Jemari Yuvira yang berada di bawah meja pun terkepal, dia segera menjelaskan, "Sekalipun aku sedang cuti hamil, tetap saja aku tahu semua informasi perusahaan.""Aku nggak memberitahumu soal itu karena aku nggak mau membuat lebih banyak masalah untukmu."Gio mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas lututnya dengan perlahan, lalu berkata dengan kesal, "Lain kali, jangan cari Nadia apa pun alasannya.""Gio, kenapa sih kamu begitu membelanya? Aku masih kurang apa?"Yuvira menangis dengan begitu tersedu-sedu sampai riasannya rusak.Alih-alih menjawab, Gio hanya berkata, "Kamu tinggal saja di rumah Keluarga Wren supaya bisa membesarkan bayimu dengan damai.""Kamu nggak berencana mengizinkanku kembali? Gio, ini anak kita ...." Yuvira mulai tidak bisa mengendalikan perasaannya.Gio merasa terdesak dengan pertanyaan Yuvira, jadi dia akhirnya menyela dengan nada dingin, "Kalau kamu bersikap seperti ini lagi, aku akan membatalkan pertunangan kita dan membesarkan anak itu sendirian."Setelah berkata se
Nadia mengerahkan segenap kekuatannya untuk meronta sambil berseru, "Lepaskan aku!""Plak!"Pria itu balas menampar Nadia dengan kencang.Saking kencangnya, telinga Nadia sampai berdenging. Nadia bahkan nyaris tidak bisa berdiri tegak.Pria itu menyeret Nadia ke dalam mobil, lalu memerintahkan si sopir dengan nada dingin, "Kita pergi dari sini."Nadia tidak berani bertindak dengan gegabah lagi. Dia tahu kekuatannya kalah jauh dari pria ini!Jika Nadia sembarangan bertindak, dia justru akan membahayakan anak dalam kandungannya.Pada akhirnya, Nadia hanya bersandar pada pintu mobil sambil menatap pria itu dengan saksama.Dia memasukkan tangannya ke dalam saku dengan hati-hati. Nadia berniat menelepon Yuda yang sudah Nadia jadikan kontak darurat.Nadia cukup menekan tombol kunci sebanyak tiga kali untuk menelepon Yuda.Namun, belum sempat Nadia menekannya, tiba-tiba pria itu merebut ponselnya. Pria itu bahkan menurunkan kaca jendela mobil dan melemparkan ponsel Nadia ke luar.Nadia sontak
"Tadi, Nona Nadia keluar sekitar jam enam sore. Ada apa, Tuan?" tanya Bibi Ratih dengan cemas."Oke!" jawab Gio, ekspresinya mendadak berubah menjadi dingin.Setelah menutup telepon, Gio menelepon Sena lagi."Pak Gio! Apa Nadia ada?" tanya Sena dengan segera.Alih-alih menjawab, Gio justru balik bertanya dengan nada tajam, "Kamu mengajaknya makan?""Iya dan dia sudah menyetujuinya. Tapi, sedari tadi saya menunggu di restoran dan Nadia nggak datang-datang. Ponselnya juga mati!" jawab Sena dengan gelisah.Gio sontak bangkit berdiri, sorot matanya terlihat begitu dingin mencekam. "Aku tutup dulu!"Gio pun langsung menelepon Yuda dan memerintahkannya, "Nadia menghilang. Suruh orang untuk mencarinya sampai ketemu."Setelah berkata seperti itu, Gio pun segera keluar dari kantornya.Di dalam restoran."Aduh, bagaimana ini! Nadia nggak ada di Pondok Asri!" ujar Sena dengan kesal saking gelisahnya.Sam pun langsung bangkit berdiri sambil berkata, "Ayo, kita ke Kompleks Cemara. Mungkin Nadia ada
Gio terdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya menjawab, "Ya, baiklah."Setelah meletakkan ponselnya, Gio pun langsung memerintahkan Yuda, "Ikuti Yuvira ke mana pun dia pergi dengan saksama!""Siap," jawab Yuda sambil mengangguk.Setelah memberikan perintah itu, Gio pun mengambil mantelnya dan keluar dari vila.Dia masuk ke dalam mobil, lalu bergegas melaju ke rumah Keluarga Cakra.Sesampainya di sana, ternyata Brian sedang sarapan.Brian bisa merasakan aura permusuhan yang menguar dari tubuh Gio, jadi dia meletakkan sendok dan garpunya dengan kesal, lalu bertanya, "Ngapain kamu ke sini pagi-pagi begini?""Apa Ayah yang membawa Nadia pergi?" tanya Gio balik dengan nada dingin."Kamu ini lancang sekali!" bentak Brian, dia sontak bangkit berdiri dan mengomel dengan marah, "Lihat sekarang jam berapa! Baru jam setengah tujuh!""Kamu baru datang saja sudah menginterogasi Ayah begini? Kamu masih menganggap Ayah sebagai ayahmu atau nggak? Tahu aturan nggak?"Sorot mata Gio berubah menjadi
Siang berlanjut hingga malam, lalu malam berubah kembali menjadi siang.Nadia berbaring di atas lantai sambil menatap celah pintu dengan putus asa. Tangannya sudah bengkak, memerah dan gemetar.Ruangan yang kecil dan sesak ini, serta bayang-bayang kematian yang menakutkan membuat semangat hidup Nadia menjadi pudar.Jika bukan karena Nadia ingat ada tiga nyawa lain dalam perutnya, mungkin dia sudah bunuh diri.Nadia memejamkan matanya. Sosok Gio pun muncul dalam benaknya.Selama beberapa hari terakhir ini, Nadia sudah banyak merenung. Pelaku di balik semua ini mungkin adalah Keluarga Wren atau Keluarga Cakra.Baik Keluarga Wren maupun Keluarga Cakra sama kuatnya. Mereka sama-sama sangat berkuasa.Nadia bukanlah siapa-siapa, dia tidak mungkin bisa melawan mereka.Saat ini hanya dia seorang diri, tetapi bagaimana setelah anak-anaknya lahir?Anak-anaknya tidak bersalah. Selain itu, Nadia juga belum sempat membalaskan dendam ibunya.Nadia perlahan meringkuk.Jika dia bisa keluar dari sini d
Yuvira bergegas menghampiri meja kerja Ian, lalu bertanya sambil menangis, "Kakek, apa Kakek membawa Nadia pergi?""Aku tahu Kakek melakukan itu demi aku. Kalau benar Kakek yang membawa Nadia pergi, apa Kakek bersedia untuk melepaskannya?""Yuvira, kamu sudah lupa betapa dia merendahkanmu?" tanya Ian dengan ekspresi yang berubah menjadi kesal."Kamu nggak mau bersama Gio lagi? Sudah nggak mau menikah dengannya lagi?"Yuvira menangis sambil menggelengkan kepalanya dan berkata, "Kakek, tadi waktu aku di Pondok Asri, Gio nyaris mencekikku.""Perasaan itu nggak boleh diburu-buru. Aku yakin aku bisa membuat hati Gio kembali padaku!""Tapi, kalau sampai Nadia kenapa-kenapa, hubungan kami berdua akan benar-benar berakhir! Gio juga mengancam akan menggugurkan anakku!""Dia benar-benar bilang begitu? Kalau begitu, Kakek juga nggak akan segan-segan membatalkan!" sahut Ian dengan sorot mata marah.Jantung Yuvira sontak seolah berhenti selama sepersekian detik. Jadi, Ian benar-benar menculik Nadia
Sebenarnya, Nadia menyadari segala tindakan dan ucapan Gio.Akan tetapi, Nadia terlalu lemah untuk sekadar membuka matanya. Setelah mengalami stres berat selama beberapa hari terakhir, kondisi fisik dan mental Nadia sangat lemah.Setelah merasa dia sudah benar-benar aman, barulah Nadia tertidur dengan pulas....Dua hari kemudian.Ketika Nadia bangun, Gio sedang berbaring di sampingnya. Hal pertama yang Nadia lihat setelah membuka matanya adalah garis wajah Gio yang tegas.Matanya yang hitam legam itu tampak terpejam dengan erat. Sepertinya, sudah beberapa hari Gio tidak tidur.Bahkan saat tidur pun dahi Gio tetap mengernyit.Jangan-jangan kondisi Gio menjadi separah ini karena mengkhawatirkan Nadia?Nadia jadi merasa terharu. Dia menoleh, lalu melihat cairan infus yang tergantung di sampingnya.Dari ekor matanya, Nadia juga bisa melihat semangkuk bubur lengkap dengan telur yang diletakkan di samping tempat tidurnya.Nadia refleks menelan ludahnya. Dia ingin sekali menyantap bubur itu,
Ucapan Sena membuat perasaan Nadia menjadi berkecamuk.Sebenarnya, Nadia mendengar seruan Gio saat itu."Selain itu, Bibi Ratih juga bilang Pak Gio hanya makan beberapa suap setiap harinya selama tiga hari kamu menghilang," lanjut Sena lagi sambil mendecakkan lidahnya."Kamu banyak ngobrol dengan Bibi Ratih, ya?" tanya Nadia.Sena mengangguk dengan keras, "Lagi pula, aku tidur di bawah sepanjang malam ketika kamu kembali dan Bibi Ratih merawatku dengan baik.Lalu aku menyampaikan pendapatku dengan halus. Yang paling penting adalah Pak Gio benar-benar mengancam Yuvira hanya untuk menemukanmu!"Nadia sontak menjadi kebingungan.Sena pun menyampaikan apa yang Bibi Ratih beritahukan kepadanya."Gio mengancam akan menggugurkan anaknya?" tanya Nadia dengan mata yang terbelalak kaget."Iya, Bibi Ratih yang bilang begitu. Ugh, sebenarnya aku sih berharap Gio memang menggugurkan anak itu!" kata Sena sambil cemberut."Dengan begitu, ketiga calon bayimu ...."Sena sontak menutup mulutnya.Nadia m