Irish dan Billy spontan menghentikan langkah berbalik. Menatap Elyza yang barusan memanggil Irish. Tentu saja wanita itu tidak datang seorang diri. Ada Arthur yang menyusul datang di belakang wanita itu. Membuat Irish berdecih sinis. “Aku tidak suka acara seperti itu. Membuang waktu saja!”Begitulah jawaban Arthur ketika tahun lalu Irish bertanya apakah lelaki itu ingin datang ke acara ini atau tidak. Namun, sekarang Arthur berada di sini dengan Elyza. Mungkin alasan lelaki itu sebenarnya adalah tak ingin pergi bersamanya. Bukan tidak menyukai acara seperti ini. Irish membalas senyum Elyza tak kalah lebar. “Kalian datang juga? Senangnya. Setidaknya ada teman yang bisa aku ajak bicara.”Sudah biasa melihat Arthur dan Elyza di setiap kesempatan membuat Irish pun merasa biasa saja. Arthur lebih banyak menghadiri suatu pesta dengan Elyza dibanding dengannya. Jika ini terjadi beberapa bulan lalu, mungkin dirinya sudah berlari dan menangis. Namun, yang sekarang Irish rasakan hanya kek
Irish tahu keinginannya ini sangat tidak masuk akal. Seharusnya, ia tidak melakukan ini. Apalagi sekarang waktunya istirahat dan dirinya tahu Arthur juga baru terlelap. Namun, dorongan keinginannya lebih kuat lagi. Irish tak menginginkan makanan aneh. Namun, ia ingin Arthur yang membuatnya. Irish mengguncang lengan Arthur lebih kuat sembari membisikkan kalimat yang sama berulang kali. Ia rela menanggalkan harga dirinya demi memperoleh apa yang dirinya inginkan. Sampai merengek seperti anak kecil yang meminta sesuatu pada orang tuanya. “Tidurlah,” gumam Arthur tanpa membuka mata.“Arthur, aku lapar!” seru Irish lebih kuat. Ia mulai kesal karena Arthur masih saja memejamkan mata. Arthur yang sebenarnya masih sangat mengantuk terpaksa membuka mata. “Panggil Bibi Mia. Katakan apa yang kamu inginkan.”Irish spontan menggeleng. Daripada harus membangunkan asisten rumah tangga mereka jam segini, lebih baik ia membuat makanan sendiri. Namun, keinginannya tidak semudah itu. Irish ingin
“Ada apa?” Suara Irish yang lumayan keras membuat Arthur turut terjaga. Lelaki itu bangkit dan memeluk Irish yang sudah duduk. Kemudian, mengintip apa yang membuat istrinya sangat terkejut. Gosip panas tentang Irish dan Arthur yang mengunjungi acara amal Prayoga semalam. Dalam beberapa artikel memuat foto-foto mereka berempat yang diambil secara diam-diam dari berbagai sudut. Terdapat juga video yang menunjukkan jika Arthur dan Irish datang secara terpisah. Terlebih, Irish datang bersama cucu sang pemilik acara. Rumor keretakan rumah tangga Irish dan Arthur mulai menyebar. Beberapa dari warganet menebak jika Irish dan Arthur sudah bercerai. Sebab, belakangan ini Arthur malah lebih sering terlihat bersama Elyza daripada Irish. Ada juga yang berkomentar jika Arthur berselingkuh dengan Elyza. “Harusnya kamu tidak perlu datang, seperti tahun lalu,” celetuk Irish yang sudah menetralkan keterkejutannya. Ekspresi datar kembali terlihat di wajahnya. “Sepertinya kamu lupa kalau kekas
Irish spontan mendorong Arthur dan bergerak mundur. Jantungnya nyaris berpindah tempat karena terkejut. Namun, setelah menyadari siapa yang datang dirinya sedikit lega. Sedangkan Arthur mengumpat dalam hati. Lagi-lagi ada saja yang mengganggunya.Billy berdeham pelan. “Sepertinya aku datang di saat yang tidak tepat.”Namun bukannya bergegas keluar dari ruangan tersebut setelah mengetahui apa yang terjadi dalam sana, Billy tetap melanjutkan langkah. Mengabaikan Arthur yang menatapnya dengan sorot tajam dan membunuh. Ia harus melindungi sepupunya dari bajingan satu ini. “Aku tidak tahu kalau calon mantan suamimu ada di sini,” ucap Billy lagi. Billy sengaja ingin menyulut emosi Arthur dan berhasil. Raut wajah Arthur kian menggelap. Tak terlihat raut penyesalan sedikitpun meski dirinya telah mengganggu Arthur dan Irish. Baginya, Irish harus diselamatkan dari lelaki tak bertanggungjawab seperti Arthur. “Tak kusangka ternyata Billy Argantara adalah orang yang tidak tahu sopan santun
Irish mengunggah surat gugat cerainya pada Arthur pada laman sosial medianya. Tidak sepenuhnya. Hanya lembar awal yang menunjukkan jika dirinya telah menggugat cerai suaminya. Kemudian, ia langsung menonaktifkan ponselnya dan tidur. Di saat yang bersamaan beberapa media gosip yang telah dibayar oleh Billy juga mengunggah postingan yang sama dengan Irish. Inilah yang Irish dan Billy rencanakan. Entah bagaimana jadinya nanti. Namun, Billy memastikan jika ini bisa memperbaiki namanya. Pagi harinya ketika Irish mengecek ponselnya, ada banyak sekali notifikasi masuk. Irish membaca komentar yang bermunculan dengan senyum lebar. Tak menyangka respon orang-orang bahkan jauh lebih baik dari harapannya. Ada beberapa pesan dari Billy yang ikut senang karena rencana mereka berhasil. “Tinggal menunggu reaksinya,” gumam Irish sembari menatap Arthur yang masih terlelap di sampingnya. Irish tahu Arthur akan marah besar. Apalagi sekarang orang-orang mulai menyalahkan kedatangan Elyza. Mengangg
Setelah berhasil meredam amarah Billy yang terlihat seperti ingin membunuh Arthur, kini Irish yang harus menuruti keinginan lelaki itu. Billy ingin Irish tinggal di kediaman kakek mereka. Tujuan utama lelaki itu tentunya untuk menjauhkan Irish dari Arthur. Mungkin saja Arthur akan kembali melampiaskan emosi saat bertemu Irish. Tadi pagi lelaki itu memang tidak melakukan apa pun. Bisa saja itu karena ada banyak orang di butik Irish. Entah apa yang akan terjadi jika mereka hanya berduaan saja. Tahu Irish tak akan bisa fokus bekerja dalam keadaan seperti ini, Billy langsung mengajak wanita itu pulang. Irish langsung patuh saja. Mereka mendatangi kediaman Prayoga mengunakan mobil milik Billy. Sedangkan mobil Irish sengaja ditinggalkan di butik dan nantinya akan dibawa pulang oleh anak buah Billy. “Tenanglah, dia tidak akan menyakitimu,” ucap Billy sembari menyentuh puncak kepala Irish. Sebelum membawa Irish pulang, Billy sengaja mengajak wanita itu jalan-jalan terlebih dahulu. Ber
Elyza spontan memekik. Tubuhnya tersungkur di dekat meja kerja Arthur karena didorong oleh lelaki itu. Dibanding rasa sakit di tubuh bagian belakangnya, ia lebih terkejut atas perbuatan Arthur. Semarah apa pun Arthur padanya, lelaki itu tak pernah bertindak kasar. “Kenapa kamu mendorongku?! Bagaimana kalau tulangku patah dan aku menjadi cacat?!” pekik Elyza heboh. Meskipun bisa berdiri sendiri, Elyza tetap bergeming, berharap Arthur akan membantunya. Lelaki itu yang sengaja mendorongnya hingga terjatuh. Maka, lelaki itu juga yang harus bertanggungjawab. Namun, Arthur pun tetap fokus dengan pekerjaannya, seolah tak merasa bersalah. Elyza mulai meradang. Ia tak terima diperlakukan seperti ini. Tak pernah ada yang mengabaikannya dan Arthur juga tidak boleh melakukan itu. Apalagi setelah lelaki itu tega mendorongnya. Seharusnya, sekarang Arthur berlutut dan meminta maaf padanya. “Karirku di ambang kehancuran karena gosip itu. Bagaimana kalau orang-orang mulai membatalkan kontrak k
Billy mengelap kasar sudut bibirnya yang mengeluarkan darah. Ia berdecih sinis sebelum kembali menegakkan tubuhnya. Biasanya Billy hanya menampilkan ekspresi datar saat berhadapan dengan Arthur. Namun, kali ini kemarahan terlihat di matanya meskipun hanya beberapa detik saja. Billy tak menyadari sejak kapan dirinya diikuti hingga Arthur tiba-tiba menyerangnya. Ia tahu apa.yang lelaki itu cari dan Arthur malah mengikutinya kemari. Jelas saja lelaki itu salah alamat. Arthur pasti berpikir Irish berada di sini, bersamanya. Untung saja Billy telah mengantarkan makanan pesanan Irish beberapa jam lalu. Jika sekarang dirinya mendatangi rumah kakeknya lagi, Arthur akan mengetahui keberadaan Irish. “Di mana kamu menyembunyikan istriku?!” bentak Arthur sembari mencengkram kerah kemeja Billy. Billy tersenyum sinis mengetahui tebakannya tepat sasaran. Ia menyentak keras tangan Arthur yang mencengkram kemejanya. Kemudian, kembali merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan. “Aku bisa mela
“Selamat atas pembukaan butikmu. Mama akan mengajak teman-teman mama kemari. Mama yakin butikmu akan sukses,” tutur Maudy sembari menggandeng tangan Irish. “Terima masih, Ma. Kalau mama butuh gaun untuk acara apa pun, kabari aku. Aku akan menyiapkan yang terbaik,” jawab Irish seraya mengikuti langkah Maudy menelusuri butiknya yang baru saja diresmikan. Butuh waktu dua tahun hingga Irish yakin untuk kembali terjun ke dunia fashion. Sebenarnya, butik ini telah selesai dibangun sejak tahun lalu, namun karena masih banyak yang perlu dipersiapkan, peresmiannya baru dilaksanakan sekarang. Karina, Tristan, Billy, Prayoga hingga Maudy turut mempromosikan butik ini. Sedangkan Arthur sudah memesan beberapa jas untuk menghadiri beberapa acara besar, sekaligus membantu Irish promosi. Arthur juga telah merekomendasikan pakaian rancangan Irish pada beberapa kolega bisnisnya. Kini, butik Irish dipenuhi oleh teman-teman sosialita Maudy. Kejutan yang luar biasa bagi Irish. Sebab, ia tak menyang
“Kemarilah. Kenapa mengintip di sana?” tanya Arthur yang mendapati keberadaan Irish dari ekor matanya. Irish yang sedang memperhatikan gerakan tangan terampil Arthur kontan tersentak. Lelaki itu sedang menyuapi Kenneth dan Kennedy secara bergantian. Ia hanya ke toilet sebentar setelah menyiapkan makanan untuk si kembar dan anak-anaknya malah sudah disuapi oleh Arthur. “Bisa bicara sebentar?” pinta Irish pada Arthur yang sedang menyuapi Kenneth dan Kennedy di balkon penthouse. “Bicara saja. Kamu tidak perlu meminta izin.” Arthur masih sibuk mengelap mulut putra-putranya yang belepotan. Irish mengelap tangannya yang basah, lalu menyusul ke balkon. Ia duduk di samping Arthur, kemudian mengambil alih mangkuk makanan Kenneth dan menyuapi sang putra. Sedangkan Arthur berlanjut menyuapi Kennedy yang sudah tidak sabaran. “Biar aku yang menyuapi anak-anak. Kamu makan juga. Sekarang sudah siang,” ucap Arthur sembari menatap Irish sekilas. “Nanti saja. Aku masih kenyang,” jawab Irish semba
Arthur masih berbaring dengan posisi membelakangi pintu spontan menoleh ke sumber suara. Bukan suara mamanya yang terdengar, melainkan suara Irish. Dan benar-benar saja, ketika dirinya berbalik, Irish yang berdiri di depan pintu sembari membawa anak-anaknya di dalam stroller. “Ya sudah kalau kamu tidak menerima kami di sini, kami akan pergi.” Irish berpura-pura berbalik dan mendorong stroller si kembar, seolah-olah benar-benar akan pergi. Arthur spontan bangkit dan berakhir meringis karena tubuhnya masih nyeri. Irish yang hendak bermain-main dengan Arthur pun akhirnya dibuat khawatir dan langsung menghampiri lelaki itu. Lalu, membantu Arthur duduk dengan benar. “Mana yang sakit? Kenapa kamu bergerak sekaligus begitu? Apa aku harus menghubungi dokter?” berondong Irish yang tampak benar-benar khawatir. Arthur baru keluar dari rumah sakit kemarin. Lelaki itu belum benar-benar pulih. Pergerakan mendadak mungkin dapat membuat luka Arthur semakin parah. Irish hendak merogoh tasnya dan m
Tangan Maudy nyaris mendarat di wajah Irish, namun Irish lebih dulu menangkis tangan wanita paruh baya itu. Ia dapat membaca pergerakan Maudy dan tentu saja ia tak akan membiarkan itu terjadi. Meskipun saat ini dirinya memang bersalah atas kecelakaan Arthur. “Kamu mulai berani, hah?!” bentak Maudy sembari menarik tangannya yang masih dipegang oleh Irish. “Mama tidak mau menyapaku dulu? Sudah lama kita tidak bertemu.” Irish menyunggingkan senyum tipis. Ia tetap bersikap santai, berbanding terbalik dengan Maudy yang tampak sangat murka. “Mama mau minum apa? Sudah sarapan atau belum? Mau sarapan bersamaku?” tawar Irish yang sebenarnya tak memiliki apa pun untuk disuguhkan pada Maudy. Irish melakukan ini hanya untuk basa-basi saja sekaligus mencairkan suasana. Walaupun tampaknya Maudy sudah tidak mau diajak berbasa-basi lagi. Apalagi dengan banyaknya orang yang wanita paruh baya itu bawa. Ini seperti penggerebekan. Irish sudah bisa menebak jika Maudy akan bersikap seperti ini saat me
“Aku minta maaf. Dugaanku membuat rumah tangga kalian berantakan,” sesal Billy karena selama ini bersikukuh jika Arthur ingin mencelakai Irish. Billy pun tak menduga jika Elyza se licik ini sampai bisa merencanakan semuanya dengan mulus dan menjadikan Arthur sebagai kambing hitam. Billy sampai terkecoh dan mengira Arthur adalah dalang dari semuanya karena seluruh bukti mengarah pada lelaki itu. “Tidak apa-apa. Hubungan kami memang sudah berantakan sejak lama,” jawab Irish dengan senyum kaku. “Aku mau lihat buktinya. Apa saja yang dia katakan?” Irish memilih mengalihkan pembicaraan. Tak ingin memperpanjang pembahasan tentang rumah tangganya. Billy membuka tas dan menyalakan laptopnya. Ia langsung membuka file berisi bukti-bukti tentang keterlibatan Elyza dalam insiden di butik Irish. Bukan itu saja. Namun, juga beberapa insiden yang menimpa Irish. Semuanya karena perbuatan Elyza. Bahkan, orang yang menabrak Irish dan berujung menabrak Arthur hingga membuat lelaki itu lumpuh. Pemil
“Apa maksudmu?” tanya Arthur dengan kening mengerut. “Aku akan ikut denganmu.” Tanpa menunggu respon Arthur, Irish langsung masuk ke bangku bagian belakang mobil lelaki itu. Irish sudah memikirkan ini matang-matang. Ia memang ingin merawat Arthur. Meskipun Arthur tinggal bersama Maudy, ia tetap akan tinggal di tempat lelaki itu berada. Ini sebagai bentuk tanggungjawab dan ungkapan terima kasihnya pada Arthur. Barusan, Irish menelepon kakeknya dan meminta izin untuk tinggal bersama Arthur selama proses pemulihan lelaki itu. Entah sampai kapan, ia belum tahu pasti. Yang jelas, untuk saat ini ia benar-benar ingin merawat Arthur dulu hingga keadaan lelaki itu membaik. Cukup sulit mendapat izin dari Paryoga. Oleh karena itu, Irish agak lama berada di toilet saat bertelepon. Namun, pada akhirnya izin yang dirinya inginkan tetap ia dapatkan. Saat keluar dari sana, ia malah hampir tertinggal. Sedangkan dirinya tak tahu di mana tempat tinggal Arthur sekarang. “Kenapa kalian sangat tidak s
“Itu yang membuatmu di sini sekarang?” tanya Arthur sembari terkekeh pelan. Irish yang hendak menyimpan baskom di toilet spontan kembali berbalik dan melangkah ke bangsal Arthur. Ia menggeleng samar. Dirinya berada di sini bukan karena keadaan Arthur, bukan karena rasa bersalahnya. Namun, karena dirinya memang ingin berada di sini. “Bukan karena itu. Aku memang ingin merawatmu,” jawab Irish yang sudah jatuh berlutut di samping bangsal Arthur. Ia menyentuh tangan lelaki itu yang terpasang infus. Arthur mendengus pelan. “Berarti aku memang lumpuh? Kenapa diam saja? Kamu takut?”Irish mengangkat kepalanya. Membalas tatapan Arthur dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Ia dapat melihat dengan jelas kekecewaan di mata lelaki itu. Kondisi kaki lelaki itu pasti menjadi pukulan besar bagi Arthur dan akan menghambat banyak hal ke depannya. Sungguh, jika bisa bertukar posisi, Irish tak ingin Arthur menyelamatkannya hari itu. Biarlah dirinya yang celaka sebab tabrakan tersebut terjadi karena k
Saat menoleh ke belakang, Irish terbelalak melihat Arthur yang sudah membuka mata dan kini menggenggam tangannya. Ia mengerjapkan matanya, tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Namun, genggaman pada tangannya saat ini membuatnya tersadar jika ini nyata. “Apa sekarang wajahku menyeramkan?” tanya Arthur dengan suara serak dan satu alis terangkat. Irish spontan kembali melangkah ke arah Arthur dan memeluk lelaki itu. Air matanya menetes tanpa bisa dicegah. Lama-kelamaan isak tangisnya mulai terdengar. Ini benar-benar nyata, bukan bagian dari khayalannya. Bukan sekadar kelegaan yang dirinya rasakan. Perasaan menyiksa itu kini sepenuhnya hilang. “Akhirnya kamu sadar,” gumam Irish di sela isak tangisnya. Selama seminggu ini, Irish tak berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Apalagi melihat kondisi Arthur yang tak menunjukkan perubahan signifikan. Rasanya, ia ingin bertukar posisi dengan lelaki itu. Sebab, memang seharusnya dirinya yang celaka. Arthur mengangkat tangan kirinya
“Apa ini bagian dari rencanamu juga?” gumam Billy sembari menatap Arthur yang masih memejamkan mata. Billy berhasil memaksa Irish untuk pulang dan istirahat di rumah. Sebagai gantinya, ia yang menjaga Arthur di sini. Arthur sudah dipindahkan ke ruang perawatan VVIP. Namun, hingga saat ini lelaki itu belum sadarkan diri. Dan Irish sudah berulang kali menanyakan kondisi Arthur melalui whatsapp. Billy yang baru kembali dari kantin rumah sakit langsung menarik kursi di samping bangsal Arthur. Ia mengamati wajah dan tubuh Arthur. Bukan hanya patah kaki, tangan kanan Arthur juga patah. Wajah lelaki itu penuh luka dengan kening yang diperban. “Kamu sangat bodoh kalau ini bagian dari rencanamu juga. Kamu bisa mati dan belum tentu Irish bersedia kembali padamu,” monolog Billy pada Arthur yang masih tak sadarkan diri. Arthur terlalu sering membuat skenario untuk menarik perhatian Irish. Oleh karena itu, Billy sedikit curiga jika ini adalah bagian dari rencana Arthur juga. Sebab, lelaki itu