Aku duduk menghadap dinding, sembari menyisir rambut ikalku. Cermin kesayanganku telah pecah seribu, tak dapat disatukan lagi. Kini saat aku duduk di depan meja rias, hanya putih dinding yang kulihat.
Kuraba dinding bekas cermin itu, paku untuk menggantung cermin itu masih disana. Cermin yang membersamaiku hampir selama pernikahan kami. Pecah, Sudah tak ada.
Teringat lagi betapa sakitnya, melihat foto dan video dalam gawai Mas Harto. Bagaimana dengan penuh emosi kupukul cermin itu dengan tangan, hingga berlumuran darah. Sakit? jangan ditanya, namun sakitnya tak lebih perih dari hatiku.
Maafkan aku Mas, yang lelah mencoba selalu bersabar dan terlihat tegar. Maaf Mas aku pergi meninggalkanmu. Hatiku tak sekuat itu, untuk terus diterpa cobaan bertubi-tubi. Jangankan air dalam sumur, air mataku juga bisa mengering.
Kubuka laci meja, kuambil beberapa lembar kertas putih di dalamnya. Ternyata mengurus perceraian tanpa pengacara sangat melelahkan. Aku harus bolak-balik dari kantor balai desa menuju kecamatan hanya untuk meminta tanda tangan dan surat keterangan lainnya.
Rasa lelah mengurus perceraianku ini, masih bisa kutahan. Daripada harus terus hidup bersama dengan Mas Harto, orang yang sangat kucinta tapi tega menyiksa hati dan pikiran.
Aku hanya manusia biasa, merasakan sakit jika dilukai dan marah saat dikhianati. Jika bisa aku ingin berteriak memaki, menampar, memukul wajahmu yang dengan tega mendua dengan wanita lain.
Namun apa dayaku, yang hanya manusia biasa. Air mata satu-satunya pengobat sakit di hati. Aku lelah, mencoba pasrah dan menerima perlakuan Mas Harto padaku. Berkas perceraian telah kuajukan ke pengadilan. Aku menggugat cerai suami yang telah menikahiku selama dua puluh tujuh tahun itu.
Dalam lembar surat gugatan, kutulis identitasmu orang yang tergugat. Lalu identitasku sebagai penggugatnya. Nama kita bersanding untuk terakhir kali, bukan sebagai pasangan tetapi bersandingan yang terakhir dalam sidang perceraian.
Berkas-berkas pengajuan gugatan cerai yang asli sudah kukumpulkan di Pengadilan Agama. Yang kupegang ini hanya salinannya. Berkasku akan diperiksa lebih dulu oleh Pak Hakim.
Setelah pemeriksaan berkas-berkas selesai, mungkin dalam jangka waktu beberapa minggu, pihak pengadilan akan menghubungiku lagi.
πππ
"Dari Umar, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda β¦." Lelaki berjenggot itu, berhenti berbicara, menghela napas dalam-dalam.
"Sesuatu yang halal tapi dibenci Allah adalah perceraian, Hadis Riwayat Abu Daud dan Hakim," ucap pengisi ceramah pagi itu, melanjutkan kata-katanya yang tegas dengan sorot mata tajam menyapu seluruh jemaah yang hadir dalam masjid.
"Tentunya bukan suatu kebetulan bila Rasulullah saw berkata dengan susunan kalimat di atas yang menuntut kejelian kita untuk memahami dengan iman bahwa kita harus berpikir seribu kali sebelum memutuskan untuk bercerai," jelasnya lagi.
Aku yang hanya tamatan smp ini, sedikit bingung mengartikan kata-katanya. Apa artinya aku tak boleh bercerai? Lalu jika Mas Harto terus mengulangi kesalahannya, apa aku harus diam saja?
Ragu-ragu, kuangkat tangan kanan setinggi kuping. Aku ingin bertanya, rasa ingin tahu, dan semua masalah hidupku butuh dipecahkan. Perlahan tangan tinggi terangkat, ingin menyuarakan isi hati.
"Iya, ada apa Ibu yang berjilbab biru?" Mata Sang Ustaz, menangkap tanganku yang terangkat, kulambaikan beberapa kali agar terlihat di antara jemaah lain.
"Assalamualaikum Pak Ustaz, saya ingin bertanya. Apa artinya kita tidak boleh bercerai begitu, Pak? jika bertahan semakin tersakiti, dan rumah tangga malah terasa seperti neraka, bukankah lebih baik diakhiri?" tanyaku padanya.
"Pertanyaan yang bagus," balasnya dengan senyum.
"Begini maksud dari hadis tersebut, karena pada kalimat tersebut yang ditekankan adalah kebencian Allah pada perceraian itu bukan pada halalnya. Jadi Allah membolehkan perceraian, namun sangat membencinya," jelasnya lagi.
"Paham, Ibu?"
Aku mengangguk perlahan. Meresapi kata-kata Pak Ustaz. Jadi boleh bercerai, tapi kita dibenci oleh Tuhan? begitukah?
Bagaimana ini Tuhan akan membenciku? Tuhan ... aku sangat takut dengan azabmu. Namun aku sudah tak kuat lagi, bersabar menghadapi sifat dan perbuatan Mas Harto.
"Allah yang menciptakan ikatan perjanjian kokoh pernikahan, maka Allah pula yang lebih patut untuk memutuskannya. Lalu mengapa kita tega untuk melakukan hal yang menghancurkan apa yang telah dibangunkan Allah dalam pernikahan tersebut?"
"Inilah salah satu dari maksud mengapa Allah membenci perceraian sekalipun halal karena di situ kita telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan apa yang dicintai Allah yaitu agar kita tetap berjuang untuk mempertahankan ikatan perjanjian pernikahan." Melihatku masih dengan alis bertaut, bingung. Pak Ustaz menambahkan alasan lagi kenapa Allah membenci perceraian.
Mendapat penjelasan yang sangat panjang, kemudian aku mengerti.
Kepalaku manggut-manggut meresapi penjelasan tadi.
Mas Harto sudah melanggar ikatan perjanjian pernikahan, ia telah menghancurkan pernikahan dengan berselingkuh, secara tidak langsung ia memutuskan pernikahan ini. Aku berhak mengajukan perceraian.
πππ
Kutekan nomor pada secarik kertas lusuh, nomor seorang teman yang tidak sengaja kujumpai saat meminta tanda tangan Kepala Desa.
"Halo, Assalamualaikum β¦," suara tenor di seberang sana mengucap salam.
"Wa-alaikumuss salam, halo Mas Yusuf, ini, Hening," jawabku.
"Ning yang ketemu di Balai desa tiga hari yang lalu itu? iya, ada apa Ning?" tanyanya.
Aku tersenyum, ternyata Mas Yusuf masih mengingatku.
"Hening mau minta tolong, Mas!" lirih aku berucap, dengan nada sedikit memelas.
"Minta tolong apa?" tanya suara di seberang sana dengan ramah.
"Kalau saya bisa, insyaallah pasti akan saya bantu," tambahnya lagi.
"Begini saya mau menggugat cerai suami. Saya gak tahu gimana caranya. Mas, Pengacara, 'kan? Apa yang harus saya lakukan?" tanyaku kemudian, pena di jemari siap mencatat langkah-langkah yang harus kulakukan. Aku sangat awam dengan hal yang berbau hukum seperti ini.
Untungnya, aku bertemu teman lama yang ternyata berprofesi sebagai pengacara. Tuhan memang baik, Ia takkan membebankan sesuatu melebihi kemampuan hambanya. Dan di tiap masalah Ia telah menyiapkan jalan keluarnya. Yakinlah jika masalahmu seluas lautan, ingatlah kita punya tuhan pemilik jagad raya ini.
Panjang lebar ia menjelaskan langkah-langkah perceraian. Untuk langkah awal aku harus datang ke Pengadilan Negeri setempat, mengisi blanko gugatan atau blanko permohonan.
Kemudian sebagai pihak berperkara harus menghadap petugas meja pertama dan menyerahkan surat gugatan atau permohonan. Minimal enam rangkap surat permohonan beserta foto copy kutipan akta nikah yang sudah ditempeli materai dan cap pos, juga foto copy KTP.
Aku juga bisa meminta penjelasan mengenai panjar biaya perkara yang akan kubayar untuk sidang perceraianku ini, pada petugas di meja pertama. Uang panjar ini kemudian akan ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).
Setelah mengetahui nominal panjar biaya perkara, petugas di meja pertama akan memberikan nomor rekening Bank yang telah ditunjuk pemerintah, secepatnya aku harus melakukan pembayaran via transfer rekening pada bank yang ditunjuk.
πππ
Bersambung β¦.
πππAnton menemaniku menghadiri sidang pertama di Pengadilan Agama. Mengenakan blouse putih lengan panjang bermotif sulur bunga, dan jilbab berwarna hitam, kami menunggu di depan ruangan."Bapak, gak keliatan, Buk?" Anton setengah berbisik bertanya padaku.Aku menengok ke kiri dan kanan, berusaha menemukan keberadaan sosok Mas Harto."Sepertinya Bapakmu memang gak datang, Anton," Jawabku kemudian."Ibuk, ndak usah takut. Anton akan membela
πππRoda motor Anton berhenti di halaman parkir yang cukup sesak, banyak kendaraan terparkir lebih dulu. Anton menengok ke kiri dan kanan, mencari celah memasukkan motornya."Sini, Mas!" Seorang Bapak tua melambai pada Anton, mengenakan topi, peluit dan jaket berwarna hijau.Anton menurut dan mengarahkan motornya menuju tempat di sebelah bapak yang melambai itu. Anton merogoh selembar uang pecahan dua ribu, diberikannya pada Bapak tadi."Ibuk, masuk dulu. Kamu tunggu disini aja!" Kulepas helm di kepala. Anton meraih dan mengg
πππMalam kian larut, mataku masih enggan terpejam. Kepalaku sungguh terasa berat, pusing di seluruh bagiannya.Suara-suara semalam, dan siang perlahan terngiang. Bayangan tiap kejadian berputar kembali dalam ingatan."Saya ... legowo yang mulia, saya bersedia berpisah dari istri saya!" jawab Mas Harto siang itu dengan suara lirih, seperti ada keraguan di dalam kalimatnya. Tapi, aku sangat lega mendengar kata-kata Mas Harto. Seperti ada rantai yang terlepas dari kakiku.Sebuah rasa kelegaan terlepas, dengan sebuah senyuman dari b
Bab : 14Judul Bab : Maling Dalam SelimutπππKepalaku semakin terasa berdenyut, pusing menjalar di seluruh bagian kepala. Kenapa semua masalah datang bertubi-tubi di waktu yang sama. Sebegitu sayangkah Tuhan padaku, hingga ia terus mengujiku?Uang pensiun yang kutitipkan pada Mbakyu Widuri, hilang segepok. Segepok uang itu ada empat juta rupiah, aku ingat betul terakhir memasukkan uang pesangon yang diberikan oleh pihak pabrik ada delapan gepok, sudah terpakai untuk banyak hal. Hanya tersisa lima gepok uang.
πππAku tak sabar menanti sidang ke tiga hari ini, pada sidang sebelumnya Mas Harto telah mengatakan jawabannya secara lisan bahwa ia bersedia berpisah.Hari ini adalah tanggal 16 Juni 2020, acara sidang ke tiga, semoga semuanya berjalan dengan lancar, perceraianku segera selesai, dan aku tak perlu bolak balik ke Pengadilan Agama lagi. Sungguh melelahkan rasanya.Kuawali pagi dengan mengambil air wudhu, membasuh segarnya air pada telapak tangan, berkumur tiga kali lalu membasuh pada bagian tubuh lainnya. Kemudian kukenakan mukena putih dengan hiasan brokat di tepiannya. Kuangkat kedua tangan setinggi telinga, m
πππAku sedang duduk berdua dengan Mas Harto di sebuah taman, taman yang indah banyak bunga bermekaran juga beberapa kupu-kupu yang mengepakkan sayapnya anggun, terbang kesana kemari. Sesekali hinggap pada bunga menghisap madunya.Senyum kami selalu merekah, menatap indah pemandangan sekeliling. Betapa bahagia bisa menikmati pemandangan indah ini berdua dengan suami tercinta.Tiba-tiba seorang perempuan datang mendekat, ia tersenyum menyeringai menampakkan taring tajam, lalu menarik paksa tangan Mas Harto."Mas β¦ Mas β¦ jangan bawa sua
Bab : 17Judul Bab : TeluhπππMataku kian membulat sempurna menangkap sosok perempuan itu, tepat di atasku sekitar tiga meter melayang-layang perempuan yang semakin lama semakin jelas dengan wajah mengerikan.Setan perempuan dengan rambut panjang terjuntai hampir mengenai wajahku. Matanya semerah darah, wajahnya penuh luka dan nanah.Mengerikan, sungguh wajah yang mengerikan. Tawanya terdengar melengking dan nyaring. Andai bisa kututup mata ini agar tak meliha
Bab : 18Judul Bab : Menangis Semalamπππ"Mbah, pamit pulang dulu. Jika ada apa-apa jangan sungkan datang ke rumah, Mbah, ya?" ucapnya kemudian.Mbah Ji menatap dan mengangguk padaku sebelum berbalik badan melangkah menuju pintu keluar. Langkahnya tertatih, sedikit membungkuk, faktor usia telah mengurangi kegesitan dan kekuatannya.Aku menatap punggung lelaki tua itu pergi, lalu bersandar pada dinding kamar. Kini badanku sudah bisa digerakkan lagi, hanya terasa lema
πππ Harto ingin bertemu dengan Siti Kalyra, wanita yang beberapa bulan ini dekat dan selalu dalam pikirannya. Seakan-akan sosok wanita itu di depan mata, tersenyum dan memanggil-manggil Harto. Kuda besi tunggangan Harto berjalan perlahan menuju rumah Kalyra. Di sebuah warung kecil tepi area persawahan, ia melihat beberapa temannya sedang duduk mengobrol. Lama tak bersua dengan teman-temannya ia membelokkan stang motor. "Hei, guk!" Setengah berteriak seorang laki-laki yang sedang duduk di depan warung mengangkat tangannya menyapa. Saat motor telah terparkir sempurna, Harto segera berjalan menuju mereka, menyalami. "Kemana aj
πππTut … tut … tut!Terdengar benda pipih yang ditempelkan di telinganya terputus dari sambungan telepon. Dilemparkannya benda pipih itu di atas kasur.[Gimana, Mas? Akta rumahnya ketemu?] Tulis Kalyra pada layar pesan itu.Tak berapa lama gawai Kalyra kembali berbunyi.[Belum.] Setelah membaca satu kata yang tertulis wajah Kalyra terlihat memerah. Menahan amarah."Dasar, lelaki bodoh!" umpatnya."Masak suruh cari barang-barang berharga saja tidak bisa. Bisa rugi aku kalau tidak mendapatkan apa-apa darinya."
πππ"Bapak akan tinggal di rumah ini sementara waktu, kasihan kalau rumah ini dibiarkan kosong tak berpenghuni," jawab Harto. Senyumnya mengembang, terlihat senang.Entah sebenarnya apa dan bagaimana isi hati juga otak dari Harto. Setelah tertangkap basah berduaan dengan seorang perempuan hingga dibawa ke balai desa, ia juga berbuat onar beberapa kali pada tengah malam, mengamuk dan mengancam Hening hingga ketakutan, hingga akhirnya Hening sakit-sakitan.Surat cerai telah turun beberapa bulan sebelum Hening mengembuskan napas terakhir. Surat itu telah memutus hubungan antara Hening dan Harto, ia sudah tak berhak atas rumah itu. Seharus
πππ"Pak, anterin Ibuk beli mas-masan di pasar," pinta Hening beberapa hari setelah menerima uang pensiun dari pabrik tempatnya bekerja."Disimpan di Bank aja, Buk!" usul Harto ketika itu.Mata Harto menatap tajam istrinya.Melihat suaminya tidak menyetujui pemikirannya, Hening mengurungkan niatnya pergi ke pasar untuk membeli perhiasan.Hening yang sudah mandi dan bersiap mengambil bedak di meja rias, terdiam mendengar kata-kata tegas suaminya yang seperti memberi perintah. Terlihat tidak setuju jika akan membeli perhiasan.Ditaruhnya kembali benda bulat dengan kaca itu, tak jadi disapukan beda
πππTakdir adalah misteri, ketetapan Tuhan yang harus dijalani tanpa kita tahu pasti kapan akan pergi atau kembali.Pada akhirnya semua manusia akan kembali. Mengakhiri perjalanannya di dunia ini. Siap atau tidak, bersedia atau menolak. Semua akan terjadi bila masanya.Napas Hening telah berhenti, sore tadi ia telah dikebumikan. Bunga berwarna-warni bertaburan di atas gundukan tanah merah itu. Sesuatu yang berbeda, ada setangkai mawar merah tergeletak di antara bunga setaman itu.Aini memetiknya ketika berjalan menuju pekuburan tadi. Tering
πππAini mematikan panggilan, menaruh gawai pada saku celananya. Ia mendekat pada Nur Laila, mengelus-elus pundak sepupunya yang terlihat bergetar hebat.Kehilangan selalu menyakitkan terlepas siap ataupun tidak. Kematian tetap menjadi sesuatu yang menakutkan bagi setiap orang.Dua orang perempuan berbaju putih itu maju, melaksanakan prosesi pembersihan pada tubuh Hening yang mulai dingin.Anton, Nur Laila, dan Aini menepi memberi kesempatan pada mereka untuk melaksanakan tugas."Benar kata Kakaknya Ahmad jika Ibuk, kuat dan mampu bertahan melewati hari ini ia akan sembuh, namun jika tidak siang selepas duhur, sebelum asar Ibuk, akan
πππHidup itu terlalu singkat, untuk digunakan membenci. Jangan menghabiskan energi dengan membenci orang-orang yang telah menyakiti, karena kita diturunkan dari langit sana, sekedar turun minum. Saat dahaga hilang, kita akan terbang melayang kembali pulang. Sesaat yang terasa lama.Setiap manusia hanya menunggu giliran untuk kembali, boleh jadi sekarang giliran mereka, besok bisa jadi giliran Hening dan lusa adalah giliranmu. Setidaknya lebih baik pergi lebih dulu. Agar tak perlu menangisi orang yang belum tentu kehilanganmu.Hening ingin segera pergi, raganya sudah tak kuat menanggung rasa sakit, berkali ia menyebut nama Tuhan, lalu
πππSayup-sayup suara sirine mobil, telah berhenti. Tak berapa lama Suara pintu mobil dibuka, lalu ranjangku diturunkan dari dalam mobil.Aku hanya terbaring lemas menahan rasa sakit di sekitar panggul. Lemah dan tak berdaya hanya pasrah menurut kemana ranjang dibawa.Ranjang bergerak dengan cepat menyusuri koridor rumah sakit, nyata atau hanya ilusi kulihat Mas Harto tetap menggenggam jemariku mengikuti arah kemana ranjang menggelinding.Seperti adegan-adegan drama di salah satu stasiun televisi yang sering kutonton. Dimana pemeran protogo
πππ"A-air β¦," desisku. Betapa aku sangat merasa kehausan. Kerongkongan terasa kering. Entah kapan terakhir kali aku minum.Lilik yang tanggap langsung mengambilkan segelas air putih di atas nakas, kemudian menyangga kepalaku agar bisa minum.Pelan kunikmati air putih itu, seteguk dua teguk, tak terasa air dalam gelas tandas kuminum."Ini, dimana?" gumamku."Ini klinik Dokter Bobby mbak," jawab Lilik menjelaskan.