Setelah mengantar Stela pulang, Peter langsung kembali ke kantornya. Ia dapat telpon dari Paula katanya seseorang yang ingin bertemu. Karena Paula tidak menjelaskan siapa orang itu, Peter jadi berpikir orang itu kemungkinan adalah Alex.Sampai di kantor, Peter buru-buru berjalan menuju ke ruangannya. Ia sudah geram dan siap menghajar orang itu jika memang tebakannya benar.Tidak jauh dari depan pintu, wajah Paula dan Glen terlihat khawatir. Wajah mereka membuat Peter semakin penasaran, dan tanpa menyapa kedua rekan kerjanya Peter langsung masuk ke ruang kerjanya"Mau apa lagi kau kesini!" salak Peter saat itu juga.Saat orang itu memutar badan, Peter membelalak lalu menelan saliva susah payah. Kedua kaki Peter mendadak susah untuk di gerakkan hingga orang itu terlihat berjalan menghampiri Peter"Tidak sopan sekali, aku baru datang langsung kau sembur!"Peter spontan bergidik dan berkedip cepat. "Maaf, aku kira orang lain."Pletak!"Dasar bocah bandel!"Satu jitakan mendarat s
Satu bulan sudah berlalu. Hari demi hari Stela lewati dengan hubungan yang masih menggantung. Alex yang masih bersikeras meminta Stela kembali, sudah mencoba berbagai cara, tapi selalu gagal. Terkadang cara Alex yang kasar justru membuat Stela semakin merasa kecewa.Alex selalu menuduh Stela telah berselingkuh dan pernah juga menyebutnya wanita murahan. Namun, harusnya kalimat itu Alex lontarkan untuk diri sendiri.Kesedihan dan kesabaran pada diri Stela, sebentar lagi akan membuahkan hasil. Surat perceraian sudah turun dan Stela maju lebih dulu meski tanpa persetujuan dari Alex. Stela pada akhirnya dimudahkan karena semua bukti tentang perselingkuhan Alex jelas adanya"Aku masih penasaran dengan siapa yang mengirim semua rekaman itu padaku?" tanya Stela tatkala sedang mengobrol dengan keluarganya di ruang tengah."Apa kau tidak bisa menebak-nebak kira-kira siapa orangnya?" tanya Janete. "Mungkin teman baikmu.""Mana mungkin," tepis Stela. "Orang terdekatku hanya jacob, tidak ada
Setelah perceraian berakhir, Stela kini mulai fokus mendesign beberapa gaun untuk diseleksi dalam acara ulang tahun pernikahan pengusaha ternama di kota ini. Beliau meminta beberapa designer untuk mengirim gambar gaun yang mereka rancang lalu akan dipilih salah satu yang nantinya akan digunakan tepat di acara aniversary pernikahan yang ke 30.Tentunya dengan bayaran yang sangat sebanding.Saat Stela hampir menyelesaikan setengah gambarnya, ponsel di atas buku berdering. Stela meletakkan pensilnya lalu segera melihat nama siapa yang terpampang di layar ponselnya.Melihat siapa nama yang terpampang di sana, perlahan ujung bibir Stela tertarik membentuk sebuah senyuman."Halo, aku sedang sibuk. Kau jangan ganggu," kata Stela pura-pura acuh ketika sambungan terhubung."Aku tahu, aku cuma mau mengajakmu makan siang," sahut seseorang dari balik ponsel."Aku tidak bisa," kata Stela."Kenapa?""Sudah kubilang, aku sedang sibukkan?"Terdengar Peter menghela napas panjang sebelum bicar
Peter terus saja memandangi Stela yang begitu cantik. Rambutnya yang di kuncir dan menyisakan beberapa helaian rambut, membuatnya terlihat muda. Biasanya pun Stela memang cantik, tapi kali ini lebih dari itu."Ada siapa di rumahmu?" tanya Stela ketika Peter membawanya masuk."Hanya ada pelayan," jawab Peter. "Glen dan Tomy hari ini tidur diapartemen dekat kantor.Karena ingin momen makan malam dinikmati berdua saja, Peter meminta dua pengawalnya itu untuk tidak tidur di rumah. Hanya ada pelayan yang Peter suruh untuk memasak dan menyiapkan ruangan."Chloe tidak di sini?"Peter menggeleng. "Dia sedang sibuk dengan kekasihnya mungkin."Mereka berdua berjalan menaiki tangga menuju lantai dua. Stela yang merasa heran, mulai timbul pikiran negatif."Kenapa ke atas?" Stela celingukan.Tidak mau Stela salah paham, Peter pun tersenyum lalu menggandeng tangan Stela menuju sebuah tempat di dekat balkon."I-ini …" Stela tercengang melihat apa yang ada di hadapannya. "Kau yang menyiapkan
Sampai pukul sepuluh malah, Emma menunggu sang suami yang entah sedang pergi ke mana. Emma mencoba menghubungi nomor Alex tapi tidak aktif. Meski sejujurnya Emma merasakan ada perubahan drastis pada diri Alex, tapi Emma tidak mau berpikir terlalu jauh, Bisa saja Alex kelelahan karena dirinya sudah tidak bekerja di kantor lagi.Ketika Emma sudah mulai merasa ngantuk, Emma memutuskan untuk berbaring di atas sofa. Namun, baru saja Emma hendak memejamkan mata, terdengar seseorang membuka pintu ruang tamu.Emma spontan terduduk dan memeriksa pintu tersebut."Aku pulang," kata Alex begitu sudah masuk.Ini sudah sangat larut, sekalipun Alex berkata demikian pasti tidak akan ada mendengar. Emma yang melihat Alex begitu lesu akhirnya mulai penasaran."Apa pekerjaan kantor begitu banyak?" tanya Emma sambil membantu Alex melepas kemeja dan membawakan tas kerjanya."Ya." Hanya itu yang Alex katakan karena setelah itu ia melenggak menuju kamarnya."Kau mau ke mana?" tanya Emma bersuara cuku
Kondisi hati sedang tidak baik, apapun yang ada di hadapannya terasa menjengkelkan. Emma yang masih kesal karena Alex membandingkan dirinya dengan Stela, pagi ini masih begitu memendam amarah. Hati dongkol begitu terasa dan Emma ingin melampiaskannya segera. Namun, rasa cinta pada Alex sepertinya membuat Emma tidak bisa berkutik.Alex yang juga masih merasa marah, bahkan pergi ke kantor tanpa berpamitan pada Emma. Kala itu memang Emma belum bangun, karena begitu Alex semakin yakin kalau Emma tidaklah bisa seperti Stela.Sampai di kantor, Alex langsung disambut oleh sekertarisnya."Maaf, Tuan." Sekertarinya menunduk sopan."Ada apa? Kenapa menghentikanku di jalan?" Suara Alex terdengar sinis."Maaf, Tuan. Ini ada undangan dari Tuan Muchtar." Sekertaris itu mengulurkan surat undangan berwarna merah."Tuan Muchtar?" Alex menerima undangan itu lalu membawanya masuk ke ruangannya.Alex meletakkan tas kerja dan melepas jasnya, kemudian ia duduk dan kembali melihat surat undangan yang
Sudah bertemu Alex, Peter malah gagal bertemu Stela. Wanita itu tidak bisa Peter hubungi sama sekali, nomornya tidak aktif. Peter terpaksa putar balik kembali ke kantornya karena mendapat panggilan dari Paula.Sementara orang yang Peter cari, kini tengah merampungkan pekerjaannya di rumah. Karena acara sudah mepet, tentunya design gaunnya akan segera dituntaskan.Begitu gambar sudah beres, Stela segera bersiap-siap mengantar gambar tersebut untuk ikut seleksi. Berdandan ala kadarnya, Stela memasukkan ponsel, dompet dan hal penting lainnya ke dalam tas."Kau sudah siapa, Sweety?" Suara Janete membuat Stela menoleh."Yes, Mom." Stela tersenyum sumringah. "Doakan punyaku yang terpilih."Janete mendekat dan meraih kedua tangan Stela. "Tentu saja. Pasti kau yang akan terpilih."Ini memang bukan sebuah kontes besar, hanya saja bagi Stela ini awal usaha untuk kembali terjun ke duania designer. Jika awal yang kecil saja sudah berakhir, kesuksesan besar pasti segera tercapai."Aku beran
Tepat sekitar pukul tuju malam, Bill datang ke rumah Stela. Tidak ada yang memberitahu Stela kalau hari ini Bill akan datang. Dan begitu Bill sudah masuk, Janete segera pergi ke kamar Stela sementara sang suami menemani Bill di ruang tamu."Sayang, ayo bersiap!" kata Janete begitu masuk ke kamar Stela.Stela yang kala itu sedang duduk bersandar sambil membaca novel, lantas mendongak. Di atas hidungnya, tersampir kaca mata bulat."Bersiap ke mana, Bu?" tanya Stela heran. Kaca matanya ia lepas, lalu menurunkan dua kakinya ke lantai. "Dan kenapa ibu rapi sekali?"Janete menarik tangan Stela lalu mendorongnya ke arah lemari. "Tidak usah banyak tanya, kau pakai saja baju yang paling bagus."Stela menyingkir hingga terlepas dari ibunya. "Ada apa sih, ini?""Kakekmu sudah menunggu di bawah," kata Janete."Kekek?""Iya. Kakekmu mengajak kita semua makan malam."Stela spontan membulatkan bibir. "Kenapa ibu tidak beritahu aku dari tadi?" tanya Stela heran."Kakekmu mengajaknya mendada
Hari pernikahan pun datang. Stela dan Peter sudah siap dibimbing sang Pendeta untuk mengucapkan ikrar janji suci. Acara digelar dengan sederhana yang hanya menghadirkan pihak keluarga dan tamu bisnis saja.Dari balik kain putih berbahan tutu, Peter bisa melihat wajah Stela yang dirias begitu cantik. Sederhana dan terlihat elegan di padukan dengan gaun putih yang menutupi kedua kaki."Kau sangat cantik," kata Peter. Di balik kain tersebut, Stela hanya tersenyum.Detik berikutnya, pengucapan ikrar janji pun terlontar. Pemasangan cincin bergantian dan riuh tepuk tangan mulai terdengar. Mereka berdua kini sudah sah menjadi sepasang suami istri.Rasa bahagia dan haru, dirasakan semua orang yang hadir. Kedua orang tua Stela dan Peter mereka bahkan sampai tidak sadar menitikkan air mata."Selamat untuk kalian berdua." Kata Jane serasa memeluk mereka berdua.Mereka yang lain pun bergantian memberi ucapan selamat.Pagi berlalu meninggalkan acara sakral yang kini sudah beralih ke rumah s
Bill tidak pernah main-main dengan perkataannya. Menyangkut pelecehan pada Stela, semua bukti sudah ada dan Alex harus berakhir hidup di jeruji besi sesuai dengan ketentuan dari pengadilan. Asal keluarga aman, Bill rela melakukan apa saja.Satu tahun Bill diam tanpa berkomunikasi dengan putri dan cucunya, tak lain karena hanya sekedar ingin membuktikan bahwa keluarga Alex memang buruk. Belum lagi keburukan masa lalunya dengan Muchtar. Semua ada jalan cerita masing-masing."Kau sudah merasa tenang sekarang, bukan?" tanya Peter sambil menunduk menyusuri wajah Stela yang kini sedang bersandar di pundaknya. "Aku akan terus menjagamu sampai kapanpun."Stela mendongak dan tersenyum. "Terima kasih kau sudah datang dalam kehidupanku."Sesaat keduanya terdiam menikmati pemandangan air danau yang jernih nan tenang. Hanya sedikit bergelombang saat beberapa daun kering berjatuhan tertiup angin.Sudah lama Stela tidak berkunjung ke tempat ini. Tiada yang berubah selain bertambah terasa nyaman
"Kau baik-baik saja?" tanya Louis dengan napas masih memburu usai menghajar Alex.Berdiri di samping mobilnya, Stela masih sesenggukan sambil mencengkeram kerah bajunya dengan kuat. Sementara Alex sudah melesat pergi dalam keadaan babak belur."Sebaiknya aku antar kau pulang."Stela terpaksa meninggalkan mobilnya di jalan, ia ikut mobil Louis. Setidaknya bersama Louis lebih aman saat ini. "Di mana rumahmu?" tanya Louis sebelum melajukan mobilnya."Putar balik, rumahku ada di jalan sana," jawab Stela lemas.Louis sesekali melirik Stela yang tengah bersandar sambil memandangi ke luar jendela. Wajahnya masih masam dan ada raut kecemasan.Mobil Louis sudah masuk ke pekarangam rumah Stela sekitar pukul tuju malam. Stela yang masih tertegun, bahkan tidak sandar kalau mobil sudah berhenti di halaman rumah. Pikiran Stela masih melayang-layang teringat akan perbuatan Alex yang begitu keji.Louis turun lebih dulu. Ia memutari mobil lalu berpindah ke pintu samping di mana ada Stela yang
Stela tentunya sangat penasaran dengan apa yang kakek dan keluarga Peter bicarakan, Setela obrolan terakhir dirumah saat makan siang. Saat beberapa menit hampir masuk ke kompleks perumahan, Stela berhenti dulu di pom bensin. Baru saja hendak turun dari mobil, ponsel di dalam tas berdering. Pintu yang sudah terbuka sebagian pun Stela tutup kembali."Nomor siapa ini?" Wajah Stela berkerut heran. Seseorang menelpon tapi nomor tersebut tidak terdaftar di kontaknya."Halo, siapa ini?" sapa Stela kemudian."Temui aku di restoran cepat saji.""A-Angela?" pekik Stela."Tidak usah kaget begitu, aku hanya ingin bicara denganmu."Sambungan terputus, Stela urungkan niat pergi ke toilet dan segera putar balik."Untuk apa dia bertemu denganku?" batin Stela.Tidak mau berpikiran yang macam-macam, Stela terus melajukan mobilnya hingga akhirnya sampai di tempat yang dituju.Setelah mencangklong tasnya, Stela pun bergegas turun dari mobil. Di depan sana, di tempat restoran cepat saji, sepertin
Sepulangnya dari tempat Peter, Stela menceritakan semuanya pada ibu dan kakeknya. Tepat jam makan siang, mereka mengobrolkannya di meja makan, tapi tanpa ada Bowen karena dia sedang sibuk mengurusi panen perkebunannya . Untuk Bill, tentu merasa senang dan langsung setuju jika Stela menikah dengan Peter. Namun, sebagai Ibu yang sempat membuat Stela menderita, Janete tidak langsung mengatakan setuju."Apa kau yakin, Sayang?" tanya Janete khawatir."Belum tahu, ibu," sahut Stela usai meneguk air putih. "Aku hanya merasa nyaman saat bersama Peter.""Kalau kau minta pendapat kakek, tentu saja Kakek setuju," timbruk Bill yang lebih dulu selesai menghabiskan makan siangnya. "Kakek sudah lama mengenal keluarga Peter."Janete kembali ikut bicara. "Bukan ibu tidak merestui, ibu hanya tidak ingin kau sakit hati lagi."Kalimat Janete membuat Stela merasa ragu. Meski selama ini Stela tahu Peter usil, tapi dia sangat baik. Hanya saja, tiada yang tahu bagaimana tentang isi hatinya. Bisakah Pete
Emma kembali dengan tangan hampa. Percuma saja berdebat dengan Louis kalau memang Emma juga bersalah dalam ini. Mulanya Emma pikir Louis mencintainya, tapi saat melihat murka dan penjelasan Louis, ya, menang semua hanya permainan belaka. Tidak jauh berbeda seperti saat pertama Emma kembali pada Alex.Sudah sampai di rumah, ruangan nampak sepi. Lampu-lampu juga sudah dimatikan. Ketika masuk ke dalam kamar, Alex masih belum ada di sana. Emma yakin Alex masih berada di kamar lantai dua.Hati rasanya dongkol, tapi Emma tidak berani berbuat apa-apa saat ini. Jika mendekat, Alex mungkin saja akan kembali mengamuk.Di tempat Louis, Chloe sudah keluar dari persembunyiannya. Wajahnya masih terlihat masam seperti saat pertama tadi baru ke sini."Kau sudah tahu alasan kenapa aku bersama Emma kan?" kata Louis coba menjelaskan.Chloe tersenyum kecut. "Jika semua atas nama dendam, apa harus sampai kau bercinta dengannya?""A,aku …" Louis mendadak diam."Katakan saja kau menikmati saat itu,"
Alex menjauh dari Emma untuk sesaat. Di kamarnya yang dulu saat masih beristrikan Stela, Alex tengah merenungi semuanya. Hidupnya sudah hancur, ia kehilangan Stela, perusahaan, ia juga sudah dikhianati istri barunya yaitu Emma. Meski Emma berkata sebuah penyesalan, tapi Alex sudah terlanjur sakit hati."Mungkin ini yang kau pernah rasakan dulu," gumam Stela. "Kau pasti marah, kecewa padaku saat itu. Dan bodohnya, aku baru menyadarinya saat ini."Seperti bukan seorang pria perkasa, Alex jatuh tersungkur di bawah ranjang sambil menangkup kepala. Ia tidak tahan lagi jika terus menahan air matanya. Air mata itu kini mengalir dengan derasnya sampai berjatuhan membasahi kedua lututnya yang menekuk."Aku sungguh bodoh!" sesal Alex. "Andai saja kita masih bersama, aku tidak akan sekacau ini."Cekleeek!Terdengar suara pintu terbuka secara perlahan. Alex sungguh tidak peduli, ia masih tertunduk memeluk kedua lututnya sambil menangis.Perlahan, May melangkah mendekat dengan tatapan iba da
Peter pergi dengan mengendarai mobil Stela, tadi mobilnya sudah ia titipkan pada Glen sebelum pergi. Karena Peter tengah emosi dengan wajah cukup babak belur, tentunya Stela tidak mengizinkan Stela menyetir.Sampai di rumah Peter, Stela turun lebih dulu dari mobil. Ia berlari memutari mobil lalu membukakan pintu untuk Peter."Ayo turun," kata Stela begitu pintu sudah terbuka."Terima kasih," sahut Peter sambil meringis menyentuh ujung bibirnya.Stela yang melihat Peter merasa kesakitan ikut mengerutkan wajah hingga mendesis kecil."Apa sakit sekali?" tanya Stela sambil menuntun lengan Peter.Peter menggeleng.Sampai di dalam, Stela memanggil Nora untuk mengambilkan air es dan handuk kecil. Sementara itu, Stela menuntun Peter membawa ke kamar di atas."Kenapa harus bertengkar?" tanya Stela sambil membantu Peter duduk di tepi ranjang.Peter masih terlihat nyengir menahan perih di ujung bibirnya dan bagian perut yang sempat kena pukul juga."Dia yang memulai," ujar Peter. "Aku
Sementara di tempat lain, Stela kini sudah sampai di rumah sang mantan suami lagi. Ia terpaksa datang kembali hanya untuk mengambil barang pribadinya yang tertinggal. Jika bukan karena itu, Stela sudah enggan menginjakkan kaki di rumah ini lagi.Karena pintu luar tidak tertutup, Stela masuk begitu saja hanya dengan mengucap kata "Permisi". Biar bagaimanapun juga, Stela sudah tidak ada hak lagi di rumah ini, jadi mau mengambil apa pun harus lebih dulu menunggu penghuni rumah muncul.Dan sesuai dugaan Stela, pastilah yang muncul wanita gila itu alias si Emma. Tidak mau bertengkar, Emma langsung mengatakan apa tujuannya datang ke sini."Kau sengaja kan!" seloroh Emma sambil mendorong dada Stela."Aku datang hanya ingin mengambil ponselku saja. Kau tidak usah khawatir, setelah ini aku langsung pergi.""Enak saja!" sungut Emma. "Kau sudah sengaja meninggalkan ponselmu supaya Alex tahu kan?"Stela mengerutkan dahi karena tidak paham. "Apa maksudmu?""Jangan pura-pura tidak tahu kau!"