafas lalu kuhempaskan perlahan sebelum menjawab dan aku menundukkan kepala, menyembunyikan kesedihanku. Anak-anakku duduk dengan tertib di kursi. "Begini Pak! Kami di usir oleh orang yang mengaku Paman dari almarhum Suami saya ...!" aku menunduk untuk menghalau rasa sakit dalam hatiku. "Innalillahi wainailaihi rojiun ... tega sekali mereka," ucap beliau penuh rasa iba kepada kami. Aku menceritak
28. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Tiba-tiba Aku Teringat Indra. Penulis : Lusia Sudarti Part 28Kini tinggalah aku sendiri di ruang depan. Aku menatap jauh, menerawang mengenang semua perjalanan yang aku lalui. Entah mengapa malam ini aku teringat akan Indra dan tiba-tiba rindu menyusup dalam kalbu. 'Astagfirullahal'adzim ... mengapa tiba-tiba saja aku bisa merindukan-nya ...!" segera aku mengusap wajahku dengan sepuluh jariku. Triing! Triing! Triing! Aku terkejut kala mendengar jerit nada dering telponku. Ya aku yang sekarang tak seperti dulu lagi! Kini aku mampu membeli semua yang dahulu hanya sebatas doa dan harapan. Dan ini semua berkat Pak Iwan dan Teh Wulan yang telah aku anggap pengganti orang tua dan saudaraku. Aku segera meraih benda canggih dari meja di hadapanku, lalu kuusap layarnya. "Halo assalamu'alaikum Teh ...!" jawabku saat tersambung. "Waalaikum salam Teh ... maaf mengganggu waktu istirahat Teh Hanum ...!" jawabnya dari seberang telpon. "Oh ... e
29. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Bertemu Selvi Di Warungku. Penulis : Lusia Sudarti Part 29"Kamu ..." "Kamu ..." Aku tertegun melihatnya, begitupun dengan Selvi yang terkejut melihatku, namun aku segera menguasai hatiku dari rasa terkejut. "Heh j4l4n9 ... ternyata kamu jadi pelayan di sini toh, hahaha ... jangan-jangan kamu ju4l d1r1 juga nih!" ucapnya kepadaku sembari melipat kedua tangan di dada dengan tatapan meremehkan. Aku hanya tersenyum mendengar hinaan-nya. Sedangkan Rio hanya bengong menatapku dan Selvi secara bergantian, dengan alis bertaut. "Jadi kalian ..." Ucapan Rio terjeda ...! "Ya Bang, aku kenal dengan Hanum ... dia perempuan j4l4n9 yang telah merebut kekasih orang! Dan asal Abang tau ... Suaminya meninggal di tempat kerjanya demi memenuhi permintaan Istrinya yang tak tau diri ini dan sekarang dia jadi p3layan di sini! Hati-hati pasti dia juga menjual diri ..." Ucapan Selvi benar-benar tajam menusuk relung hati, aku tetap berusaha menahan-nya. "
85. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku.Mendapat Kabar Tentang Meninggalnya Kedua Mertuaku.Penulis : Lusia Sudarti Part 85"Iya Mbak! Kalau begitu saya ijin kembali bekerja," jawab Mbok Narti sembari tersenyum.🥀🥀🥀🥀🥀🥀"Baik! Saya akan segera menuju ke lokasi target, amankan lokasi!" Mas Indra sedang berbicara melalui headsetnya. "Sayang, Mas tinggal dulu ya? Pak saya ada tugas menangkap anggota pembelot. Titip keluarga saya ya Pak?" pamit Mas Indra kepada kami. Disaat kami sedang bersantai diruang tamu, setelah sarapan pagi. Bapak mengangguk. "Iya Nak, hati-hati selalu ya?" jawabnya. Mas Indra mengangguk, aku mencium punggung tangannya, kemudian keningku di kecupnya lembut. Mas Indra pun mencium punggung tangan Bapak dengan takzim. 'Ya Allah, selamatkan suamiku dimanapun berada! Amiiinn," gumamku pelan. "Pak, jika Bapak merasa bosan. Jalan-jalan Pak, di kebun belakang banyak terdapat pohon buah-buahan lho Pak!" kataku kepada Bapak yang nampak sedikit gelisah. "Iya Ne
84. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Aku Tak Ingin Menyakiti Mu Lagi Mas. Penulis : Lusia Sudarti Aku mendengarkan cerita Mas Indra dengan seksama, sementara fikiranku melanglang buana dan membayangkan perbuatan tak terpuji yang Ratna lakukan. Part 84🥀🥀🥀🥀🥀"Sebetulnya, saat Mas Indra koma, Ratna pernah mengancam Hanum. Saat itu, berada di mushola rumah sakit." Mas Indra masih memelukku, aku berada di pangkuannya. "Oh iya ... benarkah?" tanya Mas Indra. "Iya, namun saat itu tak aku hiraukan semua kata-kata pedas yang terlontar darinya. Karena bagiku saat itu yang paling penting adalah Mas Indra," jawabku pelan. "Yah, Mas tahu bagaimana Adek." "Rupanya, Ratna selama ini merasa sakit hati terhadap Mas dan akhirnya dia membelot. Kemudian bekerja sama dengan pemberontak." "Hanum tahu tentang itu. Makanya Mas di pindahkan ke ruang rahasia." "Sekarang ini, tim pasukan inteligen sedang menyebar mata-mata untuk menangkap anggota yang melarikan diri! Jika Mas menghilang, i
83. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Mas Indra Menghilang Lagi, Demi Sebuah Tugas. Penulis : Lusia Sudarti Part 83Kami berdua akhirnya tertidur dengan lelap di bawah selimut di atas pembaringan.🥀🥀🥀🥀🥀Allahu akbar! Allahu Akbar ...! Aku terjaga saat mendengar adzan subuh berkumandang dari kejauhan. Terdengar sayup-sayup terbawa angin.Tanganku menggapai sisi kiri pembaringan, namun aku tak menemukan siapapun disana. Hanya bantal guling berada di tengahnya. Segera aku beringsut bangun dan mencari-cari keberadaan Mas Indra di sekitar kamar. Tetapi tak ada siapa-siapa. "Mas ..." Aku memanggilnya sembari menurunkan kedua kaki ke atas lantai dan menyibak selimut yang membalut tubuhku. "Astaga ... ternyata aku belum memakai pakaianku," gumamku pelan. Gegas aku meraih handuk yang tergantung di tempatnya.Segera aku menuju ke kamar mandi untuk memversihkan tubuhku, lalu mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat subuh. Dalam sujudku, aku berdoa agar diberikan kesehatan da
82. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Terpaksa Mengungsi Karena darurat. Penulis : Lusia Sudarti Part 82"Selamat datang Mbak, Bapak dan Adik-adik. Saya Mbok Narti yang menjaga villa Mas Indra."🥀🥀🥀🥀🥀Mbok Narti menyambut kami dengan hangat dan menjamu kami dengan makanan lezat. Selepas makan malam, kami berbincang sebentar di ruang keluarga. Sementara Mbok Narti menyiapkan minuman hangat dan beberapa macam cemilan untuk menemani berbincang. "Jadi, bagaimana keadaan rumah, Nak Indra?" tanya Bapak sedikit khawatir. "Bapak dan Teteh tenang saja, saya sudah memperketat keamanan untuk menjaga rumah dengan pasukan khusus," jawab Mas Indra. Kami tertegun mendengar ucapan Mas Indra. "Bagaimana dengan warung Hanum dan Bapak Mas? Kok jadi rumit begini ya?" ucapku. "Sabar Sayang! Percayalah, ini semua tak akan berlangsung lama!" kata Mas Indra menenangkan hatiku. Kami bercerita hingga larut malam. Becanda bersama kedua Anakku, juga Mbok Narti. Fandi dan Kurnia becanda bersam
81. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Penulis : Lusia Sudarti Part 81Aku, Bapak dan Teh Wulan tersenyum bahagia. 🥀🥀🥀🥀🥀 Kami melakukan perjalanan ke makam Bang Hardi. Bapak dan Teh Wulan pun demikian. "Ayah, habis ziarah kita jalan-jalan kemana?" tanya Fandi saat sedang dalam perjalanan. "Abang, jangan ganggu Ayah yang sedang mengemudi ya?" ujar Hanum sambil mengusap kepala Fandi dengan lembut. "Enggak apa-apa kok. Kita jalan-jalan kemana ya ..." Mas Indra pura-pura sedang berfikir. " ke pantai ... setuju?" sambungnya setelah terdiam beberapa saat. "Setuju ..." Kurnia dan Fandi menjawab serentak.Bapak, Teh Wulan dan aku hanya geleng-geleng kepala seraya tersenyum. "Tetapi pantai lumayan jauh Nak Indra! Sebaiknya di tunda dulu ke pantainya. Bapak khawatir sama kesehatan Nak Ibdra yang baru saja pulih!" sahut Bapak. "Iya Mas, kita cari tempat yang jaraknya tidak terlalu jauh!" imbuhku. Mas Indra tersenyum. "Enggak apa-apa kok Pak! Indra ingin membahagiakan kalia
80. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Secarik Kertas Pesan Dari Mas Indra Penulis: Lusia Sudarti Part 80"Bagus juga tuh saran Bapak Sayang. Agar Adek enggak capek, apalagi jika perut Adek membesar, tentu sangat kerepotan bukan?" imbuh Mas Indra. Aku mempertimbangkan saran mereka berdua. 🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀"Abang kalau sudah besar cita-citanya mau jadi apa?" tanya Mama mertuaku. "Abang cita-citanya mau jadi tentara seperti Ayah, Opa!" jawab Fandi. "Oh ya ... apa Abang enggak takut kena tembak?" "Enggak takut Opa! Abang ingin melindungi negara seperti Ayah!" Fandi menjawab dengan semangat. Teh Wulan tersenyum. "Bagus Bang, menjadi tentara memang mulia." Mama mertuaku menambahkan. "Tapi jangan lupa ya Sayang, pendidikan itu lebih penting. Ayah ingin kamu menjadi tentara yang pintar." Aku tersenyum bahagia mempunyai keluarga yang harmonis dan penuh kehangatan. "Tentara yang pintar dan tampan seperti Ayah!" Mas Indra menambahkan, dan membuat kami semua tertawa mendengarnya.
79. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Malam Yang Di Nanti. Penulis : Lusia Sudarti Part 79Aku menutup mulut karena terkejut.Sedangkan Mas Indra kembali berdiri dan pura-pura membaca slip gaji untuk pegawaiku.🥀🥀🥀🥀🥀🥀Aku merasa wajahku memanas menatap Mas Indra dengan mata terbelalak. "Mas Indra jangan begini dong. Aku kan jadi malu!" ucapku dengan menyembunyikan senyum bahagia dihatiku. "Kenapa memangnya Sayang, heemm! Mas telah begitu lama menantikan malam ini!" katanya sembari tersenyum nakal. Aku merasakan bulu romaku meremang mendengar ucapan dan melihat ekspresi Mas Indra yang menggodaku. "Heemm mulai deh nakalnya ya?" sungutku sembari mencubit hidungnya yang mancung. Tanganku di raih Mas Indra ketika hendak menyentuh hidungnya. "Mas sangat merindukan kamu Sayang!" Mas Indra menatap lekat kearah kedua bola mataku, tatapan syahdu yang juga selama ini aku rindukan. Malam syahdu membuatku larut dalam suasana yang indah yang dinantikan oleh setiap pasangan. "Seh
78. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Pujian Mas Indra Membuat Hatiku Meleleh. Penulis : Lusia Sudarti Part 78Aku dan Mbak Murti kembali meneruskan memasak hingga selesai. 🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀Tujuh hari berlalu dan kondisi luka suamiku telah membaik, meskipun belum sepenuhnya mengering di bagian dalamnya. Hari ini Mas Indra akan melakukan serangkaian pemeriksaan, tim Dokter akan bertolak kerumah demi keamanan. Dihalaman depan terdengar deru mesin kendaraan yang lebih dari satu dan berhenti tepat di depan rumahku. Aku bergegas keluar dari kamar dan membuka pintu depan. "Silahkan masuk Dokter! Sudah ditunggu dikamar." "Baik Bu, terima kasih." Aku melebarkan daun pintu untuk memberi jalan pada Dokter Iqbal dan beberapa lelaki tinggi tegap berpakaian serba hitam. Aku melihat keluar halaman dan mendapati beberapa orang yang juga berpakaian hitam berjaga diluar. Aku segera menutup pintu dan masuk kedalam kamar.Diluar kamar tepatnya disisi kanan dan kiri pintu dua orang berjaga,
77. Setengah Kilo Nasi Aking Untuk Anakku. Akhirnya Mas Indra Kembali Pulang. Penulis : Lusia Sudarti Part 77Aku terharu dengan apa yang aku alami.Syukur aku panjatkan kepada Allah SWT, karena telah mengirimkan suami dan mertua yang begitu menyayangiku. 🥀🥀🥀🥀🥀🥀 Tiga hari kemudian ... Keadaan mulai kondusif namun pengawalan tetap ketat demi menghindari sesuatu yang tak di inginkan. Dan hari ini Mas Indra diperbolehkan untuk pulang. Kami bersiap untuk pulang kerumah namun memakai penutup berupa masker dan yang lain-nya untuk menghindari segala kemungkinan. "Mas, Hanum bahagia akhirnya kita bisa pulang kerumah lagi. Aku takut sekali jika Mas akan meninggalkan kami." "Alhamdulillah itu semua pertolongan Allah SWT. Mulai saat ini Mas akan merubah identitas agar tak terendus oleh musuh yang mungkin sedang mengintai," tukas Mas Indra sambil membantuku menyusun pakaian ke dalam koper. Aku menatapnya penuh rasa khawatir!"Apakah kita semua akan aman Mas?" tanyaku bimbang. "Te