Sanggar tari yang Ardika janjikan malam harinya terlaksana di kunjungi. Berangkat setelah isak, kondisi jalanan kota Karawang tak jauh berbeda dengan Jakarta. Pengetatan peraturan yang tiap daerah ajukan menjadi kepatuhan tersendiri bagi beberapa lapisan masyarakat. Meski tidak sepenuhnya di jalankan dengan baik karena pekerja yang berseliweran di shift malam.
Sebenarnya, keadaan ini masih cukup mengkhawatirkan. Mengingat demo penolakan RUU Cipta Kerja masih berlangsung. Sebaiknya pemerintah segera bertindak lebih tegas. Meski dampak negatif dan positif selalu ada. Tapi konyol tidak, sih, jika urutan pekerja asing bisa masuk ke Indonesia sedang lapangan pekerjaan naudzubillah untuk di cari?Setidaknya mempertimbangkan lebih matang keputusan ini atau dekati saja salah satu buruh pekerja yang kesulitan di masa ini.Tahun ini—Pulung tarik napasnya—sesak sekali rasanya. Cobaan silih berganti. Ujian yang menyapa tak beda dengan tagihan-tagihan rumah tangga setiap bulannya. 2020 banyak yang meminta doa untuk semakin lebih baik lagi. Memiliki kemajuan untuk setiap kehidupan dan pilihan terbaik dalam menjalaninya. Sayangnya, sedang Tuhan berikan peringatan. Karena saking sayangnya dengan hamba-hambaNya."Mama bobok sama aku nanti, ya?" Pulung tersenyum. Ardika mendengus. Putrinya keterlaluan. Bagaimana jika Pulung tidak nyaman?"Omi!" tegur Ardika.""Papa selem," jawabnya.Sumpah! Sifat putrinya sempurna. Perpaduan dua insan yang komplit antara dirinya dan masa lalunya. Meski cetakan Ardika berada di wajah mungilnya yang tak terbantahkan. Tapi tetap saja."Omi bobok sama papa, ya?" Ardika turunkan vokal suaranya. "Papa, kan biasa sama Omi."Omi terlihat berpikir. Yang Ardika lirik lewat spion kaca. Jarinya mengusap dagu sempitnya—astaga. Membuat Ardika mengelus dada. Itu gayanya sekali."Omi bosan pa."Tertohok. Yang menyayat hati Ardika. Tak ada darah yang menetes tapi sakit."Kenapa nggak bobok beltiga saja. Pasti enak. Papa sebelah kanan, mama sebelah kiri. Omi di tengah, nanti di peyuk, ya?"Terjadi pergulatan ludah di ujung tenggorokan yang tak kasat mata. Baik Ardika maupun Pulung sama-sama terbatuk. Yang matanya mengerjap dengan polos tentu Naomi. Menyaksikan bolak-balik kejadian kompak dua orang dewasa beda jenis di hadapannya. Bibir mungilnya mengerucut kesal. Wajah ayunya cemberut layaknya kucing Persia gagal kawin."Lebay!" gumamnya.Zaman secanggih itu. Dunia sudah maju. Segala kejadian terjadi dengan rekaman satu bidikan benda canggih. Sampailah kepada telinga Naomi."Nah sampai."Beruntung sekali suasana langsung cepat berubah. Riangnya Naomi sebagai tanda bahwa bocah kecil itu suka dengan suasana dan tempat yang baru."Naomi nanti belajar nari." Tegas Ardika tanpa menoleh ke arah putrinya. Dan jawaban 'oke' lagi-lagi menohok ulu hatinya. 'Kok gue ngerasa bukan bapaknya, ya?'***Usai berbincang dengan pengurus sanggar yang berkali-kali hendak menyebut nama Ardika sebagai pemiliknya namun urung oleh kedipan mata yang di kode. Makan malam di lesehan menjadi pilihannya. Naomi ingin burung dara goreng. Hebat! Bocah sekrucil itu sudah ngidam aneh-aneh."Aduh panas papa." Manjanya merajuk.Itu kode keras agar bisa merecoki hikmatnya makan sang papa. Dan seolah paham, Ardika ambil alih piring putrinya. Membawa tubuhnya untuk duduk di samping sang putri seraya meniup-niup daging burung dara lantas memotongnya menjadi bagian-bagian kecil."Masih panas?" Yang Ardika jejalkan nasi beserta daging ke mulut Naomi. Gelengan kepala Naomi Ardika pahami. Di jamin, kelar ini putrinya akan langsung pingsan kekenyangan. "Pelan-pelan!" seru Ardika mana kala mendapati anaknya menjejalkan tempe goreng bebarengan dengan nasi yang belum di telan."Uyut akooo eyen, kan?"Mengangguk saja dulu. Ardika paham translet kata anaknya: "Mulut aku keren, kan?" Ya kamu keren nak. Papa yang jantungan. Kesedak dikit berakhir di ranjang operasi."Nggak akan papa minta."Mendapati interaksi seperti itu, pikiran Pulung berkelana. Otaknya berjalan tidak pada tempatnya. Tapi bolehkah sekali ini saja berangan? Jika berharap sebuah ketidakmungkinan. Ada sesal yang menaungi hati Pulung.Tentang dirinya yang tidak di beri amanat untuk hamil semasa menikah. Tidak adanya anak ketika perceraian terjadi. Tidak ada yang bisa Pulung bawa selain kenangan indah semasa janji sucinya pernah terucap. Dan berakhir sia-sia.Pulung suapkan nasi beserta ayamnya perlahan. Bola matanya menyipit sesekali mendengar obrolan yang Ardika bangun bersama putrinya. Ini makan malam bernuansa keluarga—menurut penglihatan orang lain. Nyatanya bukan. Ini makan malam biasa majikan dan bawahan. Miris."Pokoknya aku mau bobok sama tante Pulung. Debat no valid papa."Yorobun. Ardika istigfar kencang-kencang dalam hati. Ini anaknya dapat kata-kata dari mana coba?"Kamu suka?""Sukaaaaa angetttt," sambar Naomi.Jelas-jelas yang Ardika tatap adalah Pulung. Anaknya sungguh sesuatu sekali."Bukan kamu sayang." Pipi merah semu-semu itu milik Pulung. Kok konyol, sih? Terdengar seperti panggilan itu di tujukan Ardika kepada Pulung. "Kamu suka sama sanggar tarinya?""Oh." Masih Naomi yang menimpali.Bisa di pecel dulu tidak ini anaknya? Ardika kok geram tapi juga sayang. Satu-satunya copy paste ini."Suka, pak.""Kalau kamu suka, mulai besok bisa berangkat."Eh?Mata Pulung mengerjap."Naomi juga setuju. Kamu dengar sendiri tadi."Bocah lima tahun itu mulai mencari kenyamanan di dada sang papa yang sedang mengurap sambal dengan nasinya. Tah, ucapan orangtua memang manjur."Memang boleh, pak?" Pulung ingin memastikan. Takutnya yang kemarin di bicarakan di rubah mendadak karena ini."Saya nggak masalah. Senang-senang saja malahan kalau Naomi punya aktivitas di luar rumah. Main hp di rumah juga nggak bagus. Nonton tv juga mesti pintar cari channel. Selama corona, nggak banyak kegiatan Omi."Kepala Pulung mengangguk. Mengerti ke mana muara maunya atasan."Soal teteh jaga Naomi itu masih berlaku. Gaji bisa teteh ajukan berapa pun. Besok siang saya tunggu nominal yang teteh ajukan. Dan di sanggar, tentu ada perjanjian payment yang sudah sesuai peraturan. Itu nggak bisa di rubah karena sudah sah walaupun ada perubahan di kebijakan saat ini."Tentu tak akan Ardika rubah. Gaji guru bukan yang paling besar sekali pun anggapan masyarakat selalu begini: 'enak ya. Kerjanya cuma kasih perintah dan benerin gerakan yang bla bla bla.' Yang menjalani dan yang terlihat tidak selalu sama.Pekerjaan—sawang sinawang—istilah jawa yang pernah Ardika dengar. Artinya, apa yang kamu lihat belum tentu enak begitu juga sebaliknya. Jadi bersyukur adalah kuncinya. Jangan mengeluh atau Tuhan kurangkan nikmatmu."Kadang, manusia suka lupa." Ardika hanya mengatakan tanpa berniat menyindir. Tapi Pulung merasa kalimatnya tepat sekali. "Kehidupan ini terus berputar. Layaknya roda, kehidupan tidak pernah berhenti. Terus berjalan, mengitari rotasi. Kadang di bawah dan di atas. Itu menunjukkan di mana keberadaan kita."Berakhir dengan habisnya semua makanan yang tersaji di atas meja.Kita beralih ke sini.Lupakan soal demo. Lupakan soal carut-marutnya negara. Lupakan soal negara yang tidak stabil lagi berdirinya. Lupakan semua itu kita rehat sejenak bersama si tokoh cowok.Ardika Aksara namanya. Lelaki 35 tahun, duda beranak satu yang masih fresh segar bugar baik tubuh maupun wajah. Penampilan manlynya mendukung keseluruhan yang menjadi pelopor duren—duda keren. Tidak itu saja. Nilai plusnya adalah: pengusaha sukses yang melejit di kotanya, karawang. Pertanyaan yang di ajukan seperti ini: perempuan mana yang tidak menolak? Tidak ada! Hanya perempuan bodoh yang bisa menolaknya. Mendengar namanya saja sudah tentu membuat sebagian dari mereka kelonjotan. Apalagi di tatap secara langsung. Bisa ambyar berserakan itu jantung ke tanah.Faktor pendukung yang menjadikan Ardika paling di cari tidak hanya bentuk wajah dan tubuhnya. Tentu jaminan hidup enak seumur hidup selalu menjadi incaran perempuan di luar sana. Sayangnya, kualifikasi yang Ardika ajukan bukan hanya soa
Yang sangat bersemangat justru Naomi. Pagi-pagi sekali sebelum matahari menyinari bumi Karawang, racauannya perkara mandi dan pakaian yang ingin di kenakan memekakkan rungu Pulung. Tapi mau bagaimana pun, Pulung hanyalah pengasuh yang bertugas dan di gaji mengikuti keinginan sang tuan putri. Jadi, ketelatenan yang Pulung berikan, selembut mungkin dalam bertindak, sesering yang bisa bibirnya rekahkah senyum, ia lakukan. Dengan harapan, semua rejeki yang sedang di carinya berkah. Kembali mengingat topik keluarga yang mendasari motif semangatnya."Mama harus pakai baju yang sama kaya Omi."Mulai sekarang, pendengaran Pulung harus tebal. Dengan sengaja atau tidak panggilan itu Naomi serukan. Enak tidak enak, Pulung bawa santuy saja. Dasarnya, bocah selalu nggak mau di lawan. Like woman yang merasa benar terus. "Duhh, nggak punya Omi."Wajah cantiknya yang sudah Pulung poles dengan bedak bayi cemberut. Bukannya sangar malah lucu. Yang Pulung towel-towel pelan."Cantik-cantik ngambekan, ya
Pagi itu, datang kurir berseragam orange khas Indonesia. Jarum pendek belum tepat menyentuh angka enam tapi lelaki berkisar umur 45 tahun membunyikan bel di kediaman Ardika. Yang langsung di buka si empunya."Surat, pak," katanya ramah.Ardika terima. Melihat nama yang tertera di sana: Pulung."Terima kasih pak." Setelah Ardika torehkan tanda terima dan bergegas masuk kembali.Bersamaan dengan itu, Pulung melewatinya. Dengan pakaian tidurnya yang tidak mencolok tapi cukup mampu membuat Ardika menelan ludah. Setelah sekian tahun menduda, rasanya cukup aneh mendapati pemandangan lain di dalam rumahnya.Bermain dengan para wanita di luar sana bukan hal sulit untuk Ardika. Tapi Pulung?Kepala Ardika pening dadakan. Kedua matanya terpejam sekedar meredam degup jantungnya yang bertalu. Dalam batinnya bertanya: perasaan apa ini. Jika hanya sesaat yang dirinya rasakan karena napsu, doa dalam hatinya cukup kuatkan imannya saja. Tidak etis jika sampai tindakannya kepada Pulung melampaui batas.
Hal tercepat yang terjadi di dunia?Ada yang tahu?Begini, kamu tidak sadar kapan waktu tepatnya. Kamu juga tidak tahu kenapa bisa terjadi?Masih belum tahu jawabannya?Tck!Jatuh cinta.Itulah hal tercepat yang terjadi di dunia. Kamu tidak bisa memprediksi kapan tepatnya bisa terjadi pun kenapa bisa terjadi bahkan dengan siapa menjatuhkan pilihannya.Itu yang sedang Ardika rasakan saat ini. Setelah satu hari penuh otaknya diisi dengan Pulung, pulang-pulang justru jawaban ini yang dirinya temukan. Tapi apakah pantas?Ardika Aksara seorang anak tunggal merasakan jatuh cinta yang menurutnya waktu berjalan cepat. Dan sebagai seorang anak tunggal yang kesepian, Ardika tahu bahagianya jatuh cinta. Seperti makna: Siapa cepat dapat. Siapa tepat selamat.Tapi sayangnya, setiap jalan memiliki dua arah untuk berlawanan. Maka ada jatuh cinta, ada juga kesakitan lainnya. Jika di setiap pertemuan menghasilkan buih perpisahan di akhir. Maka pernikahan juga memuarakan perceraian. Setelah tidak lagi
Pernikahan adalah upacara pengikatan janji suci yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Pengesahan secara hukum suatu pernikahan biasanya terjadi pada saat dokumen tertulis yang mencatatkan pernikahan ditanda tangani. Pengucapan janji sakral sehidup semati yang sayang terhempas oleh satu surat cerai.Pulung tersenyum miris. Dunia ini memang kejam dan menjengkelkan. Permainan takdir yang berubah haluan secara mendadak hanya bisa Pulung katakan, kita bisa apa? Selain mengikuti derasnya arus, melawan bukan kehendak kita. Yang bisa kita lakukan hanya berjuang sampai akhir hayat.Namun malam ini—dirinya di lamar, kan? Meski tidak secara resmi atau romantis pada umumnya pasangan menyatakan cinta. Ardika Aksara meminta Pulung untuk menjadi ibu sambung Naomi. Yang tanpa Pulung tutupi eksistensi kekehannya membuat lelaki 35 tahun itu mengerutkan dahinya terang-terangan. Pasti heran."Perceraia
Saat hujan turun, orang bisa mengukur besar cinta yang mereka miliki. Bahkan ketika berbagi payung, pandangan manusia menjadi berbeda-beda dengan sudut lain. Mereka mampu melihat jelas betapa besar cinta yang di milikinya. Demikianlah cinta dan hujan saling terhubung satu sama lain.Hujan semalam mengalirkan kenangan yang mendadak berputar dalam pikiran Pulung. Sampai berat kedua matanya dan tertidur pulas di sofa balkon. Bangun-bangun sudah ada selimut hangat melingkupi tubuhnya.Di sambut kekuningan mentari yang belum terik, mata Pulung bercahaya terkena sinarnya. Suara Naomi di dalam rumah terdengar berdebat dengan papanya. Bocah lima tahun itu mulai ngeyel—begitu Ardika mengeluh. Tapi hebatnya, duda keren itu tidak marah. Malahan katanya, 'Saya suka Omi yang rewel ketimbang pendiam. Makasih buat teteh.'Ujungnya itu yang membuat Pulung tidak nyaman. Karena Omi berubah sejak kehadiran dirinya. Karena Omi terus-terusan memanggilnya mama seperti sekarang ini contohnya."Mama kenapa?"
Selalu ada sudut lain yang harus di pandang. Begitu juga dengan perjalanan hidup yang mesti di telusuri untuk bisa di berikan hujatan. Jadi, manusia tidak hanya berucap saja pada apa yang mendasari caciannya.Kebahagiaan itu di ciptakan. Semua orang juga tahu itu. Meski katanya tidak akan mati dan abadi, tapi tetap saja, tanpa menjaga semua itu akan luruh.Dan dua kata yang ingin Ayana helakan dalam embusan napasnya adalah hampir dan mampir. Itu untuk Ardika Aksara yang baru saja hengkang dari tempat duduknya. Meringis pilu, nyatanya Ayana sadar jika dirinya bahkan namanya sudah terhapus lama dari hidup Ardika. Faktanya, lelaki itu pergi tanpa mau melihat wajahnya. Tidak sama seperti dulu ketika kebersamaan rajutan cinta terjalin.Ayana sadar diri. Maka untuk dua kata di atas yang tepat hanyalah pernah bersama meski tidak lama mampir. Sudah begitu saja. Karena semua itu bermula dari dirinya yang memberikan kekecewaan pada realita di hidup Ardika. Tapi Ayana tidak kalut mengingat saat-
Sejak dulu Maharaja Askara selalu berulah.Tidak tahu saja kenapa lelaki 30 tahun itu berbuat demikian. Yang terlihat di mata orang lain hanyalah sikapnya yang negatif tidak patut di contoh. Kecuali ketampanan wajahnya yang menjadi pendukung.Kali ini pun ada ulah yang sudah Maha perbuat. Membuat geger seisi lantai di apartemen mewahnya yang tengah pulas tertidur. Jakarta di waktu pagi dan musim hujan serta pandemi Covid-19 yang mendukung membuat sebagian pegawai melakukan tugasnya secara daring. Segala aktivitas dilakukan di dalam rumah atau bekennya work from home."Ya terus?" Maha mainkan kuku-kuku jarinya tanpa mengindahkan tangisan perempuan di depannya.Wajahnya yang tampan tak mengusik sebagian penghuni apartemen. Di perhatikan begitu pun Maha tenang dan santai sekali."Nikahi aku lah!"Nikah embahmu! Maha mendengus. Memalingkan wajah hendak menutup pintu tapi tertahan."Kamu jangan seenak jidat gini dong! Masa mau enaknya doang giliran kebobolan langsung ngacir."Terus salah g