"Edzhar, ada apa ini? Cepat jelaskan kenapa pembantu itu bisa menjadi istrimu? Kenapa kau menikah tanpa izin dari Anne terlebih dahulu?" cecar anne, tapi Edzhar masih terus mengabaikannya.
"Aku akan tetap membawa Aya dari sini!' tegas Victor."Silahkan bawa wanita itu, kalau memang wanita itu bersedia pergi denganmu!" balas Edzhar."Edzhar!" tegur anne lagi, kali ini ia baru mendapatkan perhatian dari putranya itu,"Apa makan malam sudah siap, Anne?" tanyanya dengan nada lembut."Sudah, sekarang lebih baik kita segera memulai makan malam ini, sambil kamu menjelaskan kenapa bisa kamu diam-diam sudah menikah?""Baiklah kalau begitu. Silahkan nikmati makan malam kalian!' seru Edzhar sambil melenggang pergi."Kamu mau ke mana?" tanya anne saat melihat putranya itu melangkah ke arah yang berlawanan dengan ruang makan.Edzhar menghentikan langkahnya, lalu balik badan ke arah anne sambil merentangkan kedua tangannya,"Ya, tapi aku ragu itu anakku. Bisa saja itu anak salah satu sipir penjara, Halwa sendiri yang mengakui itu padaku!"Jawabannya seperti menyiram minyak ke dalam api, karena amarah yang sejak tadi berusaha ditahan Victor, kini tidak bisa dibendung lagi.Sambil mengepalkan kedua tangannya, Victor langsung berderap ke arah Edzhar, dan baru akan kembali meninjunya kalau saja Ethan dan Levin tidak menahannya, dan mendudukkannya kembali di kursinya."Tahan dirimu, Vic! Apa kau mau meberikan Ed kepuasan dengan melihatmu kehilangan kendali diri seperti ini? Itu tujuan dia memprovokasimu!" bisik Ethan di telinga Victor."Kenapa tidak kalian biarkan saja dia meninjuku kembali? Kali ini aku tidak akan membiarkannya lolos begitu saja! Aku akan memastikannya meringkuk di balik jeruji besi walau hanya satu malam saja!" cibir Edzhar sambil tersenyum sinis."Aku tahu kau menekannya untuk bersedia menikah denganmu!" geram Victor."Tidak. Seperti
"Kau boleh keluar sekarang! Dan jaga pintu itu dengan nyawamu!" perintah Edzhar pada Yas. Yas sedikit menundukkan kepalanya sebelum melangkah keluar kamar, lalu berjaga di depan pintu masuknya. Setelah mengunci pintu, Edzhar melangkahkan kakinya ke arah Halwa, yang tengah duduk di salah satu sofa sudutnya. Cahaya lampu kamarnya lumayan terang, hingga ia dapat melihat dengan jelas kedua mata Halwa yang membelalak ketakutan sejak ia memasuki kamar. "Apa kau sudah lupa dengan apa yang sudah pernah saya tegaskan?" tanya Edzhar dengan sikap dingin, dengan ekspresi wajah yang sama dinginnya. Halwa langsung beringsut di kursinya, "A ... Apa maksudmu?" tanyanya. Edzhar meletakkan kedua tangannya di sisi sofa, mengungkung Halwa di bawahnya, membuat wanita itu semakin terlihat ketakutan. "Saya dengan tegas sudah mengatakan untuk berpura-pura tidak mengenali Victor saat kau bertemu kembali dengannya! Tapi
Siang harinya, Victor beserta yang lainnya pamit kembali ke Istanbul, sebelum melanjutkan kembali perjalanan mereka ke Jakarta. Kota yang sudah sangat Halwa rindukan itu, tempat ia menghabiskan hampir dari seluruh hidupnya di sana.Halwa tidak berani menatap Victor, selain takut membuat Edzhar murka, ia juga takut tidak akan bisa menahan dirinya untuk menghambur ke arah pria itu, lalu memohon padanya untuk menyelamatkan kembali dirinya dari neraka yang Edzhar ciptakan ini untuknya.Mereka melambaikan tangannya saat mobil yang mereka tumpangi bergerak keluar dari halaman rumah Anne. Dan Halwa seolah-olah merasa kehilangan sesuatu yang penting, yang tidak akan mungkin ia dapatkan kembali, dan itu membuat hatinya terasa sakit.Ia memang mencintai Edzhar. Ia tidak tahu kenapa ia masih saja mencintai Edzhar ketika pria itu telah berkali-kali membuatnya terluka, bahkan kenangan menyakitkan selama di dalam penjara saja belum hilang sepenuhnya dari dalam dirinya, mungkin inilah maksud dari ka
Edzhar duduk di sofa santainya, dengan kedua kaki yang saling tumpang tindih di atas meja. Jemari tangannya saling bertautan di atas perutnya yang rata, sementara kedua matanya menatap penuh wanita yang saat ini sedang tidur di atas tempat tidurnya.Sesekali Edzhar melihat kening Halwa yang mengernyit, seperti menahan sesuatu yang tengah menyiksanya. Mungkinkah wanita itu tengah bermimpi buruk?Mendapatkan luka sedalam itu, pasti sangat menyakitkan untuknya, dan entah kenapa ada reaksi primitif di dalam diri Edzhar saat pertama kali melihat bekas luka itu."Tuan, Nona Halwa terlibat pertengkaran lagi dengan Teman satu selnya!" lapor Yas, hampir setiap hari Yas melaporkan itu selama Halwa berada di dalam penjara.Saat itu Edzhar tidak mempedulikannya, ia menganggap itu hanyalah akting Halwa supaya ia merasa iba dan mengeluarkannya dari dalam penjara itu. Tapi alih-alih mengeluarkannya, Edzhar justru tetap menempatkan wanita itu di sel yang sama, dan tidak berniat sama sekali untuk memi
"Nona Halwa mengalami trauma berkepanjangan, yang biasa juga disebut dengan Post-Traumatic Stress Disorder atau PTSD," ujar psikiater itu."PTSD? Apa maksudnya?" tanya Edzhar."PTSD itu gangguan secara emosi berupa mimpi buruk, sulit tidur, kehilangan nafsu makan, ketakutan, serta depresi akibat peristiwa traumatis yang dialami, yang biasanya telah terjadi selama lebih dari tiga puluh hari. Dalam hal ini, sepertinya Nona Halwa trauma terhadap berbagai peristiwa yang menakutkan di dalam hidupnya, yang terjadi dalam beberapa bulan belakangan ini," jawab psikiater itu."Lalu apa yang akan kau lakukan untuk menghilangkan traumanya itu?""Saya akan melakukan terapi psikologis untuknya berupa manajemen ansietas, terapi kognitif, dan juga terapi exposure. Tapi yang jauh lebih penting dari itu adalah dukungan dari keluarganya, untuk mendampinginya melewati masa trauma ini, terutama dari anda sebagai suaminya.""Kapan prosesnya bisa di mulai?"Sesegera mungkin Nona Halwa harus melakukan psiko
"Günaydın!" sapa Edzhar ketika Halwa baru saja membuka matanya, dan mendapati Edzhar yang berdiri di sampingnya.Seketika itu juga Halwa langsung duduk, "Maaf, aku kesiangan!" ucapnya. Ia takut Edzhar akan marah karenanya.Alih-alih marah, Edzhar malah tersenyum lembut. Pria itu benar-benar tersenyum padanya, 'Apakah aku sedang bermimpi?'"Kau tidak perlu terburu-buru bangun seperti tadi, bagaimana kalau perutmu kram lagi?" nada lembut di dalam suara Edzhar itu membuat Halwa mengerutkan keningnya."A ... Aku sudah tidak merasakan kram itu lagi."Sambil terus tersenyum, Edzhar duduk dipinggir tempat tidur, refleks Halwa beringsut mundur saat tangan Edzhar terarah ke wajahnya, dengan kedua bola matanya yang melebar ketakutan, membuat tangan pria itu terhenti di udara.'Wanita ini masih takut padaku, aku harus bersabar. Bagaimanapun juga aku yang menyebabkan dia trauma.'"Mandilah, Anne sudah menunggu kita di bawah!" seru Edzhar sebelum berdiri dan duduk di sofa santainya, ia mengulurk
"Bagaimana terapinya?" tanya Edzhar ketika Halwa sudah keluar dari ruang konseling."Berjalan dengan lancar, Tuan." jawab Halwa pelan. Terapinya tidak jauh berbeda dengan yang pernah ia jalani saat di Spanyol bersama dengan Victor, entah terapi ini akan berhasil atau tidak? Secara ia sekarang tinggal dengan sumber dari segala ketakutannya itu, Edzhar.Tapi pria itu kini sudah sedikit berubah, dia tidak terlihat bengis lagi seperti biasanya, kini Edzhar terlihat seperti saat pertama kali Halwa melihatnya, tampan dengan aura yang terlihat berbeda dari yang lainnya."Berhenti memanggilku Tuan lagi! Mulai sekarang kau bisa memanggil namaku saja," ujar Edzhar sambil mengulurkan lengannya ke Halwa.Halwa tahu, itu merupakan kode darinya agar Halwa merangkul lengannya itu. Takut pria itu marah kalau Halwa menolaknya, ia langsung melingkarkan lengannya di lengan Edzhar."Apa kau menginginkan makanan tertentu?" tanya Edzhar."Maksudmu ngidam? Tidak, aku tidak merasakannya," jawab Halwa, ia me
Edzhar bersandar santai di sofa kulitnya di ruang kerjanya, sambil terus melihat sweater rajut yang sedang ia pegang di tangan kanannya, dan kartu ucapan ulang tahun di tangan kirinya.'Happy Birthday, Ed. Aku tidak pandai merangkai kata-kata, jadi aku hanya berharap semua doa yang terbaik untukmu. Maaf, aku hanya bisa memberikan sweater ini untukmu, memang tidak seberapa harganya, tapi aku merajutnya sendiri untukmu, jadi kamu tidak perlu takut ada yang memakai sweater yang sama denganmu saat di jalan, hehehe, Halwa.'Untuk kesekian kalinya Edzhar membaca tulisan tangan Halwa yang terlihat tegas dan berkarakter itu. Dulu, saat pertama kalinya membaca surat ini, Edzhar tidak berhenti tersenyum. Dan sejak saat itu, ia selalu ingin bertemu dengan wanita itu. Entah karena kado pemberiannya yang beda dengan yang lainnya ini, atau karena kata-kata Tita saat itu, tentang Halwa yang tergila-gila padanya.Edzhar kembali mengalihkan perhatiannya ke sweate
"Kamu yakin mau mentraktir aku makan?" tanya Victor setelah Halwa duduk manis di sebelahnya sambil memasang set beltnya. Halwa mengangguk antusias, "Iya, gajiku sudah keluar, by the way," jawabnya sambil tersenyum lebar. Dokter residen seperti Halwa, dianggap bekerja di RS tempat dia bertugas, jadi ia mendapatkan gaji yang sesuai, layaknya pendapatan seorang dokter pada umumnya. Karena pada faktanya ia memang bekerja di RS tersebut. Bekerja sambil belajar, bebannya jauh lebih berat melebihi beban dokter lainnya yang hanya sekedar bertugas. "Ahh, pantas saja. Jadi mau makan di mana kita?" Halwa mengetuk-ngetuk dagunya, "Umm, bebas. Aku kan yang traktir kamu, jadi terserah kamu mau makan apa saja," "Street food? Kamu suka?" "Ya, suka sekali, jadi lebih banyak menu yang bisa kita pilih!" "Ok." Vic
Sesampainya di rumah, Edzhar langsung bergegas ke kamar Vanessa, yang untungnya putrinya itu belum tidur dan tengah bermain breast dengan suster Mia dan juga Anne Neya, hingga Edzhar langsung memeluk dan menggendongnya. "Tinggalkan kami, Mia!" seru Anne Neya pada suster Mia yang langsung mengangguk dan keluar dari kamar Vanessa. Anne Neya tahu, putranya itu pasti butuh waktu berdua saja dengan Vanessa. Sambil tersenyum lembut melihat ayah dan anak itu, anne Neya balik badan tapi Edzhar mencegahnya, "Tetaplah di sini, Anne," pinta Edzhar dengan suara parau dan berba;lik ke arah Annenya itu. "Dugaanmu benar, Anne. Vanes adalah putriku dengan Halwa," desahnya bersamaan dengan bulir air mata yang mengalir keluar dari kedua matanya. "Benarkah?" tanya anne Neya sambil menangkup mulutnya dengan kedua tangannya. "Ya!" jawab Edzhar sambil menc1umi wajah putinya itu. Anne Neya menghampiri
"Kontraksiku sudah mulai sering, sebentar lagi anak ini akan segera lahir. Cepat suruh orangmu itu ke rumah Edzhar sekarang!" seru Tita pada Marcus.Itulah rencana mereka saat Tita akan melahirkan, mereka akan membuat Edzhar percaya kalau anak yang tengah dikandung Halwa bukanlah anaknya, melainkan anak dari sipir penjara. Marcus bahkan sudah membayar seseorang untuk mengedit foto Halwa dan juga sipir penjara itu, sebagai bukti kuat kalau pria itu benar ayah biologis dari sikembar.Saat Halwa keluar dari rumah Edzhar, Marcus dan anak buahnya akan memukuli Halwa hingga cukup sabagai alasan segera dilakukannya operasi caesar untuk mengeluarkan anak-anaknya, yang akan Tita ambil salah satunya.Rencana yang sudah tersusun rapi melalui pesan singkat Tita dan Marcus."Tenang saja, kami sedang dalam perjalanan ke rumah itu," sahut Marcus."Ingat, setelah kamu menukar bayi kita dengan putri Halwa, segera singkirkan wanita itu dan putran
Hari-hari berikutnya Edzhar lewati dengan menyibukkan dirinya di kantor. Ia terus bekerja seolah-olah akan mati kelaparan esok harinya kalau ia tidak melakukan itu.Semua semata-mata hanya sebagai pelarian dirinya saja dari masalah hidupnya, juga rasa bersalahnya pada Halwa yang terus saja datang menghantuinya. Dan di atas semua itu, ucapan Halwa yang selalu terngiang di telinganya itulah yang membuatnya semakin terjatuh ke lubang penyesalan yang terdalam.'Seandainya ada reinkarnasi di dunia ini, aku hanya berharap aku tidak akan pernah bertemu denganmu lagi. Beribu kali siklus kehidupan pun berulang, aku akan tetap memanjatkan permohonan yang sama, semoga aku tidak bertemu kamu lagi!"Kata-kata itulah yang selalu terngiang di telinganya, tiap kali Edzhar sedang sendiri seperti saat ini.Edzhar meletakkan penanya, lalu bersandar pada kursi kebesarannya sambil menekan pelipisnya dengan jari telunjuk dan juga ibu jarinya,"Ya, kamu memang
"Tuan, bangun Tuan!" seru Yas sambil mengguncang bahu Edzhar yang tertidur di sofa panjangnya."Hmmm, ada apa Yas? Apa wanita sialan itu sudah pergi?" tanya Edzhar setengah mengantuk."Belum, Tuan. Tapi di bawah ada pihak berwajib, mereka meminta izin Tuan untuk menangkap Nona Tita." jawab Yas, membuat rasa kantuk Edzhar seketika menghilang."Atas dasar apa?" tanyanya lagi sambil melesat berdiri."Maaf, seharusnya saya memberitahu anda terlebih dahulu sebelum menyampaikan laporan ini pada Anne anda. Saya hanya tidak menyangka kalau Anne anda akan langsung memanggil pihak berwajib.""Katakan saja intinya, Yas. Tuduhan apa yang telah dijatuhkan pada wanita itu? Dan kenapa Anne yang melaporkannya ke pihak berwajib?""Biar pihak berwajib saja yang akan menerangkannya pada anda nanti, Tuan. Saya takut, jika anda tidak muncul juga di bawah, Anne anda akan bersikap kalap pada Nona Tita.""Kenapa rumah ini tidak pernah tenang?"
"Karena aku cemburu padanya, Ed! Dia selalu mendapatkan apa yang dia mau! Bahkan termasuk mendapatkanmu!""Hanya karena itu kau berniat jahat padanya?" tanya Edzhar lagi."Halwa telah merebut pria yang aku cintai!" jawab Tita sebelum tangisnya kembali pecah."Lebih baik kau simpan saja air matamu itu, Ta! Aku tidak akan tersentuh dengan air matamu itu! Dan kau tidak mencintaiku, tapi Marcus! Kau telah selingkuh dengannya!""Memangnya kenapa kalau aku selingkuh dengannya? Toh aku hanya jalan saja tanpa melakukan apapun! Kau tahu sendiri siapa yang telah mengambil mahkotaku! Dan jangan sok suci, kaupun selingkuh dengan Halwa, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kalau kalian berc1uman di pertunjukan laser show!""Kami tidak c1uman, sialan!" geram Edzhar."Mana aku tahu selanjutnya kalian kemana lagi! Aku sudah terlanjur kecewa dengan kalian! Jadi aku langsung pergi saat itu juga."Edzhar nampak menyipitkan kedua matany
"Berita apa yang ingin kau sampaikan tadi, Yas?" tanya edzhar setelah sampai di Apartmentnya sambil melepas dan melempar asal jasnya. Tapi Edzhar yakin, apapun yang ingin disampaikan Yas, pasti sama dengan apa yang menjadi kecurigaan Edzhar saat ini. "Saya sudah berhasil mendapatkan track record dari nomor ponsel Nona Tita yang lama, Tuan. Dan banyak pesan singkat untuk Marcus, dengan kata-kata vul9ar. Yang berarti Nona Tita telah menyelingkuhi anda," jawab Yas. Ya, Edzhar memang sudah menduganya, itu makanya ia tidak terlihat kaget lagi dengan berita yang asisten pribadinya itu sampaikan. Atau memang selama ini tanpa sadar ia percaya dengan apa yang pernah diceritakan Halwa tentang perselingkuhan Tita itu? Hanya saja logikanya yang selalu ia kedepankan. Logika yang telah menyesatkan dan menghancurkan pernikahannya dengan wanita yang paling ia cintai itu. Edzhar menghempaskan dirinya di atas sofa panjanga, la
Dengan kasar Victor mendorong Edzhar hingga pria itu kembali terduduk di sofanya,"Kalau kau tidak mengusirnya malam itu, kejadian buruk itu tidak akan pernah terjadi ... ""Kau tadi bilang padaku kalau kau belum pernah melihat Edson, tapi kau ada bersamanya saat setelah Halwa melahirkan, bagian mana yang merupakan kebohonganmu, Vic?" tanya Edzhar sambil menyipitkan kedua matanya.'Sial! Aku memang tidak pandai berbohong!' umpat Victor dalam hati.Sambil terus memasang wajah tak terbacanya, Victor duduk di kursi tepat di depan Edzhar, yang masih terus saja menatapnya dengan tatapan penuh selidik."Vic ... ""Ok, baiklah! Seseorang mengirimkan pesan singkat padaku beserta dengan foto-foto Aira yang tengah terluka parah, Max!"Max yang sedari tadi hanya bisa berdiri diam saat melihat dua sahabat itu ribut, kini bergerak mendekati Edzhar, dan menyerahkan tabletnya pada pria itu.Edzhar nampak tidak tercengang saat
"Tuan Edzhar sudah sampai, Tuan!" seru Max."Biarkan dia masuk!" perintah Victor sambil berdiri dari kursi kebesarannya, lalu pindah duduk ke sofa kulit warna putih, tempat biasa ia menyambut tamu-tamunya.Max berbicara sebentar dengan anak buahnya di earphonenya, hingga pintu ruang kamar kerjanya mengayun terbuka, dan edzhar berderap maju mendekati Victor."Di mana kamu sembunyikan istriku?" tanyanya tanpa mau berbasa-basi terlebih dahulu."Istri? Memang kau masih punya istri?" ledek Victor sambil bersandar pada sofanya dan melipat kedua tangannya di atas dadanya. Ia menatap sahabatnya itu dengan tatapan mencemooh."Jangan main-main denganku, Vic!" geram Edzhar."Aku tidak ada waktu main-main denganmu, Ed. Kalau kedatanganmu ke kantorku hanya untuk menanyakan Aira, aku tidak bisa menjawabnya, karena aku juga tidak tahu di mana dia berada saat ini!"Edzhar kembali berderap maju mendekati Victor, ia berdiri menjulang di d