"Bagaimana terapinya?" tanya Edzhar ketika Halwa sudah keluar dari ruang konseling."Berjalan dengan lancar, Tuan." jawab Halwa pelan. Terapinya tidak jauh berbeda dengan yang pernah ia jalani saat di Spanyol bersama dengan Victor, entah terapi ini akan berhasil atau tidak? Secara ia sekarang tinggal dengan sumber dari segala ketakutannya itu, Edzhar.Tapi pria itu kini sudah sedikit berubah, dia tidak terlihat bengis lagi seperti biasanya, kini Edzhar terlihat seperti saat pertama kali Halwa melihatnya, tampan dengan aura yang terlihat berbeda dari yang lainnya."Berhenti memanggilku Tuan lagi! Mulai sekarang kau bisa memanggil namaku saja," ujar Edzhar sambil mengulurkan lengannya ke Halwa.Halwa tahu, itu merupakan kode darinya agar Halwa merangkul lengannya itu. Takut pria itu marah kalau Halwa menolaknya, ia langsung melingkarkan lengannya di lengan Edzhar."Apa kau menginginkan makanan tertentu?" tanya Edzhar."Maksudmu ngidam? Tidak, aku tidak merasakannya," jawab Halwa, ia me
Edzhar bersandar santai di sofa kulitnya di ruang kerjanya, sambil terus melihat sweater rajut yang sedang ia pegang di tangan kanannya, dan kartu ucapan ulang tahun di tangan kirinya.'Happy Birthday, Ed. Aku tidak pandai merangkai kata-kata, jadi aku hanya berharap semua doa yang terbaik untukmu. Maaf, aku hanya bisa memberikan sweater ini untukmu, memang tidak seberapa harganya, tapi aku merajutnya sendiri untukmu, jadi kamu tidak perlu takut ada yang memakai sweater yang sama denganmu saat di jalan, hehehe, Halwa.'Untuk kesekian kalinya Edzhar membaca tulisan tangan Halwa yang terlihat tegas dan berkarakter itu. Dulu, saat pertama kalinya membaca surat ini, Edzhar tidak berhenti tersenyum. Dan sejak saat itu, ia selalu ingin bertemu dengan wanita itu. Entah karena kado pemberiannya yang beda dengan yang lainnya ini, atau karena kata-kata Tita saat itu, tentang Halwa yang tergila-gila padanya.Edzhar kembali mengalihkan perhatiannya ke sweate
Seperti seekor singa yang berada di dalam kandang, Edzhar bergerak mondar-mandir, sesekali ia menghela napas berat sambil melirik ke arah pintu yang masih tertutup, tempat dokter dan perawat sedang melakukan pemeriksaan pada Halwa."Kenapa mereka lama sekali?!" gerutu Edzhar untuk kesekian kalinya, dan Yas kembali menjawab,"Sabar, Tuan. Biarkan mereka melakukan penanganan yang tepat untuk Nona Halwa.""Ya, tapi ini sudah hampir satu jam! Kenapa bisa selama itu?"Yas baru akan menjawab Edzhar ketika pintu terbuka, lalu dokter Emira berdiri di ambang pintu, dan Edzhar bergegas menghampirinya."Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanyanya."Syukurlah tidak ada yang serius dengan kehamilannya," jawab dokter Emira."Lalu kenapa dia bisa pingsan?" "Kemungkinan pengaruh dari hormon Kehamilannya yang mengalami perubahan dengan sangat cepat, mengingat Nona Halwa bukan hanya mengandung satu janin, tapi dua! Perubahan ho
Edzhar menggandeng Halwa saat memasuki rumah, yang dengan enggan dibiarkan Halwa, karena ia terlalu takut untuk menepis tangan pria itu.Pandangan matanya menatap tangga spiral putar yang menjadi titik utama dekorasi rumah minimalis modern ini, yang seharusnya mereka naiki saat akan menuju ke kamar mereka, tapi ternyata Edzhar melewatinya.Ia bahkan melewati ruang keluarga yang sangat luas itu untuk menuju dapur yang berada di bagian belakang rumah, dengan pencahayaan yang natural, dan menghadap langsung ke area kolam renang.Sekali lagi, Halwa terlalu takut untuk bertanya kenapa Edzhar membawanya ke area dapur, alih-alih membiarkan Halwa beristirahat di kamar mereka, sesuai dengan anjuran dokter Emira itu.Dan saat Halwa melihat sosok yang tengah berdiri di depan kitchen set, sosok yang tengah sibuk berkutat dengan bahan-bahan makanan untuk diolah menjadi makan malam mereka, punggung Halwa seolah-olah menegang.Tatapan tidak percaya Halwa beralih dari sosok wanita itu ke Edzhar, samb
Pelan-pelan Halwa membuka pintu kamarnya, dan dengan sama pelannya juga ia melangkah masuk ke dalamnya, seolah-olah takut kalau ia membuat keributan sedikit saja, Edzhar akan kembali murka. Edzhar sedang asik membaca buku di sudut ruangan, di samping dinding kaca termal yang besar, yang menyuguhkan pemandangan area belakang rumah, yang juga menjadi tempat favorit Halwa di kamar ini.Sambil menyatukan kedua tangannya di depan badannya, Halwa menundukkan kepalanya saat berdiri di depan pria itu, jantungnya berpacu dengan cepat saat ia menguatkan dirinya untuk menyampaikan keinginannya pada pria itu."Bi ... Bisa minta waktunya sebentar?" tanya Halwa ragu-ragu.Edzhar langsung menutup bukunya, dan meletakkannya kembali di atas meja."Apa ada yang ingin kamu bicarakan?" tanyanya."Hmmm, apa benar kamu mengizinkan Mamaku untuk tinggal di rumah ini selama dua hari?" "Ya.""Apa boleh selama dua malam ini aku tidur bersama dengan Mama?" tanyanya lagi.Tanpa sadar Halwa menggigit bibir bawah
Malam harinya, Edzhar terbangun karena gerakan gelisah Halwa, wanita itu menggumamkan sesuatu yang tidak jelas, hingga Edzhar mendekatkan telinganya ke arah Halwa, tapi tetap saja entah apa yang sedang diracaukan istrinya itu, Edzhar tidak dapat menangkapnya dengan jelas.Edzhar kembali menarik selimut Halwa yang turun karena gerakan kakinya itu, lalu memeluk wanita yang tengah memunggunginya itu, sambil menggumamkan kata-kata lembut untuk menenangkannya."Tidurlah, Aşkım. Aku akan terus memelukmu seperti ini sampai kamu merasa tenang," bisik Edzhar lembut sambil mengecup puncak kepala Halwa.Edzhar menyurukkan kepalanya ke rambut lebat Halwa, ia menikmati halus dan wanginya rambut istrinya itu. "Aku rela terbangun setiap malam, demi bisa mengusir semua mimpi burukmu itu, Aşkım. Aku yang telah menyebabkanmu menderita seperti ini, maka biarkan aku juga mengobati hatimu yang terluka. Karena aku mencintaimu, aku begitu mencintaimu hingga aku merasa
'Maafkan aku, Aşkım. Aku akan membayar semua kesalahanku padamu seumur hidupku. Aku tidak akan pernah melepaskanmu, karena aku begitu mencintaimu.'Kata-kata Edzhar semalam terus-menerus terngiang di telinga Halwa. Ia melirik pria yang kini sedang duduk santai di seberangnya, sambil menikmati sarapan pagi buatan mama. Mereka hanya makan berdua saja di meja itu, sama-sama menempati ujung meja.Hari ini sepertinya Edzhar tidak berangkat ke kantornya, karena pria itu hanya mengenakan kaos polo. Terlihat sederhana, tapi justru membuatnya terlihat lebih maskulin lagi, kerena menampakkan lengannya yang terlihat kuat itu.Tapi ... Apapun yang Edzhar kenakan, pria itu akan selalu terlihat memukau. Karena keelokannya terlekat pada diri pria itu sendiri, bukan dari caranya berpakaian. Bahkan jika bahunya yang kokoh itu hanya dibalut dengan karung goni sekalipun, pria itu akan tetap terlihat layaknya pria necis lainnya. Dan fakta itu semakin membuat perut H
Halwa sedang berbincang-bincang di halaman belakang dengan mamanya, sambil merangkai bunga mawar yang sudah ia pilih untuk ia letakkan di kamarnya, karena ia sangat menyukai bunga itu."Aku ingin sekali melihat mawar hitam, Ma. Tapi sayang, mawar itu hanya dapat tumbuh di Halfeti," desah Halwa sambil mencium salah satu mawar yang tengah ia pegang itu."Aira, jangan-jangan kamu sedang ngidam! Kamu ngidam mau melihat dan mencium mawar hitam," tebak mama, dan Halwa langsung menggelengkan kepalanya sambil tersenyum lebar."Mana ada ngidam aneh seperti itu, Ma? Mama ada-ada saja," kekeh Halwa."Aira, ngidam itu memang tidak bisa di prediksi dan tidak bisa direncanakan! Mama pernah dengar ada yang ngidam gigit telinga mantan pacarnya, di depan suaminya! Lebih aneh dari ngidam kamu kan?" "Tidak, Ma. Aku memang ingin melihat mawar hitam itu sejak dulu, bahkan sejak aku SMA. Aku ingin melihatnya langsung dari pohonnya, bukan mawar hitam yang suda
"Kamu yakin mau mentraktir aku makan?" tanya Victor setelah Halwa duduk manis di sebelahnya sambil memasang set beltnya. Halwa mengangguk antusias, "Iya, gajiku sudah keluar, by the way," jawabnya sambil tersenyum lebar. Dokter residen seperti Halwa, dianggap bekerja di RS tempat dia bertugas, jadi ia mendapatkan gaji yang sesuai, layaknya pendapatan seorang dokter pada umumnya. Karena pada faktanya ia memang bekerja di RS tersebut. Bekerja sambil belajar, bebannya jauh lebih berat melebihi beban dokter lainnya yang hanya sekedar bertugas. "Ahh, pantas saja. Jadi mau makan di mana kita?" Halwa mengetuk-ngetuk dagunya, "Umm, bebas. Aku kan yang traktir kamu, jadi terserah kamu mau makan apa saja," "Street food? Kamu suka?" "Ya, suka sekali, jadi lebih banyak menu yang bisa kita pilih!" "Ok." Vic
Sesampainya di rumah, Edzhar langsung bergegas ke kamar Vanessa, yang untungnya putrinya itu belum tidur dan tengah bermain breast dengan suster Mia dan juga Anne Neya, hingga Edzhar langsung memeluk dan menggendongnya. "Tinggalkan kami, Mia!" seru Anne Neya pada suster Mia yang langsung mengangguk dan keluar dari kamar Vanessa. Anne Neya tahu, putranya itu pasti butuh waktu berdua saja dengan Vanessa. Sambil tersenyum lembut melihat ayah dan anak itu, anne Neya balik badan tapi Edzhar mencegahnya, "Tetaplah di sini, Anne," pinta Edzhar dengan suara parau dan berba;lik ke arah Annenya itu. "Dugaanmu benar, Anne. Vanes adalah putriku dengan Halwa," desahnya bersamaan dengan bulir air mata yang mengalir keluar dari kedua matanya. "Benarkah?" tanya anne Neya sambil menangkup mulutnya dengan kedua tangannya. "Ya!" jawab Edzhar sambil menc1umi wajah putinya itu. Anne Neya menghampiri
"Kontraksiku sudah mulai sering, sebentar lagi anak ini akan segera lahir. Cepat suruh orangmu itu ke rumah Edzhar sekarang!" seru Tita pada Marcus.Itulah rencana mereka saat Tita akan melahirkan, mereka akan membuat Edzhar percaya kalau anak yang tengah dikandung Halwa bukanlah anaknya, melainkan anak dari sipir penjara. Marcus bahkan sudah membayar seseorang untuk mengedit foto Halwa dan juga sipir penjara itu, sebagai bukti kuat kalau pria itu benar ayah biologis dari sikembar.Saat Halwa keluar dari rumah Edzhar, Marcus dan anak buahnya akan memukuli Halwa hingga cukup sabagai alasan segera dilakukannya operasi caesar untuk mengeluarkan anak-anaknya, yang akan Tita ambil salah satunya.Rencana yang sudah tersusun rapi melalui pesan singkat Tita dan Marcus."Tenang saja, kami sedang dalam perjalanan ke rumah itu," sahut Marcus."Ingat, setelah kamu menukar bayi kita dengan putri Halwa, segera singkirkan wanita itu dan putran
Hari-hari berikutnya Edzhar lewati dengan menyibukkan dirinya di kantor. Ia terus bekerja seolah-olah akan mati kelaparan esok harinya kalau ia tidak melakukan itu.Semua semata-mata hanya sebagai pelarian dirinya saja dari masalah hidupnya, juga rasa bersalahnya pada Halwa yang terus saja datang menghantuinya. Dan di atas semua itu, ucapan Halwa yang selalu terngiang di telinganya itulah yang membuatnya semakin terjatuh ke lubang penyesalan yang terdalam.'Seandainya ada reinkarnasi di dunia ini, aku hanya berharap aku tidak akan pernah bertemu denganmu lagi. Beribu kali siklus kehidupan pun berulang, aku akan tetap memanjatkan permohonan yang sama, semoga aku tidak bertemu kamu lagi!"Kata-kata itulah yang selalu terngiang di telinganya, tiap kali Edzhar sedang sendiri seperti saat ini.Edzhar meletakkan penanya, lalu bersandar pada kursi kebesarannya sambil menekan pelipisnya dengan jari telunjuk dan juga ibu jarinya,"Ya, kamu memang
"Tuan, bangun Tuan!" seru Yas sambil mengguncang bahu Edzhar yang tertidur di sofa panjangnya."Hmmm, ada apa Yas? Apa wanita sialan itu sudah pergi?" tanya Edzhar setengah mengantuk."Belum, Tuan. Tapi di bawah ada pihak berwajib, mereka meminta izin Tuan untuk menangkap Nona Tita." jawab Yas, membuat rasa kantuk Edzhar seketika menghilang."Atas dasar apa?" tanyanya lagi sambil melesat berdiri."Maaf, seharusnya saya memberitahu anda terlebih dahulu sebelum menyampaikan laporan ini pada Anne anda. Saya hanya tidak menyangka kalau Anne anda akan langsung memanggil pihak berwajib.""Katakan saja intinya, Yas. Tuduhan apa yang telah dijatuhkan pada wanita itu? Dan kenapa Anne yang melaporkannya ke pihak berwajib?""Biar pihak berwajib saja yang akan menerangkannya pada anda nanti, Tuan. Saya takut, jika anda tidak muncul juga di bawah, Anne anda akan bersikap kalap pada Nona Tita.""Kenapa rumah ini tidak pernah tenang?"
"Karena aku cemburu padanya, Ed! Dia selalu mendapatkan apa yang dia mau! Bahkan termasuk mendapatkanmu!""Hanya karena itu kau berniat jahat padanya?" tanya Edzhar lagi."Halwa telah merebut pria yang aku cintai!" jawab Tita sebelum tangisnya kembali pecah."Lebih baik kau simpan saja air matamu itu, Ta! Aku tidak akan tersentuh dengan air matamu itu! Dan kau tidak mencintaiku, tapi Marcus! Kau telah selingkuh dengannya!""Memangnya kenapa kalau aku selingkuh dengannya? Toh aku hanya jalan saja tanpa melakukan apapun! Kau tahu sendiri siapa yang telah mengambil mahkotaku! Dan jangan sok suci, kaupun selingkuh dengan Halwa, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kalau kalian berc1uman di pertunjukan laser show!""Kami tidak c1uman, sialan!" geram Edzhar."Mana aku tahu selanjutnya kalian kemana lagi! Aku sudah terlanjur kecewa dengan kalian! Jadi aku langsung pergi saat itu juga."Edzhar nampak menyipitkan kedua matany
"Berita apa yang ingin kau sampaikan tadi, Yas?" tanya edzhar setelah sampai di Apartmentnya sambil melepas dan melempar asal jasnya. Tapi Edzhar yakin, apapun yang ingin disampaikan Yas, pasti sama dengan apa yang menjadi kecurigaan Edzhar saat ini. "Saya sudah berhasil mendapatkan track record dari nomor ponsel Nona Tita yang lama, Tuan. Dan banyak pesan singkat untuk Marcus, dengan kata-kata vul9ar. Yang berarti Nona Tita telah menyelingkuhi anda," jawab Yas. Ya, Edzhar memang sudah menduganya, itu makanya ia tidak terlihat kaget lagi dengan berita yang asisten pribadinya itu sampaikan. Atau memang selama ini tanpa sadar ia percaya dengan apa yang pernah diceritakan Halwa tentang perselingkuhan Tita itu? Hanya saja logikanya yang selalu ia kedepankan. Logika yang telah menyesatkan dan menghancurkan pernikahannya dengan wanita yang paling ia cintai itu. Edzhar menghempaskan dirinya di atas sofa panjanga, la
Dengan kasar Victor mendorong Edzhar hingga pria itu kembali terduduk di sofanya,"Kalau kau tidak mengusirnya malam itu, kejadian buruk itu tidak akan pernah terjadi ... ""Kau tadi bilang padaku kalau kau belum pernah melihat Edson, tapi kau ada bersamanya saat setelah Halwa melahirkan, bagian mana yang merupakan kebohonganmu, Vic?" tanya Edzhar sambil menyipitkan kedua matanya.'Sial! Aku memang tidak pandai berbohong!' umpat Victor dalam hati.Sambil terus memasang wajah tak terbacanya, Victor duduk di kursi tepat di depan Edzhar, yang masih terus saja menatapnya dengan tatapan penuh selidik."Vic ... ""Ok, baiklah! Seseorang mengirimkan pesan singkat padaku beserta dengan foto-foto Aira yang tengah terluka parah, Max!"Max yang sedari tadi hanya bisa berdiri diam saat melihat dua sahabat itu ribut, kini bergerak mendekati Edzhar, dan menyerahkan tabletnya pada pria itu.Edzhar nampak tidak tercengang saat
"Tuan Edzhar sudah sampai, Tuan!" seru Max."Biarkan dia masuk!" perintah Victor sambil berdiri dari kursi kebesarannya, lalu pindah duduk ke sofa kulit warna putih, tempat biasa ia menyambut tamu-tamunya.Max berbicara sebentar dengan anak buahnya di earphonenya, hingga pintu ruang kamar kerjanya mengayun terbuka, dan edzhar berderap maju mendekati Victor."Di mana kamu sembunyikan istriku?" tanyanya tanpa mau berbasa-basi terlebih dahulu."Istri? Memang kau masih punya istri?" ledek Victor sambil bersandar pada sofanya dan melipat kedua tangannya di atas dadanya. Ia menatap sahabatnya itu dengan tatapan mencemooh."Jangan main-main denganku, Vic!" geram Edzhar."Aku tidak ada waktu main-main denganmu, Ed. Kalau kedatanganmu ke kantorku hanya untuk menanyakan Aira, aku tidak bisa menjawabnya, karena aku juga tidak tahu di mana dia berada saat ini!"Edzhar kembali berderap maju mendekati Victor, ia berdiri menjulang di d