Setelah perkenalan antara Arumi dan Ayunda, wanita paru baya itu menyuruh mereka segera masuk dan mengobrol di ruang tamu."Aurel, bikinkan kami minum!" perintah Arumi pada Aurel saat ia hendak mendudukkan tubuhnya di sofa single."I-iya Bu," jawab Aurel yang sedikit tersentak dengan suara mertuanya ini.Sebenarnya ini bukan pertama kalinya, ibu mertuanya memerintah dirinya dengan nada ketus setengah membentak, tetapi tetap saja Aurel masih belum terbiasa dengan hal ini.Tanpa banyak kata ia segera menuju dapur untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh ibu mertuanya, karena ia tak ingin terkena omelan.Arumi segera memasang senyum manis saat beralih menatap Ayunda yang tengah duduk di sebelahnya wanita itu membalas senyuman tak kalah manis dengan ibu mertuanya ini.Sementara Reno hanya menggeleng melihat sikap ibunya yang masih memperlihatkan rasa tak sukanya pada Aurel."Bu, bisakah ibu bersikap lembut pada Aurel? bagaimanapun ia tetap menantu ibu!" tegur Reno yang tak suka melihat
Ayunda tersenyum penuh kemenangan, meskipun Reno lebih memilih untuk mengejar Aurel, namun tak masalah baginya.Ia memang sengaja membiarkan suaminya itu mengejar istri pertamanya. Toh, Reno pasti akan kembali padanya. Ayunda yakin, mereka pasti akan bertengkar, sekarang yang ia lakukan hanya menunggu kabar baik yang akan menghampirinya. Kabar baik tentang rebggangnya hubungan Aurel dan suaminya, yang burung perpisahan bagi keduanya. Rasanya sungguh tidak sabar mendengar hal itu. "Sudahlah Bu, lebih baik kita makan camilan sembari menonton tivi! jangan memikirkan hal yang bisa membuat mengganggu kesehatan ibu!" ucap Ayunda yang mencoba mencari perhatian dari ibu mertuanya ini. "Ya, kau benar! ibu berharap, Reno segera meninggalkan wanita itu!" ucap Arumi menggebu. Ayunda hanya tersenyum menanggapi sang ibu mertua, dia lebih memilih untuk membuatkan minuman dan mengambil beberapa camilan untuk mereka berdua nikmati. Biarlah untuk kali ini dia melayani sang mertua, tetapi jika tuj
Aurel terkejut saat melihat seseorang yang mengganggu pikiran nya sejak tadi pagi. Ia tak menyangka jika akan bertemu dengan lelaki ini lagi. "Kamu tidak apa-apa?" tanya lelaki itu dengan nada kawatir dan berhasil membuyarkan lamunan nya. "Ah, maaf aku baik-baik saja!" jawab Aurel sedikit terbata dan segera melepas pelukan lelaki yang tengah ia tabrak. Ya, Aurel hampir saja terjatuh jika saja lelaki yang ia tabrak tidak dengan cepat meraih pinggangnya. Bahkan posisi mereka seperti orang yang tengah berpelukan. Aurel menunduk dan segera mengambil ponsel yang terjatuh akibat ulahnya. Matanya menatap nanar ponsel yang ada tanganya. Ia meringis saat melihat ponsel yang cukup mahal harganya, sedikit retak akibat ulahnya. "Maaf, aku sudah merusak ponselmu!" ucapnya menyesal dan menatap lelaki yang sedikit mirip dengan nya. Ya, Aurel merasa lelaki yang ada di depannya ini sedikit mirip denganya. Entahlah, mungkin hanya perasaan nya saja. Aries mengambil ponsel yang ada di tangan Aur
"Bagaimana, apa kau setuju?" tanya Aries kepada Aurel, yang sedari tadi tak menjawab ucapan nya. "A-apa tidak ada pilihan lain Pak?" tanya Aurel sedikit terbata. Karena jujur dirinya masih sedikit terkejut dengan apa yang didengarnya. Bagaimana mungkin, Aries memintanya untuk menjadi sekertaris? sementara dia tidak memiliki pengalaman sama sekali. "Tidak ada!" jawabnya cepat. "Kenapa apa kau keberatan?" tanya Aries penuh selidik. "Sebelumnya saya minta maaf Pak, bukanya saya keberatan dengan tawaran Bapak! tapi saya tidak mempunyai pengalaman dalam pekerjaan itu." Jelas Aurel. "Tidak masalah, bukankah semuanya bermula dari tidak memiliki pengalaman dan berakhir mereka bisa melakukan pekerjaan itu, karena sudah terbiasa?" tanya Aries menatap Aurel lekat. "Tapi, jarak kantor Bapak terlalu jauh dari rumah saya!" Aurel memberi alasan yang logis. Bukanya ia tak ingin menjadi sekertaris Aries, selain ia tak memiliki pengalaman, rumahnya cukup jauh dari kantor ini. Aurel tak ingin k
Reno menggeleng kuat saat mendengar ucapan menohok Aurel. Ia dengan cepat menarik pergelangan tangan Aurel saat wanita itu hendak berbalik. "Tidak Dek, kau sama sekali tidak mengganggu! ayo kita duduk dulu, setelah itu kita bicara!" bujuk Reno. Karena Ia tahu, jika Aurel sudah datang ke restauran nya pasti ada sesuatu hal yang penting untuk dibicarakan. "Tidak perlu Mas, aku bisa menyelesaikan nya sendiri!" jawab Aurel cepat dan segera menepis tangan suaminya hingga terlepas dan segera berlari keluar dari tempat yang begitu menyesakkan ini. Sungguh rasanya ia tak sanggup jika terus menerus disuguhi kemesraan antara Reno dan Ayunda. Bagaimana dirinya bisa bertahan jika terus seperti ini? sekarang apa yang harus ia lakukan. Apa dia memang harus berpisah dengan Reno agar dirinya tenang dan tidak terbebani dengan apapun? tapi lagi-lagi dirinya diingatkan tentang calon anaknya, rasanya sungguh tak tega melihat mereka lahir nanti tanpa adanya seorang ayah di samping mereka. "Aurel tun
Aurel terdiam dan mengurungkan niatnya untuk mengomeli Daniel. Ia menatap berapa indahnya pemandangan yang mengalihkan perhatian nya. Ia berjalan di tepi pantai, tanpa ia sadari sudut bibir Aurel melengkung keatas membentuk sebuah senyuman. Aurel memejamkan matanya dan menikmati semikir angin yang menerpa kulitnya. Ah, rasanya sangat sejuk sekali. Ia menghirup dalam aroma pantai yang begitu menenangkan, lalu membuangnya secara perlahan. Hal itu ia lakukan secara berulang. Suara gemuruh ombak terdengar begitu merdu, bagaikan alunan musik yang bisa menenangkan hati. Sejenak Aurel bisa melupakan masalah yang ia hadapi saat ini. "Bagaimana? kau menyukainya?" tanya Daniel berjalan mendekati Aurel dan berdiri tepat di sampingnya. Daniel berbicara sembari menatap wajah Aurel yang tengah memejamkan matanya. Daniel segera mengalihkan pandangan nya menjadi lurus kedepan, saat Aurel membuka matanya dan menatap nya. "Tentu aku menyukainya! Terima kasih," ucap Aurel dan tersenyum tulus. Da
Pukul sembilan malam Aurel sampai di rumahnya. Aurel segera turun dari mobil setelah menyelesaikan transaksinya. Suasana rumahnya nampak gelap dan sepi, sama seperti saat pertama kali dirinya baru menikah. Sunyi dan sepi, karena dulu Reno sering meninggalkan nya sendirian di rumah. Seharusnya dirinya terbiasa dengan hal ini, tetapi tak dapat ia pungkiri kalau dirinya merasa sangat kesepian. Aurel teringat dengan kata-kata Daniel yang ingin memulai semua dari awal dengan nya, jika ia menerima tawaran Daniel, apakah lelaki itu akan memperlakukan hal yang sama seperti Reno memperlakukan nya. "Ah, apa yang aku pikirkan?" Aurel segera menggeleng saat dirinya membayangkan hal yang tidak-tidak. Dert..... Dert.....Ponsel Aurel bergetar, Aurel segera menghentikan langkahnya dan segera mengambil ponselnya untuk melihat siapa yang sudah menghubunginya. Aurel menghembuskan nafas lelah, mau tidak mau ia harus mengangkat telpon dari dari Daniel. "Hallo," "Hallo Aurel, apa kau sudah sampai
Aurel membuka matanya perlahan, ia berusaha mendudukan tubuhnya yang terasa sangat lemas. Ia memijit pelan saat merasakan sakit di kepalanya. Ia mengingat tentang kejadian semalam, ia mengeluarkan seluruh uneg-unegnya kepada Reno dan menangis cukup lama, sampai ia tertidur. "Mas Reno," gumamnya sembari menoleh kesamping, mencari sosok suaminya. Namun, ia tak menemukan siapapun di samping tempat ia tidur. "Apa yang aku harapkan? sudah pasti dia kembali pada Ayunda!" gumamnya kecewa. Tak ingin terlalu banyak berpikir, Aurel segera beranjak dari berbaring nya. Ia akan membersihkan diri dan pergi untuk menemui Aries. Walau bagaimana pun, ia harus bertanggung jawab atas apa yang sudah ia lakukan pada lelaki itu. Ya, dia memutuskan untuk menerima tawaran dari Aries. Meski tanpa persetujuan Reno, ia akan tetap melakukan nya. Toh, jika ia mengatakan pada Reno, ia yakin Reno tidak akan peduli. Lagi pula, hubungan dirinya dan Reno sudah tidak bisa diselamatkan. Jadi, Aurel harus mulai t