Share

Akikah Anak Sultan

Author: devarisma
last update Last Updated: 2024-06-28 11:25:44

Anak kembar Angga dan Mahra baru berusia 3 hari. Tapi, ragam kado sudah sampai di kediaman orang tuanya. Pada hari ketujuh mereka akan mengadakan akikah. Semakin sibuk pula para kerabatnya. Terutama Jamal dan Akmal. Menyusun scedul acara. Mencetak undangn, merencanakan semua makan minum yang akan di sajikan. Bahkan kedua laki-laki itu mencari hewan untuk akikah berdua. Pontang-panting mereka ke Aceh Jaya mencari kambing yang bagus untuk akikah keponakannya.

“Ingat ya, kambingnya harus jantan yang sehat, gemuk, nggak boleh cacat!” berulang kali mamak mereka mengingatkan keduanya.

“Ah, Mamak. Padahal kita sudah dua kali beli kambing akikah!” gelak Akmal. Dua-duanya sudah punya anak dua tentu mereka sudah sangat berpengalaman.

“Jangan pula seperti akikah anakmu dulu Angoh. Sampai bolak balik kesana karena cacat!” Bu Mei mengingatkan kejadian konyol itu.

“Iya Mak! Angoh sudah punya anak satu lagi kan. Waktu akikah si adek nggak salah kan!” Akmal tersungut-sungut agar ibunya tidak mengulan
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Madeung

    Kedua bayi kembar yang masih merah tidur nyenyak di atas tempat tidurnya. Diamati kedua malaikat kecilnya. Hampiir tidak bisa dibedakan. Wajahnya merah. Hidungnya mancung. Pipinya lembut, bak sutra. Lama dia tatap. “Terima kasih Nak, sudah hadir dalam hidup Bunda!” gumam Mahra. “Terima kasih sudah membuktikan pada dunia kalau Bunda tidak mandul!” tambahnya lagi. Tidak terasa bulir bening menuruni pipinya yang putih.Kedua bayi kembarnya hanya bangun ketika mereka ingin pup dan haus. Dunia perbayian sedamai itu. Mahra mengelus jari-jarinya yang masih sangat mungil. Lalu dia abadikan di ponselnya.“Mahra! Sini minum jamu ini dulu!” ujar neneknya yang susah payah menaiki tangga.“Apa ini nek?” Mahra memperhatikan gelas kecil ditangannya dengan seksama.“Air kunyi, untuk memulihkan perutmu!” ujar sang nenek. Dia melirik sana sini. Dia lihat botol air mineral cukup besar di dekat tempat tidur. Segera dia ambil. “Selama empat puluh empat hari jangan minum banyak-banyak! Makanan juga harus d

    Last Updated : 2024-06-28
  • Setelah Hujan Bulan Desember   Perlahan Memulai Rumah Baru

    Angga tersenyum puas menatap gedung nan meugah di depan matanya. Rumah impiannya, jauh sebelum menikah dengan Mahra. Dia ingin punya rumah bercorak gaya eropa. Di sisi kiri kanan punya halaman yang luas. Lalu akan ditanami sejenis tanaman holtikultura dan obat-obatan. Sehingga anak-anaknya akan kegirangan ketika tanamannya berbuah. Lalu di sisi kiri juga dia ingin membangun kolam renang. Di salah satu ruangan di sisi rumah tersebut juga akan di bangun pustaka mini. Dia tersenyum, karena sebentar lagi dia akan mengajak Mahra dan baby twisnnya pindah. Sedikit lagi, akan rampung. Tukang sedang mengecet pagar yang mengelilingi setinggi satu meter perkarangan rumahnya. Bagian depan dekat jalan raya, sengaja di buat lebih rendah. Agar tidak terkesan sombong.“Urusan prabot biar Mahra aja nanti yang pilih!” ujarnya seorang diri.Seorang pengajar Yayasan Mata Hati menghampirinya. “Sudah siap, Pak ya!” sapanya membuat Angga menoleh ke belakang.“Alhamdulillah Ustaz!” Dia tersenyum ramah pada

    Last Updated : 2024-06-29
  • Setelah Hujan Bulan Desember   Pindah

    “Ridwan, Hindun, Rohmah, Nor dan Ramlah ikut saya ke Aceh!” ujar Pak Muhar setelah memanggil semua pelayannya.Semua terdiam.“Apa kalian bersedia?” tanya Pak Muhar lagi.“Siap, Pak!” sahut mereka yang disebut. Siapa yang mau kehilangan kesempatan terbang sejauh itu. Dan siapa yang mau berhenti dari kerja dengan laki-laki kaya raya itu. Gaji mereka lebih besar dari pegawai negeri.“Dan Surti tetap menjadi kepala pelayan di sini. Joko tetap menjadi kepala satpam. Saya titip rumah ini pada kalian ya!” pinta Pak Muhar. “Saya harus tinggal sama Angga. Saya tidak bisa jauh dari anak dan cucu saya!” jelasnya.Semua mendengar dengan kidmat.“Sebentar lagi akan datang adik saya yang akan tinggal di sini bersama keluarganya. Layani mereka sama seperti melayani saya!” tambah Pak Muhar. Para pelayan tahu siapa yang dimaksud. Adik kandung Pak Muhar yang tinggal di dekat perusahaan. Dia kepala gudang di perusahaan mereka. Laki-laki beranak satu itu pembawaan tegas dan cuek. Dia sering berkunjung k

    Last Updated : 2024-06-29
  • Setelah Hujan Bulan Desember   Tiga Puluh Menit Lipstik Sudah Hilang

    Sudah dua kali ke rumah Pak Muhar. Hasilnya cuma berantem sama pelayan. Hidupnya seapes itu sekarang, pikirnya. Jauh-jauh ke Bandung hanya demi menjebak mantan mertuanya gagal total. Lira akhirnya ke rumah Jeni. Dengan perasaan dongkol.“Tumben cepat kali ke sini belum akhir bulan?” tanya Jeni sembari membawa secangkir the manis untuk sahabatnya.“Mau ketemu ayah mertua tapi…” Suara Lira terhenti.“Ayah mertua? Beb. Dia bukan mertuamu lagi!” Jeni mengingatkan kawannya. “Demi apa kamu pengen banget ketemu dia!” “Cuma dia yang gue punya! Tapi, sekarang dia udah pindah ke Aceh karena perempuan sialan itu!” Lira menatap Jeni dengan nanar.Jeni geleng-geleng kepala. “Wajar dong, orang dia menantu, lagipun aku baca di berita kalau Angga sekarang sudah punya anak kembar! So kamu harusnya bisa mempoisisikan diri beb!”“Tapi, gue nggak terima Ayah bahkan nggak ngabarin gue kalau pindah!” Lira sudah hampir menangis.“Gue suka versi lho yang kemarin deh, Beb. Loh bisa memantaskan diri.” Jeni

    Last Updated : 2024-06-29
  • Setelah Hujan Bulan Desember   Pesta Rakyat

    Setelah melihat kedua cucunya tenang. Bu Mei pergi dari kamar mereka. “Mamak masak dulu!” ujarnya segera pergi. Setelah percaya kalau anaknya baru saja mie belepot.“Mak masak lebih. Ayah dan pelayan sudah di Kuala Namu!” pinta Mahra.“Oh , sudah di Kuala Namu? Kok telat kali bilang Mamak nggak belanja tadi!” Bu Mei tercekat.“Nggak apa Mak! Mereka bertujuh sama ayah! Nggak usah repot-repot. Mungkin mereka langsung ke rumah yang di sana!” sahut Angga. Tujuannya agar para pelayan itu bisa istirahat dengan tenang. Karena di rumah mertuanya tidak akan cukup kamar.“Mereka makan apa kalau rumah di sana? Nggak apa. Mamak masak nanti Angga bawa ke sana pakek rantang!” Bu Mei segera pergi.Padahal Angga sedang mau jawab. Mereka bisa beli saja. Tapi, mertuanya selalu bersemangat kalau ada tamu. Entah dia nggak pernah capek. Angga mendekati istrinya, di pangkuannya masih ada Alifa.“Gimana enak nggak mie belepotnya, sayang?” canda Angga.“Apasih, Mas. Garing banget tahu candaannya!” Mahra men

    Last Updated : 2024-06-30
  • Setelah Hujan Bulan Desember   Tamu Tak Diundang

    Lira baru saja mendarat di Banda Sultan Iskandar Muda bersama putri kecilnya, Rea. Dia izin cuti dari kantor empat hari.“Pak izin cuti ya empat hari, boleh?!”pintanya pada peringgi perusahaan tempat dia bekerja.“Lamat amat cutinya?” Laki-laki itu menghentikan pulpennya.“Ada acara keluarga, Pak di Medan!” tambah Lira.“Baiklah! Tidak boleh lebih dari empat hari!” lelaki itu kembali melanjutkan pekerjaannya.Lira segera bergegas untuk menuntaskan misinya. Tidak lupa membawa anak haramnya Rea. Bahkan kini anak balita itu sudah berumur dua tahun. Lira tidak melakukan tes DNA untuk mencari tahu siapa ayahnya. Karena kini harapannya menjadikan Rea alat untuk memuluskan niatnya.Begitu tiba di Banda dia bingung mau kemana. Karena tidak tahu alamat Angga dan Muhar. Akhirnya dia menghubungi mantan mertuanya langusng. Karena kalau hubungi Saleha yang ada nggak dikasih tahu.“Ayah, Lira di Banda mau jumpa Ayah!” seakan dia sudah begitu diharapkan kedatangannya oleh Pak Muhar.“Dimana kamu Na

    Last Updated : 2024-06-30
  • Setelah Hujan Bulan Desember   Fitnah Terbesar

    Setelah turun dari mobil, Angga langsung membantu ayahnya turun lalu kembali naik kursi roda. Teras rumahnya sengaja di buat menurun tidak bertangga. Agar mudah mendorong ayahnya dengan kursi roda. Mereka baru saja meninjau pembangunan perusahaannya yang kini sudah rampung. Tinggal merencanakan grand openingnya. Setelah emoat jam bepergian. Angga berharap kedatangannya di sambut hangat oleh istri dan si kembarnya.Begitu memasuki ruang tamu dia menemukan mantan istri dan anak istrinya. Matanya langsung melotot raut wajahnya masam. Lira begitu menyadari Angga dan Pak Muhar dia cepat-cepat berdiri.“Hei kalian sudah pulang!” Lira mendekat. “Ayo sayang salim sama Eyang dan Papa Angga!”“Untuk pemberitahuan. Jangan ajarkan anakmu memanggilku Papa!” tegas Angga dengan mata menjulur amarah.“Em maaf Mas. Aku hanya….”“Dan siapa yang mengundangmu ke rumah ini?” potong Angga dengan cepat.Pak Muhar pun sangat kesal. Karena dia tahu Angga akan marah kalau Lira ke rumah.“Mas, semalam Rea menan

    Last Updated : 2024-06-30
  • Setelah Hujan Bulan Desember   Terusir

    “Sayang!” Angga mendekati istrinya. Perasaan bersalahnya terhadap kedatangan Lira sangat besar. Mahra memutar badannya kea rah sang suami. “Kenapa Mas?”“Maafin Mas ya!” Angga kembali mengucapkan kalimat itu. “Untuk yang tadi! Kalau seandainya Mas nggak baikin Lira kemarin. Dia nggak akan senekat ini muncul di depan kita”“Memangnya abang kasih dia apa?” tanya Mahra penasaran.Angga menghembus napas kasar. Sangat besar penyesalannya menganggap Lira sebagai kerabat. “Menjelang pernikahan kita, Mas ketemu Lira di Jakarta. Dia jadi sopir taksi online. Anaknya di tarok dalam box di samping. Rupanya dia kabur dari rumah karena orang tuanya memerasnya habis-habisan setelah mereka bangkrut. Dan disitu pula dia tahu, kalau sebenarnya itu bukan orang tua kandung.” Angga mulai bercerita.“Ribet ya Mas!” sahut Mahra.“Terus Mas bincang sama Ayah. Ayah bercerita tentang orang tua Lira yang sudah meninggal, yang merawat dia selama ini, pamannya. Lalu kami menghubunginya. Ayah bercerita banyak hal

    Last Updated : 2024-07-01

Latest chapter

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Kebiasaan Lama

    Sudah dua jam, Mahra duduk di depan laptop. Menulis sebuah artikel. Selama beberapa tahun terakhir, dia membangun sebuah blogger parenting. Cukup berpenghasilan dan maju. Mahra sudah lama tidak menulis buku, karena anak-anaknya masih balita. Dia tidak ingin anak-anaknya kekurangan kasih sayangnya. Membangun blogger tidak begitu sulit dan menguras waktunya. Setidaknya dia masih menulis setiap 3 atau 2 kali seminggu.Dia menyisihkan sedikit waktu ketika putranya tidur atau bermain dengan orang lain. Seperti malam ini karena putra bungsunya sedang asyik bermain dengan Angga. Angga nampak piawai bermain dengan si bungsu yang baru bisa berdiri, bahkan sesekali sudah bisa mengangkat langkah dengan gemetar. Sedangkan ketiga anaknya lagi sedang belajar mengaji di mushalla rumahnya. Angga sengaja memanggil orang ke rumah. Ketiga anak itu punya guru yang berbeda. Berdasarkan tingkatan mereka belajar.Si kembar sudah belajar kitab kuning dan fasahah alquran. Sedangkan Alesya masih di iqra’. Sese

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Hadiah Rumah

    Proses lamaran Yatim berlangsung sempurna. Keesokannya, juga dilangsung lamaran abangnya. Mahra sangat senang menjadi bagian menyukseskan acara tersebut. Angga sudah memastikan tidak sesi foto bersama mereka. Karena takut tersebar di sosial media. Karena sosok istrinya cukup popular untuk masyarakat di aceh Besar dan Banda Aceh. Sangat sering, tiba-tiba Mahra diajak berfoto di tempat keramaian.“Nggak terasa Mas, kita sudah tua!” ujar Mahra saat pulang dari acara tersebut. Pikirannya melayang, saat menerima kedua anak yatim piatu tersebut. Kini mereka menjelma laki-laki yang gagah melamar gadis pujaan mereka. Keadaan ekonomi mereka terbilang sukses. Mereka punya usaha kelontong, dan air isi ulang di depan yayasan. Selain itu mereka juga mendapatkan pekerjaan di yayasan sebagai dewan guru.“Kira-kira apa hadiah yang cocok untuk mereka?” tanya Angga sembari menggemgam tangan sang istri.“Mahra mereka sudah cukup Mas, usaha juga sudah punya!” sambung Mahra.“Bagaimana kalau kita hadiahka

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Riana

    “Siapa sih baik banget mau bakar rumah itu?” tanya Randi setelah mereka di dalam mobil.“Entahlah, aku juga bingung!” Bian merebahkan tubuhnya. Randi terus membanting setir dengan cepat. Harap-harap segera bisa membawa Bian jauh dari Meri dan Rena. Bisa saja kedua perempuan itu kembali meminta Randi menikah dengan anak mereka yang gila.“Kita kemana bos?” tanya Randi.“Ke Bandung!” sahut Bian.“Bandung?” Randi menoleh sejenak.“Istri dan anakku sekarang di Bandung. Aku akan meminta pada Riana untuk bersembunyi di sana sebentar,” jelas Bian.“Oh oke bos.”Bian rasanya tidak sabar untuk sampai ke sana bertemu anak istri. Memeluk dan mencium mereka. Padahal baru tadi pagi mereka berpisah.Sedangkan di kediaman Meri. Semua orang kocar-kacir, tim pemadam kebaran sudah tiba. Polisinya juga sudah tiba. Tidak ada korban, tapi, Meri rugi jutaan rupiah. Banyak perabotannya yang rusak. Dia perlu uang renovasi sekitar dua ratus juga demi kembali merehap rumahnya.“Astaga Ren, aku nggak habis pik

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Yatim Dan Yatam Anak Sulung Mahra

    Angga memastikan kalau bertamu adalah Yatim dan Yatam. Kedua laki-laki adik beradik itu duduk dengan sopan di depan istrinya. Bukan mudah masuk ke dalam rumah putih megah itu sekarang. Bahkan sekalipun orang-orang terdekat, mereka akan diperiksa dengan detail. Itu semua dilakukan Angga demi keselamatan anak istrinya. Laki-laki itu bernapas lega setelah melihat mereka.Begitu melihat Angga, mereka seraya bangun dan menyalami suami dari bunda mereka itu.“Sudah lama?” tanya Angga basa-basi setelah duduk berhadapan mereka.“Belum Mas. Tuh minum aja belum tiba!” jelas Mahra. Dia tidak sabar ingin mengatakan kedatangan mereka. “Mas lihat anakku yang tertua sudah mau nikah aja!”Angga menaikkan alisnya, seulas senyum kaget tercipta di sana.“Masha Allah, maaf ya Yatim Yatam. Selama ini, saya benar-benar sibuk sampai tidak sempat mampir-mampir ke tempat kalian. Dan juga maaf banget, sesusah itu sekarang kalian masuk ke sini bertemu bunda kalian ini!” jelas Angga.“Iya, Pak. Nggak apa-apa. K

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Masih Siaga

    Kepergian sang ayah, membuat Angga merasa ada ruang dihatinya yang kosong. Tidak ada lagi tempat dia bercerita tentang keluh kesahnya dalam mengelola perusahaanya yang besar. Mahra sering melihat suaminya berlama-lama di kamar ayahnya hingga tertidur. Dia pun mengalami kenyataan pahit, kehilangan mertua yang sangat mencintainya.Mahra masih terngiang. Tepat beberapa hari yang lalu saat Mahra menyuapkan makan siang untuk sang mertua.“Mahra!” panggil Pak Muhar dengan lemas.“Terima kasih!” tambahnya detik kemudian.Mahra menautkan alisnya.“Kenapa ayah?” tanya Mahra bingung.“Terima kasih sudah hadir dalam hidup ayah. Memberikan ayah cucu! Dan teman hidup untuk angga!” jelasnya lagi suaranya sudah sangat lemas.“Mahra yang bersyukur ayah. Mahra beruntung memiliki Mas Angga!” ucapnya setelah memotong telur rebus untuk disuap.“Mahra, sebelum menikah Angga hanya punya ayah seorang keluarga intinya. Sekarang ayah bisa melihat kebahagiaanya!” tambah Pak Muhar.Mahra tersenyum. “Semoga Mah

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Pergi Untuk Selamanya

    Masih seperti dua puluh tahun yang lalu. Sesibuk apapun Angga, dia selalu menyempatkan mengurus ayahnya. Meskipun sekarang anak istrinya membantu. Namun, setiap dua kali sekali selalu memastikan ayahnya baik-baik saja.Pagi hari efektif, penghuni rumah mewah itu sangat sibuk dengan agenda masing-masing. Mahra yang sibuk membereskan keperluan anaknya yang hendak berangkat sekolah. Mahra tidak membiarkan hal-hal kecil seperti memastikan buku-buku dan keperluan anaknya ke sekolah dilewatkan anaknya. Padahal ada banyak pelayan di rumah itu. Pagi hari seperti ibu pada umumnya. Dia memastikan anak-anak bangun cepat. Salat subuh berjamaah, baca alquran bersama lalu olahraga. Semua itu selalu tidak terlewatkan oleh anak-anak Mahra. Bahkan anak-anak ini terkesan seperti tinggal di asrama.Begitu azan berkumandang, di yayasan. Mahra sigap membangunkan anak-anak dan suami.“Anak-anak bangun kita salat subuh!” begitu terdengar Mahra di subuh hari.Angga selalu mengimani anak istrinya salat subu

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Sebuah Tekad

    Bian terbangun saat suara ponsel sang istri mengganggunya. Dia tidak melirik ke sana. Justru memandang sang istri dengan tenang.“Boleh, saya bicarakan sesuatu?” tanya Riana setelah berdiri di samping Bian.“Apa?” sahut Bian dengan ketus, wajahnya sama sekali tidak berpaling dari buku yang dia baca.“Ini tentang ibu dan adik-adikku,” ujar Riana sambil meremas ujung piyamanya.“Duduk,” perintah Bian.Riana duduk di ujung tempat tidur.“Katakan!” tanya Bian sambil menutup bukunya.“Mila dan Dewi sudah lama berhenti sekolah, kontrakan di sana juga sudah habis. Kalau …..” ucapan Riana langsung terpotong.“Aku akan mendaftarkan Mila di pesantren terpadu, Ibu dan Dewi bisa tinggal di salah satu ruko kosong milikku,” sambung Bian.“Benarkah?” tanya Naina kegirangan.“Aku tidak pernah berbohong,” ujar Bian sambil memandang Riana dengan tatapan tajam. “Aku sudah janji akan memberikan kehidupan yang layak untukmu dan keluargamu.”Riana tertunduk dalam, dia ketakutan melihat Bian yang menatapnya

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Siaga

    Mahra mengadakan rapat bulanan di yayasannya. Untuk mendengar permasalahan demi permasalahan di yayasan Mata Hati tersebut. Para dewan guru, para pengasuh, tenaga kebersihan dan tenaga keamanan menyampaikan segala hal mengenai kejadian di lapangan.Yayasan tersebut memiliki pengeluaran rutin setiap bulan 300.000.000. Gaji pegawai biaya makan kebersihan, listrik dan semua tata kelolanya. Uang tersebut diambil dari pendapatan properti dan rumah makan serta hasil sewa ruko-ruko yang disewakan.Angga dan Mahra memiliki 3 rumah makan, dua penginapan serta dua belas ruko yang disewakan. Semua hasil pendapatan dari properti tersebut diperuntukkan untuk yayasan. Makanya yayasan tersebut tidak pernah minus anggaran. Apalagi ada sejumlah investor yang menyumbang tidak sedikit. Maka tidak dapat dipungkiri yayasan anak yatim piatu itu menjelma menjadi yayasan pendidikan yang bergengsi. Gedungnya megah, tenaga guru-gurunya berkualitas bahkan siswanya sangat cerdas-cerdas.Meskipun harga saham peru

  • Setelah Hujan Bulan Desember   Lanjut Tentang Riana

    Setelah Sembilan bulan dari acara ulang tahun Abda Nasution yang sangat mengheboh jagad dumai. Bian mendapat kabar kalau buku biografi ayahnya sudah terjual banyak. Dan sudah dibuka pre-order lagi untuk cetakan ketiga, sudah dipesan ribuan orang. Buru-buru Bian menghampiri Riana yang sedang memasak di dapur. Dengan tawa sumringah, Bian berujar.“Buku Ayah sudah dipesan ribuan orang.”“Keren sekali,” sahut Riana dengan ceria.“Semua ini karena kamu. Thanks, ya,” tambah Bian .Riana mengangguk pelan, sambil memamerkan tawa sumringahnya.“Sudah masak?” tanya Bian sambil mengelus perutnya sendiri.“Belum, sebentar lagi ya,” sahut Riana.“Oke, aku siap-siap dulu kalau gitu,” ucap Lian sambil beranjak meninggalkan istrinya.Bian kembali ke kamarnya. dia sangat bangga kepada istrinya itu. Tidak sia-sia dia memperistrikan Riana. Meskipun ada satu yang masih membuat dia tertahan untuk menyentuh sang istri, memberikan napakah lahir batin.Di perpustakaan mini yang membatasi kamar Bian melihat h

DMCA.com Protection Status